Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENYAKIT DISENTRI DAN TIFOID

Makalah ini disusun guna memenuhi


salah satu tugas mata kuliah Patologi

Disusun oleh:
1. Firman Tri Atmojo (18220003)
2. Vresty Puji Lestari (18220005)
3. Amarul Ilma Takatsuri (18220007)
4. Rifka Farah Pradisty (18220011)

PROGRAM STUDI D-3 GIZI


POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU ADISUTJIPTO
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Disentri adalah suatu peradangan usus yang menyebabkan diare disertai darah
atau lender. Diare adalah kondisi dimana frekuensi buang air besar meningkat, dengan
konsistensi feses yang lembek atau cair.
Disentri basiler atau shigellosis merupakan suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri genus shigella. Telah banyak dilaporkan bahwa bakteri Shigella
dysenteriae resisten terhadap berbagai macam antibiotic seperti ampicillin, tetracycline,
streptomycin, dan chloramphenicol. Lengkuas putih mengandung flavonoid dan beberapa
senyawa lainnya seperti tannin yang memiliki efek antibakteri.
Tahun 2004, WHO menentukan ciprofloxacin sebagai first-line dari pengobatan
shigellosis walaupun sekarang telah dilaporkan adanya resistensi terhadap antibiotic
tersebut. Laporan epidemiologi menunjukkan terdapat 600.000 dari 140 juta pasien
shigellasis meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di Indonesia memperlihatkan
29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan oleh disentri basiler.
Lengkuas putih putih dipercaya memiliki efek anti bakteri terhadap Shigella
dysentriae melalui Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM)
melalui aktivitas antimikroba yang dimiliki oleh lengkuas putih, unsur yang ada di dalam
lengkuas putih antara lain dari golongan senyawa flavonoid dan tannin.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit disentri dan tifoid?
2. Bagaimana epidemiologi penyakit disentri dan tifoid?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit disentri dan tifoid?
4. Bagaimana etiologi penyakit disentri dan tifoid?
5. Bagaimana patogenesis penyakit disentri dan tifoid?
6. Bagaimana tanda dan gejala penyakit disentri dan tifoid?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit disentri dan tifoid?
2. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit disentri dan tifoid?
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit disentri dan tifoid?
4. Untuk mengetahui etiologi penyakit disentri dan tifoid?
5. Untuk mengetahui patogenesis penyakit disentri dan tifoid?
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit disentri dan tifoid?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit Disentri Dan Tifoid


1. Definisi Penyakit Disentri
Disentri merupakan diare akut yang disebaban oleh bakteri shigella. Disentri
adalah suatu peradangan usus yang menyebabkan diare disertai darah atau lender. Diare
adalah kondisi dimana frekuensi buang air besar meningkat, dengan konsistensi feses
yang lembek atau cair. Di Indonesia diare masih merupakan penyakit urutan ke
enam dari sepuluh besar pola penyakit yang ada. Angka kesakitan diare pada periode
1986-1991 berkisar antara 19,5 - 27,2 per 1000 pasien, sedangkan angka kematian
berkisar antara 0,02-0,34 per seribu pasien (Masayoshi, 1997).
2. Definisi Penyakit Tifoid
Deman tifoid atau tifus abdominalis merupakan salah satu penyakit infeksi
tersring di wilayah tropis dan negara berkembang seperti di Indonesia. Menurut
Pramitasari (2013), demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat
akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi
(Salmonella typhi). Selain itu menurut Kemenkes RI no. 364 tahun 2006 tentang
pengendalian demam tifoid, demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kumam
berbentuk basil yaitu Salmonella typhi yang ditularkan melalui makanan atau minuman
yang tercemar feses manusia.
Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik
mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Algerina, 2008;
Darmowandowo, 2006). Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa
kuman dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi
secara transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada
bayinya (Soedarno et al, 2008).

B. Epidemiologi Penyakit Disentri Dan Tifoid


1. Epidemiologi Penyakit Disentri
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan
tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sindrom disentri.
Bakteri shigella terdapat dimana-mana tapi yang terbanyak ada di negara dengan tingkat
kesehatan perorangan yang sangat buruk. Manusia sendiri merupakan sumber penularan
dan hospes alami dari penyakit ini, yang cara penularannya adalah secara oro-faecal.
Shigella sebagai penyebab disentri basiler merupakan kuman yang unik di antara
enteropatogen lainnya. Ambang infeksinya rendah yakni 10-100 kuman sudah cukup
untuk menularkan penyakit tersebut dari penderita ke orang lain.
Hal lain yang unik ialah sifat basil ini yang rapuh (fragile, cepat mati di luar tubuh
hospesnya), yang akan menyebabkan penyakit ini lebih banyak tertular dengan cara
kontak langsung. Kedua sifat yang kontradiktif yaitu ambang infeksi yang rendah dan
sifat rapuh ini mewarnai epidemiologi penyakit ini. Penyakit ini akan mudah menghilang
di daerah dengan kesehatan perorangan cukup baik (lingkungan bersih) namun
sebaliknya jika di daerah dengan kesehatan perorangan yang buruk (lingkungan kotor).
Shigella merupakan penyebab terbanyak dari diare invasive (disentri) dibandingkan
dengan penyebab lainnya.
2. Epidemiologi Penyakit Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia, secara
luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang
tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah yang mana di Indonesia
dijumpai dalam keadaan endemis (Putra A.,2012).
Dari laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 terdapat 17 juta
kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai 600.000
kematian. Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis berkisar antara 45 per
100.000 penduduk per tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk per tahun. Tahun 2003
insidens rate demam tifoid di Bangladesh 2.000 per 100.000 penduduk per tahun.
Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3 per 100.000 penduduk, 12 di Afrika yaitu
50 per 100.000 penduduk, dan di Asia 274 per 100.000 penduduk (Crump, 2004).
Indisens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan
dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun
600.000 – 1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi
dengan CFR sebesar 10%. Tingginya insidens rate penyakit demam tifoid di negara
berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi
lingkungan di negara yang bersangkutan (Nainggolan R., 2009).

C. Patofisiologi Penyakit Disentri Dan Tifoid


1. Patofisiologi Penyakit Disentri
a. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman
Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati
barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang
tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini
menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya.
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang
pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa
usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada
keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir
lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan
infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,
ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan
neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga
kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan
pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang
menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat
berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan
ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan
(virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk
ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan
submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.
Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian
usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum,
kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
2. Patofisiologi Penyakit Tifoid
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2) banyak bakteri
yang mati. Bakteri yang masih hidup mancapai usus halus, dan diusus halus tepatnya di
ileum dan jejenum akan menembus dinding usus. Bakteri mencapai volikel impa usus
halus, mengikuti kealiran kelenjar limpa mesentrika bahkan ada yang melewati sikulasi
sitemik sampai ke jarigan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multilikasi di dalam sel fagosit mononuclear di dalam
folikel limpa, kelenjar limpa mesentirika, hati, dan limpa (soedarmo, dkk. 2002)
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubungan makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
gangguan mental dan koagulasi (Widodo, 2007).
D. Etiologi Penyakit Disentri Dan Tifoid
1. Etiologi Penyakit Disentri
Disentri dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare, seperti oleh infeksi
virus, bakteri, parasite, intoleran aktosa, alergi protein susu sapi, namun sebagian besar
disebabkan karena infeksi penularanya secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau
kontak orang dengan alat rumah tangga. Infeksi menyebar pada makanan dan air yang
terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan hygiene peorangan
yang buruk. Disebabkan oleh bakteri yaitu shigella, E. coli enteroinvasif, salmonella,
campylobacter jejuni. Ada penyebab lain yaitu amoeba disebabkan Entamoeba
hystolitica.
2. Etiologi Penyakit Tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam
air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama
15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E., 2013).
Salmonella typhi mempunyai taksonomi sebagai berikut:

Gambar 1. Taksonomi Bakteri Salmonella typhi.


(Sumber: Wikipedia)
Salmonella typhi adalah bakteri batang gram negatif yang menyebabkan demam
tifoid. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah
tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk (Brook, 2001).
Manusia terinfeksi Salmonella typhi secara fekal-oral. Tidak selalu Salmonella
typhi yang masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk
menimbulkan infeksi, Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu
faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah
keasaman lambung. Bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat
melewati lambung, maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi (Salyers
dan Whitt, 2002).
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi akan
ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran darah, menimbulkan
bakteremia primer. Selanjutnya, Salmonella typhi akan mengikuti aliran darah hingga
sampai di kandung empedu. Bersama dengan sekresi empedu ke dalam saluran cerna,
Salmonella typhi kembali memasuki saluran cerna dan akan menginfeksi Peyer’s
patches, yaitu jaringan limfoid yang terdapat di ileum, kemudian kembali memasuki
peredaran darah, menimbulkan bakteremia sekunder. Pada saat terjadi bakteremia
sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari demam tifoid (Salyers dan Whitt,
2002).
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap
formaldehid.
b. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang telah memenuhi
kriteria penilaian.
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh
penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim
disebut aglutinin (Sudoyo A.W., 2010).

E. Patogenesis Penyakit Disentri Dan Tifoid


1. Patogenesis Penyakit Disentri
Shigellosis disebut juga Disentri basiler. Disentri sendiri artinya salah satu dari
berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai
nyeri perut, tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lender.
Habitat alamiah kuman disentri adalah usus besar manusia, dimana kuman tersebut dapat
menyebabkan disentri basiler. InfeksimShigella praktis selalu terbatas pada saluran
pencernaan, invasi dalam darah sangat jarang. Shigella menimbulkan penyakit yang
sangat menular. Dosis infektif kurang dari 103 organisme.
Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lendir, mikroabses pada
dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis selaput
lendir, ulserasi superfisial, perdarahan, pembentukan “pseudomembran” pada daerah
ulkus. Ini terdiri dari fibrin, lekosit, sisa sel, selaput lendir yang nekrotik, dan kuman.
Waktu proses berkurang, jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.

2. Patogenesis Penyakit Tifoid


Salmonella yang terbawa melalui makanan ataupun benda lainnya akan memasuki
saluran cerna. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis ataupun
subklinis pada manusia adalah sebesar 105-108 salmonella (mungkin cukup dengan 103
organisme Salmonella typhi). Di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam
lambung, namun yang lolos akan masuk ke usus halus. Bakteri ini akan melakukan
penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler
dimana mereka akan berproliferasi. Ketika bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa
menanganinya, maka akan terjadi degenerasi brush border (Brooks, 2007).
Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai
ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di
dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati
dan limfe. Setelah peride tertentu (inkubasi), yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan
virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari
habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara
ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat predileksinya adalah
hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patch dari ileum terminal.
Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui tinja (Soedarmo et al, 2010).
Peranan endotoksin dalam patogenesis demam tifoid telah dipelajari secara
mendalam. Pernah dicoba pemberian suntikan endotoksin 0.5 mcg pada sukarelawan-
sukarelawan, dalam waktu enam puluh menit mereka menjadi sakit kepala, dingin, rasa
tak enak pada perut. Bakteriolisis yang dilakukan oleh sistem retikuloendotelial
merupakan upaya pertahanan tubuh di dalam pembasmian kuman. Akibat bakteriolisis
maka dibebaskan suatu zat endotoksin, yaitu suatu lipopolisakarida (LPS), yang akan
merangsang pelepasan pirogen endogen dari leukosit, sel-sel limpa, dan sel-sel kupffer
hati, makrofag, sel polimorfonuklear dan monosit. Endotoksin dapat menempel di
reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organik lainnya (Santoso,
2009).

F. Tanda Dan Gejala Penyakit Disentri Dan Tifoid


1. Tanda Dan Gejala Penyakit Disentri
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :
a. Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh di abdomen,
nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
b. Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi, asidosis,
syok, dan lain-lain), kolik abdomen, kejang dengan atau tanpa demam, sakit kepala
(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
c. Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang, disertai fatigue.
(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
Penderita yang mempunyai tanda-tanda klinis diare akut, seperti :
1. sindroma berak cair lebih dari 4 kali perhari dalam kurun waktu kurang dari 14 hari.
2. Demam atau tidak.
3. Mual.
4. Muntah.
5. Umur lebih dari 14 tahun.
6. Nyeri ulu hati
2. Tanda Dan Gejala Penyakit Tifoid
Tanda dan gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa
inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi
dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas
disertai komplikasi hingga kematian (Sudoyo A.W., 2010).
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septikemia oleh karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada S.typhi. Gejala menggigil tidak biasa didapatkan pada demam
tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih
mungkin disebabkan oleh malaria (Sudoyo A.W., 2010).
Demam tifoid dan malaria dapat timbul secara bersamaan pada satu penderita.
Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di
sisi lain S.typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis.
Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor,
psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis.
Penderita pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus
(Sudoyo A.W., 2010).
Tanda dan gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecahpecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat
terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (Sudoyo A.W.,
2010).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit disentri dan tifoid merupakan penyakit yang sering menjangkiti masyarakat di
Indonesia. Disentri merupakan diare akut yang disebaban oleh bakteri shigella. Disentri
adalah suatu peradangan usus yang menyebabkan diare disertai darah atau lender. Diare
adalah kondisi dimana frekuensi buang air besar meningkat, dengan konsistensi feses yang
lembek atau cair. Sedangkan demam tifoid atau tifus abdominalis merupakan salah satu
penyakit infeksi tersring di wilayah tropis dan negara berkembang seperti di Indonesia.
demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi).

B. Saran
Bagi setiap orang untuk tetap menjaga pola hidupbersih dan sehat baik dari hal yang kecil
seperti rajin mencuci tangan sampai hal yang besar. Dan untuk pemerintah hendaknya
senantiasa tetap memberikan pemahan tentang pola hidup sehat dan bersih kepada setiap
warga negara agar mereka terhindar dari berbagai penyakit serta perlunya pengawasan
makanan dari pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Masayoshi. Diagnosis and Treatment of bacterial food Poisoning. Asia Med J. 1997.

Pramitasari, Okky Purnia. (2013). Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada
Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Undergraduate thesis,
Diponegoro University.

Kemenkes RI No. 364 Tahun 2006 Tentang Pengendalian Demam Tifoid

Soedarmo, S. S., Garna, H., Hadinegoro, S. R., Satari, H. I., 2008, Buku Ajar Infeksi & Pediatrik
Tropis, Edisi ke-2, Jakarta: IDAI

Zein, Umar, dkk. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran. Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Sumatera Utara

Kolopaking, M.S 2002 Penatalaksanaan Muntah dan Diare Akut, Naskah Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II dalam
http;//www.Interna.fk.ui.ac.id/artikel/darurat2002/dar2_07.html

Sudoyo, A. W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai