Anda di halaman 1dari 37

perpustakaan.uns.ac.

id 20
digilib.uns.ac.id

BAB II
SITUS SANGIRAN SEBAGAI WORLD HERITAGE

A. Profil Museum Sangiran dan Situs

Museum Sangiran adalah sebuah museum situs, yaitu museum yang

didirikan sebagai sarana untuk mengomunikasikan sejarah keberadaan dan nilai

penting dari Situs Sangiran kepada publik. Sebuah museum situs idealnya harus

dapat menggambarkan replika dari situs beserta kandungan temuannya, yang

dikemas dalam suatu model tata ruang dan tata pamer museum yang komunikatif

sehingga dapat memberikan pemahaman kepada publik tentang kondisi dan nilai

penting situs tersebut.1

Situs Sangiran adalah sebuah Situs Prasejarah di Jawa Tengah yang

terletak sekitar 17 km di sebelah utara kota Solo. Situs ini merupakan satu-satunya

situs prasejarah di Indonesia telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.

Kompleks Museum Sangiran secara administratif terletak di dukuh Ngampo, Desa

Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Museum ini

dibangun pada tahun 1983, di atas areal lahan seluas 16.675 m2. Situs Sangiran

berada di wilayah Kabupaten Sragen dan Karanganyar. Di area sisi utara masuk

ke dalam wilayah Kabupaten Sragen dan area sisi selatan masuk wilayah

Kabupaten Karanganyar. Kedua kabupaten ini dipisahkan oleh Kali Cemoro yang

mengalir dari timur ke barat. Secara astronomis, situs ini terletak antara koordinat

1
Rusmulia Tjiptadi Hidayat , Manajemen Tata Ruang Dan Tata Pameran
Museum Sangiran di Kabupaten commit to user
Sragen Jawa Tengah, Tesis: Universitas
Padjajaran Bandung, 2008, hlm. 33.

20
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

110048’56’’-110053’00’’ Bujur Timur dan 07024’22,50’’-07030’22,90’’ Lintang

Selatan.

Gambar 1. Bangunan Museum Plestosen Tahun 1974


Sumber : Koleksi Foto Museum Sangiran

Gambar 2. Bangunan Museum Sangiran Tahun 1984


Sumber : Koleksi Foto Museum Sangiran

Dari gambar 1 dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1974 dibangunnya

Museum Plestosen, yaitu sebuah bangunan yang berbentuk joglo yang berada di

Desa Krikilan yang berfungsi sebagai tempat penyimpan temuan fosil-fosil.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Museum Plestosen dibangun atas dasar intruksi dari Gubernur Kepala tingkat I

Jawa Tengah dan direalisasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.

Gambar 2 menjelaskan bahwa tahun 1984 didirikannya bangunan dengan nama

Museum Situs Sangiran yang merupakan perpindahan dari Museum Plestosen.

Bentuk arsitekstur bangunan Museum Situs Prasejarah Sangiran merupakan

perpaduan bentuk “Joglo” dengan arsitektur kreasi modern dimana terdiri dari

beberapa gedung menjadi satu komplek, dengan atap sirap dan dinding tembokk

lantai tegel teraso. Bangunan gedung museum situs Prasejarah Sangiran

diresmikan penggunannya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Prof.

Dr. Fuad Hasan pada tanggal 1 Agustus 1988. Museum Sangiran merupakan

museum lapangna yang digunakan untuk menampung fosil yang diketemukan di

Situs Sangiran, guna dipergunaka sebagai ajang pendidikan Ilmu Pengtahuan dan

Penelitian dari berbagai disiplin ilmu dan sekaligus sebagai tempat rekreasi.

Berpindahan ini disebabkan oleh bertambahnya temuan fosil-fosil, serta diiringi

banyaknya pengunjung untuk melihat hasil temuan fosil tersebut serta banyak

penelitian-penelitian yang dilakukan.

1. Mitos Masyarakat Sangiran

Pada zaman dahulu sebelum tahun 1930, di kawasan Sangiran berkembang

mitos Balung Buto. Kisah mitos Balung Buto dituturkan kembali dengan rinci dan

sedikit rumit oleh narasumber kunci Mbah Toto Marsono sesepuh Desa Krikilan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

yang sekarang telah berusia 91 tahun. Menurut versi Mbah Toto kisahnya adalah

sebagai berikut :2

Pada zaman dahulu kala, ketika daerah Sangiran masih


berupa hutan lebat dan berbukit-bukit, hiduplah sekelompok
masyarakat penuh dengan kedamaian. Meskipun kondisi tanah di
daerah itu tidak subur, tetapi penduduknya tidak pernah
kekurangan makanan, karena mereka rajin bercocok tanam dan
berternak. Suatu ketika, ketentraman mereka tiba-tiba berubah
menjadi kekacauan karena datangnyabala tentara reksasa.
Rombongan raksasa itu merusak berbagai jenis tanaman dan
memangsa hewan bahkan memakan manusia terutama anak-anak.
Penduduk Sangiran ketakutan dan berlarian ke sebuah desa di
balik bukit untuk meminta bantuan kepada seorang ksatria yang
gagah perkasa bernama Raden Bandung. Sebagai Ksatria, Raden
Bandung menyanggupi akan mengusir para raksasa dari bumi
Sangiran secara baik-baik, tetapi para raksasa itu tidak
meninggalkan Sangiran, bahkan meminta agar tiap hari mereka
diberi persembahan berupa seorang anak manusia sebagai
makanan raja raksasa. Raden Bandung marah dan terjadilah
peperangan antara anak buah Raden Bandung dengan raksasa.
Peperangan itu dimenagkan oleh tentara raksasa dan Raden
Bandung sendiri hampir saja terbunuh oleh kesaktian raja raksasa
bernama Tegopati.
Kekalahan perang melawan raja raksasa mengharuskan
Raden Bandung melarikan diri dan bersembunyi di tengah hutan.
Di dalam pengasingan, Raden Bandung mendapat wangsit
(wahyu) dari dewa yang menasehati agar dia bertapa di hutan
selama sewindu. Setelah genap waktunya, seperti yang telah
ditentukan dewa, datanglah wisik (bisikan) yang mengatakan agar
Bandung menenggelamkan diri di sebuah telaga (Jw= Kedung)
yang banyak pohon beringinnya. Wisik dari dewa itu dijalaninya,
dan di dalam air Bandung bertemu dengan Dewa Ruci yang
memberikan wejangan atau ajaran tentang berbagai hakekat hidup
dan cara mengalahkan kejahatan yang dilakukan oleh para
raksasa. Pada akhirnya nasehatnya, Dewa Ruci mengatakan,
“Sangirlah (asahlah) kukumu di batu itu, sebagai senjata yang
akan mengalahkan para raksasa”.
Setelah senjata kuku ditajamkan, Raden Bandung muncul
dari air telaga dan bersama pasukannya mencari Tegopati, raja
Raksasa yang pernah mengalahkannya. Alangkah terkejutnya dia
ketika mengetahui keadaan sudah berubah sama sekali.tegopati

2
commit to
Bambang Sulistyanto, Balung user Warisan Budaya Dunia Dalam
Buto:
Prespektif Masyarakat Sangiran, (Yogyakarta: Kunci Ilmu, 2003), hlm. 91.
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

telah mendirikan kerajaan di Glagahombo3 dengan para pengikut


dan bala tentara raksasa yang semakin bertambah banyak. Tidak
jauh dari kerajaan itu dibangun pula sebuah gapura yang megah
sebagai pintu masuk menuju kerajaan, sekaligus berfungsi sebagai
tempat penjagaan. Singkat cerita, Raden Bandung bersama
pasukannya menyerbu kerajaan Glagahombo. Pasukan raksasa
banyak yang melarikan diri tersebar kemana-mana, tetapi mereka
dapat dikejar dan sebagian besar terbunuh, termasuk raja raksasa
Tegopati sendiri yang meninggaloleh senjata kuku Raden
Bandung. Kematian raja raksasa itu sangat mengenaskan, isi
perutnya terburai keluar, bangkainya dilemparkan jauh sampai
jatuh terjengkang (Jw jepapang) di suatu tempat yang sekarang
dinamai Dusun Bapang, masuk dalam wilayah Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe. Sebagian lagi pasukan raksasa meninggal
karena tenggelam oleh bendungan yang dibuat oleh pasukan
Raden Bandung. Oleh karena banyak raksasa yang meninggal,
darahnya berceceran hingga menggenangi suatu tempat yang saat
ini bernama Desa Saren. Tulang-tulang sisa bangkai raksasa yang
tersebar di berbagai tempat di Sangiran itu akhirnya oleh
penduduk dinamakan balung buto (tulan raksasa).

Penduduk Sangiran sebelum tahun 1930 memiliki kepercayaan, bahwa

balung buto dapat menyembuhkan berbagai penyakit, seperti penyakit perut,

demam atau penyakit karena gigitan hewan berbisa. Di samping itu, balung buto

untuk jimat penolak bala. Kepercayaan lain yang berkaitan dengan kekuatan

magis terhadap balung buto adalah keampuhannya untuk melindungi diri atau

sebagai jimat kekebalan tubuh.

2. Sejarah Penelitian Di Situs Sangiran

Perhatian dan minat untuk menyelidiki fosil-fosil di Situs Sangiran

dilakukan pertama kali oleh seorang dokter ahli anatomi Belanda, Eugene Dubois

pada tahun 1893. Dubois tertarik untuk melakukan penyelidikan fosil manusia

purba di berbagai situs di Indonesia, karena ia terpengaruh oleh teori gurunya

3
Nama Glagahombo adalah lokasi kerajaan raksasa, sampai sekarang masih
commit to user
terpateri menjadi nama Dusun Glagahombo berada di kawasan Sangiran masuk
dalam wilayah Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Ernst Haeckel yang menyatakan bahwa manusia purba itu harus dicari di daerah

tropis yang tidak mengalami perubahan iklim. Setelah ia mempelajari sejarah dan

situasi lingkungan geologi Indonesia, pada tahun 1887 Dubois melamar menjadi

dokter tentara Hindia Belanda, supaya dapat pergi ke Indonesia dan membuktikan

teorinya tadi. Sesampai di Indonesia, dengan dibantu oleh 50 narapidana, Dubois

ditugaskan oleh Pemerintah Jajahan Belanda untuk meneliti fosil-fosil di

Indonesia. Penelitian Dubois di Sangiran tidak menghasilkan temuan yang berarti,

sehingga dokter dan pengajar anatomi di Amsterdam ini tidak berminat

melanjutkannya. Pemerintahan Hindia Belanda sebagai penyandang dana

penyelidikan fosil di berbagai situs manusia purba di Indonesia sangat kecewa,

karena paleoantropolog ini tidak membuat laporan yang lengkap.4

Akibat kekecawaan pemerintah Hindia Belanda tersebut, penyelidikan

fosil manusia purba di Situs Sangiran khususnya dan di Indonesia umumnya

terhenti lama. Barulah Pemerintah Belanda melakukan penelitian geologi daerah

Sangiran dengan skala 1:20.000. Dengan panduan peta goelogi itulah pada tahun

1934 G.H.R.von Koeningswald, seorang ahli paleoantropologi dari Jerman,

mengawali penelitiannya dan berhasil menemukan sejumlah peralatan manusia

purba. Hasil penelitiannya kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan

untuk bahan penelitian von Koeningswald dan para ahli purbakala lainnya.

4
Dubois pada saat itu mengalami depresi dan putus asa akibat fosil
temuannya di Jawa dan teorinya tidak diakui oleh dunia ilmiah. Berbagai kritik
yang tajam baik dari kalangan ilmiah, agama, maupun masyarakat menuding teori
Dubois sebagai teori yang salah. Tetapi berkat penemuan fosil-fosil manusia
purba pada masa-masa berikutnya, Koenigswald mengomentari bahwa Dubois
terlalu cepat mendahului zamannya. Waktu diumumkannya temuan fosil
tengkorak Jawa sebagai the commit missingto user
link, masyarakat belum mampu
memahaminya, bahkan ilmu pengetahuanpun waktu itu belum siap menerimanya.
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Kegiatan penelitian di Sangiran yang terus berlanjut sampai saat ini dan telah

berhasil “..memberikan lebih dari 50% dari populasi Homo Erectus di dunia,

maka situs ini pantas disebut sebagai The Homeland of Java Man”.5

Perhatian von Koenigswald terhadap Situs Sangiran semakin besar dan

selama kurang lebih sepuluh tahun (1930-1940) dia bekerja keras melakukan

eksplorasi di seluruh kawasan Sangiran dan menetap di rumah Kepala Desa

Krikilan, Toto Marsono6. Dalam usahanya untuk mengoleksi fosil sebanyak-

banyaknya di kawasan perbukitan Sangiran yang luas, von Koenigswald

mengerahkan penduduk Desa Krikilan dengan cara menerapkan sistem imbalan

berupa uang bagi penduduk yang berhasil menemukan fosil. Banyak temuan-

temuan dari Situs Sangiran merupakam potensi istimewa yang tidak dimiliki

semua situs prasejarah di dunia. Potensi Situs Sangiran yang istimewa ini diteliti

sejak tahun 1930-an. Penelitian di Situs Sangiran dirintis oleh J.C. van Es yang

pada tahun 1931 telah berhasil membuat Peta Geologi Daerah Sangiran. Dalam

petanya van Es membagi stratigrafi daerah Sangiran ke dalam empat kala, yaitu:

a. Kala Pliosen Bawah terdiri dari lapisan lempung marin abu-abu

kebiruan dan lapisan turritella.

b. Kala Pliosen Tengah terdiri dari lapisan batu gamping balanus

5
Harry Widianto dan Truman Simanjuntak, Sangiran Menjawab Dunia,
(Jawa Tengah: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, 2009), hlm. 129.
6
Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa Pemerintahan Jajahan
Belanda yang banyak membantu Koenigswald mengumpulkan fosil-fosil. Sampai
commit
tahun 1997 dia masih hidup dengan to user 91 tahun dan dapat menjadi saksi
usia sekitar
mengenai proses pengumpulan fosil pada masa itu.
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

c. Kala Pliosen Atas terdiri dari lapisan corbicula, breksi volkanik,

lempung hitam dengan sisipan lapisan diatome, lapisan tufa, dan

lapisan lempung marin kuning.

d. Kala Plestosen terdiri dari lapisan konglomerat tufaan, dan breksi

konglomerat tufaan.

Pada tahun 1940 von Koenigswald berhasil menerbitkan peta geologi

Sangiran yang merupakan revisi dari peta gologi van Es. Penelitian era von

Koeningswald terus berlanjut dengan hasil direvisinya lagi Peta Geologi Sangiran

pada tahun 1961 oleh Sartono. Seperti halnya van Koeningswald, Sartono

membagi stratigrafi Sangiran menjadi Lapisan Kalibeng Atas, Lapisan Pucangan,

Lapisan Kabuh, dan Lapisan Notopuran. Pada tahun 1978 Sartono sekali lagi

menerbitkan revisi peta geologi Sangiran dan mengganti “Lapisan” dengan istilah

“Formasi”. Selanjutnya Harry Widianto mengganti istilah formasi dengan istilah

“Seri Stratigrafi”. Berikut adalah bagan stratigrafi tanah di Kawasan Situs

Sangiran menurut Harry Widianto:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Gambar 3. Litologi, Stratigrafi dan Lingkungan Purba Sangiran


Sumber: Harry Widianto

Komposisi litologi, umur, dan lingkungan purba berdasarkan stratigrafi

tanah di kawasan Situs Sangiran, yaitu:

1). Formasi Kalibeng adalah lapisan tanah yang paling tua di Sangiran,

berumur 3.000.000 – 1.800.000 tahun yang lalu. Formasi tanah ini hanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

tersingkap dibagian tengah Sangiran Dome, yaitu pada Kali Puren yang

merupakan cabang dari Kali Cemoro. Formasi Kalibeng dan terdiri dari empat

lapisan. Lapisan terbawah ketebalan mencapai 07 meter merupakan endapan laut

dalam, berupa lempung abu-abu kebiruan dan lempung lanau dengan kandungan

moluska laut. Lapisan kedua ketebalan 4-7 meter merupakan endapan laut dangkal

berupa pasir lanau dengan kandungan fosil moluska jenis ikan hiu

(chandrichtyes), kerang laut (turitella) dan bunga karang atau coral

(coelenterata). Lapisan ketiga berupa endapan batu gamping (balanus) dengan

ketebalan 1 – 2,5 meter. Lapisan keempat berupa endapan lempung dan lanau

hasil sedimentasi air penyu dengan kandungan moluska jenis corbicula;

2). Formasi Pucangan berumur 1.800.000 – 800.000 tahun yang lalu.

Formasi ini terbagi dua yaitu Formasi Pucangan Bawah dan Formasi Pucangan

Atas. Formasi Pucangan Bawah ketebalannya 0,7 – 50 meter berupa endapan

lahar dingin atau breksi vulkanik yang terbawah aliran sungai dan mengendapkan

moluska air tawar di bagian bawah dan diatome (ganggang kersik) di bagian atas.

Formasi Pucangan Atas ketebalan mencapai 100 meter berupa lapisan napal dan

lempung yang merupakan pengendapan rawa-rawa. Pada formasi ini terdapat

sisipan endapan moluska marin yang menunjukan bahwa pada waktu itu pernah

terjadi transgresi laut. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil-fosil binatang

vertebrata seperti Gajah (Stegodon trigonocpalus), Banteng (Bibos palaeo-

sondaicus), Rusa (Cervus Sp), Kuda Nil (Hippopotamus), dan fosil-fosil manusia

purba.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

3). Grenzbank artinya lapisan pembatas. Lapisan ini merupakan batas

antara Formasi Pucangan dengan Formasi Kabuh. Ketebalan lapisan antara 0,1 –

46,3 meter terdiri atas elemen laut dan kerikil yang berasal dari erosi Pegunungan

Selatan dan Kendeng. Pertanggalan grenzbank dimulai antara awal Periode

Brunhes (0,73 juta tahun) dan akhir periode Matuyama (0,9-0,7 juta tahun).

Kandungan lapisan ini antara lain berupa batu gamping dan batu pasir

konglomerat. Temua dari lapisan ini antara lain ikan hiu, kura-kura, buaya,

binatang mamalia darat, an fosil manusia purba. Lapisan ini jugga mengandung

temuan alat batu tertua ciptaan Homo erectus yang pernah hidup di Sangiran.

4). Formasi Kabuh merupakan lapisan stratigrafi yang paling banyak

mengahsilkan fosil mamalia, fosil manusia purba, dan alat-alat batu. Kandungan

batuan formasi ini umumnya terdiri dari endapan vulkanik berfasies fluviatil

(pasir dengan struktur silang-siur) atau fluvio-laccustrine (pasir berlumpur) pasir

lanau, pasir besi, dan gravel sungai air tawar dengan ketebalan 6-50 meter.

Formasi Kabuh terbagi menjadi empat lapisan yaitu lapisan Formasi Kabuh

Terbawah, Formasi Kabuh Bawah, Formasi Kabuh Tengah dan Formasi Kabuh

Atas. Kondisi lingkungan Seri Kabuh adalah vegetasi terbuka berdasarkan dengan

analisis pollen pada lapisan tersebut. Pada lapisan ini dijumpai dan kelompok

fauna yaitu: Fauna Trinil pada lapisan bawah dan Fauna Kedungbrubus pada

lapisan lapisan tengah dan atas; Formasi Kabuh Bawah ketebalan lapisannya

sekitar 3,5 – 17 meter. Lapisan ini banyak mengahasilkan fosil mamalia dan fosil

manusia purba, ketebalan lapisannya sekitar 5,8 – 20 meter. Lapisan ini juga

banyak mengandung fosil mamalia dan fosil manusia purba. Berdasarkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

pengukuran secara fisik dapat diperkirakan umur lapisan Seri Kabuh kurang lebih

0,73 juta tahun pada bagian bawah. Formasi Kabuh Tengah ketebalan 5-20 meter

dan banyak menghasilkan fosil-fosil manusia purba. Formasi Kabuh Atas

ketebalan lapisannya sekitar 3-16 meter. Kandungan batunya hampir sama dengan

Kabuh Bawah dan Kabuh Tengah, namun sampai saat ini pada lapisan Kabuh

Atas ini belum pernah ditemukan fosil manusia purba. Formasi tersebut

diperkirakan berumur 0,2 jutatahun pada bagian atasnya.

5). Seri Notopuro Formasi Notopuro secara tidak selaras terletak di atas

Formasi Kabuh, dan tersebar di bagian atas perbukitan di sekeliling Kabuh

Sangiran. Formasi ini mengandung gravel, pasir, lanau, dan lempung. Juga

terdapat sisipan lahar, batu pumisan, dan tufa. Ketebalan lapisan mencapai 10

hingga 50 meter dan terbagi menjadi tiga lapisan yaitu: Formasi Notopuro Bawah

dengan ketebalan 3,2-28,9 meter, Formasi Notopura Tengah dengan ketebalan

maksimal 20 meter, dan Formasi Notopuro Atas dengan ketebalan 25 meter. Pada

Formasi Notopuro ini sangat jarang dijumpai fosil. Faunanya identik dengan

fauna jenis Kedungbrubus dan disebut sebagai Fauna Ngandong. Usia lapisan Seri

Notopuro kurang lebih 0,2-0,07 juta tahun.

Melalui proses geologi berupa tumbuhan lempeng tektonik, aktivitas

vulkanisme, dan fluktuasi muka air laut selama lebih dari 2,4 juta tahun, Sangiran

setidaknya telah mengalami empat kali perubahan lingkungan pengendapan

selama proses pengangkatan Pulau Jawa secara global. Berawal dari lingkungan

laut, berangsur-angsur menjadi lingkungan transisi, lingkungan rawa, dan

akhirnya menjadi lingkungan darat seperti sekarang ini. Informasi perubahan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

lingkungan pengendapan tersebut diperoleh dengan mencermati lapisan-lapisan

tanah beserta fosilnya, karena setiap lapisan tanah dn fosilnya menyimpan

informasi yang berbeda mengenai lingkungan pengendapannya pada saat itu.7

3. Kondisi Masyarakat Sekitar Museum Sangiran

a. Penduduk Kawasan Sangiran

Penduduk di wilayah Sangiran sebagian besar menggantungkan hidupnya

dari pertanian, baik sebagai pemilik lahan maupun buruh tani. Mengingat

daerahnya yang kering, kebanyakan lahan pertanian merupakan sawah tadah

hujan dan tegal atau kebun. Lahan yang memperoleh irigasi sangat terbatas,

akibatnya hasil pertaniannya pun terbatas. Keberadaan air tanah di daerah

Sangiran cukup dalam, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akar tanaman. Untuk

menggarapa tanahnya, para petani sangat tergantung pada air hujan, sehingga

mereka tidak dapat leluasa dalam memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Pada

musim penghujan, para petani menanam padi. Pada musim kemarau, jenis

tanaman yang ditanam adalah jenis palawija, seperti jagung, ketela pohoh, ubi

jalar, dan kacang.

7
commitTanah
Nugraha, Suwita dkk, Lapisan to user
Dan Lingkungan Purba Sangiran,
(Sragen: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, 2012), hlm. 9.
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Tabel 1. Luas Kecamatan Kalijambe Menurut Penggunaan Tanah

Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)


1. Tanah Sawah
a. Irigasi teknis 0.00 0.00
b. Irigasi ½ teknis 147.00 3.13
c. Irigasi sederhana 274.00 5.84
d. Tadah hujan 1,484.00 31.61
e. Lain-lain 0.00 0.00

2. Tanah Kering
a. Pekarangan 1,159.00 24.69
b. Tegal/ kebun 1,469.88 31.31
c. Padang/ gembala 0.00 0.00
d. Tambak/ kolam 0.00 0.00
e. Rawa-rawa 0.00 0.00
f. Sementara tak diusahakan 0.00 0.00
g. Hutan negara 0.00 0.00
h. Perkebunan negara/ swasta 0.00 0.00
i. Lain-lain 161.12 3.43

Jumlah 4,695.00 100.00


Sumber: Statistik Kecamatan Kalijambe Dalam Angka 2000

Tabel 1 menunjukan bahwa tanah di Kecamatan Kalijambe dibedakan

menjadi 2 yaitu tanah sawah dan tanah kering. Untuk tanah sawah memerlukan 2

teknik irigasi (irigasi ½ teknis dan irigasi sederhana) dan tadah hujan. Tetapi

penduduk kawasan Sangiran sebagian besar dalam mengairi sawahnya

menggunakan cara tadah yaitu seluas 1,484 Ha atau 31.61 persen, ini disebabkan

Kawasan Sangiran berada di permukiman di areal gersang dan tandus. Kering di

musim kemarau dan mudah tererosi di musim hujan. Tanaman untuk tanah sawah

adalah di pusatkan ke tanaman padi, yang membutuhkan air yang cukup bahkan

perawatan khusus. Untuk tanah kering dipusatkan ke pekarangan dan tegal/ kebun

yang tidak begitu banyak membutuhkan air atau perawatan khusus. Luas

pekarangan di Kawasan Sangiran yaitu 1,159 Ha atau 24.69 persen dan luas tegal/
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

kebun yaitu 1,469.88 Ha atau 31.31 persen. Di perkebunan terdapat macam

tanaman baik besar maupun kecil seperti kelapa, ketela pohon, dan kacang tanah.

Masyarakat kawasan Sangiran menganggap akan lebih menguntungkan menanam

di kebun di bandingkan dengan menanam tanaman di sawah.

Masyarakat Sangiran umumnya tinggal di rumah-rumah kayu dan bambu

dan hanya sedikit yang menghuni rumah batubata. Meskipun ada kecenderungan

di kalangan masyarakat untuk merenovasi rumah mereka menjadi rumah batu.

Secara umum terdapat 2 macam pola permukiman penduduk di Sangiran yaitu:8

(1) nucleated agricultural village (pola permukiman berkelompok) yang


terlihat pada desa-desa yang agak masuk pedalaman dan,

Gambar 4. Nucleated Agricultural Village

(2) line village community (berderet sepanjang jalan ) yang tampak jelas di
bagian tengah desa penelitian,terutama sepanjang jalan utama.

Gambar 5. Line Village Community

8
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Rencana Induk Pelestarian Dan
commit to userPelestarian dan Pengembangan
Pengembangan Kawasan Sangiran,(Proyek
Peninggalan Purbakala dan Permuseuman, 2004), hlm. 8
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar Sangiran juga masih rendah.

Banyak di antara mereka yang hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat

Sekolah Dasar dan bahkan banyak orang tidak pernah mengeyam bangku

pendidikan sama sekali. Rendahnya pendidikan di daerah tersebut tidak terlepas

dari faktor ekonomi. Tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan penduduk tidak

mampu membiayai anak-anak mereka untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi.

Tabel 2. Kondisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan


di Kecamatan Kalijambe 1998-2002
Tingkat Pendidikan
Tidak/
Tahun Perguruan Tidak Belum
SMTA SMTP SD Belum
Tinggi Tamat SD Tamat SD
Sekolah
1998 207 4.324 6.552 12.999 4.837 7.138 4.682
1999 213 4.324 6.569 12.791 4.874 6.230 5.713
2000 229 4.673 7.079 13.769 6.015 7.340 4.490
2001 231 5.770 7.291 12.263 5.063 5.124 4.009
2002 243 5.848 7.351 12.349 5.143 5.159 5.289
Jumlah 1123 24.939 34.842 64.171 25.932 30.991 24.183

Sumber: Statistik Kecamatan Kalijambe Dalam Angka Tahun 1998-2002


Grafik 1. Kondisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
di Kecamatan Kalijambe 1998-2002
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
1998 1999 2000 2001 2002

Perguruan Tinggi SMTA SMTP


SD Tidak Tamat SD Belum Tamat SD
Tidak/ Belum Sekolah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Dari tabel 2 dan diperjelas dengan grafik 1 tersebut dapat dijelaskan,

bahwa pendidikan di Kawasan Sangiran dari tahun 1998-2002 terjadi

peningkatan meskipun tidak begitu drastis. Pendidikan di Kawasan Sangiran

terdiri dari tingkat SD sampai jenjang ke Perguruan Tinggi. Selama 5 tahun untuk

pendidikan di tingkat SD memiliki jumlah paling banyak yaitu 64.171 dan untuk

jenjang Perguruan Tinggi memiliki jumlah sedikit yaitu 1.123. Jenjang perguruan

tinggi setiap tahun ada peningkatan tapi cuman sedikit, tercatat ada penambahan

46 orang dihitung selama 5 tahun. Untuk tingkat SD sampai SMTA selalu

mengalami kenaikan measkipun tidak begitu drastis. Ini dapat disimpulkan bahwa

pendidikan di Kawasan Sangiran dari tahun ke tahun terjadi peningkatan dan

jumlah yang tidak sekolah menjadi menurun. Banyak orang tua merasa malu jika

anaknya tidak mengeyam pendidikan, dan para orang tua akan merasa bangga bila

mereka mempu menyekolahkan anak mereka dalam jenjang pendidikan tinggi,

merupakan prestise sendiri yang dapat meningkatkan status sosial keluarga.

Ternyata tingkat pendidikan juga mempengaruhi mata pencaharian masyarakat

Sangiran.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Umur 10 Tahun Keatas Dirinci


di Kecamatan Kalijambe 1998-2002

Mata Pencaharian
Tahun
Pertanian Industri Perdagangan Jasa Sosial

1998 21.052 6.626 2.389 4.303


1999 20.152 6.877 2.593 4.881
2000 19.194 6.626 2.585 8.879
2001 19.462 6.604 2.861 5.328
2002 19.666 7.268 3.380 5.498
Jumlah 99.526 34.001 13.808 28.889

Sumber: Statistik Kecamatan Kalijambe Dalam Angka Tahun 1998-2002

Grafik 2. Mata Pencaharian Penduduk Umur 10 Tahun Keatas


Dirinci di Kecamatan Kalijambe 1998-2002
25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

0
1998 1999 2000 2001 2002

Pertanian Industri Perdagangan Jasa Sosial

Tabel 3 menunjukan bahwa dari tahun 1998-2002 sektor pertanian tetap

menjadi sumber mata pencaharian yang utama. Buruh tani, dalam arti mereka

bukan pemilik tanah, menempati urutan pertama dalam mata pencaharian hidup

dan tercatat ada 99.526 dari tahun 1998-2002 penduduk dalam kelompok ini.

Adanya penurunan dalam matapencaharian pertanian disebabkan karena sering


commit to user
gagal panen karena wereng dan sulitnya air yang menyebabkan pertanian tidak
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

panen, jadi banyak orang pindah ke pekerjaan lainnya. Untuk buruh industri

sendiri juga mengalami kenaikan tapi kenaikannya tidak begitu drastis, dari tahun

2001 ke 2002 mengalami kenaikan yaitu tercatat ada 664 orang. Sektor

perdagangan juga mengalami peningkatan yaitu tercatat ada 13.808 selama 5

tahun, peningkatan tersebut kira-kira ada 519 orang. Untuk matapencaharia

lainnya adalah jasa sosial salah satunya yaitu jasa angkutan atau akomodasi, jasa

potong rambung dan lain-lainnya yang tercatat ada 28.889. Adanya peningkatan

untuk jasa sosial terdapat pada tahun 2000 yang naik separuh dari sebelumnya

menjadi 8.879 dari 4.881 dan mengalami keturunan lagi pada tahun 2001 menjadi

5.328.

b. Kesenian Tradisional Masyarakat Sangiran

Kawasan Situs Sangiran Selain terkenal sebagai Situs Manusia Purba yang

mendunia, Sangiran juga memiliki kekayaan budaya luar biasa yang masih

berkembang hingga saat ini. Hal tersebut memperkua identitas Sangian sebagai

salah satu Warisan Dunia. Dengan mengetahui dan mempelajarinya maka budaya

dan tradisi luhur yang dimiliki Sangiran akan tetap lestari. Di wilayah Sangiran

tradisi yang dikenal masyarakat terutama dalam bidang kesenian, yaitu kesenian

tradisional Jawa berupa seni karawitan. Namun, sekarang juga berkembang

kesenian yang bernafaskan Islam seperti seni rodat (rebana). Seni rodat

merupakan salah satu kesenian tradisional di kalangan umat Islam. Kesenian ini

berkembang seiring dengan tradisi memperingati Maulid Nabi di kalangan umat

Islam. Tarian yang dilakukan para rodat memiliki filosofi tersendiri, tidak hanya

asal menari. Nama rodat berasal dari Bahasa Arab dari kata Rodda yang artinya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

bolak-balik. Para penari itu memang selalu bolak-balik dalam menggerakan

tangan, badan serta anggota tubuh lainnya. Pertunjukan rodat biasanya diadakan

semalam suntuk yang bertujuan untuk mengelabui Belanda yang sedang

berpatroli. Kesenian tersebut bisa dijumpai di Desa Sambirembe, Kecamatan

Kalijambe. Sebagai aset budaya kawasan terdekat dengan museum, maka

kesenian ini ditampilkan dalam rangka menyambut tamu resmi negara. Selain

rodat ada juga kesenian Reog, yang merupakan salah satu kesenian yang berasal

dari Jawa Timur bagian barat laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog

yang sebenarnya. Di kawasan Sangiran, kelompok seniman Reog masih bisa

ditemukan di daaerah Tegal Ombo. Reog di Tegal Ombo tidak sama dengan Reog

Ponorogo, Reog Ponorogo dalam pementasannya diperlukan ritual khusus

sedangkan Reog di Tegal Ombo tidak memerlukan ritual. Reog telah dimodifikasi

dan disesuaikan dengan nilai kerohanian masyarakat sekitar situs. Adaptasi seni

ini sangat menarik terlebih anak-anak juga dilibatkan untuk membawakan tarian

jaran kepang atau jathilan, berbeda dengan Reog Ponoroogo yang para penarinya

adalah penari laki-laki yang berpakaian seperti wanita.

Kesenian tradisional di Kawasan Situs Sangiran juga dijumpai seni

Karawiatan. Karawitan adalah bentuk orkestra dari pernagkat musik gamelan.

Asalah kata Karawitan itu sendiri berasal dari bahasa sansekerta, yakni rawit yang

mempunyai arti keharmonisan, elegan dan kehalusan. Namun ada juga pendapat

yang menyatakan karawitan berasal dari kata pangraawit yang berarti orang atau

subjek yang memiliki perasaan harmonis dna halus. Adapun yang berpendapat

bahwa karawitan itu berasal dari kata ngerawit yang dalam bahasa Jawa artinya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

sangat rumit. Jadi memainkan karawitan itu tidak hanya sekedar mengahasilkan

bunyi-bunyian tapi memang harus memaknainya secara mendalam melalui

gendhing (lagu-lagu) yang dibawakan dalam seni kawaritan. Di Sangiran,

tepatnya di Kecamatan Plupuh, ada kelompok Karawitan Tardi Laras yang masih

sering tampil pada acara atau kegiatan khusus.

c. Kerajinan Masyarakat Sangiran

Masyarakat Sangiran selain kaya akan kesenian juga kaya dengan hasil

kerajian. Pertama, pembuatan Kaning Tempurung Kelapa Benik Batok. Bagi

kebanyakan orang, tempurung kelapa mungkin tidak berguna. Namun di Sangiran,

tempurung kelapa justru dimanfaatkan untuk bahan kerajinan. Meski sebagian

besar warga yang tinggal di sekitar Situs Sangiran bercocok tanam, namun

banyak pula yang menjadi pengrajin dengan memanfaatkan tempurung kelapa.

Sisi kreatif masyarakat terlihat dari dimanfaatkannya tempurung kelapa menjadi

kerajinan yang memiliki nilai jual. Batok kelapa oleh masyarakat Sangiran diubah

menjadi kerajinan yang lucu dan indah seperti kancing baju, aksesoris perempuan,

bingkai foto, penutup lampu, gantungan kunci, dan sendok serta mangkuk.

Bahkan sisa tempurung yang tidak dipakai juga dimanfaatkan untuk arang, yang

pemasarannya telah sampai ke sejumlah kota. Pusat industri rumahan yang

menyerap cukup banyak tenaga kerja ini terletak di Dukuh Sendang, Desa

Bukuran, Kalijambe, Sragen.9

9
Duwiningsih, dkk., Pengetahuan Prasejarah: Mereka Memeprdalam Arti
commit
Penting Situs Sangiran,(Sragen: Balai to user Situs Manusia Purba Sangiran,
Pelestarian
2012), hlm. 16.
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Gambar 6. Kegiatan pengrajin Batok di kawasan Sangiran


Sumber: Koleksi Foto BPSMP Sangiran

Kedua, kerajianan batik yang dianggap sebagai warisan dunia. Diberbagai

wilayah Indonesia banyak ditemui sentra pengrajin batik, masing-masing

mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata

warnanya. Kabupaten Sragen menjadi sentra produksi batik tterbesar setelah

Pekalongan dan Surakarta. Kabupaten Sragen memiliki dua sub-sentra batik yakni

Kecamatan Plupuh dan Masaran. Letak keduanya berdekatan, saling

berseberangan di sisi utara dan selatan Sungai Bengawan Solo. Berada di

pinggiran sungai, kawasan ini juga dikenal dengan sebutan batik girli (pinggir

kali). Batik Sragen cenderung berwarna dasar lebih terang dan motifnya

memadukan corak baku atau klasik dengan gambar flora fauna seperti udang,

lembu dan lain-lain. Salah satuu daerah penghasil batik adalah Kampung Batik

Pungsari, sebuah desa di wilayah Kecamatan Plupuh, yang masih termasuk

kawasan Situs Sangiran. Di desa ini terdapat banyak pengrajin batik, yang mampu

menyerap banyak tenaga kerja di sekitarnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Gambar 7. Kegiatan membatik di kawasan Sangiran


Sumber: Koleksi Foto BPSMP Sangiran

Ketiga, kerajinan yang paling tersohor adalah batu indah bertuah. Salah

satu aspek penunjang kehidupan sehari-hari di kawasan Situs Sangiran,

diantaranya melalui berbagai kerajianan yang digeluti masyarakat. Batu indah

bertuah adalah hasil kerajinan khas masyarakat yang berada di kawasan Situs

Sangiran. Mulai berkembang sejak tahun 1985 di bawah bimbingan dinas

perindustrian Kabupaten Sragen. Sentra kerajinan batu-batuan terletak di

Sangiran, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe yang berjarak sekitar 45 km dari

kota Sragen. Industri batuan ini bergerak dalam pembuatan cinderamata untuk

para pengunjung museum Sangiran. Kerajinan batu-batuan dengan nilai seni ukir

banyak menggambarkan patung manusia purba, dan berbagai bentuk lainnya.

Hasil kerajinan bisa ditemukan di Museum Sangiran dengan jenis dan bentuk yag

bervariasi. Produksi batu-batuan sangiran banyak diminati oleh para wisatawan

domestik maupun mancanegara sebagai barang souvenir.

Hasil kerajinan di kawasan Museum Sangiran dapat dijadikan sebagai

cenderamata yang akan memberikan arah yang benar dalam penciptaan produk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

cenderamata. Cenderamata sebagai salah satu produk industri kreatif ciptaan

manusia harus mampu ditempatkan dalam posisi yang tepat, sehingga akan

mampu berperan secara optimal. Secara umum dapat dijelaskan bahwa peran

peningkatan desain cenderamata dalam mendukung Museum Sangiran adalah

kerjasama resprokal (dwi arah). Masyarakat pengrajin dan pedagang bekerjasama

dengan pihak Museum Sangiran, sehingga tercipta hasil yang saling

menguntungkan (simbolis mutualisme). Sebagai pemangku penanggungjawab

perekonomian penigkatan desain cenderamata berdasarkan tugas pokok dan

fungsi adalah seksi Pemanfaatan di Balai Pelestarian Situs Manusia Purba

Sangiran.10

B. Kasus-kasus Jual-Beli Fosil di Kawasan Situs Sangiran

Pemaknaan dan pemanfaatan sumberdaya berupa fosil di Situs Sangiran

oleh Pemerintah dan oleh penduduk mempunyai perbedaan yang mencolok.

Kedua belah pihak mmemiliki konsep sendiri-sendiri dan dikembangkan sesuai

dengan tujuan dan visi masing-asing yang juga berbeda. Tidak mengherankan jika

hal ini lalu menjadi cikal bakal konflik kepentingan antara pemerintah dan

penduduk setempat. Pemaknaan pemerintah terhadap fosil didasarkan pada

persepsi akademik yang normatif. Situs sangiran dilihat semata-mata sebagai

kawasan cagar budaya dengan kandungan fosil yang sangat langka di dunia,

sehingga fosil-fosil itu bernilai sangat tinggi bagi sejarah dan ilmu pengetahuan.

10
Dody Wiranto, Peningkatan Kreativitas Desain Cenderamata Untuk
commit toSragen
Mendukung Museum Sangiran Kabupaten user Jawa Tengah,Tesis: Universitas
Padjajaran Bandung, 2011, hlm. 126-127.
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

Karena itu, sumberdaya fosil perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya. Di pihak

lain, bagi penduduk setempat, daerah perbukitan Sangiran dengan seluruh isinya

adalah tanah warisan nenek moyang mereka. Oleh karena itu mereka merasa

mempunyai hak yang sah untuk mendayagunakan fosil untuk berbagai

kepentingan hidup mereka. Bagi pemerintah, fosil merupakan benda yang

memiliki sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, tetapi bagi penduduk fosil

tidak bedanya dengan sumber alam lain seperti batu dan pasir yang memiliki nilai

ekonomis.11

Setelah Sangiran ditetapkan sebagai daerah cagar budaya, maka sebagai

akibatnya setiap pemilik tanah di lingkungan cagar budaya dituntut wajib

memelihara dan menyelamatkan situs sebaik-baiknya. Tanpa ijin pemerintah,

dilarang merusak, merubah, atau menggali tanah dengan tujuan mencari fosil.

Bahkan, setiap kegiatan pembangunan di daerah Cagar Budaya Sangiran

diperlukan perijinan dari pemerintah dan setiap penemuan benda cagar budaya,

berupa fosil harus dilaporkan selambat-lambatnya empat belas hari setelah

penemuan. Peraturan tersebut tertera di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun

1992, mengenai penemuan cagar budaya yang diatur dalam pasal 10 ayat (1),

yang pada pokoknya menyatakan bahwa:

Setiap orang yang menemukan atau mengetahui ditemukannya benda


cagar budaya atau benda yang diduga cagar budaya atau benda berharga
yang tidak diketahui pemiliknya, wajib melaporkannya
Pemerintahselambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak ditemukan atau
mengetahui ditemukannnnya.

commit to user
11
Bambang Sulistyanto., op.cit., hlm 152.
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 (revisi UU No.5 tahun

1992) , mengenai penemuan cagar budaya diatur dalam pasal 23 ayat (1), yang

pada pokoknya menyatakan bahwa:

Setiap orang yang menemukan benda yang diduga benda cagar budaya,
bangunan yang diduga bangunan cagar budaya, struktur yang diduga
struktur cagar budaya, dan/atau lokasi yang diduga situs cagar budaya
wajib melaporkan kepada instansi yang berwenang di bidang kebudayaan,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya.

Dilihat dari sisi ancaman pidana terhadap tindak pidana penemuan (jika

tidak melaporkan penemuan benda/bangunan/struktur/lokasi yang diduga cagar

budaya), ternyata Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 memberikan sanksi

pidana yang terberat yaitu pidana penjara paling lambat 5 tahun dan/atau denda

paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Semenjak berdirinya Museum Sangiran di Desa Krikilan, interaksi

penduduk setempat dengan masyarakat luar (pengunjung Museum) semakin

terbuka. Sebagai akibatnya, di Desa Krikilan bermunculan industri rumah berupa

kerajinan batuan yang dijual kepada para wisatawan. Pada dasarnya aktivitas ini

berada di bawah pengawasan Dinas Perindustrian Kebupaten Sragen. Terciptanya

lapangan kerja baru tersebut, perilaku penduduk terhadap fosil juga mengalami

perubahan. Mereka, khususnya tengkulak, tidak hanya menawarkan cinderamata

hasil kerajinan penduduk, melainkan juga menjual fosil hasil buruannya kepada

wisatawan. Seperti peristiwa yang terjadi pada tahun 1991 dan kasus terbaru

terlihat pada tahun 2007:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

Dua turis asal Thailand tertangkap ketika sedang melakukan


transaksi dua buah fosil tengkorak badak (Rhinoceros) di sebuah
rumah seorang tengkulak penduduk Desa Krikilan.12
Kasus perdagangan fosil asal Sangiran yang melibatkan lelaki
berinisial Sad alias Sbr itu sendiri sebetulnya terjadi pada
pertengahan Oktober 2007. Sedikitnya tujuh fosil hewan
vertebrata yang sedianya akan dibawa ke Malang, Jawa Timur,
digagalkan polisi. Selain menahan Sbr-warga Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Sragen, yang memang dikenal luas
sebagai tengkulak sekaligus "pedagang" fosil-polisi juga
mengamankan dua tersangka lain.13
Kapolda mengungkap kasus kejahatan lintas negara tentang jual
beli fosil manusia dan binatang purba dengan tersangka Dennis
Bradley Davis, 52, warga negara Amerika Serikat. Warga asing
kelahiran Baltimore, 13 Juli 1958 ini, kata Kapolda, merupakan
peneliti dan ilmuwan Amerika yang melancong dan berbisnis
fosil ke Indonesia. Kedatangan Dennis ke Indonesia bukan
sebagai peneliti tetapi sebagai turis dan untuk kepentingan bisnis.
Hal itu didasarkan pada keterangan paspor yang dibawa tersangka
itu. Warga yang beralamat di Ocean City Jalan 11 No 11 Amerika
tersebut berpendidikan terakhir di Universitas Delaware, USA.
Tersangka kedua Wasimin bin Citro Suroto, 49, warga Desa
Krikilan RT 8, Kalijambe, Sragen yang berprofesi sebagai penjual
fosil. “Dennis membeli ribuan barang cagar budaya (BCB)
dengan 43 jenis kepada Wasimin senilai Rp 58 juta. Padahal
barang tersebut bisa dilelang bebas di Amerika dengan harga
sampai US$ 2 juta. Sebenarnya BCB ini tidak ternilai harganya,
sehingga dibutuhkan upaya bersama-sama lintas negara untuk
mengantisipasi jual beli BCB. Kasus paling menghebohkan tentu
saja terkait temuan fosil tengkorak manusia purba oleh Sugimin,
penduduk Desa Grogolan, Kecamatan Plupuh, Sragen. Setelah
beberapa kali pindah tangan, fosil ini sampai ke tangan Donald E
Tyler dengan transaksi senilai Rp 3,8 juta.14

12
Gushrd, “Sindikasi di Sekitar Sangiran: Fosil Sangiran Diamankan di
Puslitbang Geologi Bandung”, Kompas, 23 Oktober 1993, hlm. 1 dan 10
13
http://sains.kompas.com/read/2008/06/13/19102170/Perburuan.Fosil.Ma
nusia.Purba.di.Sangiran. tanggal 2 Februari 2014

14
http://www.solopos.com/2010/10/24/polda-gandeng-interpol-lacak-
jaringan-jual-beli-fosil-internasional-65488 tanggal 2 Februari 2014
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Bagan 1. Pola Hubungan Komunikasi Transaksi Fosil Situs Sangiran

4
Tengkulak Peminat
1

Gangguan
3
Petugas

Pemburu Penduduk
2

Keterangan:

: Garis Koordinasi
: Garis Pemutusan Hubungan Koordinasi

Bagan 1, dapat dijelaskan bahwa tengkulak atau penadah adalah pelaku

pertama yang memegang kunci dari keseluruhan proses transaksi fosil. Tugas

tengkulak, di samping mengatur mekanisme fosil hingga di tangan pembeli atau

pemesan, serta menjajaki calon pembeli dan menentukan harga. Tengkulak adalah

otak dari keseluruhan sistem transaksi fosil. Pelaku kedua adalah pemburu, dalam

hal ini adalah orang yang ditugaskan oleh tengkulak untuk berburu fosil. Pemburu

atau pencari fosil tersebut, bersama dengan para tengkulak juga melakukan

provokasi kepada penduduk supaya ikut mencari fosil dan jika menemukan

disuruh melaporkan kepadanya. Adapun pelaku ketiga adalah penduduk.

Penduduk yang dimaksud disini adalah petani atau buruh tani setempat yang telah

terpengaruhi oleh “hasutan” para tengkulak dan pemburu fosil, sehingga mereka

ikut mencari fosil. Perbedaan antara pemburu dengan penduduk pencari fosil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

terletak pada identitas keterlibatanya. Keterlibatan penduduk dalam proses

pencarian fosil tidak selalu aktif terus menerus dan menganggap kegiatan itu

sebagai aktivitas sampingan, sedangkan pemburu fosil secara sengaja dan aktif

memang mancari fosil untuk tujuan komersial.

Sebagian besar penduduk Desa Krikilan bermatapencaharian sebagai

industri rumah tangga, yang menyebabkan persepsi dan perilaku masyarakat

terhadap fosil semakin menjurus pada komersialisasi. Penduduk tidak hanya

mencari fosil dan memperdagangkan, melainkan juga mengubah bentuk fosil

menjadi barang-barang kerajinan, untuk dijual sebagai cinderamata kepada

wisatawan pengunjung Museum. Kemahiran beberapa warga desa Krikilan dalam

memalsukan fosil itu diperoleh dari pengalaman mereka sendiri dan aktivitas

tersebut dikerjakan secara sembunyi-sembunyi di beberapa sentra industri

kerajinan. Ada kecenderungan , beberapa industri kerajinan batuan dipergunakan

oleh beberapa perajin sebagai kedok atau wadah untuk melegalkan pembuatan

fosil tiruan. Dalam pemalsuan atau penggadaan benda cagar budaya (fosil) sudah

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 pasal 23 ayat (1) yang pada

pokoknya menyatakan bahwa “Pemanfaatan benda cagar budaya dengan cara

penggandaan wajib izin dari pemerintah”. Dalam Undang-Undang Nomor 11

tahun 2010, mengenai penggandaan cagar budaya diatur dalam pasal 23 ayat (1),

yang pada pokoknya menyatakan bahwa :

Setiap orang dilarang memanfaatkan cagar budaya peringkat nasional,


peringkat provinsi, atau peringkaat kabupaten/kota, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya, dengan cara perbanyakan, kecuali dengan izin
commit
menteri, gubernur, atau bupati/ to kota
wali usersesuai dengan tingkatnya.
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

Untuk melakukan pengamanan terhadap kemungkinan ulah manusia yang

merusak kawasan Situs Sangiran, perlu dilaksanakan penegakan hukum. Hal ini

dilakukan melalui koordinasi Direktorat Jenderal Kebudayaan dengan instansi

keamanan (Kepolisian) dan instansi penegak hukum (Kejaksaan dan Pengadilan).

Secara keseluruhan, koordinasi lintas sektoral diperlukan oleh Direktorat Jenderal

Kebudayaan, Depdikbud, dengan :15

1. Departemen Dalam Negeri/Pemda TK I dan II

2. Departemen Pekerjaan Umum/ Ditjen Cipta Karya

3. Departemen Keuangan/ Ditjen Pajak

4. Badan Pertahanan Nasional

5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan/ Dinas Perindustrian

6. Departemen Pertahanan dan Keamanan/ Kepolisian

7. Departemen Pos dan Telekomunikasi

8. Lembaga Ilmu Penngetahuan Indonesia

9. Departemen Sosial

10. Depaertemen lain terikat

15
commit to userRencana Pengembangan Cagar
Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Budaya Sangiran (Indonesia, 1996), hlm. 33.
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

C. Situs Sangiran sebagai “World Heritage”

Situs Sangiran merupakan sebuah kawaasan situs prasejarah yang

mengandung temuan fosil manusia, fosil binatang dan temuan artefak yang

melimpah. Kawasan ini juga merupakan sebuah laboratorium alam yang

menunjukan berbagai lapisan tanah dan memperlihatkan interaksi kehidupan

manusia dengan lingkungannya.

Sadar akan potensi Situs Sangiran yang demikian prima bagi pemahaman

evolusi manusia, maka Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal

Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah mengusulkan situs ini

yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Sangiran sejak tahun 1977

melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 070/0/1977 ke

UNESCO, untuk dapat diterima sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia.

Melalui studi yang mendalam, akhirnya usulan tersebut disampaikan oleh

Direktur Jenderal Kebudayaan melalui proposal tertanggal 25 Juni 1995, berjudul

“Sangiran Eraly Man Site : Nomination of Cultural property to the World

heritage List Submintted by The Republic of Indonesia. Convention Concerning

the Protection of the World Heritage Cultural and Natural Heritage”.16

Dalam implementasi ke arah pengakuan dunia tersebut, berbagai ujian atas

proposal telah dilakukan oleh UNESCO (United Nations Education, Scientific and

Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan , Ilmu Pengetahuan dan

Kebudayaan PBB) secara berlapis. Di antaranya pengiriman expert dari ICOMOS

(Intertional Council on Monuments and Sites) yang bergerak dibidang konservasi

commit to user
16
Harry Widianto dan Truman Simanjuntak., op.cit., hlm. 103.
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

dan perlindungan warisan budaya yang berbentuk tempat atau bangunan, salah

satu badan pekerja UNESCO yaitu Dr. Alan G. Thorne, ke Sangiran untuk

melakukan pengecekan atas kebenaran potensi Situs Sangiran seperti yang

dilaporkan oleh Indonesia. Oleh karena itu, ahli yang bersangkutan telah datang

ke Sangiran untuk melakukan penilaian pada tanggal 27-28 Februari 1996. Lokasi

yang dikunjungi antara lain adalah Situs Dayu, yang pada waktu itu kebetulan

sedang dilalukan penggalian oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Hasil yang

diperoleh dari penelitian ahli ICOMOS tersebut sangat positif, yang akhirnya

merekomendasikan kepada World Heritage Commite pada tanggal 21 Maret 1996

untuk menerima Sangiran sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Setelah ICOMOS melakukan peninjauan ke Situs Sangiran dan setelah

melakukan konsultasi dengan para pakar dunia tentang signifikasi budaya Situs

Sangiran dalam kaitannya dengan paleontologi manusia dan paleolitik, maka

disimpulkan bahwa: “Situs sangiran merupakan situs manusia purba yang

mempunyai nilai dunia. Situs ini menunjukan berbagai aspek evolusi fisik dan

budaya manusia dalam konteks natural, dalam suatu periode yang panjang. Situs

Sangiran akan selalu menjadi sumber informasi tentang evolusi manusia purba

dan telah dilestarikan oleh pemerintah Indonesia dengan sangat baik”. Nilai

penting situs Sangiran jauh melebihi beberapa situs sejenis yang telah masuk ke

dalam Daftar Warisan Dunia seperti: Zhoukoudian (Cina), Danau Wilandra

(Australia), Olduvai (Tanzania) dan Sterkfontain (Afrika Selatan). Oleh

karenanya, Situs Sangiran dianggap sebagai salah satu dari “situs kunci” (key

sites) oleh UNESCO yang dapat memberikan gambaran dan pemahaman tentang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

evolusi manusia, budaya, dan lingkungannya selama 2 juta tahun tanpa putus.

Pada tahun 1996, situs ini ditetapkan sebagai warisan dunia yang tercatat dalam

World Heritage List UNESCO nomor 593 (Dokumen WHC-96/conf.201/21) dan

disebarluaskan secara resmi ke seluruh dunia melalui dokumen UNESCO-PRESS

No. 96-215 tanggal 7 Desember 1996, dengan nama “Sangiran Early Man Site”

berdasarkan kriteria, The World Heritage Commitee decide to inscribe the

nominated site under culture criteria17:

(iii) to bear a unique or at least exceptional testimony to a cultural


tradition or to a civilization which is living or which has disappeared;
(vi) to be directly or tangibly associated with events or living traditions,
with ideas, or with beliefs, with artistic and literary works of
understanding universal significance (the Committee considers that this
criterion should preferably be used in conjunction with other criteria).

Implementasi pelestarian dan pengembangan situs secara macro siap

bergulir pada tahun 1998, ketika krisis ekonomi terjadi menyusul tumbangnya era

Orde Baru, dan telah mengkikis habis harapan ke depan. Situasi ekonomi nasional

menjadi tidak menentu untuk beberapa tahun, bahkan menghantam hebat

semangat menggebu pengembangan Situs Sangiran, setidaknya hingga tahun

2001. Geliat semangat membangun lagi pengembangan Situs Sangiran tampak

pada tahun 2002, ketika dilakukan oleh UNESCO Training-Seminar on the

Preservation, Corservation and Management of Zhoukoudian and Sangiran

World Prehistoric Sites di Solo. Kegiatan yang sebenarnya ditujukan untuk

mewujudkan situs kembar (twinning of prehistoric world heritage sites) antara

17
Report The State Of Conservation of Sangiran Eraly Man Site (C593)
commit to(Directorate
World Heritage Age Property Indonesia, user General For History And
Archeology, Department of Cultural and Tourism, 2008), hlm. 3
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

Sangiran dan Zhoukoudian di China, telah terjadi titik tolak dari semangat baru

tentang pengembangan situs hingga saat ini.

Sejak ditetapkan sebagai Warisan Dunia, pemerintah mempunyai

konsekuensi melakukan pengelolaan secara serius terhadap Situs Sangiran.

Pengelolaan yang dilakukan adalah menjaga dan mengembangkan OUV

(Outstanding Universal Value) yang melekat pada Situs Sangiran, serta

melakukan pengembangan nilai-nilai lain yang terdapat di Situs Sangiran. OUV

adalah nilai-nilai yang bersifat universal yang dimiliki oleh suatu “warisan” yang

diakui dan dijadikan dasar oleh UNESCO untuk menetapkan sebagai warisan

dunia. Dimaksud menjaga OUV tersebut adalah menjaga nilai-nilai Situs Sangiran

agar tetap lestari. Sementara dimaksud pengembangan adalah memperkuat OUV

pada Situs Sangiran dengan penelitian-penelitian untuk meningkatkan nilai

dengan perluasan dan pendalaman pengetahuan Situs Sangiran. Selain itu juga

meningkatkan nilai-nilai yang mendukung untuk dimanfaatkan bagi kepentingan

kesejahteraan masyarakat luas. Keberadaan Situs Sangiran harus memiliki arti

atau nilai bagi masyarakat sekitar, khususnnya untuk peningkatan kesejahteraan

atau taraf hidup.

Pada tanggal 18-20 Agustus 1999 di halaman Museum Sangiran diadakan

pelaksanaan Sarasehan peningkatan Kepedulian Masyarakat terhadap Sangiran

Sebagai Warisan Budaya Dunia diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal

Kebudayaan bekerja sama dengan UNESCO. Adapun Panitia Pelaksana

Sarasehan ini ditangani oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

Sejarah dan Purbakala dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa

Tengah. Dasar Penyelenggaraan sarasehan ini adalah:

1. Undang-Undang RI No. 5 Th. 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

2. Peraturan Pemerintah No. 10 Th. 1993. Tentang Pelaksanaan Undang-Undang

RI No. 5 Th. 1992.

3. SK. Mendikbud No. 070/0/1997 tanggal 15 Maret 1997 tentang Situs Cagar

Budaya Sangiran.

4. Hasil Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Rencana Pengembangan Sangiran di

Gedung Wanita Surakarta tanggal 27-29 Februari 1997.

5. World Heritage List No. 593 tanggal 5 Desember 1996 tentang Situs Sangiran

sebagai Warisan Dunia.

6. Lokakarya Pelestarian dan Pemanfaatan Warisan Dunia Situs Prasejarah

Sangiran Tanggal 2 Maret 1999 di Museum Prasejarah Sangiran.

Adapun tempat pelaksanaan Sarasehan ini di halaman Museum Prasejarah

Sangiran pada tanggal 18 - 20 agustus 1999 dan dihadiri oleh :

a. Perserta Pusat terdiri dari :

1) Dirjen Kebudayaan

2) Direkturat Linbinjarah

3) Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

4) Direkturat Permuseuman

b. Peserta dari Daerah Tingkat I :

1) Bidang Muskala Kanwil Depdikbud Prop. Jawa tengah

2) Kanwil Parsenibud Prop. Jawa Tengah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

3) Pemda Tingkat I Jawa Tengah (Biro Bintal)

4) Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah

5) Museum Negeri “ Ronggo Warsito “ Semarang.

6) Balai Arkeologi Yogyakarta

7) Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah.

c. Peserta dari Daerah Tingkat II :

1) Pemerintah Daerah Tingkat II Sragen dan Karanganyar

2) Dinas Perindustrian Sragen

3) Dinas Pariwisata sragen dan Karanganyar.

4) Muspika Kecamatan Kalijambe, Kecamatan Gondangrejo dan Kecamatan

Gemolong.

5) Kepala Desa, Tokoh masyarakat, perwakilan petani, pengrajin dan

pedagang di sekitar Sangiran.

6) PHRI, ASITA (Asosiasi Pariwisata), LSM

7) Pers. baik elektronik maupun cetak.

Sarasehan Peningkatan Kepedulian Masyarakat Terhadap Sangiran

Sebagai Warisan Budaya Dunia dimaksudkan untuk mencapai masukan dalam

rangka meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap situs Sangiran. Adapun

tujuan dari sarasehan yang diharapkan adalah:18

1. Pelestarian Sangiran sebagai aset budaya dan situs manusia purba yang

langka.

18
Rapat Teknis Sangiran “Sarasehan Peningkatan Kepedulian Masyarakat
commit
Terhadap Sangiran Sebagai Warisan to user
Budaya Dunia” (Sragen: Museum Sangiran,
1999), hlm. 2
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

2. Pengembangan dan pemanfaatan Sangiran sebagai daya tarik Wisatawan

Budaya Unggulan.

3. Meningkatkan pendapatan masyarakat di lingkungan situs Sangiran.

4. Meningkatkan pendidikan dan kepedulian lingkungan masyarakat Sangiran.

5. Menganalisa permasalahan dan ide guna perencanaan pengembangan

(Promosi dan Pelestarian) situs Sangiran Sebagai Warisan Dunia.

Kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai langkah atau proses untuk

pengembangan Museum Sangiran untuk lebih dikenal oleh masyarakat banyak.

Selain itu, adanya balance atau keseimbangan antara masyarakat sekitar Sangiran

dengan pelestarian museum, yaitu dengan diadakannya monitoring dan sosialisasi

masyarakat tentang pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai