PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Data yang didapatkan dari kasus bunuh diri di Bali periode Januari hingga
22 September 2005 mencapai 115 kasus, dan kasus serupa selama tahun 2004
tercatat 121 kali dengan pelaku bunuh diri terdiri atas pria 82 orang dan
perempuan 33 orang. Sedangkan pelaku bunuh diri dari kelompok anak-anak 7-15
tahun, tercatat delapan orang, kelompok usia lanjut sebanyak delapan orang juga
(Media Indonesia Online: Edisi Kesehatan, 7 Februari 2005).Menurut Prayitno,
angka bunuh diri di Jakarta sepanjang 1995-2004 mencapai 5,8/100.000
penduduk. Mayoritas dilakukan oleh kaum pria. Dari 1.119 korban bunuh diri,
41% di antaranya gantung diri, 23% dengan minum racun serangga, dan sisanya
356 orang meninggal karena overdosis NAPZA (berdasarkan jumlah mayat yang
diperiksa di Bagian Forensik RSUPN Cipto Mangunkusumo).Data kasus bunuh
diri di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah selama tahun 2004 menunjukkan 20
kasus bunuh diri, korbannya berusia 51-75 tahun (Media Indonesia Online: Edisi
Kesehatan, 7 Februari 2005).Data bunuh diri dari Kabupaten Gunung Kidul, DIY,
tercatat 74 kasus terhitung dari tahun 2003-2005. Rentang usia pelaku bunuh diri
adalah 25-85 tahun (Media Indonesia Online: Edisi Kesehatan, 7 Februari 2005).
II. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya pemahaman petugas kesehatan terhadap faktor risiko
terjadinya tindakan bunuh diri.
b. Meningkatnya pemahaman dan kemampuan petugas kesehatan dalam
deteksi dini kecenderungan tindakan bunuh diri dan penatalaksanaannya.
BAB II
DEFINISI
1. Definisi Umum
Menurut WHO (tahun 2001) yang mengacu pada pendapat Emile
Durkheim (seorang sosiolog), membagi bunuh diri menjadi empat kategori sosial
yaitu bunuh diri egoistik, altruistik, anomik dan fatalistik.
Bunuh diri egoistik terjadi pada orang yang kurang kuat integrasinya
dalam suatu kelompok sosial. Misalnya orang yang hidup sendiri lebih rentan
untuk bunuh diri daripada yang hidup di tengah keluarga, dan pasangan yang
mempunyai anak merupakan proteksi yang kuat dibandingkan yang tidak
memiliki anak. Masyarakat di pedesaan lebih mempunyai integritas sosial
daripada di perkotaan.
Bunuh diri altruistik terjadi pada orang-orang yang mempunyai
integritas berlebihan terhadap kelompoknya, contohnya adalah tentara Jepang
dalam peperangan dan pelaku bom bunuh diri.
Bunuh diri anomik terjadi pada orang-orang yang tinggal di masyarakat
yang tidak mempunyai aturan dan norma dalam kehidupan sosialnya.
Bunuh diri fatalistik terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang
terlalu ketat peraturannya.
Dalam hal ini individu dipandang sebagai bagian di masyarakat dari sudut
integrasi atau disintegrasi yang akan membentuk dasar dari sistem kekuatan, nilai-
nilai, keyakinan dan moral dari budaya tersebut.
Perkembangan terakhir dari ilmu bunuh diri telah memberikan pandangan
baru berdasarkan interaksi dari faktor biologis (biokimia dan neuroendokrin),
psikologis (perasaan dan keadaan emosional) dan sosial dari seseorang.
Pandangan ini memberikan pengertian yang lebih baik tentang bunuh diri dan
penatalaksanaannya yang bersifat lebih komprehensif.
2. Definisi operasional:
a. Petugas Kesehatan adalah dokter, perawat, bidan dan kader kesehatan
yang bekerja di pelayanan kesehatan seperti di Puskesmas, RSU, klinik di
perusahaan dan praktek dokter swasta.
b. Tindakan bunuh diri atau suicidal act adalah tindakan yang meliputi
bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
c. Bunuh diri atau suicide atau committed suicide adalah tindakan merusak
diri sendiri atau menggunakan zat (obat atau racun) yang mengakibatkan
kematian.
- Bunuh diri mikro (microsuicide): kematian akibat perilaku bunuh diri
misalnya bunuh diri “pelan-pelan” atau yang terdapat pada orang-orang
yang dengan sengaja tidak mau berobat meskipun menderita sakit, mogok
makan, diet berlebihan dan sebagainya.
- Bunuh diri terselubung (masked suicide): orang yang sengaja melakukan
tindakan yang mengakibatkan kematian dengan cara terselubung, misalnya
mendatangi tempat kerusuhan sehingga terbunuh, olah raga yang berbahaya,
overdosis pada pasien ketergantungan zat dan sebagainya.
d. Percobaan bunuh diri atau attempted suicide adalah tindakan dengan
sengaja merusak diri sendiri atau menggunakan zat (obat atau racun) dengan
tujuan mengakhiri kehidupan yang tidak mengakibatkan kematian, namun
membutuhkan intervensi medik psikiatrik.
e. Risiko bunuh diri adalah suatu keadaan meningkatnya tendensi untuk
melakukan bunuh diri.
2.Landasan Hukum
Panduan pasien beresiko bunuh diri ini dapat digunakan di seluruh ruangan rawat
inap baik ruang rawat inap biasa maupun Intensive Care Unit (ICU)terutama di
ruang rawat inap lantai 1.
BAB IV
TATA LAKSANA
Beberapa orang akan bereaksi secara impulsif, sementara yang lainnya melalui
proses yang bertahap. Ide dan keinginan bunuh diri semakin lama semakin besar
yang mengakibatkan individu menjadi tak berdaya, putus asa dan akhirnya sampai
pada suatu keadaan merusak diri.
Dengan mengetahui seseorang yang akan berusaha atau kemungkinan berpikir
tentang bunuh diri, maka kita dapat membantu melakukan pencegahan agar
mereka tidak bunuh diri. Petugas kesehatan perlu mengetahui ciri atau faktor
risiko individu yang rentan untuk melakukan bunuh diri atau percobaan bunuh
diri. Riset menunjukkan bahwa dimungkinkan untuk mengidentifikasi individu
yang akan bunuh diri, jika petugas kesehatan peka terhadap kata-kata atau
perilaku dan tanda-tanda yang ditunjukan oleh calon pelaku bunuh diri.
Terdapat gejala umum yang ditemukan pada orang yang cenderung bunuh
diri:
a. Merasa sedih
b. Sering menangis
c. Anxietas dan gelisah
d. Perubahan mood (senang berlebihan sampai sedih berlebihan)
e. Perokok dan peminum alkohol berat
f. Gangguan tidur yang menetap atau berulang
g. Mudah tersinggung, bingung
h. Menurunnya minat dalam kegiatan sehari-hari
i. Sulit mengambil keputusan
j. Perilaku menyakiti diri
k. Mengalami kesulitan hubungan dengan pasangan hidup atau anggota keluarga
lain
l. Menjadi ”sangat fanatik terhadap agama” atau jadi ”atheis”
m. Membagikan uang atau barangnya dengan cara yang khusus
Perilaku bunuh diri merupakan interaksi dari faktor risiko (yang merupakan
stresor) dan daya tahan individu tersebut.Daya tahanterdiri atas:
a. Daya tahan biologis (termasuk kondisi neurotransmiter), misalnya
kecenderungan biologis untuk menderita depresi endogen.
b. Daya tahan psikologis meliputi:
1. Kematangan kepribadian.
2. Persepsi subjektif menghadapi stressor yang dialami (misalnya
mempersepsi kematian dari pasangan yang dicintainya sebagai cobaan
yang harus ia lewati atau sebaliknya sebagai keruntuhan dunianya).
3. Kemampuan adaptasi terhadap problem kehidupan atau menghadapi
stresor yang dialaminya.
4. Fleksibilitas menghadapi permasalahan kehidupannya.
c. Daya tahan sosiokultural meliputi:
1. Peran dalam keluarga dan masyarakat.
2. Ikatan atau keakraban dalam keluarga dan masyarakat.
3. Penghayatan dan ketakwaan terhadap agama.
4. Karakteristik dan Kepribadian
a. Kondisi kejiwaan saat ini, pikiran tentang kematian dan bunuh diri
b. Seberapa siap dan secepat apa akan melakukan rencana bunuh diri
c. Dukungan orang-orang terdekat (keluarga, teman dan sebagainya)
2. Menilai tingkat risiko
Menilai tingkat risiko merupakan hal penting untuk menentukan langkah
selanjutnya. Perlu digali dan dinilai apakah risiko bunuh diri tinggi, sedang atau
rendah.
D. TEKNIK WAWANCARA
Cara terbaik untuk mengetahui seseorang akan melakukan bunuh diri adalah
dengan bertanya langsung (autoanamnesis). Hal ini bertolak belakang dengan apa
yang dipercaya masyarakat selama ini, bahwa membicarakan bunuh diri akan
menginspirasi mereka untuk melakukan tindakan bunuh diri. Pada kenyataannya
mereka sangat senang dan lega dapat membicarakan secara terbuka mengenai
dirinya dan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam diri mereka.
Tidaklah mudah untuk bertanya pada seseorang tentang ide bunuh diri.
Akan sangat membantu jika membicarakan masalah tersebut secara bertahap.
1. Beberapa pertanyaan yang perlu ditelusuri
Apakah orang tersebut:
a. Merasa sedih
b. Merasa tidak ada orang yang peduli.
c. Merasa hidup tidak berharga.
d. Akan menyukai tindakan bunuh diri.
e. Telah bulat tekadnya untuk bunuh diri.
f. Sudah punya waktu yang tepat untuk melaksanakan niatnya.
g. Sudah mempunyai cara yang akan digunakan.
Untuk menelusuri hal tersebut di atas, dengan cara mengajukan pertanyaan
terbuka, agar mereka dapat bebas untuk memberikan jawabannya. Misalnya:
”Bagaimana perasaan saudara” atau ”Apa yang saudara rasakan”, atau ”Bisa
saudara ceritakan kepada saya apa yang saudara pikirkan”. Untuk memastikan
keadaan, sekali-sekali dapat juga diajukan pertanyaan tertutup.
Penilaian pada pasien beresiko bunuh diri dilakukan dengan cara skrining pasien
beresiko bunuh diri pada assessmen awal gawat darurat yang ditunjukkan pada
elemen gangguan perilaku. Pada pengkajian rawat inap keperawatan juga
dilakukan penilaian tentang status emosional pasien yang beresiko bunuh diri.
DOKUMENTASI
jaga IGD
2. Penilaian saat pasien rawat inap terdapat dalam Pengkajian Rawat Inap
PENUTUP