Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Nama pasien : Nn. M

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 30 tahun

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Pue Panda, Kel Tatura Utara

Suku : Toraja

Pendidikan terakhir : S1

Status pernikahan : Belum Kawin

Tanggal pemeriksaan : Senin, 27 Agustus 2018

Tempat pemeriksaan : RS Madani , Bangsal Langsat

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Gaduh gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang perempuan 30 tahun MRS karena gaduh gelisah yang
dialami sejak 1 minggu yang lalu. Kejadian ini berawal ketika pasien
hendak pergi beribadah ke gereja dan dilarang oleh keluarganya.
Menurut keluarga pasien bahwa pasien ini sering mengamuk,
melempar-lempar barang, memukul keluarganya, tidak tidur malam,
sering keluar berkeliaran serta sering berbicara sendiri. Pasien sudah
tidak mengkonsumsi obat selama 3 bulan dikarenakan pasien merasa
stres kalau minum obat terus.

1
 Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial (+)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (+)
 Faktor Stressor Psikososial
Ditemukan stressor psikososial berupa masalah dengan keluarga,
pekerjaan, dan ekonomi.
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya
- Gangguan psikiatri sebelumnya 2 tahun yang lalu
- Trauma (-)
- Infeksi (-)
- Kejang (-)
- Penyalahgunaan NAPZA (-)

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.


a. Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit internus dan neurologi
b. Riwayat psikiatri sebelumnya ada. Selama ini pasien berobat di
dokter spesialis kedokteran jiwa di RS. Anutapura sejak kurang
lebih 2 tahun yang lalu. Pasien terakhir berobat di RS. Anutapura 2
bulan yang lalu. Pasien sudah tidak minum obat selama kurang
lebih 1 bulan.

D. Riwayat Kehidupan Peribadi


 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal dan cukup bulan dan ditolong oleh bidan.
Selama masa kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat. Ibu
pasien tidak pernah sakit berat selama kehamilan.
Pertumbuhan dan perkembngan pasien baik seperti anak
seusianya.

2
 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien mendapatkan ASI dari ibunya, pertumbuhan
dan perkembangan sesuai umur, tidak ada riwayat kejang, trauma
atau infeksi pada masa ini. Pasien mendapatkan kasih sayang dari
orang tua.

 Riwayat Masa Pertengahan (3-11 tahun)


Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan baik. Pasien masuk sekolah dasar di kampungnya
(Desa Wuasa, Kab. Poso) sesuai usianya. Pasien memiliki bakat
yaitu menari dan didukung oleh keluarga.

 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)


Pasien melanjutkan sekolah SMP dan SMA Immanuel di Kota
Palu. Setelah itu pasien melanjutkan ke perguruan tinggi di
Universitas Tadulako jurusan PKN. Pasien memiliki fungsi
kognitif yang sesuai, memiliki teman, aktif, dan pernah pacaran
selama sembilan tahun pada masa sekolah.

 Riwayat Masa Dewasa (> 18 tahun )


a. Riwayat pendidikan
Pasien merupakan tamatan perguruan tinggi
b. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah
c. Riwayat pekerjaaan
Pasien bekerja sebagai guru
d. Riwayat Agama
Pasien merupakan pribadi yang taat beragama.
e. Riwayat militer
Tidak ada riwayat militer dan tidakan kriminal.

3
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak terakhir dari 3 bersaudara. Hubungan dengan ayah dan ibu
baik. Hubungan dengan saudara baik. Tidak ada riwayat menderita penyakit yang
sama dalam keluarga.
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama orang tuanya, bekerja sebagai guru.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan.
Pasien merasa sehat dan sudah membaik. Jika keluar dari rumah sakit,
pasien ingin membantu orang tuanya untuk membersihkan rumah
serta menjaga kios.

II. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
 Penampilan:
Tampak seorang perempuan dewasa memakai daster
warna hijau tua. Postur tinggi badan pasien sekitar 150 cm,
rambut hitam pendek dan tampak terurus, tampakan wajah
pasien sesuai dengan umurnya. Perawakan badan berisi.
Perawatan diri baik.
 Kesadaran: compos mentis
 Perilaku dan aktivitas psikomotor : tenang
 Pembicaraan : spontan, intonasi biasa dan menjawab sesuai
pertanyaan dan banyak bicara
 Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

B. Keadaan afektif
 Mood : Euforia
 Afek : Terbatas
 Keserasian : Serasi
 Empati : Tidak dapat dirabarasakan

4
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
 Daya konsentrasi : Terganggu
 Orientasi : Baik
 Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka sedang : Baik
Jangka Panjang : Baik
 Pikiran abstrak : Baik
 Bakat kreatif : Menari
 Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

D. Gangguan persepsi
 Halusinasi : auditorik berupa suara yang menyuruh
untuk mandi dalam bak
 Ilusi : Tidak ada
 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berpikir
 Arus pikiran :
A. Produktivitas : Banyak ide
B. Kontinuitas : Flight of idea
C. Hendaya berbahasa : Tidak ada
 Isi Pikiran
A. Preokupasi : Tidak ada
B. Gangguan isi pikiran : Waham erotomanik berupa pasien
merasa seseorang mencintai dirinya.

5
F. Pengendalian impuls
Baik

G. Daya nilai
 Norma sosial : Baik
 Uji daya nilai : Baik
 Penilaian Realitas : Terganggu

H. Tilikan (insight)
Derajat I: pasien tidak menyadari dirinya sakit dan tidak butuh
pengobatan dari dokter.

I. Taraf dapat dipercaya


Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


STATUS INTERNUS :
Keadaan umum tampak tidak sakit, kesadaran kompos mentis, TD 110/80
mmHg, nadi 84 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh 35,6
derajat celcius, konjunctiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, ekstremitas
dalam batas normal.

STATUS NEUROLOGIK :
Gejala rangsang selaput otak (-), pupil bulat & isokor diameter 2,5 mm,
refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+, nn. Cranialis lain dalam batas
normal, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi susunan saraf otonom, &
refleks fisiologis juga dalam batas normal, tidak ditemukan refleks
patologis.

6
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang perempuan 30 tahun MRS karena gaduh gelisah yang dialami
sejak 1 minggu yang lalu. Kejadian ini berawal ketika pasien tidak diberi
pergi untuk beribadah ke gereja. Menurut keluarga pasien bahwa pasien ini
sering mengamuk, melempar-lempar barang, memukul keluarganya, tidak
tidur malam, sering keluar berkeliaran serta sering berbicara sendiri.
Pasien sudah tidak mengkonsumsi obat selama 3 bulan
dikarenakan pasien merasa stres kalau minum obat terus.
Tampak seorang perempuan dewasa memakai daster warna
hijau tua. Postur tinggi badan pasien sekitar 150 cm, rambut
hitam pendek dan tampak teru rus, tampakan wajah pasien
sesuai dengan umurnya. Perawakan ba dan berisi. Perawatan
diri baik. Perilaku dan aktivitas psikomotor: tenang, pembicaraan:
spontan, intonasi biasa dan menjawab sesuai pertanyaan serta banyak
bicara. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, mood: euforia, afek:
terbatas, keserasian: serasi, empati: tidak dapat dirabarasakan, halusinasi
auditorik berupa suara menyuruh untuk mandi dalam bak dan terdapat
waham erotomanik, norma sosial dan uji daya nilai baik serta penilaian
realitas terganggu, tilikan I.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I
 Berdasarkan alloanamanesa dan auto anamnesis ditemukan
adanya pasien yang gaduh gelisah, memukul orang lain yaitu
keluarganya, sehingga menimbulkan distres (penderitaan) bagi
dirinya dan orang lain dan juga menimbulkan dissability
(hendaya) maka pasien dikatakan mengalami gangguan jiwa.
 Berdasarkan autoanamnesis dan pemeriksaan status ditemukan
adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik dan waham erotomanik, maka pasien dapat dikatakan
mengalami gangguan jiwa psikotik.
 Pada pemeriksaan autoanamnesis dan pemeriksaan status
mental ditemukan adanya halusinasi auditorik dan waham
erotomanik maka dapat di diagnosis sebagai Skizofrenia.

7
Adapun untuk tipe skizofrenia, pasien tidak memenuhi kriteria
untuk diagnosis skizofrenia paranoid (halusinasi dan waham
tidak menonjol), hebefrenik (harus dilakukan pengamatan
yang bersifat kontinu selama 2-3 bulan untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas pada hebefrenik memang benar
bertahan seperti yang disebutkan dalam PPDGJ III), atau
katatonik (tidak ada stupor, rigiditas, fleksibilitas cerea,
negativism, posturing atau command automatism) sehingga
pada pasien ini didiagnosis Skizofrenia Yang Tak
Tergolongkan (F20.9).

 Aksis II
Gangguan kepribadian emosional tidak stabil (F.60.3)
 Aksis III
Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada ditemukan gangguan
organik.

 Aksis IV
Ditemukan stresor psikososial berupa masalah dengan keluarga,
pekerjaan, dan ekonomi.

 Aksis V
GAF scale 50-41 (gejala berat, disabilitas berat).

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmaka.
 Psikologik
Ditemukan adanya masalah/stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.

8
 Sosiologik
Terdapat kesulitan dalam berinteraksi yang disebabkan kurangnya
pemahaman pada keluarga dan masyarakat mengenai gangguan
yang di alami.

VII. PROGNOSIS
Dubia

Faktor yang penunjang :


a. Dukungan dari keluarga
Faktor Penghambat :
a. Usia muda
b. Belum menikah
c. Ditemukan stressor psikososial
d. Terdapat gangguan kepribadian emosional tidak stabil
e. Keengganan untuk minum obat secara teratur

VIII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :

Antipsikotik tipikal yaitu haloperidol 5 mg, 2 x 1 . Dosis anjuran


haloperidol adalah 5 - 15 mg. selain itu, pasien ini diberikan diazepam 5
mg, 1 x 1 (diberikan pada malam hari).

 Psikoterapi suportif

 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega

 Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol


dan minum obat dengan rutin.

9
 Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat
sembuh (penyakit terkontrol).
 Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam
lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.

 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan
kunjungan berkala.

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.

X. PEMBAHASAN
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang mencakup hampir
seluruh sendi kehidupan diantaranya pikiran, perasaan, perbuatan,
persepsi, keinginan, dorongan kehendak dan pengendalian. Onset
gangguan ini sulit untuk ditentukan dan biasanya didahului oleh fase
gejala ringan yang tidak konsisten yang sering kali tidak disadari baik oleh
pasien maupun keluarga (fase prodromal). Gejala skizofrenia
menunjukkan sifat yang meluas dan majemuk dan perjalanan penyakitnya
bersifat kronis dengan deteriorasi yang bergantung dari beratnya gejala,
genetik, fisik, maupun sosial budaya. Prevalensi gangguan skizofrenia
berkisar 1% dari populasi dan umumnya gejala mulai pada usia muda
(antara 16 – 25 tahun). Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dapat
mengalami keadaan yang tetap tanpa atau hanya sedikit perbaikan; episode
berulang dengan sedikit atau gejala yang stabil; hingga bahkan mengalami

10
fase komlit atau remisi parsial.

Gangguan ini pertama kali diamati oleh Emil Kraeplin yang


memperhatikan perjalanan penyakit dengan deteriorasi kronis serupa pada
penyakit demensia, namun berkembang pada usia muda, dan tidak diikuti
oleh adanya penemuan gangguan organik di otak yang terdeteksi pada saat
itu, sehingga dinamakan sebagai Dementia praecox. Kemudian pada tahun
1911, Eugen Bleuler menemukan adanya perbedaan mendasar antara
gangguan ini dengan demensia sehingga kemudian mengubah istilah
dementia praecox yang dianggap kurang sesuai menjadi skizofrenia (jiwa /
kepribadian yang terpecah). Bleuler juga emudian mengembangkan 4
faktor fundamental dalam menegakkan diagnose skizofreni, yang
terangkum dalam konsep 4A (affect blunting, disturbance of association,
autism, and ambivalence). Kemudian Kurt Schneider mengembangkan
peran dari gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan membuat hirarki
“the first rank symptoms of schizophrenia” yang hingga saat ini masih
digunakan sebagai pedoman dalam menegakkan diagnosa, termasuk dalam
PPDGJ III (kriteria gejala satu).
Kebanyakan gangguan psikiatrik bersifat multifaktorial dimana
terdapat interkasi antara faktor genetik dan eksternal yang mengakibatkan
timbulnya gangguan. Adapun pada skizofrenia, faktor genetik berperan
sekitar 1% pada normal populasi, meningkat sekitar 5.6% pada riwayat
orang tua dengan skizofrenia, berkisar 10.1% pada saudara, dan 12.8%
pada anak. Etiologi yang pasti hingga saat ini belum diketahui. Adanya
peran dari faktor internal (genetik, masa kehamilan, dan biokemikal) serta
faktor eksternal (trauma, infeksi, maupun stress). Hipotesa klasik yang
paling terkenal adalah berdasarkan adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter yang terjadi di otak. Hal ini didasarkan pada:
- Efek obat antipsikotik yang memiliki kemampuan untuk memblok
system dopaminergik di otak

11
- Obat-obat yang diketahui berperan dalam pelepasan dopamin
(metafetamin, meskalin, LSD) dapat menyebabkan keadaan yang mirip
dengan keadaan skizofrenia.
- Teori dopamin klasik dari skizofrenia: gejala psikotik berkaitan dengan
hiperaktivitas dari sistem dopaminergic di otak. Hiperaktivitas ini
sebagai akibat dari peningkatan sensitivitas dan densitas dari resepotr
dopamin D2 di beberapa bagian di otak. Saat ini, teori tersebut telah
berkembang meliputi beragam sistem neurotransmitter yang juga
berperan dalam etiologi skizofrenia, diantaranya neurotransmitter
serotonin, norepinefrin, glutamate, dan beberapa sistem peptida.
Sementara faktor psikososial yang dapat berperan diantaranya adanaya
ekspresi emosi yang meluap, stressor dalam kehidupan, kelas ekonomi
bawah, serta kurangnya jaringan sosial. TIpe personaliti juga memiliki
peran dimana orang dengan ciri kepribadian skizoid lebih rentan untuk
berkembang menjadi gangguan skizofrenia.

Penegakan diagnosa skizofrenia didasarkan pada pedoman penggolongan


diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ III) yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas) :

a) Thought echo: isi pikiran dirinyasendiri yang berulang atau bergema


dalam kepalanya (tidak keras) , dan isi pikiran ulangan, walaupun isi sama,
namun kualitasnya berbeda; atau Thought insertion or withdrawal: isi
pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;

12
b) Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau Delusion of influence: waham tentang
dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau Delusion of
passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan tertentu dari luar; (tentang “dirinya“ = secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus); Delusional perception: pengalaman inderawi yang
tak wajar, yang bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat;

c) Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus


menerus terhadap perilaku pasien, atau- mendiskusikan perihal pasien
diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau-
jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan- bulan terus menerus.

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan


(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.

13
g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.

h) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.

3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute),
dan penarikan diri secara sosial.

Setelah menegakkan diagnosa skizofrenia, maka dapat dilanjutkan dengan


mengelompokkan pasien ke dalam sub-kelompok tipe skizofrenia, yang
terjabarkan sebagai berikut:

1. Skizofrenia Paranoid (F20.0)

- Paling sering ditemukan

- Memenuhi kriteria pedoman diagnostik umum

- Halusinasi dan / atau waham harus menonjol:

a. Suara yang mengancam / memerintah, bunyi pluit, mendengung, atau


tawa

14
b. Pembauan / pengecap rasa, perabaan yang bersifat seksual, jarang visual
c. Waham hampirt iap jenis, tetapi yang paling khas adalah dikendalikan,
dipengaruhi, passivity, dan dikejar-kejar.

2. Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)

- Onset umumnya pada usia yang lebih muda

- Memenuhi kriteria pedoman diagnostik umum

- Diagnostik pertama kali pada usia remaja atau dewasa muda (15-25
tahun)

- Kepribadian premorbid dengan ciri khas pemalu dan senang menyendiri

- Untuk diagnosa diperlukan pengamatan kontinu selama 2-3 bulan

a. Mannerisme, cenderung menyendiri, hampa tujuan / perasaan

b. Afek yang dangkal dan tidak wajar, cekikikan, rasa puas diri,
senyum sendiri, tawa menyeringai, ungkapan kata yang diulang-
ulang

c. Proses pikir disorganisasi, pembicaraan yang tidak menentu,


inkoherensi

- Dorongan kehendak hilang, tidak ada minat, kadang ingin berbuat


sesuatu tetapi segera ditinggalkan, preokupasi yang dangkal dengan tema
yang aneh dan sulit untuk memahami jalan pikiran yang bersangkutan.

3. Skizofrenia Katatonik (F20.2)

- Yang menonjol adalah gambaran psikomotor pasien berupa hiperkinesis,


stupor, otomatisme, maupun negativisme

- Memenuhi kriteria pedoman diagnostik umum

15
- Terdapat lebih dari satu perilaku yang mendominasi gambaran klinisnya:
a. Stupor atau mutisme

b. Gaduh gelisah

c. Posturing (tidak wajar dan aneh)

d. Negativisme

e. Rigiditas

f. Fleksibilitas cerea

g. Gejala lain: command automatism, verbigerasi, ekolali, maupun


ekopraksi

4. Skizofrenia Tak Terinci (undifferentiated) (F20.3)

- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosa skizofrenia

- Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik,


katatonik.’

- Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca


skiszofrenia.

5. Depresi Pasca Skizofrenia (F20.4)

1) Diagnosis harus ditegakan hanya kalau:


a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi ggambaran klinisnya) dan ;
c) Gejala – gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu
paling sedikit 2 minggu.

16
2. Apabila pasien tidak menunjukkan lagi gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang
sesuai

6. Skizofrenia Residual (F20.5)

Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di


penuhi semua:

(a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan


psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang
buruk.

(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia

(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia

(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya,


depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.

7. Skizofrenia Simpleks (F20.6)

– Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung


pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif
dari: (1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik. Dan
(2) disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,

17
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

– Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type
skisofrenia lainnya.

8. Skizofrenia Lainnya (F20.8)

9. Skizofrenia YTT (F20.9)

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas


dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya.
2. Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atma Jaya.
3. Tanra, J. 2013. Skizofrenia. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

19

Anda mungkin juga menyukai