Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.I Latar Belakang


Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia
lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial
ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan
menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua
perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi
penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari,
dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan
kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih
mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan(HealthyPeople,1997).
Dan jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi
keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian ini sering menyerang lansia,
melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta
diabetes(Health-News,2007).
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan
penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor.
Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling
sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi
siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik yang terjadi pada anak
yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa
nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di
ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan
manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti
bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom
dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup
banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut
kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai
keluhan atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada
sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta
adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan
gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia
lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid
artritisterjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3
kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4
ditemukan pada 70% pasien ).

2.I Rumusan Masalah


1. Apa definisi arthritis rheumatoid ?
2. Apa etiologi arthritis rheumatoid ?
3. Apa manifestasi klinis arthritis rheumatoid ?
4. Bagaimana patofisiologi dari arthritis rheumatoid ?
5. Bagaimana penatalaksanaan pengobatan untuk pasien dengan arthritis
rheumatoid?
3.I Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi arthritis rheumatoid
2. Untuk mengetahui etiologi arthritis rheumatoid
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis arthritis rheumatoid
4. Untuk mengetahui patofisiologi arthritis rheumatoid
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pengobatan untuk pasien dengan arthritis
rheumatoid
4.I Manfaat
1. Sebagai informasi dasar untuk mengenal arthritis rheumatoid
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai arthritis
rheumatoid .
BAB II
PEMBAHASAN

1.II Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit
jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui
sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif, walaupun episode
peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan
pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering
pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang
sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut,
panggul serta pergelangan tangan. (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang
biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang
melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur
sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa.
Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel
darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan
jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertropi
dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi
nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh
jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh
sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih
lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat
serta deformitas. (Corwin, 2009).

2.II Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. .Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan.

3.Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai
faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-
faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi keturunan, dan
lingkungan (Price, 1995;Noer S, 1996)
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi
jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann,
1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
Manurung & Raenah, 2008).

4.Patologi
a) Kelainan pada sinovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada
tahap awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi
sinovia disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya
terjadi pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi dan terjadi
nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas
membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.

b) Kelainan pada tendo


Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang
dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.

c) Kelainan pada tulang


Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
d) Kelainan pada jaringan ekstra artikular.
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a. Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya
degenerasi serabut otot.
b. Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis
nekrotik. Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c. Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral
dan dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier
dengan jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul
subkutan hanya ditemukan pada 25% dari seluruh klien artritis reumatoid.
Gambaran ektra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul subkutan
yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien
artritis reumatoid.
d. Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi,
hiperplasia folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan
proliferasi jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.
e. Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis
fokal, rekasi epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati
sehingga terjadi gangguan sensoris.
f. Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti
jantung dimana adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan
gangguan pada katub jantung. (Muttaqin, 2006).

5.Manifestasi Klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan
tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan
biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu
sendi disebut artritis reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987,
adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan
di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum
perbaikan maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang
(hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam
observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu
interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan
kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat
simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis
simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5%
kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar
rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi
4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6
minggu. (Mansjoer, 2001).

6. Patofisiologi
Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk
memahami lebih dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi
persendian diartrodial atausinovial. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan.
Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang
tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat
digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung
tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk
gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan
mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi
sebagai peredam kejut dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak
secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan
degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada
persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi
merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder
yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi
merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam
fisiologi sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan
beban yang licin secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan
(friksi) yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan
beban atau tekanan pada tulang sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago
artikuler maupun tulang dapat normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh
berat tubuh) berlebihan pada sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau
beban pada sendi secara fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau
tulangnya tidak normal. (Muttaqin, 2005).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran
sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi
yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot.
7.Pada respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan
syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α
untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan
bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti
interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan
kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis. Aktifasi CD4+ sel T juga
menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan
α1β2 integrin, CD4 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi
rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses
patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan
besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan
immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis
yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag,
limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi
peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid
artritis.
8. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan
mortalitas utama pada artitis reumatoid.
 Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi
sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark.
 Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau
pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu.
Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan
okular terbentuk pada mata.
 Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi,
dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
9. Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada
pemeriksaan laboraturium terdapat:
Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra,
tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis
bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
Protein C-reaktif biasanya positif, LED meningkat, Leukosit normal atau
meningkat sedikit,. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang
kronik, Trombosit meningkat, Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering
adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering
terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi
juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.
10. Penatalaksanaan/Pengobatan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi
dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk
mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi,
pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan
imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun. Obat NSAID,
seperti naproxen dan ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan
bengkak jika rematik Anda kambuh. Dokter juga dapat memberikan obat
disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD). Obat ini dapat
memperlambat perkembangan RA dan menyelamatkan sendi dan jaringan lain
dari kerusakan permanen. DMARD yang sering diberikan oleh dokter yaitu
methotrexate (trexall), leflunomide (Arava), hydroxychloroquine (plaquenil)
dan sulfasalazine (Azulfidine).
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting
untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan
pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi
progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan
gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan
relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres
dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet
yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah
beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi. Hindari
makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman
beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan,
ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat
menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat
dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada
sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup,
lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine
yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah
2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari
kebutuhan energi total.
7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap
akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan
sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
BAB III
PENUTUP
1.III Kesimpulan
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan
nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi
tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit
ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat
juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.

2.III Saran
1. Dunia pendidikan dalam kontes pemberian tugas diharapkan agar dapat
menjadi suatu bagian yang menjadikan penulis maupun pembaca bias lebih
berkifrah dalam menambah wawasan.
2. Lingkungan pendidikan yang baik melalui tim pengajar dan mahasiswa
dapat meningkatkan mutu pendidikan di berbagai kalangan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan EGC: Jakarta

Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.

Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


EGC: Jakarta.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care,
Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.

Anda mungkin juga menyukai

  • TABLET SALUT
    TABLET SALUT
    Dokumen11 halaman
    TABLET SALUT
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Kasus 3 Women
    Kasus 3 Women
    Dokumen19 halaman
    Kasus 3 Women
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Farmakologi
    Farmakologi
    Dokumen13 halaman
    Farmakologi
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Fts Padat Kelompok 1 Antalgin
    Fts Padat Kelompok 1 Antalgin
    Dokumen5 halaman
    Fts Padat Kelompok 1 Antalgin
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Mid Toksi
    Mid Toksi
    Dokumen2 halaman
    Mid Toksi
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Formula Asli
    Formula Asli
    Dokumen8 halaman
    Formula Asli
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • MEKANISME ANTIEPILEPSI
    MEKANISME ANTIEPILEPSI
    Dokumen14 halaman
    MEKANISME ANTIEPILEPSI
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • MEKANISME ANTIEPILEPSI
    MEKANISME ANTIEPILEPSI
    Dokumen14 halaman
    MEKANISME ANTIEPILEPSI
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Makalah Asidosis 6
    Makalah Asidosis 6
    Dokumen17 halaman
    Makalah Asidosis 6
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Sistem Kompelemen
    Sistem Kompelemen
    Dokumen10 halaman
    Sistem Kompelemen
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Kimor
    Kimor
    Dokumen7 halaman
    Kimor
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • RANCAK OBAT RASIONAL
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dokumen11 halaman
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Kimor
    Kimor
    Dokumen7 halaman
    Kimor
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • TINGKAT PENGETAHUAN
    TINGKAT PENGETAHUAN
    Dokumen124 halaman
    TINGKAT PENGETAHUAN
    Hafiz Qiqi
    Belum ada peringkat
  • Biofarmasetika Umum
    Biofarmasetika Umum
    Dokumen25 halaman
    Biofarmasetika Umum
    Liya Agustina
    Belum ada peringkat
  • RANCANGAN OBAT
    RANCANGAN OBAT
    Dokumen12 halaman
    RANCANGAN OBAT
    Aenhiequrra Althafunnisa
    100% (1)
  • Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam Pa
    Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam Pa
    Dokumen29 halaman
    Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam Pa
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • RANCAK OBAT RASIONAL
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dokumen11 halaman
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Farmakoterapi
    Farmakoterapi
    Dokumen16 halaman
    Farmakoterapi
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • RANCAK OBAT RASIONAL
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dokumen11 halaman
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Farmakoterapi
    Farmakoterapi
    Dokumen16 halaman
    Farmakoterapi
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Ayu Bonto
    Ayu Bonto
    Dokumen17 halaman
    Ayu Bonto
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • TINGKAT PENGETAHUAN
    TINGKAT PENGETAHUAN
    Dokumen124 halaman
    TINGKAT PENGETAHUAN
    Hafiz Qiqi
    Belum ada peringkat
  • RANCAK OBAT RASIONAL
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dokumen11 halaman
    RANCAK OBAT RASIONAL
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat
  • Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam Pa
    Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam Pa
    Dokumen29 halaman
    Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam Pa
    Dyah Ayu Kusumo Winahyu
    Belum ada peringkat