PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron
secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.1
1
Definisi terbaru menurut pedoman tatalaksana epilepsi tahun 2014 oleh
International League Against Epilepsy (ILAE) yaitu epilepsi adalah suatu
penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut: 2,3
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks
dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24
jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan
sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa
provokasi/ bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi
1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang
disertai lesi structural dan epileptiform dischargers) .
3. Sudah pernah ditegakkan diagnosis sindroma epilepsi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari
bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut
(unprovoked). Sindroma epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik
epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi,
umur, awitan (onset), jenis bangkitan, faktor pencetus dan kronisitas.1-3
2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju
ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000.4
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.5 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
2
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usia lanjut di atas 65 tahun (81/100.000
kasus). 6
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan
epilepsi dan klasifikasi untuk sindroma epilepsi.1-3
3
Gambar 1. Fase tonik dan klonik3
2.4 Patofisiologi
4
epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang
epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.3,7
2.5 Diagnosis
5
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik
didukung oleh hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 1,3,7
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan
penggunaan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekueensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
6
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard
untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG
dikatakan abnormal jika
1. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang
timbul secara paroksimal.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan
untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan
dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan
7
tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus
kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat
minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah
mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
8
Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
setelah 2 tahun bebas serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau
keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai
dari satu OAE yang bukan utama
Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom
9
Obat epilepsi untuk anak7
10
11
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : AA
RM :
Umur : 10 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Berat Badan : 6 kg
Tinggi Badan : 70 cm
Tgl. Masuk : 19 Juni 2019, Jam 09.30 WIB
ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan utama : Kejang
12
Pasien datang ke IGD RS Datu Beru dibawa oleh orangtua dengan keluhan
kejang yang dialami +/- 2 jam SMRS. Kejang dialami >5 menit. Kejang
terjadi seluruh badan, tangan dan kaki menyentak-nyentak. Kedua tangan
mengepal. Mata terbalik ke atas, setelah kejang pasien tanpa disertai
demam. Sebelumnua pasien juga mengalami kejang +/- 10 hari yang lalu.
Kejang dialami +/- 1 menit dan berulang dalam 24 jam. Tanpa disertai
demam. Pasien sekarang juga mengeluhkan batuk berdahak dan pilek
sejak 4 hari yang lalu. BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat
trauma kepala tidak ada
13
- 6 bulan : meraih benda
- 9 bulan : tengkurap
PEMERIKSAAN FISIK
- Kesadaran : compos mentis
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Keadaan gizi : Baik
- Keadaan penyakit : Sedang
Tanda tanda vital
Nadi : 100x/i
Suhu : 36.80 C,
Napas : 25 x/menit
Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata :
- Konjungtiva anemis (-/-),
- Sklera ikterik (-/-),
- Pupil isokor 2mm/2mm,
- Refleks cahaya (+/+) langsung dan tidak langsung
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : sianosis (-), kering (-), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)
Dada : Simetris, Sonor (+/+), vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-).
Abdomen : Soepel (+), distensi (-), NT (-), Tympani (+)
- Hepar : tidak ada pembesaran
- Lien : tidak ada pembesaran
Ekstremitas : akral dingin , CRT <2, udem (-)
Status neurologis :
- Refleks fisiologis, atas : (+2/+2), bawah (+1/+1)
- Refleks patologis :
o Babinski :+/+
o Chaddock :+/+
o Openheim :+/-
o Gordon :+/-
o Schafer :+/-
14
o Gonda :+/-
DIAGNOSA DIFERENSIAL
- Epilepsi
- Meningitis
- Ensefalitis
DIAGNOSIS KERJA
- Obs seizure ec epilepsi + ISPA
DIAGNOSA GIZI
- Normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah rutin
- EEG
- Px Elektrolit
- Fungsi Lumbal
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
- Diet mII 660 kkal + protein 10 g
- IVFD D5% ¼ NS 40 tpm
- Inf. Paracetamol 120 mg / 8 jam
- Phenobarbital tab 2 x 10 mg
- Cefadroxyl syr 3 x 1
Urine : 1mg / kgBB / jam
: 6,6 ml / jam
: 158 ml / 24 jam
15
Follow up
H1 S/ kejang (-), batuk berdahak (+), pilek (+), demam (-)
19/06/2019 O/
mata : KA (-/-), Si (-/-)
mulut : sianosis (-)
thorax : simetris, Ves(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Soepel (+), peristaltik normal
Eks : Sianosis (-)
T : 36, 8 C
HR : 100 x/i
RR : 25 x/i
A/ obs seizure ec epilepsi + ISPA
P/
IVFD Ns ¼ + Kcl 100 gtt/i
Paracetamol 4 x ½
Cefixime 2 x ½ cth
Cetirizine 2 x ¼
EEG
H2 S/ kejang (+), tang bergerak (+), batuk berdahak (+), pilek (+),
20/6/2019 demam menurun (-)
O/
mata : KA (-/-), Si (-/-)
mulut : sianosis (-)
thorax : simetris, Ves(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Soepel (+), peristaltik normal
Eks : Sianosis (-)
T : 37, 0 C
HR : 110 x/i
RR : 24 x/i
A/ obs seizure ec epilepsi + ISPA
P/
IVFD Ns ¼ + Kcl 100 gtt/i
16
Paracetamol 4 x ½
Cefixime 2 x ½ cth
Cetirizine 2 x ¼
Hasil EEG :
Ditemukan adanya gelombang abnormal inaktif epileptiform
pada pemeriksaan EEG, mendukung epilepsy GTCS
PBJ besok
H3 S/ kejang (-), 5 detik tadi pagi (kiri), batuk berdahak (+), pilek
21/6/2019 (+), demam menurun
O/
mata : KA (-/-), Si (-/-)
mulut : sianosis (-)
thorax : simetris, Ves(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Soepel (+), peristaltik normal
Eks : Sianosis (-)
T : 36, 5 C
HR : 105 x/i
RR : 24 x/i
A/ Epilepsi + ISPA
P/
IVFD Ns ¼ + Kcl 100 gtt/i
Paracetamol 4 x ½
Cefixime 2 x ½ cth
Cetirizine 2 x ¼
Asam valproat 2 x 1 ml
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S, et al. Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
PERDOSSI. 2006.
2. Maredante, KJ, Robert MK. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi
keenam. Elsevier. 2015
3. Robert SF. ILAE Official Report: A practical clinical definition of epilepsy.
Epilepsia 55. International League Against Epilepsy.2014
4. Mohamad AM. Abeer JH. Seizures in childhood. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Elsevier. 2015
5. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
6. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-
epilepsi-pada-anak-2
7. Michael A. David G. Roger S. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-
Hill. 2012
18