RUANG LINGKUP
1. Sejarah hukum perdata Indonesia
Secara Umum, kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan
istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri
Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (code
napoleon) yang mana disusun berdasarkan hukum romawi yg mana pada saat itu dianggap
sebagai hukum yg paling sempurna.
KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper
dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon
Sedangkan pengkodifikasian hukum perdata Indonesia sendiri diumumkan pada 30 April
1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848.
Dalam Perspektif sejarah,hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam dua
periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia Merdeka
Pertama, Sebelum Indonesia merdeka sebagaimana negara jajahan, maka hukum yang
berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa penjajah. Hal yang sama dengan hukum perdata.
Hukum perdata yang di berlakukan bangsa belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan
penjalanan sejarah yang sangat panjang
Kedua, Setelah Indonesia merdeka, hukum Perdata yang berlaku di Indonesia di dasarkan
pada pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala
peraturan di nyatakan masih berlaku sebelum di adakan peraturan baru menurut UUD
termasuk di dalamnya hukum perdata Belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechtvacuum) di bidang hukum perdata. Namun,
secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami
beberapa proses pertumbuhan atau perubahan yang mana perubahan tersebut di sesuaikan
dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri
2. pengertian hukum perdata
Hukum yang mengatur kepentingan kepentingan perseorangan
3. Sistematika hukum perdata Indonesia
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:
Buku I tentang orang: mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum
Buku II tentang benda: mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak
kebendaan, waris dan penjaminan.
Buku III tentang perikatan: memengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas
atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal
yang berkaitan dengan pembuktianan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan,
antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari
(ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat
dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Buku IV tentang Daluarsa dan pembuktian: mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian
4. Hukum perdata materi dan hukum perdata formil
Hukum perdata materil: Pengertian hukum perdata itu sendiri
Hukum perdata formil: tata cara kita dalam proses beracara perdata
5. Objek kajian hukum perdata Indonesia
6. Hubungan tiga ruang lingkup hukum perdata menurut abdul kasir muhammad
Buku I tentang orang: mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum
Buku II tentang benda: mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak
kebendaan, waris dan penjaminan.
KONSEP UMUM
1. C
2. A
3. I
4. L
5. E
6. M
7. N
8. G
9. P
10. F
PERIHAL PERIKATAN
1. Perbuatan. Jual beli, hutang piutang, hibah.
Kejadian. Kelahiran, kematian, bencana alam.
Keadaan. Pekarangan berdampingan, rumah susun, cabang pohon menyebrang
pekarangan tetangga.
2. ASAS KONSENSUALITAS (Sepakat)
Perjanjian semata-mata timbul karena adanya kata sepakat artinya secara umum tidak
diperlukan formalitas tertentu yang disyaratkan
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Orang bebas untuk mengadakan perjanjian apa saja meskipun tidak diatur dalam BW
atau Undang-Undang lainnya.
ASAS KEKUATAN MENGIKAT DARI PERJANJIAN
Semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi pihak yang membuatnya
3. Pacta Sunt Servanda yaitu para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum
dan oleh karenanya dilindungi secara hukum.
4. a. Perjanjian
b. Undang-Undang
5. Dalam Perikatan yang timbul karena Perjanjian, kedua pihak debitur dan
kreditur dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam
Perikatan mana kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi. Pihak debitur wajib memenuhi prestasi dan pihak kreditur berhak
atas prestasi.
Dalam Perikatan yang timbul karena Undang-Undang, hak dan kewajiban
Hukum Waris
1. Konsep hukum waris dalam kuh perdata
Pewarisan adalah proses peralihan harta warisan dari pewaris kepada ahli waris. Pewarisan
sendiri berlangsung sesuai dengan aturan hukum, agama, dan adat yang berlaku.
Konsep pewarisan sendiri, timbul akibat terjadinya peristiwa kematian. Akan tetapi yang
dipermasalahkan bukanlah kematiannya, melainkan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh
almarhum. Siapakah yg berhak atas harta kekayaan tersebut? Siapakah yg berhak membayar
utang piutang almarhum jika ia memiliki hutang dan lain sebagainya.
Dalam konsep pewarisan juga terdapat subjek hukum, yaitu pewaris dan ahli waris. Ahlu
waris berhak menerima warisan atau wasiat sejak terjadinya peristiwa kematian.
2. Objek kewarisan dalam pasal 833 kuh perdata
Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang,
semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian
berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka Hakim dapat memerintahkan
agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan.
Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan
berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan
pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan
dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya,
kerugian dan bunga.
3. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian.
4. 1. Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).
2. Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris
3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan
paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek
beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
5. Konsep
Tetap mendapatkan waris dari pewaris apabila ia Terbukti benar anak dari si pewaris