ASIDOSIS METABOLIK
OLEH:
KELOMPOK 6
1. Andrawina Fita M
2. Ayu jaya
3. Dyah Ayu kusumo W
4. Hasmeidar
5. Kasmin
6. Muh.Ali Faqi
7. Nur fitrah
8. Sarah
9. Yustian okwani
PRODI FARMASI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan makalah ini yang berjudul “spektrofotometer”
selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan guna penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima
kasih banyak.
DAFTAR ISI
II.2 Epidemiologi
II.3 Etiologi
II.4 Patofisiologi
II.5 Diagnosis
II.8 Penatalaksanaan
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Asidosis metabolik adalah kasus yang paling sering ditemukan pada pasien critically
ill dan merupakan prediktor keparahan serta prognosis suatu penyakit. Pendekatan
Henderson-Hasselbalch adalah metode yang umum digunakan dalam menilai gangguan
asam-basa. Gangguan metabolik yang kompleks seperti pada pasien critically ill dengan
hipoalbuminemia, pendekatan Henderson-Hasselbalch kurang akurat mendeteksi gangguan
asam-basa karena terfokus pada korelasi pH, tekanan parsial karbondioksida (pCO2), dan
konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) (Story et al., 2001; Zheng et al., 2010). Pasien critically
ill adalah pasien yang memerlukan perawatan intensif di ruang intensive care units/ICU
karena memiliki risiko kematian yang tinggi. Penilaian risiko kematian ini berdasarkan
skoring dan yang paling banyak digunakan adalah APACHE II (Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation).
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat (HCO3)
sering dikaitkan dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit ginjal kronis yang
progresif (CKD).1,7 Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3)
dan mengeluarkan ion hidrogen (H+). Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme
resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2
yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan
memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3- normal adalah 24
mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion hidrogen 40 nanomol/L.
Asidosis metabolik sering terjadi sebagai bagian dari campuran gangguan asam-basa,
terutama pada critical ill. Asidosis metabolik dapat bersifat akut (berlangsung beberapa menit - hari)
atau kronis (berlangsung minggu ke tahun) menurut durasinya. Metabolik asidosis akut atau kronis
adapat menyebabkan efek yang buruk terhadap fungsi sel dan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.2 Tingkat keparahan asidosis metabolik dapat sangat bervariasi antara pasien uremik
dengan pasien dengan gangguan ginjal. Setidaknya dua studi menunjukkan bahwa untuk gangguan
fungsi ginjal tertentu, pasien dengan diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis yang
tidak parah. Salah satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan metabolik uremia,
termasuk asidosis metabolik.
II.2 Epidemiologi
Prevalensi asidosis metabolik pada pasien dengan CKD tidak diketahui dengan pasti. The
Third Health Dan Nutrition Examination Survey (NHANES II) analisis menemukan penurunan
plasma konsentrasi HCO3 dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) kurang dari 20
mL/min/1.73m2. Jika hipobikarnatemia disebabkan oleh asidosis metabolic terjadi ketika eGFR
kurang dari 25% parameter normal, akan diperkirakan bahwa 300.000 hingga 400.000 individu di
Amerika Serikat mungkin memiliki asidosis metabolic yang berhubungan dengan CKD.
Asidosis metabolik akut relatif umum pada pasien critical ill, dengan satu studi yang
menunjukkan bahwa gangguan tersebut dapat mengenai sekitar 64% dari pasien dalam unit perawatan
itensif. Asidosis metabolic kronis di US jarang terjadi, hanya 1,9% dari lebih dari mmol/l, Meskipun
nilai ini meningkat sampai 19% pada pasien dengan filtrasi glomerulus rate (eGFR) dalam kisaran 15-
29 mL/min/173 m22.
`
Serum HCO3 yang lebih rendah berhubungan dengan tingginya semua penyebab mortalitas
pada pasien dengan moderat dan tingkat lanjut dari CKD. Pada 1094 pasien, dari The African Study
of Kidney Disease and Hypertension (AASK) percobaan studi kohort, setiap peningkatan 1 mmol/L
serum HCO3 dikaitkan dengan penurunan risiko kematian (HR 0,942).
Kepentingan Klinis
Dengan menegakkan diagnosis asidosis metabolik dan memberikan terapi dengan tepat, dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dari pasien dengan asidosis metabolik.
II.3 Etiologi
Kehilangan Bikarbonat
1. Fistula pancreas, bilier, atau usus. Hilangnya sekresi pankreas atau empedu dapat
menyebabkan asidosis metabolik
3. Ureterosigmoidostomy
4. Cholestyramine
Berdasarkan anion gap, penyebab dari asidosis metabolik dapat dibagi menjadi
Tingginya AG dapat terjadi hal-hal berikut:
Asidosis laktat - Laktat, D-laktat
Fistula pankreas
Hiperventilasi
II.4 PATOFISIOLOGI
Persamaan Henderson-Hasselbalch menjelaskan hubungan antara pH darah dan komponen
system buffer H2CO3. Deskripsi kualitatif dari fisiologi asam/basa memisahkan komponen metabolic
dari komponen respiratori dari keseimbangan asam/basa.6 pH = 6.1 + log (HCO3/ H2 CO3)
Bikarbonat (HCO3) merupakan komponen metabolik
Bikarbonat dihasilkan di ginjal
Produksi asam dari sumber endogen atau eksogen
Asam karbonat (H2 CO3) merupakan komponen resporatori, seperti yang ditunjukkan oleh
persamaan dibawah ini :
H2CO3 = PCO2 (mm Hg) X 0.03
Mempertahankan pH arteri sistemik antara 7.35 – 7.45 dibutuhkan fungsi sel yang normal,
walaupun fluktuasi sedikit dari konsentrasi H+ mempunyai efek yang penting dalam aktivitas enzim
selular. Hal ini dicapai oleh buffer ekstrasel dan intrasel, bersamaan dengan mekanisme regulasi
respiratori dan renal. kontrol kedua pCO2 dan HCO3 menstabilkan pH arteri dengan ekskresi atau
retensi dari asam atau basa. pCO2 diregulasi oleh ventilasi alveolar. Hiperventilasi meningkatkankan
ekskresi CO2 dan menurunkan pCO2.4
Untuk menjaga keseimbangan asam-basa normal, setiap hari tubulus ginjal harus absorpsi
HCO3 yang difiltrasi (~ 4.500 mmol) dan mensintesis HCO3 yang cukup untuk menetralisir beban
asam endogen.2 Mekanismenya adalah gangguan pembentukan bikarbonat ginjal dengan dan tanpa
penurunan absorpsi bikarbonat yang terjadi bersamaan dan retensi ion H+. Total ekskresi amonium
(NH4+) mulai menurun ketika GFR < 40 sampai 50 mL/min. Penyakit ginjal dikaitkan dengan
kerusakan tubulointerstitial yang parah dapat disertai dengan asidosis yang lebih berat pada tahap
awal gagal ginjal.
Ginjal menyerap kembali semua HCO3- yang terfiltrasi dan menghasilkan HCO3 baru -
dalam collecting duct. Reabsorpsi HCO3- yang terfiltrasi terjadi di tubulus proksimal (85-90%),
dalam ascending loop of Henle tebal (10%) dan sisanya di nefron distal. Reabsorpsi HCO3- yang
terfiltrasi sangat penting untuk pemeliharaan keseimbangan asam-basa, mengingat bahwa hilangnya
HCO3- dalam urin setara dengan retensi H+ (baik H+ dan HCO3- yang berasal dari disosiasi
H2CO3).4 Diet normal menghasilkan H+ sebanyak 50–100 mEq per hari sebagai asam sulfur non-
volatile dari katabolisme asam amino, asam organic yang tidak termetabolisme, dan fosfor dan asam-
asam lainnya. Ion H+ ini diseimbangkan oleh HCO3- dan selular dan buffer tulang untuk
meminimalisasi turunnya pH ekstrasel.
Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya massa ginjal dan ketidakmampuan dari
nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam harian melalui ammoniagenesis. produksi NH3
di tubulus ginjal dirangsang oleh asidosis intraseluler. Ketika beban asam sistemik meningkat sedikit,
keseimbangan dijaga oleh peningkatan produksi dan ekskresi dari NH4+. Kegagalan untuk
mengeluarkan NH4+ sehingga menyebabkan retensi ion H+ dan menyebabkan metabolik asidosis.
ketidakmampuan untuk mengeluarkan NH4+ (Proksimal tubulus) atau ion H+ (tubulus distal), akan
diterjemahkan menjadi asidosis tubular melalui mekanisme dependen pH. Hiperkalemia, di sisi lain,
dapat menginduksi intraseluler alkalosis dan juga bersaing dengan kalium dalam pompa Na+/K+/2Cl
yang terletak di loop henle ascending tebal, mengurangi NH4+ di collecting tubulus.1 Seperti yang
dinyatakan sebelumnya meningkatnya ammoniagenesis dari nefron meningkat sebagai kompensasi
atas penurunan fungsi dari nefron itu sendiri.
Kadar NH3 pada vaskular dan kortikal meningkat ketika diproduksi secara maksimal oleh
tubulus ginjal. Faktor yang mempengaruhi produksi NH3 di ginjal adalah angiotensin II, kalium dan
aldosteron, yang kadarnya meningkat seperti pada hipertensi renovaskular. Peningkatan konsentrasi
angiotensin II merangsang ammoniagenesis sama seperti glukoneogenesis. Deplesi kalium dan
pemberian aldosteron juga dapat meningkatkan ammoniagenesis.
II.5 DIAGNOSIS
Sebuah pendekatan terhadap asidosis metabolik termasuk anamnesis rinci, pemeriksaan fisik
dan analisis gas darah arteri, serum gap anion dan, dalam beberapa keadaan, serum osmolar gap
[didefinisikan sebagai perbedaan antara serum osmolalitas yang terukur dan yang dihitung] (Figur 1
dan 2).
II.6 TANDA DAN GEJALA
Gejala asidosis metabolik terutama hiperventilasi kompensasi (yakni pernapasan Kussmaul)
merupakan tanda klinis yang penting dan sering disalahartikan sebagai kelainan respirasi yang primer.
Jadi, ketika seorang pasien datang dengan dispnoe (sesak napas) dan temuan pemeriksaan
cardiopulmonar normal, kecuali untuk takipnea dan takikardi, asidosis sistemik harus
dipertimbangkan. Obat tidak jarang merupakan penyebab metabolik asidosis dan memainkan peran
penting dalam presentasi klinis, evolusi penyakit dan terapi intervensi.
Gejala Neurologi
- Kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi pada keracunan etilena glikol.
- Kelesuan, pingsan, dan koma dapat terjadi pada asidosis metabolik yang berat,
terutama jika dikaitkan dengan konsumsi zat beracun.
Gejala Kardiovaskular
Asidemia berat (yaitu, pH <7.10) dapat mempengaruhi pasien untuk terjadinya aritmia
ventrikel yang fatal, dan dapat mengurangi kontraktilitas jantung dan respon inotropik katekolamin,
mengakibatkan hipotensi dan gagal jantung kongestif.
Gejala Pulmonal
Pasien dengan asidosis metabolik akut menunjukkan takipnea dan hiperpnea (pernapasan
kussmaul) sebagai tanda-tanda fisik yang menonjol. Hiperventilasi, tanpa adanya penyakit paru-paru
yang jelas, dokter harus waspada untuk kemungkinan adanya asidosis metabolik yang mendasari.
Gejala Gastrointestinal
Mual, muntah, sakit perut, dan diare (terutama dalam ketoasidosis diabetik dan uremik
asidosis)
a. Laboratorium
Analisis Gas Darah Arteri
Analisis gas darah arteri digunakan untuk evaluasi gangguan keseimbangan asam-basa
dan oksigenasi. Awalnya, ketahui pH untuk menentukan apakah darah masih dalam batas normal,
alkalosis atau asidosis. Jika diatas 7.45 dikatakan alkalosis, dan jika dibawah 7.35 disebut
asidosis. Setelah mengetahui apakah darah alkalosis atau asidosis, selanjutnya tentukan penyebab
primer berasal dari masalah respiratori atau metabolic. Ukur PaCO 2, jika berada arah yang
berlawanan dengan pH maka masalah respiratori yang utama. Dan ukur kadar HCO 3-, jika berada
disisi yang sama dengan pH maka masalah metabolik yang utama.
Kadar HCO3 yang rendah sering menjadi petunjuk pertama adanya asidosis metabolik,
namun tidak bisa menjadi satu-satunya pertimbangan dalam mendiagnosis asidosis metabolik. Kadar
HCO3 yang rendah dapat disebabkan oleh asidosis metabolik, kompensasi metabolik dari alkalosis
respiratori, atau kesalahan laboratorium.
pasien dengan kadar HCO3 rendah memungkinkan untuk membedakan kompensasi metabolik dari
alkalosis respiratori dari asidosis metabolik primer.
Oksigenasi tidak mempengaruhi status asam-basa pasien kecuali hipoksia yang parah
sehingga menyebabkan iskemia. Dalam hal ini, pengukuran PO2 dapat mengidentifikasi hipoksia
berat sebagai endapan asidosis laktat.
AGDA juga mengukur base excess/base defisit (BE/BD), yang merupakan indikator terbaik
untuk menentukan asidosis/alkalosis.
b. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Meningkatnya leukosit merupakan penemuan yang nonspesifik, tetapi harus dipertimbangkan
adanya septikemia, yang menyebabkan asidosis laktat. Anemia berat dengan berkurangnya delivery
O2 dapat menyebabkan asidosis laktat.
Urinalisa
Pengukuran pH urine dengan adanya hipobikarbonatemia sering digunakan untuk menilai
asidifikasi ginjal.2 pH urine biasanya asam < 5.0. Dalam asidemia, urine biasanya menjadi lebih
asam. Jika pH urine di atas 5,5 pada kondisi asidemia, temuan ini merupakan tipe I RTA. Urin
yang alkali khas pada keracunan salisilat. Toksisitas terhadap Ethylene glycol dapat ditemukan
kristal kalsium oksalat, yang muncul berbentuk jarum, dalam urin.
Serum Kimia
Kadar natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat yang digunakan dalam perhitungan serum
anion gap (SIG). Fosfat, magnesium, serta kadar serum albumin juga digunakan untuk
menghitung SIG.
Hiperkalemia sering mempersulit asidosis metabolik. Ini biasanya terlihat pada asidosis
anorganik (yaitu, non - AG). Diabetik ketoasidosis (DKA) sering terjadi hiperkalemia yang
merupakan akibat dari defisiensi insulin dan efek hiperosmolalitas. Asidosis laktat dan bentuk
lain dari asidosis organik umumnya tidak muncul dengan pergeseran kalium secara signifikan.
II.7 DIAGNOSA BANDING
Penyebab atau etiologi asidosis metabolik dapat diprediksi melalui penghitungan AG. Bila
terjadi peningkatan uncountable anion atau AG meningkat, etiologi yang mungkin adalah asidosis
laktat, ketoasidosis (diabetes mellitus, starvasi, alkohol), intoksikasi methanol, intoksikasi etilen
glikol, dan intoksikasi salisilat. Bila terjadi pengurangan HCO3- atau AG normal, etiologi yang
mungkin adalah enteritis, RTA tipe 2, pasca pengobatan ketoasidosis, dan pemakaian penghambat
karbonik anhidrase. Bila terjadi retensi H+ di ginjal dengan AG meningkat, etiologi yang mungkin
adalah penyakit ginjal kronik.
II.8 PENATALAKSANAAN
Asidosis metabolik akut
Sebagai perubahan pH ekstraseluler dan intraseluler sebagai efek samping yang mendasari
dari asidosis metabolik akut, pemberian basa - terutama dalam bentuk natrium bikarbonat - telah
menjadi terapi andalan. Namun, studi mengenai asidosis laktat dan studi acak-terkontrol dari
ketoasidosis, penyebab yang paling sering dari asidosis metabolik akut, dengan pemberian bicnat
tidak menunjukkan penurunan morbiditas atau mortalitas. Studi selanjutnya, pemberian natrium
bikarbonat tidak terbukti meningkatkan disfungsi kardiovaskular pada pasien dengan asidosis laktat.
Pemberian natrium bikarbonat juga telah menjadi faktor yang mencetuskan edema serebral pada anak-
anak dengan ketoacidosis.
Efek samping pemberian bicnat termasuk eksaserbasi dari asidosis intraseluler yang disebabkan oleh
generasi dari CO2 gas permeable dalam proses buffering, hipertonisitas cairan ekstraselular ketika
bicarbonat diberikan sebagai cairan hipertonik, kelebihan cairan, alkalosis metabolik, dan percepatan
pertukaran Na+ - H+ menyebabkan peningkatan Na+ dan Ca2+ di sel.
Untuk menghindari beberapa komplikasi ini, basa alternatif telah dikembangkan dan diuji.
Trishydroxymethyl aminomethane (THAM), agen yang diperkenalkan pada akhir 1950-an, dapat
meningkatkan pH ekstraseluler tanpa mengurangi pH intraseluler dan bahkan mungkin
meningkatkannya. Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa THAM sama efektifnya dengan
bikarbonat dalam meningkatkan pH ekstraseluler.2 THAM lebih jarang digunakan dibandingkan
dengan bikarbonat, namun, karena kasus yang jarang toksisitas di hati telah dilaporkan pada bayi baru
lahir, hiperkalemia dan disfungsi paru telah dilaporkan, dan agen ini membutuhkan fungsi ginjal yang
baik untuk memastikan ekskresi urin dan dengan demikian, efektivitasnya.
Alogartitma Penatalaksaan :
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat (HCO3)
sering dikaitkan dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit ginjal kronis
yang progresif (CKD).1,7 Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis
amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H+).
2. Asidosis metabolik akut relatif umum pada pasien critical ill, dengan satu studi yang
menunjukkan bahwa gangguan tersebut dapat mengenai sekitar 64% dari pasien dalam unit
perawatan itensif. Asidosis metabolic kronis di US jarang terjadi, hanya 1,9% dari lebih dari
mmol/l, Meskipun nilai ini meningkat sampai 19% pada pasien dengan filtrasi glomerulus
rate (eGFR) dalam kisaran 15-29 mL/min/173 m22.
III.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi sipembaca.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ortega LM, Arora S. Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease : incidence,
pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ; 32(6):724-30
2. Kraut JA, Madias NE. Metabolic Acidosis : pathophysiology, diagnosis and management.
Macmillan Publishers Limited. May 2010
3. Mehrotra R, Kopple JD, Wolfson M. Metabolic acidosis in maintenance dialysis patients : clinical
considerations. International Society of Nephrology, Vol. 64, Supplement 88 (2003), pp. S13–S25
4. Liamis G, Milionis HJ, Elisaf M. Pharmacologically-Induced Metabolic Acidosis. Drug Saf 2010;
33 (5): 371-391
6. Schraga ED, et al. 2013. Metabolic Acidosis in Emergency Medicine. Tersedia dari :
www.emedicine.medscape.com
8. Setyohadi, B,et al. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam Buku I EIMED DASAR. EIMED
PAPDI. Jakarta : InternaPublishing
9. Maciel AT, Noritomi DT, Park M. Metabolic Acidosis in Sepsis. Endocrine, Metabolic & Immune
Disorders - Drug Targets, 2010, 10, 252-257
10. Interpretation of the Arterial Blood Gas. Self-Learning Packet. Orlando Regional Healthcare,
Education & Development 2004.