Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling

terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya

kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak dimana

mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu.

Energi psikoseksual atau libido digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang

perilaku. Menurut Sigmud Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima

tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan

terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.


Masa toddler yang berada pada usia 12 sampai 36 bulan merupakan masa

eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana

semua terjadi. Meskipun bisa menjadi saat yang sangat menantang bagi orang tua

dan anak karena masing-masing belajar untuk mengetahui satu sama lain dengan

lebih baik, pada masa ini merupakan periode penting untuk mencapai

perkembangan dan pertumbuhan anak (Wong, 2009).

Secara psikoseksual toddler berada pada fase anal yaitu pada fase ini dubur merupakan

daerah pokok aktivitas dinamik, kateksis dan anti kateksis berpusat pada fungsi

eliminier (pembuangan kotoran). Mengeluarkan feses menghilangkan perasaan tekanan

yang tidak menyenangkan dari akumulasi sisa makanan. Sepanjang tahap anal, latihan

defekasi (toilet training) memaksa anak untuk belajar menunda kepuasan bebas dari

tegangan anal. Freud yakin toilettraining adalah bentuk mulai dari belajar memuaskan

id dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmanatan sesudah defekasi

dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntutan sosial untuk

mengontrol kebutuhan defekasi. Semua hambatan bentuk kontrol diri (self control) dan

1
2

penguasaan diri (self mastery). Salah satu tugas perkembangan toddler pada fase anal

adalah toilet training.


Toilet trainning adalah kemampuan untuk dapat mengontrol buang air besar (BAB) dan

buang air kecil (BAK). Secara psikoseksual toddler berada pada fase anal, yaitu fase

dimana anak bisa mendapatkan kepuasan dengan bisa BAB dan BAK secara mandiri.

Fenomena perilaku ibu dalam toilet training berbeda-beda, ada yang melatih anak sejak

dini, ada yang membiasakan memakaikan pampers, juga ada yang membeiarkan

anaknya kencing/buang air besar di sembarangan tempat, Fitria ( 2011).


Toilet training pada anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu mengontrol

dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini dapat

berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 sampai 2 tahun. Dalam

melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik

secara fisik, psikologis maupun secara inteektual, melalui persiapan tersebut

diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil secara

mandiri, A. Aziz Alimul Hidayat (2008).

Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol

dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Salah satu aspek

perkembangan yang umum dalam periode toddler adalah pengajaran ke toilet, usia

18 bulan anak sudah mampu menahan kandung kemih. Melakukan latihan buang air

pada anak membutuhkan persiapan, baik secara fisik, psikologis, maupun secara

intelektual, dimana dalam melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu

mengontrol buang air secara mandiri (Kyle & Carman, 2015).

Menurut penelitian American Psychiatric Association, dilaporkan bahwa 10-20% anak

usia 5 tahun 5% anak usia 10 tahun hampir 2% anak usia 12-4 tahun, dan 1% 18 tahun

masih mengompol (nocturnal enuresis), dan jumlah anak laki-laki yang mengompol

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


3

lebih banyak anak perempuan. Menurut ChildDevelopmentinstitute toilet training

Medicatore dalam Wahyuningsih (2008).


Menurut National Institutes of Health (2010) prevalensi enuresis menurut sesuai usia.

Enuresis kurng dari 2 kali seminggu memiliki pravelansi 21% pada sekitar 4 setengah

tahun dan 8% di 9 setengah tahun. Lebih sering enuresis memiliki prevelensi 8% pada

4 setengah tahun dan 1,5% pada 9 setengah tahun.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 267 orang tua yang mempunyai anak

berusia 15 sampai 24 bulan di Eropa menyebutkan bahwa 31% orang tua memulai

pengajaran tentang toilet training pada saat anak berumur 18 sampai 22 bulan, 27%

memulai pada saat anak berumur 23 sampai 27 bulan, 16% memulai pada saat anak

berumur 28 sampai 32 bulan, dan 2% memulai pada saat anak berumur lebih dari 32

bulan Mueser dalam Fitria (2010).

Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

(2017) jumlah balita di Indonesia pada tahun 2017 tercatat sebanyak 13.736,630 jiwa

dari 210.074.034 jiwa penduduk Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) nasional tahun 2012, diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB

dan BAK (ngompol) di usia sampai pra sekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena yang

terjadi di masyarakat, akibat dari konsep toilet training yang tidak diajarkan secara

benar dapat menyebabkan anak tidap dapat secara mandiri mengontrol buang air besar

dan buang air kecil. Selain itu dipicu oleh pemakaian popok (pampers) sekali pakai dan

hadirnya saudara baru.

Dalam keberhasilan toilet training pada anak toddler ada beberapa faktor yang

mempengaruhi nya yaitu peran orang tua serta usia, pendidikan dan pekerjaan orang

tua dalam melatih toilet trainning. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam toilet

training anak, yaitu dalam hal menyediakan waktu, pendekatan yang konsisten,

kesabaran, pengetahuan, pemahaman terhadap proses toilet training. Adanya saudara

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


4

baru atau kembali bekerja penuh (full time) mungkin akan menghambat kesiapan dalam

toilet training. Pengetahuan tentang toilet training sangat penting dimiliki oleh ibu. Hal

ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang mempunyai

tingkat pengetahuan yang baik, berarti ibu mempunyai pemahaman yang baik tentang

manfaat dan dampak dari toilet training, sehingga ibu akan mempunyai pengetahuan

yang positif terhadap toilet training. Tidak hanya peran orang tua akan tetapi

usia,pekerjaan dan pendidikan orang tua dalam melatih toilet trainning akan

berpengaruh.

Berdasarkan hasil penelitian Yuli (2012) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan

Dengan Praktik Toilet Training Pada Ibu Yang Mempunyai Anak Usia Toddler Di

Posyandu Flamboyan, Dusun Karangbendo, Banguntapan, Bantul” didapatkan hasil

bahwa karakteristik orang tua seperti usia dengan proporsi tertinggi pada kelompok

usia ibu antara 26-30 tahun (42,1%), pendidikan dengan paling banyak adalah SMA

(50,9%), dan pekerjaan dengan proporsi tertinggi ibu rumah tangga (68,4%),

berpengaruh dalam melatih toilet training. Penelitian yang dilakukan oleh (Batuatas,

Tripeni, 2012) yang berjudul “Pengaruh peran ibu dengan keberhasilan toilet training

pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush Shibiyan Mojoanyar Mojokerto”.

Didapatkan hasil bahwa karakteristik orang tua seperti pendidikan dengan paling

banyak adalah SMA (56%), pekerjaan dengan proporsi tertinggi ibu tidak bekerja

(80%), dan usia dengn proporsi tertinggi pada kelompok usia ibu antara 20-35 tahun

(88%).

Terdapat beberapa faktor dapat mempengaruhi kegagalan toilet training antara lain

tingkat pengetahuan yang kurang, serta segi ekonomi yang kurang mendukung, adanya

ketegangan hubungan ibu dan anak dalam kesiapan dari anak sendiri kurang. Yang

paling umum dalam kegagalan toilet training ini dapat terjadi karena adanya perlakuan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


5

atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya sehingga mengganggu

kepribadian anak. Anak cenderung bersikap tidak baik A. Aziz Alimul Hidayat ( 2008).

Ada pula pola asuh dari orang tu yang juga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan

toilet training pada penelitian terkait pola asuh orang tua atoritataif didapatkan

sebanyak 85% dengan toilet berhasil dan 15% dengan toilet training tidak berhasil, dan

tidak didapatkan pola asuh orang tua yang otoriter, pemanja ataupun penelantar.

Dampak orang tua tidak menerapkan toilet training pada anak diantaranya adalah anak

menjadi keras kepala dan susah untuk diatur. Selain itu anak tidak mandiri dan masih

membawa kebiasaan mengompol hingga besar. Toilet training yang tidak diajarkan

sejak dini akan membuat orang tua semakin sulit untuk mengajarkan pada anak ketika

anak bertambah usianya.

Berdasarkan Jumlah anak usia toddler yang tercatat di Puskesmas Kecamatan

cipayung ada 286 anak. Berdasarkan hasil observasi secara langsung dan

wawancara kepada ibu-ibu di Puskesmas Kecamatan Cipayung didapatkan hasil

bahwa 8 dari 12 ibu yang mempunyai anak toddler masih menggunakan pampers

dikarenakan beralasan lebih praktis dan 2 lainnya masih buang air kecil dicelana.

Beberapa ibu mengatakan jarang melakukan toilet training karena kesibukan dan

para ibu beranggapan bahwa anak akan bisa mengontrol buang air besar dan buang

air kecil dengan sendirinya. Kondisi ini mungkin disebabkan dari pengetahuan ibu

yang kurang tentang pentingnya menerapkan pelaksanaan toilet training yang

merupakan salah satu aspek perkembangan pada periode toddler.

1.2. Tujuan penelitian


1.2.1. Tujuan Umum

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


6

Untuk mengetahui dan menganalisa hububungan antara Usia,pendidikan

dan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak

toddler di Puskesmas Kecamatan Cipayung.


1.2.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi usia ibu dengan toddler di Puskesmas

Kecamatan Cipayung Jakarta Timur


b. Diketahuinya distribusi frekuensi pendidikan ibu dengan toddler di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur


c. Diketahuinya distribusi frekuensi Pekerjaan ibu dengan toddler di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur


d. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu dengan toddler

tentang toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta

Timur
e. Untuk mengetahui hubungan usia dengan pengetahuan ibu tentang

toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur


f. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu

tentang toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta

Timur
g. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang

toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas Respati Indonesia


Adapun manfaat dari penelitian ini bagi pendidik adalah sebagai pengembangan

mata kuliah keperawatan anak tentang gambaran faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap toilet training pada anak usia toddler dalam bidang

keperawatan anak dan keperawatan komunitas.


2. Bagi Responden (Ibu)

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


7

Diharapkan agar ibu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang toilet

training yang lebih baik agar ibu dapat melakukan praktik toilet training dengan

tepat, sehingga diharapkan anak menjadi mandiri dan tidak tergantung dengan

ibu saat buang air, serta anak mengerti arti pentingnya kebersihan dan

kesehatan.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi serta menambah

pengetahuan bagi peneliti dan peneliti selanjutnya serta bahan pembanding

untuk pengembangan penelitian


4. Bagi Puskesmas
Diharapkan agar bisa meningkatkan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan

pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak dan toilet training

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


8

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting utuk terbentuknya tindakan

seseorang Notoatmodjo ( 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) dengan judul

“Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik toilet training pada ibu yang

mempunyai anak usia toddler di Posyandu Flamboyan, Dusun Karangbendo,

Banguntapan, Bantul”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 68,4% pengetahuan

ibu tentang toilet training dalam kategori baik, 29,8% pengetahuan ibu tentang

toilet training dalam kategori cukup, dan 1,8% pengetahuan ibu tentang toilet

training dalam kategori kurang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kiswati ( 2008) dengan judul

“Pengetahuan ibu tentang toilet training sebelum diberikan pendidikan kesehatan”.

Hasil penelitian menunjukan sebanyak 54,2% pengetahuan ibu tentang toilet

training dalam kategori kurang, 37,5% pengetahuan ibu tentang toilet training

dalam kategori cukup, dan 8,3% pengetahuan ibu tentang toilet training dalam

ketegori baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti ( 2012) yang berjudul

“Association between knowledge of mothers on toilet training and preparedness for

toilet training in toddlers at ceria play group of demangan baru caturtunggal

depok district of sleman”. Hasil penelitian menunjukan 67,5% tingkat pengetahuan

ibu dalam kategori baik, dan 32,5% tingkat pengetahuan ibu dalam kategori sedang.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoamodjo (2010) Tingkatan

penegtahuan dalam domain kognitif ada 6 yaitu :

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


9

1. Tahu (know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk mengingat kembali (Recall). Dalam kaitannya

pengetahuan ibu dalam upaya melatih balita untuk mengontrol buang air kecil

maupun buang air besar serta melatih balita untuk buang air kecil maupun

besar pada tempatnya.


2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut dengan benar. Setelah ibu mengetahui toilet training maka, berlanjut

ketahap memahami. Kemampuan pengasuh dalam memahami toilet training.

Ditentukan oleh seberapa banyak materi yang telah diingatnya mengenai

pengajar toilet training, serta seberapa tinggi kemampuan pengasuh balita

dalam mengartikan dan memberikan makna terhadap materi toilet training.

3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, setelah ibu tentang toilet

training mengetahui diharapkan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari.
4. Analisi (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek kedalam

komponen-komponen. Bagaimana kemampuan ibu dalam melakukan toilet

training.
5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


10

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu

objek atau materi. Bagaimana penilaian ibu terhadap perilaku toilet training.

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan


2.1.3.1. Faktor internal
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangannya orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan

untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut

YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2010), pendidikan dapat

memepengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan

pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta

dalam pembangunan Nursalam (2013) pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuli ( 2012) dengan judul

“Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik toilet training pada

ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu Flamboyan,

Dusun Karangbendo, Banguntapan, Bantul”. Hasil penelitian

menunjukan sebanyak 10,5% responden berpendidikan SD, 50,9%

responden berpendidikan SMP, 22.8% responden berpendidikan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


11

SMA, 7% responden berpendidikan Akademi, 8,8% responden

berpendidikan Sarjana.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti (2012)

yang berjudul “Association between knowledge of mothers on toilet

training and preparedness for toilet training in toddlers at ceria

play group of Demangan baru Caturtunggal Depok district of

Sleman”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 30% responden

berpendidikan D3, 70% berpendidikan S1.


Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni ( 2012) yang

berjudul “Pengaruh peran ibu dengan keberhasilan toilet training

pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush Shibiyan

Mojoanyar Mojokerto”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak

12% responden berpendidikan SD, 56% berpendidikan SMP, 31%

berpendidikan SMA, dan 0% berpendidikan Perguruan Tinggi.


Penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah, & Handayani

(2014) yang berjudul “Pemakaian diapers dan efek terhadap

kemampuan toilet training pada anak usia toddler”. Didapatkan

kesimpulan bahwa darikeseluruhan responden berpendidikan SMA

(50%).

Hasil penelitian ini didukung dengan penilitian yang dilakukan oleh

Vivi (2015)” yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan ibu

tentang toilet training dengan praktik toilet training pada anak

toddler di Posyandu Widosari Jatimulyo Kricak Tegalrejo

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan

pendidikan dengan proporsi terbanyak yaitu pada responden

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


12

berpendidikan SMP dengan 93,5%, sedangkan responden

berpendidikan SMA hanya 6,5%.

Penelitian yang dilakukan oleh Elfita (2015) yang berjudul “

Gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja Posyandu Desa

Kubang Jaya Kabupaten Kampar”. Hasil penelitian menunjukan

bahwa ibu dengan pendidikan proporsi terbanyak yaitu pada

responden berpendidikan SD dengan 6,3%, responden

berpendidikan SMP 17,7%, responden berpendidikan 45,6%, dan

untuk responden berpendidikan perguruan tinggi 8,9%.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosiana ( 2014) yang berjudul “

Pengaruh pendidikan kesehatan tentang toilet training anak usia 1-

3 tahun terhadap pengetahuan ibu di Desa Posyandu Sambon

Banyudono Boyolali”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu

dengan pendidikan dengan proporsi terbanyak yaitu pada

responden berpendidikan responden berpendidikan SLTA dengan

34%, berpendidikan SLTP dengan 48%, SD dengan 6% responden,

responden berpendidikan D3 dengan 6%, dan untuk responden

berpendidikan S1 6%.

Penelitian yang dilakukan Desi (2014) yang berjudul “Perbedaan

kemampuan ibu dalam toilet training toddler berdasarkan status

pekerjaan ibu di Posyandu Jeruk Desa Tritomulyo Kretek Bantul

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan

pendidikan terbanyak yaitu pada responden berpendidikan SMA

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


13

dengan 67,7%, berpendidikan SMP dengan 16,1%, berpendidikan

Sarjana 12,9%, berpendidikan Akademi 3,2%.

2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2013), pekerjaan

adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah

yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan

bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.

Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap

kehidupan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuli ( 2012) dengan judul

“Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik toilet training pada

ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu Flamboyan,

Dusun Karangbendo, Banguntapan, Bantul”. Hasil penelitian

menunjukan sebanyak 3,5% responden bekerja PNS, 10,5%

responden bekerja karyawan, 7% responden bekerja wiraswasta,

58,4% responden bekerja buruh, 20,5% responden bekerja ibu

rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, Mendri, & Budiastuti, 2012)

yang berjudul “Association between knowledge of mothers on toilet

training and preparedness for toilet training in toddlers at ceria

play group of Demangan baru Caturtunggal Depok district of

Sleman”. Hasil penelitian menunjukan sebnyak 37,5% responden

bekerja ibu rumah tangga, 52,5% responden bekerja swasta, 5%

responden bekerja guru, dan 5% bekerja dokter.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


14

Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni ( 2012) yang

berjudul “Pengaruh peran ibu dengan keberhasilan toilet training

pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush Shibiyan

Mojoanyar Mojokerto”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak

20% bekerja, dan 80% tidak bekerja.


Penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah, & Handayani

(2014) yang berjudul “Pemakaian diapers dan efek terhadap

kemampuan toilet training pada anak usia toddler”. Didapatkan

kesimpulan bahwa dari keseluruhan responden bekerja sebagai

pedagang (40%).

Hasil penelitian ini didukung dengan penilitan yang dilakukan oleh

Vivi (2015) yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan ibu

tentang toilet training dengan praktik toilet training pada anak

toddler di Posyandu Widosari Jatimulyo Kricak Tegalrejo

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan

proporsi terbanyak yaitu pada responden dengan pekerjaan sebgai

IRT dengan 46,2%, responden dengan pekerjaan sebagai PNS

2,4%, dan responden dengan pekerjaan sebagai pegawai

swasta/wiraswasta 51,4%.

Penelitian yang dilakukan oleh Elfita (2015) yang berjudul “

Gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja di Posyandu

Desa Kubang Jaya Kabupaten Kampar”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa ibu dengan proporsi terbanyak yaitu pada

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


15

responden yang bekerja 87,7% dan responden yang tidak bekerja

12,3%.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosiana (2014) yang berjudul

“Pengaruh pendidikan kesehatan tentang toilet training anak usia 1-

3 tahun terhadap pengetahuan ibu di desa Posyandu Sambon

Banyudono Boyolali”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu

dengan proporsi terbanyak yaitu pada responden dengan pekerjaan

sebagai IRT dengan dengan 46%, responden dengan pekerjaan

sebagai karyawan 32%, dan responden dengan pekerjaan sebagai

swasta 22%.

Penelitian yang dilakukan Desi (2014) yang berjudul “ Perbedaan

kemampuan ibu dalam toilet training toddler berdsarkan status

pekerjaan ibu di Posyandu Jeruk Desa Tritomulyo Kretek Bantul

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan

pekerjaan terbanyak adalah pada responden dengan pekerjaan

Wiraswasta dengan 54,8%, responden dengan pekerjaan sebagai

Karyawan dengan 38,7%, responden dengan pekerjaan sebagai

PNS dengan 6,5%.

3. Usia
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2013), usia adalah

umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Sedangkan menurut Huclock (1998) semakin

cukup, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


16

belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman

dan kematangan jiwa.


Penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) dengan judul

“Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik toilet training pada

ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu Flamboyan,

Dusun Karangbendo, Banguntapan, Bantul”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa sebanyak 42,1% responden 20-25 tahun, 22,8%

responden berumur 26-30 tahun , 17,5% responden berumur 31-35

tahun, 12,3% responden berumur 36-40 tahun, dan 5,3% responden

berumur >40 tahun.


Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti (2012)

yang berjudul “Association between knowledge of mothers on toilet

training and preparedness for toilet training in toddlers at ceria

play group of Demangan baru Caturtunggal Depok District of

Sleman”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 82,5%

responden berumur 20-35, 17,5% responden berumur >35 tahun.


Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni ( 2012) yang

berjudul “Pengaruh peran ibu dengan keberhasilan toilet training

pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush Shibiyan

Mojoanyar Mojokerto”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak

88% responden berumur 20-35 tahun, 12% responden berumur >

35 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Vivi ( 2015) yang berjudul

“Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training dengan

praktik toilet training pada anak toddler di Posyandu Widosari

Jatimulyo Kricak Tegalrejo Yogyakarta”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa sebanyak 9,7% berumur 15-20 tahun, 64,5%

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


17

responden berumur 21-30 tahun, 25,8% responden berumur 31-40

tahun, dan 0% responden berumur 41-50 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Elfita (2015) yang berjudul

“Gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja di Posyandu

Desa Kubang Jaya Kabupaten Kampar”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa sebanyak 0% responden berumur < 20 tahun,

88,6% responden berumur 20-35 tahun, dan 11,4% responden

berumur > 35 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosiana (2014) yang berjudul

“Pengaruh pendidikan kesehatan tentang toilet training anak usia 1-

3 tahun terhadap pengetahuan ibu di Desa Posyandu Sambon

Banyudono Boyolali”. Hasil penelitian menunjukan bahwa

sebanyak 24% responden berumur < 24 tahun, 58% responden

berumur 24-48 tahun, dan 18% responden berumur >18 tahun.

Penelitian yang dilakukan Chorl (2016) yang berjudul “Tingkat

pengetahuan berhubungan dengn sikap ibu dalam toilet training

pada toddler”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 82,9%

responden berumur 20-27 tahun, 17,1% responden berumur 28-35

tahun.

Penelitian yang dilakukan Desi ( 2014) yang berjudul “Perbedaan

kemampuan ibu dalam toilet training toddler berdasarkan status

pekerjaan ibu di Posyandu Jeruk Desa Tritomulyo Kretek Bantul

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 32,3%

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


18

responden berumur 20-35 tahun, 67,7% responden berumur > 35

tahun.

2.1.3.2. Faktor Eksternal


1. Faktor Lingkungan
Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2013)

lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia

dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan

perilaku orang atau kelompok.


2. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.


2.2. Usia Ibu

Menurut Elisabeth umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur mempengaruhi

daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah umur akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh

semakin banyak. (Notoatmodjo, 2010)

Penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan

dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu

Flamboyan, Dusun Karangbendo, Banguntapan, Bantul”. Hasil penelitian menunjukan

bahwa sebanyak 42,1% responden 20-25 tahun, 22,8% responden berumur 26-30 tahun ,

17,5% responden berumur 31-35 tahun, 12,3% responden berumur 36-40 tahun, dan 5,3%

responden berumur >40 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti ( 2012) yang berjudul

“Association between knowledge of mothers on toilet training and preparedness for toilet

training in toddlers at ceria play group of demangan baru Caturtunggal Depok District of

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


19

Sleman”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 82,5% responden berumur 20-35,

17,5% responden berumur >35 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni ( 2012) yang berjudul “Pengaruh peran

ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush

Shibiyan Mojoanyar Mojokerto”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 88% responden

berumur 20-35 tahun, 12% responden berumur > 35 tahun.

2.3 Pendidikan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pendidikan yaitu sebuah proses pembelajaran bagi

setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai

obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat

pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan

pendidikan yang diperolehnya. Sedang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2013 Tentang Sistem pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan susana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan

dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu

Flamboyan, Dusun Karangbendo, Banguntapan, Bantul”. Hasil penelitian menunjukan

sebanyak 10,5% responden berpendidikan SD, 50,9% responden berpendidikan SMP,

22,8% responden berpendidikan SMA, 7% responden berpendidikan Akademi, 8,8%

responden berpendidikan Sarjana.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti ( 2012) yang berjudul

“Association between knowledge of mothers on toilet training and preparedness for toilet

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


20

training in toddlers at ceria play group of Demangan baru Caturtunggal Depok district of

Sleman”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 30% responden berpendidikan D3, 70%

berpendidikan S1.

Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni ( 2012) yang berjudul “Pengaruh peran

ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush

Shibiyan Mojoanyar Mojokerto”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 12% responden

berpendidikan SD, 56% berpendidikan SMP, 32% berpendidikan SMA, dan 0%

berpendidikan Perguruan Tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah, & Handayani ( 2014) yang berjudul

“Pemakaian diapers dan efek terhadap kemampuan toilet training pada anak usia toddler”.

Didapatkan kesimpulan bahwa darikeseluruhan responden berpendidikan SMA (52%).

2.4 Pekerjaan
Peran ibu terhadap keluarga dapat dilihat dari waktu yang diberikan ibu untuk keluarga.

Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI) pekerjaan merupakan bidang yang

dilandasi pendidikan (keterampilan,keahlian, kejuruan dan sebagainya).


Dampak ibu bekerja terhadap anak sangatlah luas, yaitu dapat menyangkut kesehatan,

keamanan, kebahagiaan, pendidikan anak dan sebagainya. Dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan seharusnya anak mendapatkan rangsangan atau stimulasi yang tepat sesuai

dengan tahap perkembangannya. Jika ibu sebagai pengasuh utama banyak

meninggalkannya untuk bekerja, maka kemungkinan akan terjadi kemunduran

perkembangan kognitif dan perilaku anak yang berakibat pada gangguan jangka panjang

Sakti ( 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Yuli ( 2012) dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan

dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu

Flamboyan, Dusun Karangbendo, Banguntapan, Bantul”. Hasil penelitian menunjukan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


21

sebanyak 3,5% responden bekerja PNS, 10,5% responden bekerja karyawan, 7%

responden bekerja wiraswasta, 58,4% responden bekerja buruh, 20,5% responden bekerja

ibu rumah tangga.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti (2012) yang berjudul

“Association between knowledge of mothers on toilet training and preparedness for toilet

training in toddlers at ceria play group of Demangan baru Caturtunggal Depok district of

Sleman”. Hasil penelitian menunjukan sebnyak 37,5% responden bekerja ibu rumah

tangga, 52,5% responden bekerja swasta, 5% responden bekerja guru, dan 5% bekerja

dokter.

Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni (2012) yang berjudul “Pengaruh peran ibu

dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush

Shibiyan Mojoanyar Mojokerto”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 60% bekerja, dan

40% tidak bekerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah, & Handayani ( 2014) yang berjudul

“Pemakaian diapers dan efek terhadap kemampuan toilet training pada anak usia toddler”.

Didapatkan kesimpulan bahwa dari keseluruhan responden bekerja sebagai pedagang

(40%)

2.5 Tumbuh Kembang Anak Usia Toddler


Anak usia toddler 1-3 tahun merujuk konsep periode kritis dan plastisitas yang tinggi

dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun sering disebut sebagai

“golden period” kesempatan emas untuk meningkatkan kemampuan setinggi-tingginya dan

plasitisitas yang tinggi adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu yang singkat, peka

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


22

terhadap stimulasi dan pengalaman, fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan

membentuk sinaps-sinaps serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang

selanjutnya. Anak pada usia tersebut ini harus mendapatkan perhatian yang serius dalam

arti tidak hanyak mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan juga

intervensi stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi dengan memperoleh

pengalaman yang sesuai dengan perkembangannya Hartanto ( 2010).


Anak pada masa ini bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat keakuan yang kuat sehingga

segala sesuatu itu dianggap sebagai miliknya Nursalam,et.al (2013). Ciri-ciri anak toddler

1-3 tahun antara laini menurut jasmani anak usia toddler 1-3 tahun berada dalam tahap

pertumbuhan jasmani yang pesat oleh karena itu mereka sangat lincah. Sediakanlah

ruangan yang cukup luas dan banyak kegiatan sebagai penyalur tenaga. Anak usia ini

secara mental mempunyai jangka perhatian yang singkat, suka meniru oleh karena itu jika

ada kesempatan gunakanlah perhatian mereka dengan sebaik-baiknya. Segi emosional anak

usia ini mudah merasa gembira dan mudah merasa tersinggung, kadang-kadang mereka

suka melawan dan sulit diatur. Kembangkanlah kasih sayang dan disiplin serta perlihatkan

kepadanya bahwa ia adalah penting bagi anda dan sering memujinya. Segi sosial anak

toddler 1-3 tahun sedikit anti sosial. Wajar bagi mereka untuk merasa senang untuk

bermain sendiri tetapi juga tawarkan kegiatan yang mendorongnya untuk berpartisipasi

dengan anak-anak lain.


Anak usia toddler 1-3 tahun mengalami 3 fase yaitu :

2.5.1. Fase otonomi vs ragu-ragu atau malu

Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembangnya kemampuan anak

yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri. Apabila orang tua tidak

mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan

rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua yang selalu

memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak. Pada masa

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


23

ini anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga tegas

sehingga anak tidak mengalami kebingungan.

2.5.2. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya anak dilatih untuk

buang air besar atau toilet training pelatihan buang air pada tempatnya. Anak juga

dapat menunjukan beberapa bagian tubuhnya menyusun dua kata dan mengulang

kata-kata baru.anak usia toddler 1-3 tahun yang berada pada fase anal yang ditandai

dengan berkembangnnya kepuasan kateksis dan ketidakpuasan antikateksis

disekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses atau buang air besar timbul

rasa lega, nyaman dan puas. Kepuasan ini bersifat egosentrik artinya anak mampu

mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam fase

anal yaitu anak mulai menunjukan sifat egosentrik, sifat narsitik kecintaan pada diri

sendiri. Tugas perkembangan yang penting pada fase anal tepatnya saat anak umur

2 tahun adalah latihan buang air toilet training agar anak dapat buang air secara

benar.

2.3.3. Fase pra operasional

Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih

sayang tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan. Bila orang tua

mengenalkan kebutuhan anak maka anak akan berkembang perasaan otonominya

sehingga anak dapat mengendalikan otot-otot dan rangsangan lingkungan Nuryanti

( 2008).

2.5.4. Perkembanagan fisik pada anak toddler

Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang sistem gerak yang

dilakukan anak merupakan sistem interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


24

sistem dalam tubuh yang dikontrol otak. Perkembangan fisik ini terbagi menjadi

sistem motorik halus dan kasar :

1. Motorik halus

Kemampuan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan

ketrampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Saraf

motorik halus ini dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan

rangsangan yang kontinu secara rutin. Seperti, bermain puzzle, menyusun

balok, memasukan benda kedalam lubang sesuai bentuknya, membuat garis,

melipat kertas dan sebagainya.

2. Motorik kasar

Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan yang berhubungan dengan

gerak-gerak kasar yang melibatkan sebagian besar organ tubuh seperti berlari,

dan melompat. Perkembangan motorik kasar sangat dipengaruhi oleh proses

kematangan anak semakin karena proses kematangan anak juga bisa berbeda.

2.5.5. Perkembangan psikososial pada anak toddler

Menurut Erikson (dalam potter & perry, 2009), usia 1-3 tahun tahap ini mencapai

pertumbuhan anak disempurnakan dengan aktivitas dasar perawatan diri seperti

berjalan, makan dan aktifitas kamar mandi. Anak berusaha mencapai kemandirian

dengan menggunakan ototnya untuk melakukan semua hal sendiri dan penguasa dari

fungsi tubuhnya. Kemarahan dapat timbul jika larangan orang tua dapat

menyebabkan anak frustasi. Orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak

agar mereka dapat melakukan berbagai hal yang tidak membahayakan diri ataupun

orang lain Wong ( 2009).

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


25

2.5.6. Perkembangan psikoseksual pada anak toddler

Pada masa usia 1-3 tahun merupakan masa perkembangan pada tahap anal dengan

kepuasan pada fase ini adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukan sikap

narsitik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat egoistic, anak mulai

mempelajari struktur tubuhnya. Pada fase ini tugas yang dapat dilakukan anak adalah

latihan kebersihan. Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah pandangan sempit,

tidak rapi, dan kurang pengendalian diri Hidayat ( 2009).

Anak pada kelompok usia ini belajar mengenai pembendaharaan yang berhubungan

dengan anatomi eliminasi yang reproduksi. Beberpa hubungan antara kata dan fungsi

menjadi bermakna dan dapat mempengaruhi perilaku seksual di masa depan Wong

( 2009).

Bayi satu tahun sudah mulai memainkan genitalnya saat diganti celananya dan

kadang mereka juga memainkan fesesnya saat dibersihkan. Hal ini wajar saja sebagai

bagian dari rasa keingintahuan mereka. Anak dibawah usia 3 tahun belum mengerti

bahwa seluruh bagian tubuhnya merupakan satu kesatuan dari badannya dan

merupakan sesuatu yang permanen. Oleh karena itu anak laki kadang jadi “cemas”

penisnya hilang atau tidak ada pada saat merek melihat anak perempuan tidak

memiliki genetalia yang sama, atau sebaliknya.

Sebelum usia 3 tahun, anak dapat menyampaikan, jenis kelaminnya. Pada usia 6

tahun atau 7 tahun merek mengerti bahwa organ genital bukanlah sesuatu yang bisa

berubah lagi (laki berubah jadi perempuan, dan sebaliknya). Saat usia 4 tahun

mereka sangat tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan kamar mandi dan

toilet.

2.6. Toilet Training

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


26

2.6.1. Pengertian Toilet Training

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu

mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar dalam proses toilet

training ini diharapkan terjadi pengaturan atau rangsangan dan instink anak dalam

melakukan buang air besar dan buang air kecil Hidayat ( 2009).

Toilet training merupakan proses pengajaran untuk kontrol buang air besar dan

buang air kecil secara benar dan teratur. Biasanya kontrol buang air kecil lebih

dahulu dipelajari oleh anak, kemuadian kontrol buang air besar Zaviera ( 2008).

Pengaturan buang air besar dan buang air kecil diperlukan untuk ketrampilan sosial.

Mengajarkan toilet training pada anak membutuhkan waktu, kesabaran, dan

pengertian.

Toilet training merupakan kontrol valunter sfingter anal dan uretra terkadang di capai

kira-kira setelah anak mengalami berjalan, mungkin antara usi 18 dan 24 bulan.

Namun di perlukan faktor psikologis kompleks untuk kesiapan. Anak harus mampu

mengenali urgensi untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta mampu

mengkomunikasikan sensasi ini kepada orang tua. Selain itu, mungkin ada berbagai

motivasi yang penting untuk memuaskan orang tua dengan menahan, dari pada

memuaskan diri dengan mengeluarkan eliminasi Wong ( 2009).

2.6.2. Usia anak dalam toilet training

Latihan buang air atau toilet training ini hendaknya dimulai pada waktu anak

berumur 15 bulan karena sudah mampu melakukan kegiatan toilet training dan fungsi

syaraf yang digunakan untuk menguasai organ pembuangan sudah mulai matang

sehingga anak sudah dapat belajar untuk mengontrol buang air kecil maupun besar.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


27

Secara berangsur-angsur sistem syaraf dan organ pembuangan berfungsi dengan

sempurna pada saat usia 4 tahun Suherman ( 2009).

Pengajaran toilet training dilakukan pada usia 15-18 bulan, karena sistem syaraf

anak sudah cukup berkembang serta sudah dapat mengenali tanda-tanda kandung

kemih dan perutnya. Anak juga dituntut untuk dapat mengendalikan otot yang

membuka dan menutup kandung kemih dan anusnya Thompson ( 2009).

Toilet training dapat berlangsung pada usia 1-3 tahun atau usia balita, sebab

kemampuan spingter untuk mengontrol rasa ingin devekasi telah berfungsi. Namun

setiap anak kemampuannya berbeda tergantung factor fisik dan psikologinya.

Bisa diambil kesimpulan bahwa pengajaran toilet training dapat dilakukan pada anak

usia 12-36 bulan karena pada saat usia tersebut anak sudah mulai siap dalam toilet

training secara fisik, psikologis serta kognitifnya.

2.6.3. faktor-faktor yang mendukung kesiapan anak

1. Kesiapan fisik
a. .Usia telah mencapai 18-24 bulan
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian
2. Kesiapan mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
c. Ketrampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang

lain.
3. Kesiapan psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dahulu.
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan penasaran terhadap kebiasaan orang dewasa

dalam buang air kecil dan buang air besar.


c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana

dan ingin segera diganti.


4. Kesiapan orang tua
a. Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih/defekasi

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


28

b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu yang diperlukan untuk latihan

berkemih/defekasi
c. Tidak mengalami konflik atau stress keluarga

2.6.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training anak yaitu:

1. Minat

Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak

mengindentifikasi kebenaran pribadinya. minat tumbuh dari tiga jenis

pengalaman belajar. Pertama, ketika anak-anak menemukan sesuatu yang

menarik perhatian mereka. Kedua, mereka belajar melalui indentifikasi dengan

orang yang dicintai atau dikagumi atau anak-anak mengambil oper minat orang

lain itu dan juga pola perilaku mereka. Ketiga, mungkin berkembang melalui

bimbingan dan pengarahan seseorang yang mahir menilai kemampuan anak.

Perkembangan kemampuan intelektualnya memungkinkan anak menangkap

perubahan-perubahan pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara tubuhnya

dengan tubuh teman sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya

bimbingan dan pengarahan dari orang tua maka sangatlah mungkin seseorang

anak dapat melakukan toilet training sesuai dengan apa yang diharapkan

Hidayat ( 2009).

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa lalu Notoatmodjo (2010)

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


29

3. Lingkungan

Lingkungan merupakan salh satu faktor yang mempengaruhi terhadap

pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan fisik

maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk didalamnya adalah belajar.

Sudarajat ( 2008).

2.6.5. Persiapan toilet training

Pada prinsipnya ada 3 langkah dalam toilet training yaitu melihat kesiapan

anak,persiapan dan pencernaan serta toilet training itu sendiri. Beberapa hal yang

harus di ketahui yang berhubungan dengan toilet training yaitu Yupi ( 2014) :

1. Toilet training merupakan latihan yang menetukan kerjasama.


2. Toilet training merupakan ketrampilan yang bersifat kompleks.
3. Kesiapan otot bladder dan bowel dibutuhkan dalam pengontrol buang air kecil

dan buang air besar.


4. Sifat orang tua dari anak sangat menentukan dalam keberhasilan toilet training.
5. Paksaan dari orang tuda tidak selamanya akan membuat anak lebih awal bisa

mengikuti toilet training.

2.6.6. Latihan toilet training

Menurut Thomson (2009) melatih toilet training dapat dimulai pada anak usia 18

bulan. Namun, usia yang paling tepat adalah 2 tahun. Lebih lanjut Thomson (2009)

menegakan bahwa tidak ada cara yang cepat dan tepat untuk melatih batita ke

kamar kecil. Biasanya anak perempuan sudah dapat dilatih sejak usia 18 bulan,

sedangkan anak laki-laki setelah hampir berusia 30 bulan. Terlalu cepat jika dilatih

sebelum usia 18 bulan, tapi jika ingin, anak dapat dibiasakan duduk di toilet pada

usia 15 bulan. Anak mungkin akan buang air besar setelah selesai makan. Namun

kemampuan untuk mengenali tanda-tanda buang air diusia ini bukan latihan ke

kamar kecil, melainkan suatu reflek. Jika anak berhasil menahan buang air, pujilah,

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


30

tapi jika tidak, jangan beri komentar apa-apa. Berapapun umurnya waktu mulai

berlatih, pilihlah saat ibu punya waktu dan dapat menyemangatinya.

2.6.7. Proses toilet training

Dalam proses toilet training terdapat berbagai hal yang perlu dilakukan yaitu

Anonim ( 2016).

1. Membuat jadwal untuk anak

Orang tua menyusun jadwal dengan mudah ketika tahu dengan tepat kapan

anaknya buang air kecil atau buang air besar. Kalau orang tua tidak merasa

pasti maka orang tua bisa memilih waktu selama empat kali dalam sehari

untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam hari.

2. Waktu untuk anak

Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang

diperlihatkan oleh anak misalnya hari ini pukul 09:00 pagi anak buang air kecil

di pispotnya pada pukul 08:00 pagi, atau bisa saja orang tua melihat bahwa

beberapa jam setelah buang air kecil yang terakhir anak tetap kering bawalah

dia ke pispotnya untuk buang air kecil. Terpenting adalah orang tua harus

menjadi pihak yng proaktif membawa anak ke pispotnya jangan terlalu

berharap anak akan langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin

buang air kecil atau buang air besar

3. Buatlah bagan
Untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan yang dicapainya.

Dengan stiker yang lucu dan warna-warni orang tua bisa meminta anakanya

untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa setelah

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


31

banyak kemajuan yang dia buat dan orang tua bisa megatakan padanya bahwa

orang tua bangga dengan usaha yang telah dilakukan anak.

2.6.8. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training

Menurut (Hidayat, 2009) yaitu :

a. Mengajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan

buang air besar.


b. Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat

bangun tidur, cuci tangan, cuci kaki, dan lain-lain.


c. Jangan marahi anak bila gagal melakukan toilet training.

2.6.9. Dampak toilet training

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya

perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya yang dapat

mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat relatif dimana anak

cenderung bersifat keras kepala bahkan sombong. Hal ini dapat dilakukan orangtua

apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang

anak saat bepergian. Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet

training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih

tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam

melakukan kegiatan sehari-hari Hidayat ( 2009).

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


32

2.7. Kerangka Teori

Perkembangan anak toddler :


1. Perkembangan fisik:
- Motorik kasar
- Motorik halus
2. Perkembangan psikososial
- Aktivitas perawatan
diri
3. Perkembangan psiko-seksual :
- Perkembangan
tahap anal
(Wong, 2009)

Kesiapan toilet training pada anak Kesiapan orang tua


toddler :
Pengetahuan Ibu Pengetahuan ibu yang memiliki
-dipengaruhi
Kesiapan oleh
fisik : toddler tentang toilet training
- Kesiapan mental
1. -Usia
Kesiapan psikologis
2. Pekerjaan
(Wulandari, 2001)
3. Pendidikan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


33

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Bab ini diuraikan tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional yang

memberikan arah pada pelaksanaan penelitian dan analisa data.

3.1. Kerangka Konsep


Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu

pengertian. Konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung, agar dapat

diamati dan dapat diukur maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel-

variabel, dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur (Notoatmodjo, 2010).
Kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel independen

yang meliputi: usia, pendidikan dan pekerjaan. Serta variabel dependen yaitu

pengetahuan ibu tentnag toilet training.


Gambar 1
Kerangka Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen


1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
34

Pengetahuan ibu

3.2. Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam suatu penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan

duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian tersebut. Pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat

dikatakan benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini menggunakan hipotesis dengan p value < 0,05 maka Ha diterima

yang artinya ada hubungan yang bermakna. Hipotesis ini dirumuskan

berdasarkan variabel-variabel dari penelitian yang terkait. Hipotesis dari

penelitian ini adalah :


a. Ada hubungan antara usia dengan pengetahuan ibu tentang toilet training

pada anak toddler di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur


b. Ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang toilet

training pada anak toddler di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta

Timur
c. Ada hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang toilet

training pada anak toddler di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta

Timur.

3.3. Definisi Operasional


Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel yang

sedang diteliti menjadi bersifat operasional, yang bersifat abstrak dijadikan

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


35

suatu yang operasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan

pengukuruan (Notoatmodjo, 2010).

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Variabel Independen
1. Usia ibu Lama hidup Kuesioner Mengisi kuesioner 1=Masa dewasa Muda Ordinal
responden yang berisi pertanyaan (18-25 tahun)
sesuai mengenai usia 2=Masa dewasa Tua
dengan KTP responden (25-60 tahun)
(Prof. Koesoemanto)

2. Pendidikan pendidikan kuisioner Mengisi kuesioner 1=pendidikan rendah Ordinal


ibu terakhir yang yang berisi pertanyaan (SD-SMP)
dimiliki ibu pendidikan responden 2= Pendidikan tinggi
(SMA-PT)
(Arikunto,2010)
3. Status Kegiatan/ Kuesioner Mengisi kuesioner 1= Ibu Bekerja bila Nominal
Pekerjaan Pekerjaan yang berisi pertanyaan (Pegawai Negeri,
ibu yang mengenai status Pegawai Swasta,
menghasilka pekerjaan ibu Wiraswasta)
n nominal 2= Ibu tidak Bekerja
untu (IRT)
menyokong
kehidupan
Variabel Dependen
4. Pengetahua Sejumlah Kuisioner Diukur menggunakan 1= pengetahuan baik, Ordinal
n Ibu fakta dan skala Guttman dengan jika responden
tentang teori yang memberikan tanda menjawab dengan
Toilet diperoleh ibu checklist (√) dikolom benar ≥50%
Training dari Benar nilai 2 atau 2=.pengetahuan
lingkungan Salah nilainya 1 kurang, bila responden
atau sumber- (Sugiyono, 2010) mampu menjawab
sumber dengan benar <50%
tertentu dari seluruh
tentang pernyataan
konsep toilet (Sutanto, 2010)
training pada
anak usia 1-3
tahun

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


36

BAB IV

METODE PENELITIAN

Bab metode penelitian ini akan membahas jenis atau desain penelitian, tempat penelitian,

populasi dan sampel, alat pengumpulan data, etika penelitian, analisis data dan sarana

penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode penelitian

deskriptif analitik, menggunakan pendekatan cross sectional yaitu dengan cara

pendekatan, observasi, pengumpulan data sekaligus atau dalam waktu yang

bersamaan. Jenis penelitian ini terdapat variabel resiko atau sebab (variabel

independen) dan variabel akibat atau efek (variabel dependen) yang dilakukan

pengukuran secara bersamaan (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi adakah hubungan Usia, Pendidikan dan Pekerjaan dengan

pengetahuan ibu tentang toilet training.

4.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kec. Cipayung Jakarta Timur.

4.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan 25 Juli 2018 - 1Agustus 2018

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

4.4.1 Populasi

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


37

Menurut Arikunto (2010) populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian,

sedangkan menurut Sutanto (2010) populasi adalah keseluruhan dari unit

didalam pengamatan yang akan kita lakukan. Populasi pada penelitian ini adalah

ibu yang memiliki toddler di Puskemas Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur

dengan jumlah kunjungan di bulan Juni 286 orang.

4.4.2 Sampel

Sampel adalah objek yang mewakili keseluruhan populasi (Notoatmodjo, 2010).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan teknik accidental

sampling, dimana penelitian ini dilakukan dengan mengambil kasus atau

responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan

konteks penelitian. Penelitian yang dilakukan selama 6 hari ini mendapatkan

hasil 104 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi.

4.4.3 Kriteria Inklusi

a) Ibu dengan anak usia 1-3 tahun bersedia menjadi responden


b) Ibu dengan anak usia 1-3 tahun kooperatif
c) Ibu dengan anak usia 1-3 tahun di Puskesmas Cipayung Jakarta Timur

4.4.4 Kriteria Eklusi

a) Ibu dengan anak usia 1-3 tahun menolak menjadi responden


b) Ibu dengan anak usia 1-3 tahun dalam kondisi yang tidak memungkinkan
c) Ibu dengan anak usia 1-3 tahun tidak kooperatif
d) Bukan ibu dengan anak usia 1-3 tahun di Puskesmas Cipayung Jakarta

Timur

4.5 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian)

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


38

dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut. Etika

penelitian ini juga mencakup perilaku peneliti atau perlakuan peneliti terhadap subjek

penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo,

2012).

Sebagai pertimbangan etika, penulis meyakini bahwa responden dilindungi dengan

aspek-aspek self determination, privacy, anonymity, informed consent.


4.5.1 Self determination
Responden yang bersedia ikut serta dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

dalam kegiatan penelitian berjumlah 104 dalam pelaksanaan kegiatan penelitian

ini peneliti dibantu oleh tenaga kesehatan dalam mengumpulkan kuesioner

penelitian dengan menyamakan persepsi terlebih dahulu mengenai maksud dan

tujuan penelitian ini. Pertama peneliti meminta ijin kepada ibu dengan toddler,

lalu ibu dengan toddler diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia

atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela setelah

mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang prosedur penelitian dan

manfaatnya. Ketika ibu dengan toddler bersedia untuk diteliti, maka ibu dengan

toddler bersedia menandatangani lembar persetujuan penelitian tetapi jika ibu

dengan toddler menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan akan

menghormati keputusan yang telah diambil oleh ibu dengan toddler tersebut.
4.5.2 Confidence
Kerahasiaan informasi responden hanya untuk kepentingan peneliti setelah

peneliti selesai maka data-data itu akan dimusnahkan.


4.5.3 Anonymity
Semua lembar kuesioner yang telah diisi oleh data responden dalam lembar

persetujuan hanya dicantumkan inisial nama dalam lembar pengumpulan data.

Data yang sudah diperoleh peneliti telah disimpan dan selanjutnya digunakan

hanya untuk pelaporan penelitian, setelah selesai semua proses penelitian data

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


39

akan dimusnahkan. Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari responden

dijamin oleh peneliti.


4.5.4 Informed consent
Sebelum menyatakan bersedia menjadi responden, peneliti menjelaskan maksud

dan tujuan penelitian yang dilakukan serta cara pengisian kuesioner. Responden

yang bersedia ikut serta dalam penelitian diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan menjadi subjek penelitian dan diminta untuk mengisi semua

pertanyaan yang ada pada lembar kuesioner apabila pada saat dilakukan

penelitian responden ada yang tidak mengerti dari pertanyaan tersebut maka

peneliti akan membantu untuk mengarahkan responden agar dapat mengisi

semua jawaban sesuai dengan kondisi yang dialaminya, kesediaan responden

telah dibuktikan dengan penandatanganan pada lembar persetujuan menjadi

responden.

4.6 Teknik pengumpulan data

4.6.1 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini merupakan kuesioner yang digunakan untuk

mendapatkan informasi dari responden. Isi kuesioner terdiri dari :

a) Kuesioner A adalah data demografi meliputi usia ibu sampai saat dia mengisi

kuisioner yang di tuliskan sendiri oleh ibu, Pendidikan Ibu adalah pendidikan

terakhir ibu yang di checklist pada kolom antara SD,SMP,SMA atau PT dan

Pekerjaan Ibu yang di checklist Pegawai Swasta, PNS, Wiraswasta atau IRT
b) Kuesioner B adalah pertanyaan tentang pengetahuan ibu terkait toilet training

sebanyak 25 pertanyaan dan sudah dilakukan uji validitas terhadap 20

responden.

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


40

4.7.1 Tahap Persiapan


a. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin melakukan studi pendahuluan di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Setelah mendapatkan ijin

dari Universitas Respati Indonesia, peneliti mengantarkan surat permohonan

tersebut kepada kepala Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.


b. Peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Kecamatan Cipayung

Jakarta Timur
c. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin melakukan penelitian di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Setelah mendapatkan ijin

dari Universitas Respati Indonesia, peneliti mengantarkan surat permohonan

tersebut kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur


d. Peneliti setelah mendapatkan izin dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta

Timur, peneliti mengantar surat permohonan tersebut kepada kepala

Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur


e. Peneliti melakukan penelitian di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta

Timur
4.7.2 Tahap Pelaksanaan
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti menjelaskan mengenai kuesioner yang

harus diisi dengan jujur dan lengkap. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti

dalam pengumpulan data adalah:


a) Peneliti memperkenalkan diri kepada responden, kemudian peneliti membina

hubungan saling percaya pada responden dan menjelaskan maksud dan tujuan

dari penelitian yang sedang dilakukan, sehingga responden bersedia mengisi

kuesioner yang diberikan.


b) Bila responden bersedia maka peneliti akan memberikan kuesioner dan

menjelaskan tentang cara pengisian kuesioner. Apabila responden kurang

mengerti dipersilahkan untuk bertanya pada pertanyaan yang kurang jelas.

Bila responden menolak untuk tidak mengisi maka peneliti tidak akan

memaksa dan mencari responden lain yang bersedia.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


41

c) Responden akan menyerahkan seluruh kuesioner setelah pengisian kuesioner

dianggap selesai dan peneliti akan mengambilnya.


d) Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan dan bila ada kuesioner yang belum

lengkap, langsung dilengkapi saat itu juga. Bila kuesioner sudah lengkap

maka peneliti mengakhiri pertemuan dan mengucapkan terima kasih atas

kesediaan dalam membantu penelitian.


4.8 Mekanisme Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta

Timur Peneliti melakukan uji coba terhadap kuesioner untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas alat instrumen tersebut sebelum dilakukan pengumpulan data.


4.8.1 Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan

dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data atau suatu indeks

yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur

(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini mengambil 20 responden ibu dengan

toddler di Puskesmas Kelurahan Cipayung untuk uji kuesioner dengan nilai r =

0,444. Penelitian ini dalam uji validitas menggunakan uji Pearson Product

Moment.

Keterangan : N = Jumlah sampel.

X = Nilai/skor pertanyaan.

Y = Total skor.

Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan pada 20 responden ibu dengan

toddler di Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan alat ukur kuesioner, dari

total 34 pertanyaan mengenai toilet training terdapat 25 pertanyaan yang valid

dengan hasil nilai r hitung > dari r tabel (0,444) dan terdapat 9 pertanyaan yang

tidak valid.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


42

4.8.2 Uji Reliabilitas


Uji reabilitas di gunakan untuk menilai apakah instrumen penelitian yang akan

digunakan cukup konsisten untuk mengukur gejala yang sama pada

pengukuran berulang (Notoatmodjo, 2010). Mengetahui reliabiltas instrumen

penelitin dilakukan dengan membandingkan nilai Cronbach alpha jika nilai

Cronbach alpha ≥ 0,6 maka pernyataan pada kuesioner tersebut reliabel dan

sebaliknya jika Cronbach alpha ≤ 0.6 maka pernyataan pada kuesioner tersebut

tidak reliabel (Hastono, 2010).

Tabel 4.7.2 interpretasi nilai r

Besarnya nilai r Interpretasi


Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,790 Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,590 Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,390 Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,190 Sangat rendah (tak berkorelasi)
(Sumber: Arikunto, 2010)
Uji reliabilitas pada pernyataan kuesioner B menunjukan nilai r hitung untuk variabel
pengetahuan tengtang toilet training sebesar 0,950. Hasil tersebut semuanya
menunjukan nilai r hitung > 0,800 menandakan bahwa data reliabel dan
interpretasinya tinggi (Arikunto, 2010).
4.9 Pengolahan Data
Pengolahan data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan cara manual dan

menggunakan komputer. Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data ini yaitu:
4.9.1 Editing
Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan pemeriksaan awal terhadap

seluruh kelengkapan data dan memeriksa apakah data tersebut dapat

dikumpulkan secara lengkap. Bila terdapat kuesioner atau pertanyaan yang

tidak lengkap dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner

tersebut dikeluarkan.
4.9.2 Coding Sheet

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


43

Pada tahap ini dilakukan pemberian kode pada data yang telah terkumpul untuk

mempermudah mengolah data. Berikut langkah-langkah dari pengkodean

masing-masing variabel yang diteliti:


1. Kuesioner usia dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu: 1 =

Masa dewasa Muda =18-24 tahun; 2 = Masa dewasa Tua =25-60 tahun
2. Kuisioner Pendidikan dikategorikan 1=pendidikan rendah (SD/SMP)

2=Pendidikan Tinggi (SMA/PT). Arikunto(2010)


3. Kuisioner pekerjaan dikategorikan 1= Ibu Tidak Bekerja ; 2= Ibu Bekerja
4. Kuisioner Pengetahuan dikategorikan 1= pengetahuan kurang baik jika

responden menjawab ≤50% ; 2= pengetahuan baik jika responden

menjawab ≥50 dari seluruh pertanyaan.


4.9.3 Proccesing
Kuesioner yang sudah terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati coding,

maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Proses

data dilakukan dengan cara entry data dari kuesioner ke paket program

komputer, dengan menggunakan program SPSS versi 22 (Statistical Product

and Service Solutions) for window.


4.9.4 Cleaning
Cleaning atau pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut

dimungkinkan terjadi pada saat meng-entry data ke komputer.


4.10 Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari penelitian yang

dilakukan dengan melihat hubungan variabel yang tepat dalam kerangka konsep

(Notoatmodjo, 2010).
4.10.1 Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung

dari jenis datanya. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini dibuat untuk

mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang diteliti

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


44

yaitu faktor penyebab internal yaitu usia, pendidikan dan pekerjaan dan faktor

predisposisi yaitu pengetahuan ibu tentang toilet training.


Tabel 4.1 Rumus univariat

Frekuensi Rumus
Usia

Pendidikan

Pekerjaan

Pengetahuan tentang

toilet training

Keterangan : P = persentase hasil

f = Jumlah data yang didapat

N = Jumlah total data

4.10.2 Analisis bivariat


Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini

peneliti menggunakan uji Kai Kuadrat (Chi Square) karena kedua variabel

yaitu independen dan variabel dependen merupakan variabel kategori dan

untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen tersebut. Analisis Bivariat dengan tabulasi silang (Crosstab)

dan chi square. Analisis ini dilakukan untuk melihat pola kecenderungan

hubungan dua variabel yang diteliti dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi.

Chi Square dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang

signifikan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat, arah

hubungan dan seberapa besar hubungan tersebut. Kekuatan hubungan

dilakukan dengan mencari besaran Odd Ratio (RO).


Rumus Uji Chi Square :

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


45

Keterangan : 2 = Nilai Chi Square

 = Penjumlah

O = Nilai pengamatan atau nilai observasi

E = Nilai yang diharapkan atau nilai expected

Hasil uji statistik ini dilakukan dengan menggunakan komputerisasi untuk

mengetahui apakah uji Ha diterima atau Ho gagal ditolak, dan untuk menguji

kemaknaan hubungan digunakan tingkat kepercayaan 95% (p value = 0,05),

dengan ketentuan adalah :

1. p value < 0,05 maka Ha diterima artinya ada hubungan yang bermakna.
2. p value > 0,05 maka Ho gagal ditolak artinya tidak ada hubungan yang

bermakna.

BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menyajikan mengenai hasil penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti
dan memberi gambaran terhadap pengetahuan ibu tentang toilet training pada toddler
dengan menggunakan uji tabel silang kai kuadrat dari variabel independen dan dependen
yang telah ditentukan dengan uji chi-square yang dilihat dari hasil p value, penelitian yang
dilakukan peneliti di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur dengan sample 104
responden.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


46

5.1 Analisa Univariat


Analisa univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel yang
diteliti. Variabel dalam penelitian ini adalah usia ibu dengan todddler. Hasil analisa
univariat adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Usia Ibu di Puskesmas Kecamatan Cipayung
Jakarta Timur tahun 2018 (n = 104)
Usia Ibu Jumlah Persentasi
Dewasa Muda 74 71,2%
(18-24 tahun)
Dewasa Tua 30 28,8%
(25-60 tahun)
Jumlah 104 100%

Berdasarkan tabel 5.1.1 menunjukan hasil penelitian dari 104 responden


dapat diketahui bahwa terdapat usia ibu dewasa muda (18-24 tahun)
sebanyak 74 orang(71,2%) dan ibu dengan usia dewasa tua (25-60
tahun) sebanyak 30 orang (28,8%).

Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Puskesmas Kecamatan


Cipayung Jakarta Timur tahun 2018 (n = 104)
Pendidikan Jumlah Persentasi
Pendidikan Rendah 54 51,9%
Pendidikan Tinggi 50 49,1%
Jumlah 104 100%

Berdasarkan tabel 5.1.2 menunjukan hasil penelitian dari 104 responden


dapat diketahui bahwa inu dengan pendidikan rendah (SD/SMP)
sebanyak 54 orang (51,9%), ibu dengan pendidikan tinggi (SMA/PT)
sebanyak 50 orang (49,1%).

Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Kecamatan


Cipayung Jakarta Timur tahun 2018 (n = 104)
Pekerjaan Jumlah Persentasi
Ibu Bekerja 53 51%
Ibu Tidak Bekerja 51 49%
Jumlah 104 100%

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


47

Berdasarkan tabel 5.1.3 menunjukan hasil penelitian dari 104 responden


dapat diketahui bahwa ibu yang bekerja 53 orang (51%) dan ibu yang
tidak bekerja 51 orang (49%).

Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu di Puskesmas Kecamatan


Cipayung Jakarta Timur tahun 2018 (n = 104)
Pengetahuan Ibu Jumlah Persentasi
Pengetahuan Baik 38 36,5%
Pengetahuan Kurang Baik 66 63,5%
Jumlah 104 100%

Berdasarkan tabel 5.1.4 menunjukan hasil penelitian dari 104 responden


dapat diketahui bahwa ibu dengan pengetahuan baik 38 orang (36,5%)
dan ibu dengan pengetahuan kurang baik 66 (63,5%).

5.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Perhitungan analisis
bivariat dari kedua variabel ini menggunakan cara perhitungan rumus chi square
untuk menganalisis kedua variabel yaitu variabel independen dengan variabel
dependen. Variabel independen meliputi usia ibu, pendidikan dan pekerjaan,
sedangkan variabel dependen yaitu Pengetahuan tentang toilet training

Tabel 5.2.1 Hubungan Usia Ibu dengan Pengetahuan tentang toilet training di
Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur tahun 2018 (n =
104)
Usia Ibu Pengetahuan Ibu Total OR p
(95% CI) value
Pengetahuan Pengetahuan
Baik Kurang Baik
n % n % N %
Dewasa Muda 20 19,2% 54 51,9% 60 71,2% 0,247 0,003
(18-24 tahun)
Dewasa Tua (25-60 18 17,3% 12 11,5% 44 28,8%
tahun)
Total 38 36,5% 66 63,5% 104 100%

Berdasarkan tabel 5.2.1 menunjukan hasil analisis hubungan usia ibu


dengan pengetahuan tentang toilet training diperoleh bahwa

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


48

responden yang menyatakan usia muda (18-24 tahun) sebanyak 20


orang (19,2%) pengetahuan baik dan 54 orang (51,9%) pengetahuan
kurang baik, sedangkan yang menyatakan usia tua (25-60 tahun)
sebanyak 18 orang (17,3%) pengetahuan baik dan 12 orang (11,5%)
pengetahuan kurang baik. Hasil analisis diperoleh nilai p = 0,003 ini
menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara usia ibu muda
dan usia ibu tua dengan pengetahuan ibu tentang toilet training (p
value < 0,005). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 0,24,
artinya ibu yang berusia dewasa muda memiliki berpeluang 0,24
berpengetahuan kurang baik.

Tabel 5.2.21 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pengetahuan tentang toilet


training di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur
tahun 2018 (n = 104)
Pengetahuan Ibu Total OR p value
(95% CI)
Pengetahuan Pengetahuan
Baik Kurang Baik
n % n % N %
Pendidikan 26 25% 42 40,4% 54 51,9% 0,30 0,002
Rendah
Pendidikan 12 11,5% 24 23,1% 50 49,1%
Tinggi
Total 38 36,5% 66 63,5% 104 100%

Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukan hasil analisis hubungan


pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu tentang toilet training
diperoleh hasil pendidikan rendah 26 orang (25%) pengetahuan baik

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


49

dan 42 orang (40,4%) pengetahuan kurang baik sedangkan,


pendidikan tinggi 12 orang (11,5%) pengetahuan baik dan 24 orang
(23,1%) pengetahuan kurang baik. Hasil analisis diperoleh nilai p =
0,002 ini menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara
pendidikan tinggi dan pendidikan rendah ibu dengan pengetahuan
ibu tentang toilrt training (p value < 0,05). Dari hasil analisis
diperoleh pula nilai OR = 0,30 , artinya ibu yang berpendidikan
rendah memiliki berpeluang 0,30 bepengetahuan kurang baik.

Tabel 5.2.31 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Pengetahuan tentang toilet


training di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur
tahun 2018 (n = 104)
Paritas Pengetahuan Ibu Total OR p value
(95% CI)
Pengetahuan Pengetahuan
baik Kurang Baik
n % n % N %
ibu Bekerja 26 25% 25 24% 51 49% 3,55 0,004
Ibu Tidak 12 11,5% 41 39,4 53 51%
Bekerja
Total 38 38,5% 66 63,5% 104 100%

Berdasarkan tabel 5.2.3 menunjukan hasil analisis hubungan


pekerjaan dengan pengetahuan tentang toilet training diperoleh hasil
ibu bekerja 26 orang (25%) pengetahuan baik dan 25 orang (24%)
pengetahuan kurang baik sedangkan, ibu tidak bekerja 12 orang
(11,5%) pengetahuan baik dan 41 orang (39,4%) pengetahuan
kurang baik. Hasil analisis diperoleh nilai p = 0,004 ini menunjukan
adanya hubungan yang bermakna antara. (p value < 0,05). Dari hasil

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


50

analisis diperoleh pula nilai OR = 3,55 , artinya ibu yang bekerja


memiliki berpeluang 3,55 berpengetahuan kurang baik.

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang meliputi analisis univariat dan analisis
bivariat tentang Hubungan usia, pendidikan dan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang
toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018. Dalam pembahasan ini
yang dilakukan adalah membandingkan hasil penelitian dan konsep teoritis termasuk
penelitian-penelitian sebelumnya.

6.1 Analisa Univariat

6.1.1 Usia Ibu

Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori usia dewasa muda (18-24 tahun) sebanyak 74 orang.

Penelitian tersebut didukung oleh teori Smith (2012) bahwa usia ibu yang terlalu
muda menunjukan rendahnya kemampuan mengasuh. Usia ibu yang terlalu
muda saat memiliki anak berpengaruh terhadap pengetahuan yang dapat diterima
ibu. Apabila seorang wanita menikah dan memiliki anak pada usia yag lebih
matang, maka akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih baik dan
lebih siap untuk menjadi seorang ibu. Menurut Bradley dan Caldwell.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


51

Usia ibu berperan dalam kesiapan mental untuk menjadi orang tua.(Yousafzai,
2016). Kesiapan emosi ibu inilah yang nantinya akan berhubungan dengan
tumbuh kembang anak dan pola asuh yang akan diberikan. Anak yang dididik
oleh ibu yang memiliki kematangan emosi akan lebih mudah menerima stimulus
atau pengajaran.

Menurut Notoadmojo (2012) mengatakan bahwa usia merupakan variable yang


selalu diperhatikan dalam penelitian yang merupakan salah satu yang
mempengaruhi pengetahuan. Usia adalah lamanya waktu hidup seseorang dalam
tahun yang dihitung sejak dilahirkan sampai berulang tahun yang terakhir. Toilet
training adalah usaha melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan
buang air kecil dan buang air besar. Dalam proses toilet training diharapkan
terjadi pengaturan atau rangsangan dan instink anak dalam melaku kan buang air
kecil dan buang air besar. Hidayat (2009)

Ahki psikologi perkembangan, Santrock (2012), orang dewasa muda termasuk


masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition) transisi secara
intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role
trantition).

Hurlock (2011) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik


dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal
merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan
memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.

Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik.
Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi
sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa
dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar
yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang
mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana
lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam
menyelesaikan suatu masalah.

Penelitian yang terkait dengan hasil diatas ialah penelitian yang dilakukan oleh
Yuli (2012) dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik toilet
training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu Flamboyan,

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


52

Bantul” hasil penelitiannya menunjukan bahwa usia responden terbanyak adalah


usia 20-25 tahun (42,1%). Penelitian yang dilakukan oleh Dewi,Mendri,
Budiastuti (2012) dengan judul “association between knowledge of mothers on
toilet training and preparedness for toilet training in toddlers at ceria playgroup
of Demangan baru Caturtunggal Depok district of Sleman” menunjukan bahwa
sebanyak 82,5% responden berusia 20-35 tahun.

Peneliti berpendapat bahwa usia ibu merupakan faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak, ibu yang memiliki usia lebih muda biasanya belum
memiliki mental dan emosi yang matang, sehingga mempengaruhi kesiapan ibu
dalam menerima informasi.

Peneliti berpendapat usia dewasa muda adalah tahap transisi. Baik secara, fisik,
emosi dan kognitif. Usia dewasa muda sering disebut juga usia tegang dalam hal
emosi, artinya banyak menimbulkan ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-
kekhawatiran yang berhubungan dengan pencapaian penyesuaian pada usia ini.
Sehingga ibu yang berusia dewasa muda dianggap belum matang kesiapannya
menjadi orang tua.

6.1.2 Pendidikan

Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori Pendidikan Rendah (SD/SMP) sebanyak 54 orang.

Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Soekanto (2013) yang
menyatakan bahwa pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibanding seseorang yang berpendidikan rendah.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bim-bingan, pengajaran, dan atau latihan bagi pe-ranannya di masa
yang akan datang. Menurut Hasbullah (2009), pendidikan bertujuan memperluas
pemahaman seseorang tentang dunia yang ada di sekelilingnya, dengan adanya
pemahaman maka seseorang akan lebih tepat dalam menanggapi/
mempersepsikan suatu stimulus.
Menurut hasil penelitian Yuli (2012) dengan judul “Hubungan tingkat
pengetahuan dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia
toddler di Posyandu Flamboyan, Bantul” bahwa 50,9% ibu berpendidikan SMP.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


53

Didikung dengan penelitian yang dilakukan Rosiana(2014) dengan judul “


pengaruh pendidikan kesehatan tentang toilet training anak usia 1-3 tahun
terhadap pengetahuan ibu di Desa Posyandu Sambo Banyudono Boyolali”
bahwa 36% berpedidikan SLTP.
Peneliti berpendapat bahwa ibu yang memiliki pendidikan rendah akan lebih
sulit menerima informasi dibanding ibu dengan pendidikan yang tinggi. Ibu
dengan pendidikan yang rendah dianggap kurang tanggap saat adanya masalah
perkembangan anak salah satunya toilet training disebabkan banyak ibu yang
beranggapan bahwa anak mampu dengan sendirinya buang air besar dan buang
air kecil sendiri ke toilet seiring berjalannya waktu tanpa harus ada pengajaran
dari orang tua.
Peneliti berpendapat bahwa latar belakang pendidikan ibu merupakan salah satu
unsur penting dalam menentukan keberhasilan anak dalam tumbuh kembang
sesuai usianya terutama untuk hal ini terkait toilet training. Tinggi rendahnya
tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu terhadap
kesehatan dan tumbuh kembang anak toddler. Pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang rendah sering menghiraukan pentingnya toilet training pada
usia yang seharusnya yaitu 1-3 tahun. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penyuluhan tentang toilet training secara terus menerus dan berkesinambungan
kepada Ibu agar dapat meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengajarkan anak
usia 1-3 tahun toilet training.

6.1.3 Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang bekerja sebanyak 53 orang.

Pernyataan diatas sesuai dengan teori Jika ibu sebagai pengasuh utama banyak
meninggalkannya untuk bekerja, maka kemungkinan akan terjadi kemunduran
perkembangan kognitif dan perilaku anak yang berakibat pada gangguan jangka
panjang Sakti (2010).

Menurut teori Lemer (2008 )Ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja diluar
rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping membesarkan dan mengurus
anak dirumah.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


54

Didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah dan
Handayani (2014) yang berjudul “ pemakaian diapers dan efek terhadap
kemampuan toilet training pada anak usia toddler”. 40% responden bekerja
sebagai pedagang. Penelitian yang dilakukan Desi (2014) dengan judul
“Perbedaan kemampuan ibu dalam toilet training toddler berdsarkan status
pekerjaan ibu di Posyandu Jeruk Desa Tritomulyo Kretek Bantul Yogyakarta”.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan pekerjaan terbanyak adalah pada
responden dengan pekerjaan Wiraswasta dengan 54,8%.
Peneliti berpendapat bahwa ibu yang bekerja, waktunya akan terbagi terhadap
pekerjaannya.. Namun jika kasih sayang dan perkembangan anak menjadi
terganggu akibat intraksi ibu dengan anak sangat terbatas, maka perlu pemikiran
lebih mendalam sebelum memutuskan untuk bekerja . Jika perhatian, kasih
sayang serta stimulasi perkembangan terhadap anak tetap dapat diberikan
meskipun ibu bekerja, maka sebenarnya apa yang dilakukan seorang ibu adalah
perbuatan yang sangat mulia, karena ibu telah berperan aktif dalam membantu
perekonomian keluarga disamping tugas utamanya sebagai seorang ibu.

6.1.4 Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang pengetahuannya kurang baik sebanyak 66
orang.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari ”tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi
melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Hasil penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian Dewi, Mendri dan
Budiastuti yang menunjukan 67,5% berpengetahuan kurang baik dan 32,5%
berpengetahuan baik.

Peneliti berpendapat ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik dianggap


kurang terpapar dengan informasi tentang toilet training, bila ibu dapat
informasi, mungkin persepsi yang timbul berbeda beda, hal tersebut bisa

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


55

disebabkan karena beberapa faktor seperti


usia,pendidikan,pekerjaan,pengalaman atau lingkungan.

Peneliti berpendapat Pengetahuan ibu tentang toilet training yaitu sejauh mana
pengetahuan ibu tentang cara atau proses dimana ibu membantu anak dalam
melatih buang air besar dan kecil secara tepat atau pemahaman ibu tentang
pengertian, cara atau teknik melatih buang air besar dan buang air kecil, faktor-
faktor yang mempengaruhi dan pengkajian masalah toilet training. Pengetahuan
ibu tentang toilet training tersebut merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan ibu tentang toilet training berdampak pada pemahaman ibu
tindakan yang seharusnya dilakukan dalam pemberian toilet training pada
anaknya. Peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan dalam hal ini, untuk
menyamakan persepsi ibu-ibu tentang pentingnya toilet training pada anak
toddler di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018. Baik cara, pengajaran,
pelatihan atau kiat kiat untuk melatih anak.

6.2 Analisa Bivariat

6.2.1 Hubungan usia ibu dengan pengetahuan ibu tentang toilet training

Hasil penelitian menyatakan 54 orang ibu usia muda (18-24 tahun) memiiki
pengetahuan yang kurang baik tentang toilet training ini menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara usia dengan pengetahuan ibu tentang toilet
training. Dengan nilai p = 0,003

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
beberapa tahun. Semakin cukup tinggi usia, tingkat kematangan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Nursalam,2010).

Hasil penelitian yang dilakukan Yuli (2012) yang berjudul “hubungan tingkat
pengetahuan dengan praltik toilet training pada ibu yang mempunyai toddler di
Posyandu Flamboyan” menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara
usia dengan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan hasil 42 responden
usia muda memiliki pengetahuan yang kurang baik hal ini dikarenan usia yang
belum matang sehingga sulit untuk mengolah informasi yang di dapat.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


56

Peneliti berpendapat bahwa usia ibu yang masih muda mempengaruhi


pengetahuan ibu tentang Toilet training pada anak usia 2-4 tahun, pengetahuan
orang tua terutama ibu sangat dibutuhkan, karena dengan pengetahuan ibu yang
baik, ibu dapat mempersiapkan diri dengan baik dan tepat bagi anak tersebut
sehingga menghasilkan perkembangan anak yang sesuai dengan umurnya
terutama dalam hal buang air besar dan buang air kecil. Selain itu, peneliti
berasumsi bahwa banyak orangtua terutama ibu tidak mengerti tentang toilet
training dan manfaat toilet training, dikarenakan kurangnya informasi yang
didapatkan dan usia yang masih muda, dan mereka juga mengatakan pernah
mendengar kata toilet training tapi tidak tahu bagaimana melakukannya dengan
tepat. Karena itulah mereka kurang memahami apa itu toilet training, jikalaupun
ada yang mengetahui toilet training tetapi tidak sesuai dengan prinsip, tata cara
dan usia anak.

Peran Petugas Kesehatan yang dalam hal ini paling dekat ialah Puskesmas
sangatlah penting untuk memberikan pendidikan kesehatan terutama terkait
tumbuh kembang anak toddler, apa saja yang harus tercapai dan terpenuhi dalam
usia tersebut kepada ibu dalam program MTBS yang kini berjalan di
Puskesmas.

6.2.2 Hubungan pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu tentang toilet training

Hasil penelitian di Puskesmas Kec. Cipayung menemukan bahwa 42 responden


yang yang pendidikan rendah (SD/SMP) pengetahuan kurang baik . hasil analisa
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
pengetahuan ibu tentang toilet training dengan nilai p = 0,002

Penelitian ini sesuai dengan teori Soekanto (2013) yang menyatakan bahwa
pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya
lebih rendah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah
menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.

Departemen Pendidikan (2011) menyatakan bahwa seseorang yang sudah


menempuh lama pendidikan minimal 9 tahun sudah termasuk dalam kategori

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


57

baik. Tingkat pendidikan yang baik akan berpengaruh terhadap sikap ibu dalam
menerima dan memahami informasi yang diberikan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal
agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan
pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya,
jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Arikunto,2010)
Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan Istikhomah (2014)
dengan judul “Faktor yang mempengaruhi Pendidikan ibu terhadap pengetahuan
ibu tentang toilet training di Posyandu Kenanga Tanggerang” yang
menyimpulkan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar seseorang dalam
melaksanakan toilet training, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi. Namun perlu ditekankan bahwa
seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula.

Peneliti berpendapat bahwa pendidikan ibu turut menentukan mudah tidaknya


seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang agar
lebih tanggap adanya masalah perkembangan anak salah satunya pengetahuan
tentang toilet training di dalam keluarganya.

Peneliti juga berpendapat bahwa bahwa semakin tinggi pendidikan ibu maka
semakin baik pengetahuan ibu tentang toilet training dan semakin rendah tingkat
pendidikan ibu maka semakin rendah pengetahuan yang ibu bisa serap dan
pahami sehingga terdapat hubungan antara pendidikan terhadap pengetahuan ibu
tentang toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018. Hal ini
disebabkan karena tingkat pendidikan ibu sangat mempengaruhi pola pikir dan
informasi yang diterima oleh ibu khususunya tentang toilet training. Tingkat
pendidikan ibu yang sebagian besar rendah menyebabkan ibu kesulitan dalam
memahami toilet training. Ibu yang memahami toilet training juga belum tentu

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


58

daapat menerapkannya dengan benar sesuai dengan tumbuh kembang ank itu
sendiri.

6.2.3 Hubungan pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu tentang toilet training

Hasil penelitian di Puskesmas Kec. Cipayung menyatakan bahwa diperoleh


hasil 41 ibu bekerja pengetahuan kurang baik. Hasil analisis diperoleh adanya
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang
toilet training dengan nilai p 0,004

Dampak ibu bekerja terhadap anak sangatlah luas, yaitu dapat menyangkut
kesehatan, keamanan, kebahagiaan, pendidikan anak dan sebagainya. Dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan seharusnya anak mendapatkan
rangsangan atau stimulasi yang tepat sesuai dengan tahap perkembangannya.
Jika ibu sebagai pengasuh utama banyak meninggalkannya untuk bekerja, maka
kemungkinan akan terjadi kemunduran perkembangan kognitif dan perilaku
anak yang berakibat pada gangguan jangka panjang Sakti ( 2010).

Selain itu, hasil penelitian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
Musfiroh (2014), yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pekerjaan ibu dengan pelaksanaan toilet training.Ibu yang bekerja, tidak
menutup kemungkinan untuk tidak melaksanakan toilet training pada anak..

Peneliti berpendapat bahwa ibu yang bekerja mungkin waktunya terbagi antara
pekerjaan dengan mengurus anak. Ibu yang memiliki toddler di Puskesmas
Kecamatan Cipayung rata rata bekerja sebagai pegawai swasta dan pedangang.
Dimana waktu bekerja yang tidak fleksibel menyebabkan kurangnya waktu ibu
mencaritahu informasi tentang tumbuh kembang anaknya. Kebanyakan ibu yang
bekerja mengatakan tidak perlu meluangkan waktu khusus untuk melatih anak
toilet training. Hal ini mungkin disebabkan karena waktu kerja ibu yang sudah
menyita energinya .

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


59

BAB VII
PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang berjudul Hubungan usia,
pendidikan dan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang toilet training pada toddler di
Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018

7.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan pada ibu dengan toddler di Puskesmas Kecamatan
Cipayung, memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
7.1.1. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori usia dewasa muda (18-24 tahun) sebanyak 74
orang.

7.1.2. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori Pendidikan Rendah (SD/SMP) sebanyak 54 orang

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


60

7.1.3. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang bekerja sebanyak 53 orang.

7.1.4. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang pengetahuannya kurang baik sebanyak 66
orang.

7.1.5. Hasil penelitian menyatakan 54 orang ibu usia muda (18-24 tahun) memiiki
pengetahuan yang kurang baik tentang toilet training ini menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara usia dengan pengetahuan ibu tentang toilet
training. Dengan nilai p = 0,003, dengan nilai peluang OR= 0,247

7.1.6. Hasil penelitian di Puskesmas Kec. Cipayung menemukan bahwa 42 responden


yang yang pendidikan rendah (SD/SMP) pengetahuan kurang baik . hasil
analisa menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan
dengan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan nilai p = 0,002 dengan
nilai peluang OR = 0,30

7.1.7. Hasil penelitian di Puskesmas Kec. Cipayung menyatakan bahwa diperoleh


hasil 41 ibu bekerja pengetahuan kurang baik. Hasil analisis diperoleh adanya
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang
toilet training dengan nilai p 0,004 dengan nilai peluang OR=3,55

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan


Diharapkan tenaga kesehatan dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada
masyarakat tentang pentingnya toilet training dan mengajarkan pada masyarakat
bagaimana caranya mengajarkan yang tepat dan sesuai dengan prinsip, tata cara,
usia anak, sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usianya.
7.2.2 Bagi Universitas Respati Indonesia
Diharapkan dapat membantu menambah informasi serta menjadi referensi bagi
mahasiswa khususnya program studi keperawatan mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan usia,pendidikan dan pekerjaan dengan pengetahuan ibu
tentang toilet training dilihat dari berbagai aspek yang lebih kompleks dan dapat
membantu mengembangkan bidang keilmuan keperawatan anak untuk mahasiswa
yang akan dijadikan acuan bagi ilmu keperawatan khususnya anak tentang tumbuh
kembang anak toddler.
7.2.3 Bagi Ibu

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA


61

Ibu hendaknya hendaknya meningkatkan pengetahuan mereka tentang toilet


training bagi anaknya, sehingga dengan pengetahuan yang mereka miliki mereka
mampu melatih toilet training yang baik dan benar pada anaknya.
7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya mampu menggambarkan keseluruhan variabel
dilihat dari aspek biologis, psikologis, sosial, serta kultural yang dapat
mempengaruhi pengetahuan ibu tentang toilet training dengan metode yang
berbeda misalnya dengan metode kualitatif melalui indepth interview dengan
faktor-faktor yang lebih kompleks.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai