PENDAHULUAN
1.II Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit
jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui
sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif, walaupun episode
peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan
pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering
pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang
sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut,
panggul serta pergelangan tangan. (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang
biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang
melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur
sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa.
Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel
darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan
jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertropi
dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi
nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh
jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh
sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih
lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat
serta deformitas. (Corwin, 2009).
2.II Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. .Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan.
3.Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai
faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-
faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi keturunan, dan
lingkungan (Price, 1995;Noer S, 1996)
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi
jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann,
1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
Manurung & Raenah, 2008).
4.Patologi
a) Kelainan pada sinovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada
tahap awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi
sinovia disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya
terjadi pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi dan terjadi
nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas
membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.
5.Manifestasi Klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan
tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan
biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu
sendi disebut artritis reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987,
adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan
di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum
perbaikan maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang
(hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam
observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu
interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan
kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat
simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis
simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5%
kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar
rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi
4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6
minggu. (Mansjoer, 2001).
6. Patofisiologi
Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk
memahami lebih dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi
persendian diartrodial atausinovial. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan.
Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang
tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat
digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung
tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk
gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan
mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi
sebagai peredam kejut dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak
secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan
degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada
persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi
merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder
yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi
merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam
fisiologi sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan
beban yang licin secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan
(friksi) yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan
beban atau tekanan pada tulang sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago
artikuler maupun tulang dapat normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh
berat tubuh) berlebihan pada sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau
beban pada sendi secara fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau
tulangnya tidak normal. (Muttaqin, 2005).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran
sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi
yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot.
7.Pada respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan
syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α
untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan
bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti
interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan
kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis. Aktifasi CD4+ sel T juga
menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan
α1β2 integrin, CD4 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi
rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses
patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan
besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan
immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis
yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag,
limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi
peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid
artritis.
8. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan
mortalitas utama pada artitis reumatoid.
Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi
sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark.
Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau
pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu.
Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan
okular terbentuk pada mata.
Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi,
dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
9. Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada
pemeriksaan laboraturium terdapat:
Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra,
tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis
bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
Protein C-reaktif biasanya positif, LED meningkat, Leukosit normal atau
meningkat sedikit,. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang
kronik, Trombosit meningkat, Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering
adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering
terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi
juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.
10. Penatalaksanaan/Pengobatan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi
dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk
mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi,
pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan
imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun. Obat NSAID,
seperti naproxen dan ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan
bengkak jika rematik Anda kambuh. Dokter juga dapat memberikan obat
disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD). Obat ini dapat
memperlambat perkembangan RA dan menyelamatkan sendi dan jaringan lain
dari kerusakan permanen. DMARD yang sering diberikan oleh dokter yaitu
methotrexate (trexall), leflunomide (Arava), hydroxychloroquine (plaquenil)
dan sulfasalazine (Azulfidine).
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting
untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan
pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi
progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan
gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan
relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres
dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet
yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah
beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi. Hindari
makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman
beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan,
ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat
menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat
dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada
sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup,
lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine
yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah
2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari
kebutuhan energi total.
7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap
akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan
sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
BAB III
PENUTUP
1.III Kesimpulan
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan
nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi
tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit
ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat
juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
2.III Saran
1. Dunia pendidikan dalam kontes pemberian tugas diharapkan agar dapat
menjadi suatu bagian yang menjadikan penulis maupun pembaca bias lebih
berkifrah dalam menambah wawasan.
2. Lingkungan pendidikan yang baik melalui tim pengajar dan mahasiswa
dapat meningkatkan mutu pendidikan di berbagai kalangan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan EGC: Jakarta
Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care,
Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.