Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pemerintahan desa pada dasar nya tidak boleh merampas


hak-hak yang harus nya di dapatkan oleh rakyat. Setiap kebijakan yang di ambil
oleh badan permusyawaran desa khusus nya yang di setujui oleh kepala desa
harus nya tidak memihak kepada kepentingan internal perangkat desa. Salah satu
problema yang sangat urgent dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat Desa
Ngares Kidul Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto adalah mengenai
penggunaan tanah makam yang ada di desa tersebut, selama ini pemakaman yang
terletak didesa tersebut ditempati oleh masyarakat yang beragama muslim, akan
tetapi masyarakat non muslim tidak diperbolehkan dan tidak diizinkan
memakamkan jenazah non muslim di pemakaman tesebut. Dengan adanya
permasalahan tersebut masyarakat Desa Ngares Kidul yang Bergama non muslim
merasa hak nya di rampas karena tidak bisa menggunakan sarana prasana
pemakaman tersebut dengan maksimal, harus nya pemakaman umum merupakan
fasilitas yang dapat dinikmati bersama.

Dengan adanya permasalahan tersebut warga Desa Ngares Kidul menunutut


pemerintah desa untuk menyediakan lahan untuk pemakaman non muslim.
Dengan demikian, demi menciptakan ketertiban dalam masyrakat desa dan juga
memenuhi aspirasi masyarakat khusus nya untuk melakukan pengembangan dan
peraturan yang tegas terhadap sarana prasarana yang secara langsung ataupun
tidak dapat meningkatkan bebrbagai potensi masyarakat desa melalui kegiatan
yang di kembangkan di desa tersebut, maka kepada perangkat desa hendaknya
dapat merumuskan/ memformulasikan materi/ substansi terkait penggunaan
pemakaman di desa Ngares Kidul Kecamatan Gedeg, sehingga penggunaan
pemanfaatan sarana tersebut bisa sesuai dengan mesti nya dan masyarakat bisa
terpenuhi hak nya, masyarakat dapat menggunakan sarana yang ada secara

1
maksimal. Dan juga memuat peraturan penggunaan pemakaman yang di lakukan
di desa Ngares Kidul.

Dengan demikian, berdasarkan pemaparan diatas, maka di rasa sangat perlu


pemerintah desa Ngares Kidul untuk menetapkan peraturan desa tentang
penggunaan pemakaman.
B. Rumusan Masalah

Setelah mengetahui latar belakang masalah dari permasalahan yang kita ambil
sesuai dengan keadaan pemakaman, maka akan disampaikan dan dapat
dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana Sudut Pandang Tentang Desa?


2. Mengapa Perlu Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah Sebagai Dasar Pemecahan Masalah Tersebut?
3. Apa yang Menjadi Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis Dalam
Pembentukan Rancangan Undnag-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah?
4. Apa Sasaran yang Akan Diwujudkan, Ruang Lingkup Pengaturan,
Jangkauan dan Arah Pengaturan?
C. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan Identifikasi Masalah yang telah dijabaran di atas , tujuan
penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut :
1. Merumuskan kejadian yang terjadi di pemakaman di Desa Ngares Kidul
2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi berdasarkan
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian permasalahan
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan Filosofis, Yuridis, dan
Sosiologis pembentukan Rancangan Undnag-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah
4. Merumuskan saran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Undnag-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah

2
D. Metode Penyusunan Naskah Akademik
Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini adalah
metode yuridis empiris atau dikenal dengan penelitian sosiolegal yaitu merupakan
penelitian yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi
dalam kenyataanya di masyarakat, atau bisa dikatakan suatu penelitian yang
dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di
masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan
data yang di butuhkan. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju
kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya ke penyekesaian masalah.1
Dengan demikian, maka norma-norma hukum baik dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, maupun kenyataanya dalam desa yang diobserfasi, desa
Ngares Kidul terkait dengan penyelewengan hak masyarakat non muslim di
pemakaman desa untuk dicari dan digali, kemudian dirumuskan menjadi rumusan
pasa-pasal yang dibukukan dalam rancangan peraturan perundang-undangan
(Reperda). Metode ini dilandaskan oleh sebuah teori bahwa hukum yang baik
yang juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam masyrakat, bukan semata-
mata hanya merupakan kehendak penguasa saja.

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian empiris, karena hendak


mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap hak masyarakat mengenai
sarana umum yaitu penyelewengan hak terhadap penggunaan pemakaman oleh
non muslim, merujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2009
tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan
Pemukiman di Daerah. Studi kasus di desa Ngares Kidul Kecamatan Gedeg.

1
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal. 15-16.

3
BAB II
KAJIAN TEORITIS dan EMPIRIS
A.Kajian Teoritis
1. Menempatkan Sudut Pandang Tentang Desa

Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa


Departemen Dalam Negeri,sesuai dengan pemikiran dan konteks empirik yang
berkembang di Indonesia, memahami setidaknya ada tiga tipe bentuk Desa:2

1. Tipe ”Desa adat” atau sebagai self governing communitysebagai


bentuk Desa asli dan tertua di Indonesia. Konsep ”otonomi asli”
sebenarnya diilhami dari pengertian Desa adat ini. Desa adat mengatur
dan mengelola dirinya sendiri dengan kekayaan yang dimiliki tanpa
campur tangan negara. Desa adat tidak menjalankan tugas-tugas
administratif yang diberikan oleh negara. Saat ini Desa pakraman di
Bali yang masih tersisa sebagai bentuk Desa adat yang jelas.

2. Tipe ”Desa administratif” (local state government) adalah Desa


sebagai satuan wilayah administratif yang berposisi sebagai
kepanjangan negara dan hanya menjalankan tugas-tugas administratif
yang diberikan negara. Desa administrati secara substansial tidak
mempunyai otonomi dan demokrasi. Kelurahan yang berada di
perkotaan merupakan contoh yang paling jelas dari tipe Desa
3
administratif. Pada uraian sebelumnya4disebutkan bahwa Desa
administratif (the local state government) atau disebut orang Bali
sebagai Desa Dinas.

3. Tipe ”Desa otonom” atau dulu disebut sebagai Desapraja atau dapat
juga disebut sebagai local self government, seperti halnya posisi dan

2
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007, Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang Tentang Desa, (Jakarta: Direktorat Pemerintahan Desa dan
Kelurahan Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam
Negeri), hlm. 83-84.
3
Penjelasan Umum UU 32/2004
4
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007,hlm. 3.

4
bentuk daerah otonom di Indonesia. Secara konseptual, Desa otonom
adalah Desa yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi sehingga
mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Desa otonom berhak membentuk pemerintahan
sendiri, mempunyai badan legislatif, berwenang membuat peraturan
Desa dan juga memperoleh desentralisasi keuangan dari negara. Pada
uraian sebelumnya5disebutkan bahwa Desa otonom (local
selfgovernment) atau yang dalam UU No. 19/1965disebut Desa
Praja,6yakni Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak
dan berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Berdasarkan pemahaman tersebut, terdapat empat rujukan tipe desa, yakni:

1.Desa adat (self governing community) sebagai bentuk Desa asli dan
tertua di Indonesia. Pasal 18B ayat (2) menyebutnya kesatuan
masyarakat hukum adat, dan Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 (pra-
perubahan) menyebutnya sebagai volksgemeenschappen.

2.Desa administratif (local state government) adalah Desa, yakni desa


dinas dan kelurahan. Tipe ini mendapat dasar hukumnya dalam Pasal
18 ayat (7) UUD 145.

3.Desa otonom (local self government) atau dulu disebut sebagai


Desapraja. Pasal 18 UUD 1945 dan Penjelasan (pra-perubahan)
menyebutnya sebagai zelfbesturende landchappen yang termasuk
dalam daerah-daerah kecil. Dalam UUD 1945 mendapatkan dasar
hukum pada Pasal 18B ayat (1), yakni sebagai satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

5
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa,2007,hlm. 12.
6
Desapraja menurut pembentuk UU 19/1965 dipersiapkan sebagai daerah tingkat III. Nama
UU ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja Sebagai Bentuk
Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di Seluruh Wilayah
Republik Indonesia.

5
4.Desa otonom sebagai daerah tingkat III (Provinsi sebagai daerah
tingkat I dan kabupaten/kota sebagai daerah tingkat II), sebagaimana
direncanakan dulu dalam UU 19/1965).

Rujukan konstitusionalnya adalah Pasal 18 ayat (7) UUD 1945. Tim Penyusun
Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa Departemen Dalam Negeri
juga mengemukakan adanya pola pilihan, yang disebutnya optional village, dalam
menentukan karakteristik desa yang akan dianut:7

Pertama,integrasi fungsi pemerintahan Desa ke dalam pemerintahan


adat sebagaimana terjadi di Sumatera Barat. Forum diskusi bersama Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Timur tampaknya juga mengarah pada bentuk Desa yang
terintegrasi itu. Adapun disain kelembagaannya adalah sebagai berikut:

1. Secara prinsipil integrasi Desa dan adat (integrated village) adalah


bentuk Desa otonom (local self government), dengan tetap
mengakomodasi spirit dan pola self governing community.

2. Dalam integrated village, terjadi peleburan antara Desa adat dan


Desa dinas menjadi sebuah institusi yang batas-batas wilayah yang
jelas.

3. Nomenklatur Desa disesuaikan dengan nomenklatur lokal, seperti


nagari, pakraman, lembang, negeri dan lain-lain.

4. Struktur pemerintahan integrated villagemengakomodasi struktur


adat yang ada. Struktur ini bukan dalam posisi dan pengertian
sebagai lembaga kemasyarakatan, tetapi sebagai struktur resmi
pemerintahan Desa. Sebagai contoh di nagari Sumatera Barat
terdapat wali nagari sebagai kepala eksekutif, Badan Perwakilan
Nagari sebagai lembaga legislatif seperti Badan Perwakilan Desa,
Kerapatan Adat Nagari (KAN) sebagai institusi asli yang

7
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa,2007, hlm. 85-
87.

6
menjalankan fungsi peradilan adat dan wadah permusyawaratan
besar para penghulu adat, serta Majelis Adat, Syarak dan Ulama
sebagai lembaga pertimbangan bagi lembaga lain yang terkait
dengan adat dan agama. Integrated village tidak mengenal
dualisme kepemimpinan, melainkan dipimpin oleh seorang
pimpinan eksekutif seperti kepala Desa.

Kedua, integrasi masyarakat adat dalam Desa. Dalam model ini, nilai,
istitusi, dan mekanisme yang dikenal dalam masyarakat adat diakomodasi
dalam pemerintahan Desa.

Ketiga, koeksitensi antara masyarakat adat dengan Desa dimana masing-


masing saling behubungan dan saling memperkuat. Dalam model ini, Desa
administratif menjalankan kewenangannya tanpa harus meniadakan
masyarakat adat.

Sebagai kosekusensi dari keragaman Desa berdasarkan optional village, maka


kewenangan Desa pun disesuaikan dengan Desa yang dipilih:8

1. Desa integrated memiliki tiga kewenangan, yakni


kewenangan asal-usul, kewenangan atributif, dan
kewenangan pembantuan.

2. Desa yang koeksistensi dengan masyarakat adat, memiliki


dua kewenangan, yakni kewenangan atributif dan
kewenangan pembantuan, sedangkan kewenangan asal usul
menjadi kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat (desa
adat).

3. Kepala Desa dibantu oleh unsur pemerintah Desa yang


meliputi sekretaris Desa dan perangkat Desa.

8
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa,2007,hlm. 88.

7
4. Struktur organisasi pemerintah Desa ditetapkan melalui
Peraturan Desa dengan memperhatikan model dan
kewenangan Desa.

Adapun penjelasan kewenangan asal-usul, kewenangan atributif, dan


kewenangan pembantuan, yakni:

1. Kewenangan asal-usul yang diakui oleh negara: mengelola


aset (sumberdaya alam, tanah ulayat, tanah kas Desa)
dalam wilayah yurisdiksi Desa, membentuk struktur
pemerintahan Desa dengan mengakomodasi susunan asli,
menyelesaikan sengketa secara adat dan melestarikan adat
dan budaya setempat.

2. Kewenangan melekat (atributif) mengatur dan mengurus


kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokal
(Desa): perencanaan pembangunan dan tata ruang Desa,
membentuk struktur dan organisasi pemerintahan Desa,
menyelenggarakan pemilihan kepala Desa, membentuk
Badan Perwakilan Desa, mengelola APBDes, membentuk
lembaga kemasyarakatan, mengembangkan BUMDes, dan
lain-lain.

3. Kewenangan (urusan) yang bersifat tambahan, yakni


kewenangan dalam bidang tugas pembantuan (delegasi)
yang diberikan oleh pemerintah. Prinsip dasarnya, dalam
tugas pembantuan ini Desa hanya menjalankan tugas-tugas
administratif (mengurus) di bidang pemerintahan dan
pembangunan yang diberikan pemerintah. Tugas
pembantuan disertai dengan dana, personil dan fasilitas.
Desa berhak menolak tugas pembantuan jika tidak disertai
dengan dana, personil dan fasilitas.9

9
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, hlm.88

8
Kewenangan yang dimiliki Desa sebagai akibat pola pilihan Desa
tersebut dapat diringkas dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Pola Pilihan Desa dan Kewenangannya

POLA PILIHAN DESA KEWENANGAN


Kewenangan Kewenangan Kewenangan
AsalUsul Atributif Pembantuan
Desa integrasi Memiliki memiliki memiliki
(integrasi fungsi
pemerintahan Desa ke
dalam pemerintahan
adat atau integrasi
kesatuan masyarakat
hukum adat dalam Desa)
Desa yang koeksistensi tidak memiliki memiliki memiliki
dengan kesatuan (kewenangan asal usul
masyarakat hukum adat menjadi kewenangan
kesatuan masyarakat
hukum adat (desa
adat).

Sampai sat ini Pemerintahaqn Kabupaten Badung masih


menganut pola Desa yang koeksistensi dengan kesatuan masyarakat
hukum adat, yakni Desa Adat. Oleh karena itu Desa yang dimaksud
dalam penelitian naskah akademik ini adalah Desa Dinas, yang
memiliki kewenangan atributif dan kewenangan pembantuan,
sedangkan kewenangan asal usul menjadi kewenangan Desa Adat
sebagai kesatuan masyarakat hukum adat.

9
2. Pengertian Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Desa
Pengertian Pedoman. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa,10mengemukakan beberapa pengertian pedoman, dua
diantaranya adalah:
1. Kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu
harus dilakukan.
2. Hal ( pokok) yang menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dsb) untuk
menentukan atau melaksanakan sesuatu.

Pengertian pedoman dapat ditelusuri dari beberapa peraturan perundang-


undangan yang menggunakan judul pedoman, yakni:

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08


Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Dampak
Lingkungan Hidup. Di dalam Lampiran I perihal Pedoman
Penyusunan

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-


ANDAL), A. Penjelasan Umum, angka 2 perihal Fungsi
pedoman penyusunan KA-ANDAL, dijelaskan: “Pedoman
penyusunan KAANDAL digunakan sebagai dasar bagi
penyusunan KA-ANDAL ...”. Dengan melakukan abstraksi,
yakni menghilangkan unsur yang khusus, maka pedoman
berarti dasar bagi penyusunan sesuatu. Sesuatu itu bisa
berupa struktur organisasi.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2011


tentang Pedoman Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah Di Lingkungan Kementerian Dalam
Negeri. Lampiran. angka II. perihal Ruang Lingkup

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,1993, Kamus Besar
10

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) , hlm. 740.

10
Pedoman Evaluasi LAKIP, huruf A perihal Maksud dan
Tujuan, dijelaskan: “Pedoman Evaluasi LAKIP unit kerja di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dimaksudkan
sebagai panduan dalam rangka pelaksanaan evaluasi
LAKIP.” Dengan melakukan abstraksi, yakni menghilangkan
unsur yang khusus, maka pedoman berarti panduan dalam
rangka pelaksanaan pekerjaan.

Merujuk pada pengertian-pengertian pedoman tersebut di atas, dalam


penelitian naskah akademik ini, pedoman diartikan sebagai dasar bagi
penyusunan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.

Pengertian Struktur Organisasi. Sondang P. Siagian,11mendefinisikan


Organisasi sebagai:setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang
bekerja sama untuk mencapai sesuatu tujuan bersama dan terikat secara formal
dalam suatu ikatan hirakhi dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau
sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok orang
yang disebut bawahan.Pandangan tersebut tidak jauh berbeda dengan beberapa
pandangan berikut:

1. Edwin B. Flippo menyatakan bahwa: organisasi adalah sistem


hubungan antara sumber daya (among resources) yang
memungkikankan pencapaian sasaran.

2. James D. Mooney berpendapat bahwa: “Organization is the


form of every human association for the attainment of
coomon purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama
untuk pencapaian tujuan bersama. (dalam Djatmiko, 2003:2).

3. Gitosudarmo mengemukakan pengertian organisasi adalah


suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang

11
Sondang P. Siagian, 1982a, Peranan Staf dalam Managemen,(Jakarta: Gunung Agung),
hlm. 20. Lihat juga Sondang P. Siagian, 1984, Filsafat Administrasi, (Jakarta: Gunung
Agung), hlm. 7.

11
dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekolmpok
orang untuk mencapai suatu tujuan.12

Pengertian-pengertian organisasi tersebut memuat unsur-unsur seagai


berikut: (1) sekelompok manusia; (2) terdapat pemimpin dan yang dipimpin;
(3) bekerja sama; dan (3) untuk mencapai tujuan bersama.

Lazimnya pembahasan tentang organisasi ditinjau dari segi statis dan segi
dinamis. Sebagaimana dikemukakan Sondang P. Siagian,13berbagai literature
tentang teori organisasi memberikan petunjuk bahwa para ahli lumrah melakukan
pembahasan tentang organisasi dari dua segi pandangan, yaitu organisasi yang
ditelaah dengan pendekatan struktural dan organisasi yang disoroti dengan
pendekatan keperilakuan. Pendekatan yang sifatnya struktural menyoroti
organisasi sebagai wadah. Pendekatan demikian melihat organisasi sebagai
sesuatu yang relatif statis.

Berikutnya dikemukakan, organisasi dalam arti statis adalah wadah


tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas
tentang hirarki kedudukan, jabatan serta jaringan saluran wewenang dan
pertanggungjawaban. Pendekatan keperilakuan menyoroti organisasi sebagai
suatu organisme yang dinamik. Pengertian organisasi dari segi dinamikanya
merupakan proses kerjasama yang serasi antara orang-orang di dalam
perwadahan yang sistematis, formal dan hirarkis yang berpikir dan bertindak
seirama demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan dengan efisien,
efektif, produktif dan ekonomis yang pada gilirannya memungkinkan
terjadinya pertumbuhan baik dalam arti kuantitatif maupun kualitatif.

Sebagaimana telah dikemukakan pengertian-pengertian organisasi tersebut


memuat unsur-unsur sebagai berikut: (1) sekelompok manusia; (2) terdapat
pemimpin dan yang dipimpin; (3) bekerja sama; dan (3) untuk mencapai tujuan

12
Arifin Tahir, Buku Ajar Perilaku Organisasi, (Yogyakarta: Deepublish, 2014), hlm. 21-
22.
13
Sondang P. Siagian, 1982b, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi,
(Jakarta: Gunung Agung), hlm. 9-11.

12
bersama. Pada unsur pemimpin dan yang dipimpin menunjukkan adanya hirarki
kedudukan, jabatan serta jaringan saluran wewenang dan pertanggungjawaban.

Dengan perkataan lain, di dalam suatu organisasi terdapat susunan hirarkis


kedudukan, jabatan, wewenang, dan pertanggungjawaban. Mengenai hal ini
Prayudha Wijaya, Adam Nugroho, Sugeng Rahardjo14, mengemukakan struktur
organisasi atau yang biasa disebut bagan organisasi ialah suatu lukisan yang
dimaksudkan untuk menggambarkan susunan organisasi baik mengenai fungsi-
fungsinya, bidang-bidang pekerjaannya maupun mengenai tingkatan-tingkatannya
atau eselonering, rentang kendali dan sebagainya. Pengertian tentang sebuah
struktur dapat disederhanakan menjadi suatu cara dimana bagian-bagian disusun
menjadi satu kesatuan.

Untuk mendapat pemahaman yang lebih memadai relevan mengutip


beberapa pengertian berikut:15

1. Organization Chart ‒ Bagan Organisasi. Gambar struktur


organisasi yang ditunjukkan dengan kotak-kotak atau garis-
garis yang disusun menurut kedudukannya masing-masing
memuat fungsi tertentu dan satu sama lain dihubungkan
dengan garisgaris saluran wewenang dan tanggung jawab.

2. Organization Structure ‒ Struktur Organisasi. Kerangka yang


terdiri dari satuan-satuan organisasi yang didalamnya
terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing
mempunyai peranan serta hubungan tertentu dalam
lingkungan kesatuan yang utuh dalam rangka mencapai
tujuan tertentu.

14
Prayudha Wijaya, Adam Nugroho, Sugeng Rahardjo, (Eds), 2008, Panduan Membentuk
OrganisasiPengelola Keuangan dan Aset Daerah (OPKAD), (Jakarta: LGSP/Local Governance
Support Program), hlm.9
15
Pariata Westra, Sutarto, dan Ibnu Syamsi, (Eds), 1977, Ensiklopedi Administrasi, (Jakarta:
Gunung Agung), hlm. 232, 233, 323.

13
3. Structural Organization Chart‒ Bagan Organisasi Struktur.
Bagan organisasi yang isinya menunjukkan susunan
organisasi dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan-satuan
organisasi yang berkedudukan terbawah dengan
mencantumkan sebutan satuan organisasi serta nama
masing-masing satuan organisasi.

Dengan demikian struktur organisasi adalah susunan dari satuansatuan


organisasi yang didalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang yang terjalin
dalam hubungan pertanggungjawaban dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Pengertian Tata Kerja. Secara etimologis dibentuk oleh kata “tata” dan kata
“kerja”. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,16mengartikan kata tata, kerja, dan
tata kerja sebagai berikut:

1. tata, merupakan kata benda, berarti aturan (biasanya dipakai dl kata


majemuk); kaidah, aturan, dan susunan; cara menyusun; sistem;

2. kerja, merupakan kata benda, berarti kegiatan melakukan sesuatu;


sesuatu yg dilakukan (diperbuat);

3. tata kerja berarti aturan (sistem dsb) bekerja;

Dari pengertian leksikal tersebut dikaitkan dengan pengertian organisasi,


maka tata kerja dapat diartikan sebagai aturan atau cara melaksanakan tugas dan
wewenang untuk mencapai tujuan organisasi.

Pengertian Pemerintah Desa. Struktur organiasi yang dimaksud adalah


struktur organisasi Pemerintah Desa, dan tata kerja yang dimaksud adalah tata
kerja Pemerintah Desa. Oleh karena itu penting merumuskan pengertian
Pemerintah Desa. UU 6/2014 telah merumuskan pengertian itu di dalam Pasal 1
angka 7, yakni “Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
kepala desa dan perangkat desa." Perangkat Desa terdiri atas: a. secretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan c. pelaksana teknis (Pasal 8 UU 6/2014).
16
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional), hlm. 703, 1547.

14
Pengertian Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
Merujuk pada pengertian-pengertian tersebut di atas, yakni adalah dasar bagi
penyusunan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.

Pengertian-pengertian tersebut merupakan definisi. Definisi, menurut JJ. H.


Bruggink, adalah sebuah pengertian dengan sifat-sifat khusus. Maksud sebuah
definisi adalah untuk menentukan batas-batas sebuah pengertian secermat
mungkin, sehingga jelas bagi tiap orang dalam setiap keadaan, apa yang diartikan
17
oleh pembicara atau penulis dengan sebuah perkataan atau istilah tertentu.
Terkait dengan penyusunan konsep awal rancangan peraturan perundang-
undangan, definisi dituangkan dalam bab ketentuan umum, atau pasal yang
memuat ketentuan umum.

Definisi dirumuskan dalam formulasi definiendum dan definien. Definiendum


adalah perkataan yang harus didefinisikan dan definien adalah perkataan-
perkataan yang mewujudkan definisi.18Berikut definisidefinisi berkenaan dengan
pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa diringkas dalam tabel
berikut:

Definisi-definisi berkenaan dengan pedoman struktur organisasi dan tata kerja


Pemerintah Desa ialah Definiendum definien Pedoman adalah dasar bagi
penyusunan. :
1. Struktur Organisasiadalah susunan dari satuan-satuan organisasi yang
didalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang yang terjalin dalam
hubungan pertanggungjawaban. Tata Kerjaadalah cara melaksanakan
tugas dan wewenang.
2. Pemerintah Desa adalah kepala desa dan perangkat desa yang terdiri
atas sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, pelaksana

17
JJ. H. Bruggink, 2011, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-pengertian Dasar dalam
Teori Hukum, alihbahasa B. Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya Bakti), hlm. 71.
18
JJ. H. Bruggink, 2011, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-pengertian Dasar dalam
Teori Hukum, hlm. 72.

15
teknis.Pedoman Struktur adalah dasar bagi penyusunan struktur
organisasi Organisasi dan Tata dan tata kerja Pemerintah Desa.
B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN
PENYUSUNAN NORMA
Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, sebelumnya
dikenal secara teoritik dan praktik pembentukan peraturan perundang-undangan.
Di Indonesia, asas ini telah dipositifkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 (UU 10/2004), kemudian dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Asas yang berifat formal diatur dalam Pasal 519dan asas yang bersifat materiil
diatur dalam Pasal 6. Pengertian masing-masing asas ini dikemukakan dalam
penjelasan pasal. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,
yang bersifat formal berikut pengertiannya, sebagaimana tampak dalam tabel
berikut.
Tabel 2.2. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang
Baik,Yang Bersifat Formal) Berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya

Pasal 5 UU 12/2011 Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011


Dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada
asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang
baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

19
Sebelumnya, dalam UU 10/2004, Pasal 5 huruf b dan huruf c masing memuat
asas “kelembagaan dan organ pembentuk yang tepat” dan “kesesuaian antara jenis
dan materi muatan”, dalam UU 12/2011, Pasal 5 huruf b dan huruf c, menjadi
“kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” dan “kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi muatan”.

16
b. kelembagaan atau bahwa setiap jenis Peraturan
pejabat pembentuk yang Perundangundangan harus dibuat oleh
tepat lembaga negara atau pejabat Pembentuk
Peraturan Perundangundangan yang
berwenang. Peraturan
Perundang-undangan tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat
yang tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, bahwa dalam Pembentukan Peraturan
hierarki, dan materi Perundang-undangan harus benar-benar
muatan memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan
Perundangundangan.
d. dapat dilaksanakan bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan
Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis,
maupun yuridis.
e. kedayagunaan dan bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
kehasilgunaan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
f. kejelasan rumusan bahwa setiap Peraturan Perundang-
undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan Peraturan Perundang-
undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan

17
mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan bahwa dalam Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.

Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang


bersifat materiil berikut pengertiannya, sebagaimana tampak dalam tabel berikut.

Tabel 2.3. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik,


Yang BersifatMateriil Berdasarkan Pasal 6 yat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan
Penjelasan
PASAL 6 UU 12/2011 PENJELASAN PASAL 6 UU 12/2011
Ayat (1)
Materi muatan Peraturan
Perundang-undangan harus
mencerminkan asas:
a. Pengayoman bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan pelindungan untuk
menciptakan ketentraman masyarakat.

18
b. Kemanusiaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan

pelindungan dan penghormatan hak asasi


manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia
secara proporsional.
c. Kebangsaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang
majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan yang
dibuat di daerah merupakan bagian dari
sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f. bhinneka tunggal ika bahwa Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan
golongan, kondisi khusus daerah serta
budaya dalam kehidupan bermasyarakat,

19
berbangsa, dan bernegara.

g. Keadilan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan


Perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara.
h. kesamaan kedudukan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
dalam hukum dan Perundang-undangan tidak boleh memuat
pemerintahan hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain, agama, suku,
ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. ketertiban dan kepastian bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
hokum Perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan kepastian hukum.
j. keseimbangan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
keserasian, dan Perundang-undangan harus mencerminkan
keselarasan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,
antara kepentingan individu, masyarakat
dan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2) antara lain:
Peraturan Perundang- a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas
undangan tertentu dapat legalitas, asas tiada hukuman tanpa
berisi asas lain sesuai kesalahan, asas pembinaan narapidana,
dengan bidang hokum dan
Peraturan Perundang- asas praduga tak bersalah;
undangan yang b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam
bersangkutan. hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan

20
A itikad baik.

Asas-asas tersebut di atas digunakan sebagai landasan penyusunan norma


berkenaan pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU 12/2011, maka prinsip-prinsip profesionalitas,
transparan dan akuntabel, dan teknokrasi dibutuhkan sebagai kerangka
administratif bagi Desa, terutama berkaitan dengan keperangkatan Desa. Prinsip-
prinsip ini digunakan pula sebagai landasan penyusunan norma, dengan
memperhatikan konteks lokal seperti hak asal-usul dan nilai sosial budaya
masarakat.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelengaraan, Kondisi Yang Ada, Serta


Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat
Sesuai dengan judul tersebut di atas, maka Bagian ini membahas tiga hal
penting berkenaan dengan aspek empirik, yakni:

21
Tabel 2.4. Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, SertaPermasalahan
Yang Dihadapi Masyarakat

PERTANYAAN JAWABAN ANALISIS


1.Praktikpenyelenggaraan
Perda Badung 3/2007.
1) Pasal 2 ayat (5) Perda Jumlah perangkat desa di Pelaksanaan sesuai dengan
Badung 3/2007: Jumlah Kabupaten Badung Perda Badung
Perangkat Desa adalah sama, yg terdiri 3/2007
sebagaimana dimaksud dari: 1 ( satu) orang
pada ayat (4) Kepala Desa; 1
disesuaikan dengan ( satu) orang Sekretaris
kebutuhan dan kondisi Desa; dan 5 (lima) orang
budaya masyarakat Kepala Urusan sebagai
setempat. pelaksana teknis yang
Berapa jumlah terdiri atas Kaur Umum,
perangkat desa di Kaur Keuangan, Kaur
Pembangunan, Kaur
Kesra,
1. koordinasi dan dengan Kelian Banjar Perlu pengaturan tentang bentuk
sinkronisasi; bagaimana Dinas. Salah satu koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaannya? penyebabnya adalah ada antara Perbekel dan Perangkat
pada ketidak loyalan Desa dalam menjalankan
Kelian Banjar Dinas tugasnya.
kepada Perbekel, karena
Kelian Banjar Dinas
merasa bahwa duduknya
sebagai Kelian Banjar

22
Dinas adalah karena
melalui pemilihan
langsung oleh warganya.
Walaupun
pengangkatannya
diusulkan oleh Perbekel.

2 .Kondisi yang ada pada


penyelenggaraan
pemerintahan desa
setelah Perda Badung 3
/2007 kehilangan dasar
hukumnya, sebagai
akibat adanya reformasi
kebijakan desa.
1) Apakah Perda Badung Oleh karena belum ada Sesuai dengan Pasal 119 UU
3/2007 masih digunakan Perda yang baru maka 6/2014 dan Pasa 157 PP
dalam penyusunan Perda 3/2007 masih tetap 43/2014.
organisasi dan tata kerja diberlakukan. Perlu dibentuk Perda untuk
pemerintahan desa? menjabarkan perintah dari UU
6/2004 dan PP No.
2) Dalam hal masih
43/2014.
digunakan, apakah Dalam pelaksanaannya,
Perlu pendalaman tentang
disesuaikan dengan UU apabila ada hal yang
“apabila ada hal yang
6/2014 dan peraturan bertentangan dengan UU
bertentangan dengan UU No.
pelaksanaannya? No. 6/2014, PP No.
6/2014, PP No. 43 /2014,” dan
43/2014, dan
“maka
Permendagri yang
disesuaikan dengan UU,
berhubungan dengan itu,
PP,”
maka disesuaikan dengan
UU, PP, dan

23
Permendagri dimaksud.

3) Apakah kondisi tersebut Permasalahan yang ada Jawaban tidak termasuk dalam
menimbulkan masalah adalah, adanya keinginan ruang lingkup materi muatan
dalam penyelenggaraan dari beberapa Perbekel Perda Badung 3/2007, akan
pemerintahan desa? yang mengusulkan agar tetapi perlu pendalaman untuk
dalam pengangkatan mengetahui kemungkinan
Sekretaris Desa dapat diatur dalam Perda lain.
diisi oleh salah seorang
Kepala Urusan yang
paling berkompeten
(dilihat dari umur, masa
kerja, dan pengalaman).
Usulan ini masih
memerlukanpertimbangan
untuk dapat diatur dalam
Perda yang akan
dibentuk.
3 . Permasalahan yang
dihadapi masyarakat
sebagai akibat Perda
Badung 3/2007 kehilangan

24
dasar hukumnya.

1) Apakah kondisi tersebut Adanya keinginan dari Jawaban tidak termasuk dalam
menimbulkan masalah beberapa desa untuk tetap ruang lingkup materi muatan
dalam masyarakat, mempertahankan Kelian Perda Badung 3/2007, akan
khususnya masyarakat Banjar Dinas yang telah tetapi perlu pendalaman untuk
desa?. habis masa jabatannya mengetahui kemungkinan
dan tidak dapat diangkat diatur dalam Perda lain.
kembali mengingat
batasan umurnya telah
melebihi 43 tahun
2) Apakah kondisi tersebut Permasalahan seperti Jawaban tidak termasuk dalam
menyebabkan dikemukakan di atas ruang lingkup materi muatan
pemerintahan desa tidak mengakibatkan tidak Perda Badung 3/2007, akan
optimal memberikan optimalnya pelayanan tetapi perlu pendalaman untuk
pelayanan kepada kepada masyarakat, mengetahui kemungkinan
masyarakatnya? karena Kelian Banjar diatur dalam Perda lain.
Dinas tersebut tidak tidak
memiliki dasar hukum
untuk menjalankan tugas
sebagai Kelian Banjar
Dinas.
3) Apakah masyarakat Ada keluhan dari Jawaban tidak termasuk dalam
pernah mengajukan masyarakat yang ruang lingkup materi muatan
keluhan terhadap disampaikan dalam Perda Badung 3/2007, akan
kondisi tersebut? rapatrapat koordinasi tetapi perlu pendalaman untuk
Perbekel dengan Camat mengetahui kemungkinan
ke BPMD Pemdes diatur dalam Perda lain.

25
Sedangkan keluhan dari Masalah tersebut menyangkut
Kelian Banjar Dinas, pengangkatan perangkat desa.
dilakukan melalui
protes/demo yang pernah
dilakukan ke Kantor
Bupati, yang selanjutnya
ditindak lanjuti dengan
mengajak perwakilan
Kelian Banjar
Dinas berkonsultasi ke
Dirjen PMD pada
Kementerian Dalam
Negeri.

Praktik penyelenggaraan dan kondisi yang ada adalah tidak bekerjanya Pasal
3 ayat (1) Perda Badung 3/2007 yang menentukan Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Sekaligus ini
merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya.

26
Permasalahannya adalah Desa di Kabupaten Badung belum ‒ tepatnya adalah
tidak memiliki Peraturan Desa tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintahan Desa. Sekalipun tidak memiliki Peraturan Desa, Desa-desa di
Badung langsung mengacu pada Perda No.3/2007 dan menetapkan Organisasi dan
Tata Kerja Pemerintah Desa.

Permasalahan tersebut kemungkinan akan terulang lagi dalam periode


berlakunya pengaturan yang baru. Oleh karena itu perlu dirumuskan ketentuan
berkenaan dengan mekanisme pelaksanaan dan evaluasi atau strategi
implementasi dalam peraturan yang baru.Permasalahan lainnya mengenai rincian
tugas dan wewenang perangkat desa. Tidak terdapat pengaturannya dalam
peraturan lama dan tidak mendapatkan data primer tentang hal itu. Hal ini
memerlukan rincian tugas dan wewenang perangkat desa di dalam perda yang
akan dibentuk, sehingga menjadi jelas tanggung jawab perangkat desa.

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan SistemBaru Yang Akan Diatur


Dalam Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat Dan
Dampaknya
Sesuai dengan judul tersebut di atas, maka Bagian ini menguraikan implikasi
penerapan sistem baru yang akan diatur dalam peraturan daerah terhadap aspek
kehidupan masyarakat dan dampaknya penerapan sistem baru yang akan diatur
dalam Perda terhadap aspek beban keuangan daerah. Untuk itu diajukan sejumlah
pertanyaan kepada SKPD terkait.
Adapun hasilnya sebagai berikut:Tabel 2.6. Implikasi Penerapan Sistem Baru
Yang Akan Diatur DalamPeraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan
Masyarakat dan Dampaknya.

PERTANYAAN JAWABAN ANALISIS

27
1.Implikasi penerapan
sistem baru yang
akan diatur dalam
peraturan daerah
terhadap aspek
kehidupanmasyaraka
t.
1) Apakah penerapan Penerapan sistem baru Menekankan pada unsur
sistem baru yang yang akan dibentuk tentu kepastian hukum dari
akan diatur dalam memberikan pengaruh trilogi keadilan,
Perda menimbulkan positif khususnya untuk kemanfaatan, dan
pengaruh positif memberikan kepastian kepastian hukum.
(misalnya hukum dan pedoman
menguntungkan bagi para pemangku
terhadap aspek kepentingan (pemerintah
kehidupan daerah, masyarakat desa
masyarakat? dan perangkat desa)
Siapakah yang dalam penyelenggaraan
diuntungkan?; pemerintahan desa.
Mengapa
menguntungkan?
2) Apakah penerapan Penerapan sistem baru Jawaban tidak termasuk
sistem baru yang juga akan merugikan dalam ruang lingkup
akan diatur dalam bagi para kelian materi muatan Perda
Perda menimbulkan BanjarDinasyang habis Badung 3/2007, akan
pengaruh negatif masa jabatannya tetapi tetapi perlu pendalaman
(misalnya tidak bisa diangkat lagi untuk mengetahui
merugikan) terhadap karena umur lebih dari kemungkinan diatur
aspek kehidupan 42 tahun. dalam Perda lain.
masyarakat? Siapa Masalah tersebut
yang dirugikan? menyangkut

28
Mengapa dirugikan? pengangkatan dan
masa jabatan
perangkat desa.

2 .Dampaknya
penerapan sistem
baru yang akan
diatur dalam Perda
terhadap aspek
beban keuangan
daerah
1) Apakah penerapan Penerapan sistem baru Perlu pendalaman
sistem baru yang yang akan diatur dalam tentang “memberikan
akan diatur dalam perda akan memberikan beban kuangan daerah
Perda memberikan beban kuangan daerah khususnya dalam
beban keuangan khususnya dalam melaksanakan
daerah. melaksanakan kewenangan berkenaan
kewenangan berkenaan dengan perangkat desa”
dengan perangkat desa.
Misalnya seperti perlu
adanya rekomendasi
Camat dalam
pengangkatan perangkat
desa (Kaur dan Kelian
Banjar Dinas). Untuk
menghindari masalah
hukum terhadap

29
rekomendasi yang akan
dikeluarkan maka Camat
akan melakukan rapat
untuk mengkaji
berkenaan rekomendasi
tersebut.

2) Dalam hal Secara prosentase, beban Tanpa menyebut


memberikan beban, yang ditimbulkan untuk prosentase, namun
seberapa banyak penerapan sistem baru secara kualitatif
beban yang tersebut sangat kecil dari disebutkan bebannya
ditimbulkan pada APBD kecil.
keuangan daerah (% Kabupaten Badung dan
dari PAD, 5 dari melekat dalam Rencana
pengeluaran daerah, Kegiatan anggaran
5 dari ... dalam (RKA) di masing-masing
APBD)? SKPD yang membidangi
pemerintahan desa.

30
3) Apakah beban atau Beban yang ditimbulkan Secara kualitatif
biaya itu lebih kecil lebih kecil dari manfaat disebutkan bahwa biaya
atau lebih besar dari yang diperoleh, karena lebih kecil dari manfaat,
manfaatnya? pentingnya penerapan mengingat pentingnya
sistem baru yang akan penerapan sistem baru
diatur dalam Perda yang yang akan diatur dalam
akan dibentuk Perda yang akan
menyesuaikan dengan dibentuk.
Undang-Undang Nomor
6
Tahun 2014 dan
peraturan
pelaksanaannya sebagai
payung hukum dan
pedoman bagi para
pemangku kepentingan.

BAB III

EVALUASI dan ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN TERKAIT

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 18 UUD 1945 (sebelum perubahan) menentukan pembagiandaerah


Indonesia atas daerah besar dan kecil ditetapkan dengan undangundang dengan
memandang dan mengingat hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat
istimewa. Tidak terdapat kata ”desa” dalam ketentuan ini. Sekalipun tidak ada
pengaturan secara tegas mengenai desa sebagai satuan pemerintahan daerah atau
sebagai satuan paling bawah dala struktur pemerintahan negara. Namun, dalam
perkembangan undangundang tentang pemerintahan daerah selalu merujuk pada
ketentuan konstitusional tersebut.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang
Penetapan AturanAturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri Di Daerah-

31
Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri
(selanjutnya disebut UU 22/1948). UU 22/1948, antara lain, menggunakan Pasal
18 UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukannya. Pasal 1 UU 22/1948
menentukan:

(1)Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tigatingkatan, ialah:


Propinsi, Kabupaten (Kota besar) dan DesaKota kecil) negeri, marga dan
sebagainya, yang berhakmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

(2)Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak, asal-usul dandizaman sebelum


Republik Indonesia mempunyai pemerintahansendiri yang bersifat Istimewa
dengan Undang-undangpembentukan termaksud dalam ayat

(3) dapat ditetapkansebagai Daerah Istimewa yang setingkat dengan


Propinsi,Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri

Nama, batas-batas, tingkatan, hak dan kewajiban daerahdaerahtersebut dalam


ayat(1) dan(2) ditetapkan dalam Undang-undang pembentukan.Undang-Undang
19 Tahun 1965 Tentang Desapraja Sebagai BentukPeralihan Untuk Mempercepat
Terwujudnya Daerah Tingkat III Di SeluruhWilayah Republik
Indonesia(selanjutnya disebut UU 19/1965). UU in jugamencantumkan Pasal 18
UUD 1945 sebagai dasar hukumpembentukannya.Pengaturan mengenai Desapraja
menjadi Daerah Tingkat III diaturdalam BAB VI “Peningkatan Desapraja
Menjadi Daerah Tingkat III.” Pasal63 UU 19/1965 menentukan:

(1)Berdasarkan usul Pemerintah Daerah tingkat II, PemerintahDaerah tingkat


I memajukan saran kepada Menteri DalamNegeri untuk meningkatkan sesuatu
atau beberapa Desaprajadalam daerahnya menjadi Daerah tingkat III.

(2)Gabungan beberapa kesatuan masyarakat hukum yang telahterjadi pada


saat Undang-undang ini berlaku, baik sebagaiakibat revolusi maupun berdasarkan
sesuatu keputusanpenguasa setempat, jika tidak menjadi Desapraja, diusulkanoleh

32
Pemerintah Daerah tingkat I kepada Menteri DalamNegeri untuk dijadikan Daerah
tingkat III.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979


tentangPemerintahan Desa (selanjutnya disebut UU 5/1979). UU 5/1979
perdefinisi memposisikan Desa sebagai organisasi pemerintahan
terendahlangsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan
rumahtangganya sendiri. Pasal 1huruf a UU 5/1979 menentukan:

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduksebagai


kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuanmasyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahanterendah langsung di bawah Camat dan
berhak menyelenggarakanrumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik

Indonesia;Pengaturan Desa ke dalam Undang-Undang tentang


PemerintahanhDaerah kembali terjadi pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor22 Tahun 1999 Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah(selanjutnya disebut UU 22/1999). UU ini juga mencantumkan Pasal
18UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukannya. Pasal 1 huruf o UU22/1999
menentukan:

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenanganuntuk mengatur dan
mengawasi kepentingan masyarakat setempatberdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalamsistem Pemerintahan Nasional dan berada di
daerah kabupaten.

Berdasarkan Undang –Undang Dasar 1945 bahwa dalam rangka mewujudkan


masyarakat yang adil,makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila danUndang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu
melaksanakan pembangunan. Dan dalam menjamin terselenggaranya
pembangunanuntuk kepentingan umum, diperlukan tanah yangpengadaannya
dilaksanakan dengan mengedepankanprinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil.

33
Peraturan perundang-undangan di bidangpengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum.

Oleh karena itu, Undang-Undang 1945 sebagai sumber hukum utama sangat
mengedepankan kepentingan umum. Dalam rangka ini adalah penggunaan
pemakaman seharusnya digunakan kepada kemauan masyarakat umum, bukannya
sebagian kelompok yang ingin mencari keuntungan atau mengedepankan
kepentingan. Kepala desa sebagai kepala atau pejabat berwenang harus berlaku
adil dan demokratis sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


(selanjutnya disebut UU 6/2014). UU 6/2014 mencantumkan Pasal 18 dan Pasal
18B ayat (2)UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukannya. Penjelasan Umum
UU 6/2014 memperjelas penggunaan kedua pasal itu sebagai dasar hukum
pembentukan UU 6/2014:

Tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang inimerupakan


penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 18 ayat
(7) dan Pasal 18B ayat(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu:

1) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada


dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
2) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia
3) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budayamasyarakat Desa;
4) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraanbersama;
5) membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,
terbuka, serta bertanggung jawab

34
6) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan kesejahteraan umum
7) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna
mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai
bagian dari ketahanan nasional
8) memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional
9) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
3. Peraturan Mentri Desa No. 21 Tahun 2016 Tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2016

Pengertian dan desa sesuai dengan pasal 1 angka 2 Permendes No. 21 Tahun
2016 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa ialah “Dana Desa
adalah dana yang bersumber dari AnggaranPendapatan dan Belanja Negara yang
diperuntukkanbagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatandan
Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakanuntuk mendanai penyelenggaraan
pemerintahan,pelaksanaan pembangunan, pembinaankemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat”.

Bidang Pembangunan Desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan,
prioritas penggunaan dana desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan
kegiatan pembangunan desa, meliputi :

a. pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana


dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan
permukiman
b. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatan masyarakat
c. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana danprasarana
pendidikan, sosial dan kebudayaan

35
d. pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunandan
pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi
e. pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana energi terbarukan serta
kegiatan pelestarian lingkungan hidup.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas bahwa tujuan utama dari dana desa
yang berasal dari APBN adalah untuk pembanguna desa, baik dari segi
infrastruktur, pendidikan, kewirausahaan, kebudayaa serta sarana dan prasana
lainnya. Dimana dalam hal ini, pemakaman yang tujukan dan dimanfaatkan bagi
khalayak umum, khususnya dalam hal ini adalah masyarakat desa entah itu
muslim dan non muslim.

Namun fakta dilapangan ada ketidakadilan dan penyalahgunaan sarana dan


prasana, dalam hal ini adalah pemakaman oleh muslim saja. Kepala desa
membuat kebijakan terkait memanfaatkan dan membuka lahan desa untuk
dijadikan pemakaman bagi masyarakat non muslim. Pada kasus ini sangat jelas
tidak adanya ketikadilan dan penyimpangan yang dilakukan kepala desa.

BAB IV

LANDASAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa UU yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa
Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun
1945.20 Gagasan landasan filosofis adalah perpaduan dari substansi Bab II dan
Bab III terutama landasan filosofis terkait dengan ketentuan dalam UUD NRI

Dr. Inoesentius Samsul, S.H.,M.Hum, “Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan


20

Undang – undang,”(Jakarta: Badan Keahlian DPR, 2017), 26.

36
Tahun 1945. Landasan filosofis akan menjadi dasar dalam menyusun salah satu
konsiderans menimbang (unsur filosofis) dalam UU yang dibentuk.
Menggambarkan bahwa peraturan perundang – undangan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila
dan Pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia.21
Landasan Filosofis sesuai dengan Undang – undang No 6 Tahun 2014
tentang Desa

Pemakaman atau pekuburan adalah sebidang tanah yang disediakan untuk


kuburan. Pemakaman bisa bersifat umum (semua orang boleh dimakamkan di
sana) maupun khusus, misalnya pemakaman menurut agama, pemakaman pribadi
milik keluarga, Taman Makam Pahlawan, dan sebagainya.

Sehingga dalam naskah akademik ini warga masyarakat sangatlah


membutuhkan keadilan dalam peraturan desa, dengan cara mendengarkan apa
keinginan masyarakat desa setempat. Terutama dalam hal fasilitas umum, sudah
sangatlah jelas dalam peraturan yang ada bahwa semua fasilitas yang dimiliki
desa adalah fasilitas untuk masyarakat desa setempat yang bertujuan untuk
kesejahteraan masyarakat. Sehingga dalam hal tanah pemakaman di desa tersebut
merupakan hak masyarakat desa, bukan fasilitas yang Cuma bisa dinikmati oleh
kelompok.

B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa UU yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara. Landasan sosiologis bersumber dari substansi yang telah
diuraikan dalam Bab II.22 Landasan sosiologis akan menjadi dasar dalam

Muhammad Ishom, “Legal Drafting,” (Malang: Setara Press, 2017), 105.


21

Dr. Inoesentius Samsul, S.H.,M.Hum, “Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan


22

Undang – undang,” 29.

37
menyusun salah satu konsiderans menimbang (unsur sosiologis) dalam UU yang
dibentuk.
Menggambarkan bahwa peraturan perundang – undangan yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.23 Menggambarkan
fakta empiris perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Landasan Sosiologis: Fasilitas Umum Desa
Dalam hal fasilitas umum desa sangatlah perlu diperhatikan bahwa makna
dari fasilitas umum sendiri adalah milik umum atau bisa juga disebut dengan
milik warga masyarakat desa setempat. Dalam peraturannya sendiri juga sudah
sangatlah jelas bahwa masyarakat desa sangatlah berhak menggunakan fasilitas
umum yang disediakan oleh negara. Karena dalam perundang undangan pun
sudah diatur, bahwa semua fasilitas desa adalah fasilitas untuk masyarakat
setempat yang bertujuan mensejahterakan warga masyarakat desa.
Lahan pemakaman milik desa merupakan salah satu fasilitas umum desa
yang seharusnya digunakan untuk tempat pemakaman jenazah baik itu muslim
maupun non muslim. Namun, didesa ini fasilitas umum berupa lahan pemakaman
tersebut malah digunakan oleh sebagian kelompok saja, sehingga warga
masyarakat setempat yang non muslim tidak mempunyai tempat untuk
memakamkan sanak saudaranya yang meninggal.
Sebenarnya pada pengaturan fasilitas umum di desa merupakan kekayaan
milik desa sebagaimana yang disebutkan antara lain dalam Pasal 76 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa(“UU Desa”). Yang
dimaksud dengan fasilitas umum dipertegas kembali dalam Pasal 112 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (PP Desa) yang mengatakan
bahwa fasilitas umum merupakan fasilitas untuk kepentingan masyarakat
umum.24Artinya, fasilitas umum desa hanya dibenarkan untuk digunakan oleh
masyarakat desa, tidak hanya digunakan oleh intern perangkat desa. Adapun yang

Muhammad Ishom, “Legal Drafting,” 106.


23
24
Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

38
dimaksud dengan perangkat desa itu terdiri atas sekretariat Desa, pelaksana
kewilayahan; dan pelaksana teknis.
Dalam hal ini, desa tetaplah harus mengikuti peraturan yang ada dan
tetaplah harus dalam tujuan mensejahterakan masyarakat. Meskipun fasilitas
umum berupa pemakaman tersebut dikuasai oleh masyarakat muslim saja, maka
kepala desa haruslah tegas dalam menindakinya dan jangan memutuskan secara
sepihak. Karena kepala desa adalah sebuah pemimpin yang mengemban amanah
untuk memajukan desa, mensejahterakan masyarakat desa tersebut, maka haruslah
merubah fasilitas umum tersebut yang sebelumnya pemakaman dikuasai oleh
masyarakat mulim saja menjadi sebuah pemakaman untuk masyarakat secara
umum, dengan menggunakan lahan kosong desa sebagai pemakaman untuk non
muslim.
Padahal pada dasarnya desa sudah mendapatkan dana bantuan penggunaan
fasilitas umum desa. Namun, kepala desa di desa tersebut menerima uang dari
oknum yang menyalahgunakan fasilitas umum desa tersebut. Padahal desa sudah
mempunyai jaminan mendapatkan dana dari daerah untuk menfasilitasi dan
mensejahterakan kehidupan masyarakat setempat.
Jadi, fasilitas umum berupa lapangan sangatlah bermanfaat untuk warga
masyarakat. Karena dengan adanya lapangan warga masyarakat bisa
memanfaatkannya dengan berolahraga di lapangan tersebut. Sehingga warga
masyarakat bisa hidup sehat, karena sehat akhirnya giat dalam bekerja dan
kehidupan perekonomian pun terjaga, dan waga masyarakat pun bisa sejahtera
dalam kehidupannya.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang
telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu

39
dibentuk peraturan perundang-undangan yang baru.25 Beberapa persoalan hukum
itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis
atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari undang-undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai,
atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Landasan yuridis bersumber
dari substansi analisa dan evaluasi hukum pada Bab III.
Landasan yuridis akan menjadi dasar dalam menyusun salah satu
konsiderans menimbang (unsur yuridis) dalam UU yang dibentuk.
Menggambarkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk
mengatasi permasalahan.26
Landasan Yuridis : Fasilitas Umum Desa

Pemerintah negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi


segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Maka dari itu semuanya haruslah mengikuti apa yang telah ditetapkan dan
diatur dalam perundang – undangan Negara Indonesia, karena negara Indonesia
adalah Negara Hukum. Dengan demikian wilayah terkecil pun tetaplah harus
diatur untuk mensejahterakan masyarakat terutama pada wilayah pedesaan / desa,
Sehingga tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang No 6
Tahun 2014 merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:27

 Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia;

25
Dr. Inoesentius Samsul, S.H.,M.Hum, “Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Undang – undang,” 32.
26
Muhammad Ishom, “Legal Drafting,” 106.
27
Pasal 18 ayat 7 dan Pasal 18B ayat 2 Undang – Undang Dasar 1945.

40
 Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia;
 Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
 Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
 Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka,
serta bertanggung jawab;
 Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
 Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan
masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian
dari ketahanan nasional;
 Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional; dan
 Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Dalam perkembangan zaman sebuah peraturan pastilah akan ada undang –
undang yang baru disetiap perubahan zaman. Namun, meskipun berubah undang-
undang di Indonesia atau bisa disebut juga revisi / diperbarui dengan undang –
undang yang terbaru pada era yang baru, tetaplah dasar hukumnya sebuah undang
– undang yang baru tersebut adalah UUD 1945.
Fasilitas umum di desa dipertegas lagi bahwa fasilitas umum merupakan
kekayaan milik desa sebagaimana yang disebutkan antara lain dalam Pasal 76 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa(“UU Desa”). Yang
dimaksud dengan fasilitas umum dipertegas kembali dalam Pasal 112 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (PP Desa) yang mengatakan
bahwa fasilitas umum merupakan fasilitas untuk kepentingan masyarakat

41
umum.28Artinya, fasilitas umum desa hanya dibenarkan untuk digunakan oleh
masyarakat desa, tidak hanya digunakan oleh intern perangkat desa. Adapun yang
dimaksud dengan perangkat desa itu terdiri atas sekretariat Desa, pelaksana
kewilayahan; dan pelaksana teknis.
Masalah dana desa, desa sudah menerima dana dari APBD. Sehingga
menerima uang dari pihak ketiga yang telah diatur dalam pasal 72 huruf f UU No
6 tahun 2014 tentang Desa yang dengan tujuan menjadikan tanah lapangan desa
setempat menjadi tempat balapan liar itu sangatlah melanggar peraturan yang ada.
Karena lemah peraturan yang ada, maka sebaiknya kepala desa tersebut lebih
tegas dalam bertindak dan tegas dalam memilah dan memilih sebuah tindakan
demi mensejahterakan masyarakat desa setempat. Serta sebaiknya harus ada
penegasan dan pengawasan dari pemerintah daerah setempat, agar tidak ada
penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan di desa tersebut.

Sehingga dalam Kajian yuridis ini mempertimbangan secara hukum bahwa


Peraturan Daerah tersebut mempunyai landasan hukum yang kuat untuk
diberlakukan di Desa Wringinanom, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten
Malang. Peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai dasar
pembentukan Peraturan Desa Wringinanom, Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang tentang Desa, Antara lain:

1. Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pasal 76 ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
3. Pasal 72 huruf f UU No 6 tahun 2014 tentang Desa.
4. Pasal 112 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
5. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Desa.

Dalam landasan yuridis ini, menimbang bahwa:

28
Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

42
1. Lapangan desa hanya digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan
kepentingan umum desa.
2. Penggunaan lapangan desa oleh warga dusun digunakan bergantian oleh
warga dusun lainnya.
3. Jadwal dalam penggunaan lapangan dibuat berdasarkan musyawarah warga
masyarakat, dengan diwakili oleh kepala dusun.
4. Pengguna lapangan wajib menjaga kebersihan lapangan dan memelihara
perdamaian dalam setiap kegiatan di lapangan.
5. Pengguna lapangan wajib melaporkan ke pemerintah desa apabila ditemukan
kerusakan.
6. Dalam hal larangan pengguna lapangan itu dilarang menggunakan lapangan
dalam hal kegiatan individu, kegiatan yang dilarang dalam perundang
undangan.
7. Melakukan perawatan tanah lapangan disetiap minggunya
8. Mendapatkan sanksi apabila melanggar peraturan penggunaan tanah lapangan
desa setempat.

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, dan RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH
PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
Jangkauan Pengaturan dari peraturan desa yang akan di bentuk ini adalah
memberikan pedoman bagi:

a. Pemerintah Desa Wringinanom dalam mengatur penggunaan lapangan


Desa Wringinanom

b. Warga Desa Wringinanom dalam menggunakan dan merawat lapangan


Desa Wringinanom

Arah pengaturan dari peraturan desa yang akan di buat adalah memberikan
landasan dan kepastian hukum dalam penggunaan lapangan Desa Wringinanom

43
Ruang lingkup materi

Berdasarkan materi yang telah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya berikut


ini ruang lingkup materi muatan dalam Peraturann desa Wringinanom tentang
Penggunaan Lapangan Desa Wringinanom

1. Bab Ketentuan Umum. Bab ini memuat berapa terminology:

a. Desa Desa dan Desa adat atau tang disebut dengan nama lain
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan , kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakara masyarakat, hak asal usul, dan / atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sytem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia

b. Pemerintah Desa adalah kepala desa dan perangkat lainnya

c. Warga desa wringinanom dalah pennduduk desa wringinanom yang


beridentitaskan bertempat tinggal di desa wringinanom

d. Kepala Desa adalah pejabat pemerintah desa yang mempunyai


kewenangan, tugas dan kewajiban menyelanggarakan rumah tangga
desanya dan melaksanakan tugas pemerintahan pusat dan daerah

e. Kepala Dusun adalah pejabat pemerintah desa yang mempunyai


kewenangan, tugas dan kewajiban menyelenggarakan rumah tangga
desanya dan melaksanakan tugas pemrintah pusat dan daerah

f. Lapangan desa adalah lapangan yang dimiliki oleh desa wringinanom

g. Peraturan Desa adalah semua keputusan yang telah ditetapkan oleh


pemerinyah desa setelah mendapatkan persetujuan Badan
Permusyawaratan desa

h. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh kepala


desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan peraturan

44
desa yang dibahsa dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan
badan permusyawratan desa yang ditetapkan dengan peraturan desa

i. Perizinan khusus adalah perizinan yang dilakukan oleh warga desa


wringinanom kepada pemerintah desa di sebabkan kebutuhan yang
waktu pelaksanaannya mendesak yang tidak sesuai dengan jadwal
penggunaan lapangan

2. Bab penggunaan lapangan Desa. Bab ini memuat ketentuan mengenai

a. Lapangan desa hanya di gunakan untuk kegiatan yang berkaitan


dengan kepentingan umum desa

b. Penggunaan lapangan oleh warga dusun digunakan secara bergantian


oleh warga dusun

c. Jadwal penggunaan lapangan di buat berdasarkan musyawarah yang


diwakili oleh masing, masing kepala dusun dengan pemerintah desa

3. Bab Kewajiban Pengguna Lapangan. Pada bab ini memuat ketentuan


mengenai:

a. Pengguna lapangan wajib menjaga kebersihan lapangan dan


memelihar kedamaian di setiap pelaksanaan kegiatan di lapanangan

b. Pengguna lapangan wajib melaporkan ke pemerintah desa apabila


ditemukan kerusakan

4. Bab Larangan pengguna lapangan. Pada bab ini memuat ketentuan tentang

a. Lapangan Desa dilarang digunakan untuk:

1). Kegiatan yang bersifat individu yang menggunaka area lapangan


desa

2). Kegiatan masyarakat yang dilarang oleh undang-undang

45
3). Kegiatan warga dusun yang bukan pada waktu jadwal pengguanaan
lapangan yang telah di sepakati oleh masing-masing kepala dusun
dengan pemerintah desa

4). Kegiatan masyarakat yang dapat merusak lapangan desa

b. Ketentuan a. 3 dapat dilanggar apabila telah mengurus izin perizinan


khusu kepada pemerintah desa

5. Bab Perawatan Lapangan. Pada bab ini memuat ketentuan tentang


perawatan lapangan yang berisi

a. Setiap bulan warga masing-masing dusun secara bergantian melakukan


kerja bakti di lapangan desa

b. Jadwal pelaksanaan kerja bakti ditentukan berdasarkan kespakatan


kepala dusun dan pemerintah desa

c. Apabila membutuhkan dana dalam perwatan desa, dana dapat diambil


dari APBD Desa

6. Bab Sanksi. Pada bagian ini memuat tentang:

a. Apabila pemerintah desa memberi izin penggunaan lapangan untuk


individu, pemerintah desa wajib:

- Memutus perizinan

- Mengembalikan kondisi lapangan seperti semula apabila ada


kerusakan

- Membayar denda Rp. 1.000.000,00 yang menjadi khas desa

- Apabila dalam tiga bulan ketentuan diatas tidak dilaksanaka, maka


pelanggar wajib mengundurkan diri dari pemerintah desa

b. Apabila tidak memenuhi kewajiban pengguna lapangan:

- Dilarang menggunakan lapangan desa selama 2 bulan

46
- Membersihkan lapangan desa setiap 1 minggu 2 kali selam 1 bulan

c. Apabila tidak melakukan perawatan lapangan;

- Dilarang menggunakan lapangan selama desa selama 2 bulan

- Membersihkan lapangan selama 3 periode jadwal kerja bakti


lapangan desa

7. Bab penutup. Pada bagian ini memuat tentang:

- Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan desa ini sepanjang


pelaksanaan penggunaan lapangan lebih lanjut akan dituangkan
dalam keputusan kepala desa lewat musyawarah desa

- Peraturan desa ini mulai berlaku sejak tanggal di undangkan agar


setiap warga mengetahui , memerintahkan pengundang-undangan
ini dengan penempatannya dalam lembaran desa wringinanom

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan
Definisi yang berkenaan dengan pedoman struktur organisasi dan tata kerja
Pemerintah Desa ialah Definiendum definien Pedoman adalah dasar bagi
penyusunan. :
1. Struktur Organisasiadalah susunan dari satuan-satuan organisasi yang
didalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang yang terjalin dalam
hubungan pertanggungjawaban. Tata Kerjaadalah cara melaksanakan tugas
dan wewenang.
2. Pemerintah Desa adalah kepala desa dan perangkat desa yang terdiri atas
sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, pelaksana teknis.Pedoman
Struktur adalah dasar bagi penyusunan struktur organisasi Organisasi dan
Tata dan tata kerja Pemerintah Desa.

47
Jadi, Berdasarkan materi yang telah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya,
ruang mengenai materi muatan dalam Peraturann desa Wringinanom tentang
Penggunaan Lapangan Desa Wringinanom, diantaranya yaitu :

1. Desa Desa dan Desa adat atau tang disebut dengan nama lain selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakara masyarakat, hak asal
usul, dan / atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sytem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Peraturan Desa adalah semua keputusan yang telah ditetapkan oleh
pemerinyah desa setelah mendapatkan persetujuan Badan Permusyawaratan
desa

B. Saran
Naskah Akademik kelompok kami ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca
sekalian demi tercapainya kesempurnaan dari tugas kami ini kedepannya.

48

Anda mungkin juga menyukai