PENDAHULUAN
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya
mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu.
perilaku. Menurut Sigmud Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima
eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana
semua terjadi. Meskipun bisa menjadi saat yang sangat menantang bagi orang tua
dan anak karena masing-masing belajar untuk mengetahui satu sama lain dengan
lebih baik, pada masa ini merupakan periode penting untuk mencapai
Secara psikoseksual toddler berada pada fase anal yaitu pada fase ini dubur merupakan
daerah pokok aktivitas dinamik, kateksis dan anti kateksis berpusat pada fungsi
yang tidak menyenangkan dari akumulasi sisa makanan. Sepanjang tahap anal, latihan
defekasi (toilet training) memaksa anak untuk belajar menunda kepuasan bebas dari
tegangan anal. Freud yakin toilettraining adalah bentuk mulai dari belajar memuaskan
dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntutan sosial untuk
mengontrol kebutuhan defekasi. Semua hambatan bentuk kontrol diri (self control) dan
1
2
penguasaan diri (self mastery). Salah satu tugas perkembangan toddler pada fase anal
buang air kecil (BAK). Secara psikoseksual toddler berada pada fase anal, yaitu fase
dimana anak bisa mendapatkan kepuasan dengan bisa BAB dan BAK secara mandiri.
Fenomena perilaku ibu dalam toilet training berbeda-beda, ada yang melatih anak sejak
dini, ada yang membiasakan memakaikan pampers, juga ada yang membeiarkan
dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini dapat
berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 sampai 2 tahun. Dalam
melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik
diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil secara
Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol
dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Salah satu aspek
perkembangan yang umum dalam periode toddler adalah pengajaran ke toilet, usia
18 bulan anak sudah mampu menahan kandung kemih. Melakukan latihan buang air
pada anak membutuhkan persiapan, baik secara fisik, psikologis, maupun secara
usia 5 tahun 5% anak usia 10 tahun hampir 2% anak usia 12-4 tahun, dan 1% 18 tahun
masih mengompol (nocturnal enuresis), dan jumlah anak laki-laki yang mengompol
Enuresis kurng dari 2 kali seminggu memiliki pravelansi 21% pada sekitar 4 setengah
tahun dan 8% di 9 setengah tahun. Lebih sering enuresis memiliki prevelensi 8% pada
berusia 15 sampai 24 bulan di Eropa menyebutkan bahwa 31% orang tua memulai
pengajaran tentang toilet training pada saat anak berumur 18 sampai 22 bulan, 27%
memulai pada saat anak berumur 23 sampai 27 bulan, 16% memulai pada saat anak
berumur 28 sampai 32 bulan, dan 2% memulai pada saat anak berumur lebih dari 32
(2017) jumlah balita di Indonesia pada tahun 2017 tercatat sebanyak 13.736,630 jiwa
dari 210.074.034 jiwa penduduk Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) nasional tahun 2012, diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB
dan BAK (ngompol) di usia sampai pra sekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena yang
terjadi di masyarakat, akibat dari konsep toilet training yang tidak diajarkan secara
benar dapat menyebabkan anak tidap dapat secara mandiri mengontrol buang air besar
dan buang air kecil. Selain itu dipicu oleh pemakaian popok (pampers) sekali pakai dan
Dalam keberhasilan toilet training pada anak toddler ada beberapa faktor yang
mempengaruhi nya yaitu peran orang tua serta usia, pendidikan dan pekerjaan orang
tua dalam melatih toilet trainning. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam toilet
training anak, yaitu dalam hal menyediakan waktu, pendekatan yang konsisten,
baru atau kembali bekerja penuh (full time) mungkin akan menghambat kesiapan dalam
toilet training. Pengetahuan tentang toilet training sangat penting dimiliki oleh ibu. Hal
ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang mempunyai
tingkat pengetahuan yang baik, berarti ibu mempunyai pemahaman yang baik tentang
manfaat dan dampak dari toilet training, sehingga ibu akan mempunyai pengetahuan
yang positif terhadap toilet training. Tidak hanya peran orang tua akan tetapi
usia,pekerjaan dan pendidikan orang tua dalam melatih toilet trainning akan
berpengaruh.
Berdasarkan hasil penelitian Yuli (2012) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Dengan Praktik Toilet Training Pada Ibu Yang Mempunyai Anak Usia Toddler Di
bahwa karakteristik orang tua seperti usia dengan proporsi tertinggi pada kelompok
usia ibu antara 26-30 tahun (42,1%), pendidikan dengan paling banyak adalah SMA
(50,9%), dan pekerjaan dengan proporsi tertinggi ibu rumah tangga (68,4%),
berpengaruh dalam melatih toilet training. Penelitian yang dilakukan oleh (Batuatas,
Tripeni, 2012) yang berjudul “Pengaruh peran ibu dengan keberhasilan toilet training
pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush Shibiyan Mojoanyar Mojokerto”.
Didapatkan hasil bahwa karakteristik orang tua seperti pendidikan dengan paling
banyak adalah SMA (56%), pekerjaan dengan proporsi tertinggi ibu tidak bekerja
(80%), dan usia dengn proporsi tertinggi pada kelompok usia ibu antara 20-35 tahun
(88%).
Terdapat beberapa faktor dapat mempengaruhi kegagalan toilet training antara lain
tingkat pengetahuan yang kurang, serta segi ekonomi yang kurang mendukung, adanya
ketegangan hubungan ibu dan anak dalam kesiapan dari anak sendiri kurang. Yang
paling umum dalam kegagalan toilet training ini dapat terjadi karena adanya perlakuan
atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya sehingga mengganggu
kepribadian anak. Anak cenderung bersikap tidak baik A. Aziz Alimul Hidayat ( 2008).
Ada pula pola asuh dari orang tu yang juga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan
toilet training pada penelitian terkait pola asuh orang tua atoritataif didapatkan
sebanyak 85% dengan toilet berhasil dan 15% dengan toilet training tidak berhasil, dan
tidak didapatkan pola asuh orang tua yang otoriter, pemanja ataupun penelantar.
Dampak orang tua tidak menerapkan toilet training pada anak diantaranya adalah anak
menjadi keras kepala dan susah untuk diatur. Selain itu anak tidak mandiri dan masih
membawa kebiasaan mengompol hingga besar. Toilet training yang tidak diajarkan
sejak dini akan membuat orang tua semakin sulit untuk mengajarkan pada anak ketika
cipayung ada 286 anak. Berdasarkan hasil observasi secara langsung dan
bahwa 8 dari 12 ibu yang mempunyai anak toddler masih menggunakan pampers
dikarenakan beralasan lebih praktis dan 2 lainnya masih buang air kecil dicelana.
Beberapa ibu mengatakan jarang melakukan toilet training karena kesibukan dan
para ibu beranggapan bahwa anak akan bisa mengontrol buang air besar dan buang
air kecil dengan sendirinya. Kondisi ini mungkin disebabkan dari pengetahuan ibu
dan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak
Timur
e. Untuk mengetahui hubungan usia dengan pengetahuan ibu tentang
Timur
g. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang
berpengaruh terhadap toilet training pada anak usia toddler dalam bidang
training yang lebih baik agar ibu dapat melakukan praktik toilet training dengan
tepat, sehingga diharapkan anak menjadi mandiri dan tidak tergantung dengan
ibu saat buang air, serta anak mengerti arti pentingnya kebersihan dan
kesehatan.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi serta menambah
pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak dan toilet training
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) dengan judul
“Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik toilet training pada ibu yang
ibu tentang toilet training dalam kategori baik, 29,8% pengetahuan ibu tentang
toilet training dalam kategori cukup, dan 1,8% pengetahuan ibu tentang toilet
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kiswati ( 2008) dengan judul
training dalam kategori kurang, 37,5% pengetahuan ibu tentang toilet training
dalam kategori cukup, dan 8,3% pengetahuan ibu tentang toilet training dalam
ketegori baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti ( 2012) yang berjudul
ibu dalam kategori baik, dan 32,5% tingkat pengetahuan ibu dalam kategori sedang.
1. Tahu (know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
pengetahuan ibu dalam upaya melatih balita untuk mengontrol buang air kecil
maupun buang air besar serta melatih balita untuk buang air kecil maupun
tersebut dengan benar. Setelah ibu mengetahui toilet training maka, berlanjut
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, setelah ibu tentang toilet
sehari-hari.
4. Analisi (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek kedalam
training.
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation)
objek atau materi. Bagaimana penilaian ibu terhadap perilaku toilet training.
berpendidikan Sarjana.
(50%).
training pada anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja Posyandu Desa
berpendidikan S1 6%.
2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2013), pekerjaan
kehidupan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuli ( 2012) dengan judul
rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, Mendri, & Budiastuti, 2012)
pedagang (40%).
swasta/wiraswasta 51,4%.
12,3%.
swasta 22%.
3. Usia
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2013), usia adalah
35 tahun.
tahun.
tahun.
Menurut Elisabeth umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur mempengaruhi
daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah umur akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh
Penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan
dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu
bahwa sebanyak 42,1% responden 20-25 tahun, 22,8% responden berumur 26-30 tahun ,
17,5% responden berumur 31-35 tahun, 12,3% responden berumur 36-40 tahun, dan 5,3%
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti ( 2012) yang berjudul
“Association between knowledge of mothers on toilet training and preparedness for toilet
training in toddlers at ceria play group of demangan baru Caturtunggal Depok District of
Sleman”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 82,5% responden berumur 20-35,
Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni ( 2012) yang berjudul “Pengaruh peran
ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush
2.3 Pendidikan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pendidikan yaitu sebuah proses pembelajaran bagi
setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai
obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat
pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan
20 Tahun 2013 Tentang Sistem pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan susana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,
Penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan
dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti ( 2012) yang berjudul
“Association between knowledge of mothers on toilet training and preparedness for toilet
training in toddlers at ceria play group of Demangan baru Caturtunggal Depok district of
Sleman”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 30% responden berpendidikan D3, 70%
berpendidikan S1.
Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni ( 2012) yang berjudul “Pengaruh peran
ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush
Penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah, & Handayani ( 2014) yang berjudul
“Pemakaian diapers dan efek terhadap kemampuan toilet training pada anak usia toddler”.
2.4 Pekerjaan
Peran ibu terhadap keluarga dapat dilihat dari waktu yang diberikan ibu untuk keluarga.
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI) pekerjaan merupakan bidang yang
keamanan, kebahagiaan, pendidikan anak dan sebagainya. Dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan seharusnya anak mendapatkan rangsangan atau stimulasi yang tepat sesuai
perkembangan kognitif dan perilaku anak yang berakibat pada gangguan jangka panjang
Sakti ( 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Yuli ( 2012) dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan
dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu
responden bekerja wiraswasta, 58,4% responden bekerja buruh, 20,5% responden bekerja
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Mendri, & Budiastuti (2012) yang berjudul
“Association between knowledge of mothers on toilet training and preparedness for toilet
training in toddlers at ceria play group of Demangan baru Caturtunggal Depok district of
Sleman”. Hasil penelitian menunjukan sebnyak 37,5% responden bekerja ibu rumah
tangga, 52,5% responden bekerja swasta, 5% responden bekerja guru, dan 5% bekerja
dokter.
Penelitian yang dilakukan oleh Batuatas, Tripeni (2012) yang berjudul “Pengaruh peran ibu
dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di play group Tarbiyatush
Shibiyan Mojoanyar Mojokerto”. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 60% bekerja, dan
Penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah, & Handayani ( 2014) yang berjudul
“Pemakaian diapers dan efek terhadap kemampuan toilet training pada anak usia toddler”.
(40%)
dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun sering disebut sebagai
plasitisitas yang tinggi adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu yang singkat, peka
terhadap stimulasi dan pengalaman, fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan
selanjutnya. Anak pada usia tersebut ini harus mendapatkan perhatian yang serius dalam
arti tidak hanyak mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan juga
intervensi stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi dengan memperoleh
segala sesuatu itu dianggap sebagai miliknya Nursalam,et.al (2013). Ciri-ciri anak toddler
1-3 tahun antara laini menurut jasmani anak usia toddler 1-3 tahun berada dalam tahap
pertumbuhan jasmani yang pesat oleh karena itu mereka sangat lincah. Sediakanlah
ruangan yang cukup luas dan banyak kegiatan sebagai penyalur tenaga. Anak usia ini
secara mental mempunyai jangka perhatian yang singkat, suka meniru oleh karena itu jika
ada kesempatan gunakanlah perhatian mereka dengan sebaik-baiknya. Segi emosional anak
usia ini mudah merasa gembira dan mudah merasa tersinggung, kadang-kadang mereka
suka melawan dan sulit diatur. Kembangkanlah kasih sayang dan disiplin serta perlihatkan
kepadanya bahwa ia adalah penting bagi anda dan sering memujinya. Segi sosial anak
toddler 1-3 tahun sedikit anti sosial. Wajar bagi mereka untuk merasa senang untuk
bermain sendiri tetapi juga tawarkan kegiatan yang mendorongnya untuk berpartisipasi
Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembangnya kemampuan anak
yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri. Apabila orang tua tidak
mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan
rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua yang selalu
memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak. Pada masa
ini anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga tegas
Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya anak dilatih untuk
buang air besar atau toilet training pelatihan buang air pada tempatnya. Anak juga
dapat menunjukan beberapa bagian tubuhnya menyusun dua kata dan mengulang
kata-kata baru.anak usia toddler 1-3 tahun yang berada pada fase anal yang ditandai
disekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses atau buang air besar timbul
rasa lega, nyaman dan puas. Kepuasan ini bersifat egosentrik artinya anak mampu
mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam fase
anal yaitu anak mulai menunjukan sifat egosentrik, sifat narsitik kecintaan pada diri
sendiri. Tugas perkembangan yang penting pada fase anal tepatnya saat anak umur
2 tahun adalah latihan buang air toilet training agar anak dapat buang air secara
benar.
Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih
sayang tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan. Bila orang tua
( 2008).
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang sistem gerak yang
dilakukan anak merupakan sistem interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan
sistem dalam tubuh yang dikontrol otak. Perkembangan fisik ini terbagi menjadi
1. Motorik halus
ketrampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Saraf
motorik halus ini dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan
2. Motorik kasar
gerak-gerak kasar yang melibatkan sebagian besar organ tubuh seperti berlari,
kematangan anak semakin karena proses kematangan anak juga bisa berbeda.
Menurut Erikson (dalam potter & perry, 2009), usia 1-3 tahun tahap ini mencapai
berjalan, makan dan aktifitas kamar mandi. Anak berusaha mencapai kemandirian
dengan menggunakan ototnya untuk melakukan semua hal sendiri dan penguasa dari
fungsi tubuhnya. Kemarahan dapat timbul jika larangan orang tua dapat
menyebabkan anak frustasi. Orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak
agar mereka dapat melakukan berbagai hal yang tidak membahayakan diri ataupun
Pada masa usia 1-3 tahun merupakan masa perkembangan pada tahap anal dengan
kepuasan pada fase ini adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukan sikap
narsitik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat egoistic, anak mulai
mempelajari struktur tubuhnya. Pada fase ini tugas yang dapat dilakukan anak adalah
latihan kebersihan. Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah pandangan sempit,
Anak pada kelompok usia ini belajar mengenai pembendaharaan yang berhubungan
dengan anatomi eliminasi yang reproduksi. Beberpa hubungan antara kata dan fungsi
menjadi bermakna dan dapat mempengaruhi perilaku seksual di masa depan Wong
( 2009).
Bayi satu tahun sudah mulai memainkan genitalnya saat diganti celananya dan
kadang mereka juga memainkan fesesnya saat dibersihkan. Hal ini wajar saja sebagai
bagian dari rasa keingintahuan mereka. Anak dibawah usia 3 tahun belum mengerti
bahwa seluruh bagian tubuhnya merupakan satu kesatuan dari badannya dan
merupakan sesuatu yang permanen. Oleh karena itu anak laki kadang jadi “cemas”
penisnya hilang atau tidak ada pada saat merek melihat anak perempuan tidak
Sebelum usia 3 tahun, anak dapat menyampaikan, jenis kelaminnya. Pada usia 6
tahun atau 7 tahun merek mengerti bahwa organ genital bukanlah sesuatu yang bisa
berubah lagi (laki berubah jadi perempuan, dan sebaliknya). Saat usia 4 tahun
mereka sangat tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan kamar mandi dan
toilet.
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar dalam proses toilet
training ini diharapkan terjadi pengaturan atau rangsangan dan instink anak dalam
melakukan buang air besar dan buang air kecil Hidayat ( 2009).
Toilet training merupakan proses pengajaran untuk kontrol buang air besar dan
buang air kecil secara benar dan teratur. Biasanya kontrol buang air kecil lebih
dahulu dipelajari oleh anak, kemuadian kontrol buang air besar Zaviera ( 2008).
Pengaturan buang air besar dan buang air kecil diperlukan untuk ketrampilan sosial.
pengertian.
Toilet training merupakan kontrol valunter sfingter anal dan uretra terkadang di capai
kira-kira setelah anak mengalami berjalan, mungkin antara usi 18 dan 24 bulan.
Namun di perlukan faktor psikologis kompleks untuk kesiapan. Anak harus mampu
mengkomunikasikan sensasi ini kepada orang tua. Selain itu, mungkin ada berbagai
motivasi yang penting untuk memuaskan orang tua dengan menahan, dari pada
Latihan buang air atau toilet training ini hendaknya dimulai pada waktu anak
berumur 15 bulan karena sudah mampu melakukan kegiatan toilet training dan fungsi
syaraf yang digunakan untuk menguasai organ pembuangan sudah mulai matang
sehingga anak sudah dapat belajar untuk mengontrol buang air kecil maupun besar.
Pengajaran toilet training dilakukan pada usia 15-18 bulan, karena sistem syaraf
anak sudah cukup berkembang serta sudah dapat mengenali tanda-tanda kandung
kemih dan perutnya. Anak juga dituntut untuk dapat mengendalikan otot yang
Toilet training dapat berlangsung pada usia 1-3 tahun atau usia balita, sebab
kemampuan spingter untuk mengontrol rasa ingin devekasi telah berfungsi. Namun
Bisa diambil kesimpulan bahwa pengajaran toilet training dapat dilakukan pada anak
usia 12-36 bulan karena pada saat usia tersebut anak sudah mulai siap dalam toilet
1. Kesiapan fisik
a. .Usia telah mencapai 18-24 bulan
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian
2. Kesiapan mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
c. Ketrampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang
lain.
3. Kesiapan psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dahulu.
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan penasaran terhadap kebiasaan orang dewasa
berkemih/defekasi
c. Tidak mengalami konflik atau stress keluarga
1. Minat
orang yang dicintai atau dikagumi atau anak-anak mengambil oper minat orang
lain itu dan juga pola perilaku mereka. Ketiga, mungkin berkembang melalui
dengan tubuh teman sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya
bimbingan dan pengarahan dari orang tua maka sangatlah mungkin seseorang
anak dapat melakukan toilet training sesuai dengan apa yang diharapkan
Hidayat ( 2009).
2. Pengalaman
3. Lingkungan
Sudarajat ( 2008).
Pada prinsipnya ada 3 langkah dalam toilet training yaitu melihat kesiapan
anak,persiapan dan pencernaan serta toilet training itu sendiri. Beberapa hal yang
harus di ketahui yang berhubungan dengan toilet training yaitu Yupi ( 2014) :
Menurut Thomson (2009) melatih toilet training dapat dimulai pada anak usia 18
bulan. Namun, usia yang paling tepat adalah 2 tahun. Lebih lanjut Thomson (2009)
menegakan bahwa tidak ada cara yang cepat dan tepat untuk melatih batita ke
kamar kecil. Biasanya anak perempuan sudah dapat dilatih sejak usia 18 bulan,
sedangkan anak laki-laki setelah hampir berusia 30 bulan. Terlalu cepat jika dilatih
sebelum usia 18 bulan, tapi jika ingin, anak dapat dibiasakan duduk di toilet pada
usia 15 bulan. Anak mungkin akan buang air besar setelah selesai makan. Namun
kemampuan untuk mengenali tanda-tanda buang air diusia ini bukan latihan ke
kamar kecil, melainkan suatu reflek. Jika anak berhasil menahan buang air, pujilah,
tapi jika tidak, jangan beri komentar apa-apa. Berapapun umurnya waktu mulai
Dalam proses toilet training terdapat berbagai hal yang perlu dilakukan yaitu
Anonim ( 2016).
Orang tua menyusun jadwal dengan mudah ketika tahu dengan tepat kapan
anaknya buang air kecil atau buang air besar. Kalau orang tua tidak merasa
pasti maka orang tua bisa memilih waktu selama empat kali dalam sehari
untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam hari.
diperlihatkan oleh anak misalnya hari ini pukul 09:00 pagi anak buang air kecil
di pispotnya pada pukul 08:00 pagi, atau bisa saja orang tua melihat bahwa
beberapa jam setelah buang air kecil yang terakhir anak tetap kering bawalah
dia ke pispotnya untuk buang air kecil. Terpenting adalah orang tua harus
berharap anak akan langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin
3. Buatlah bagan
Untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan yang dicapainya.
Dengan stiker yang lucu dan warna-warni orang tua bisa meminta anakanya
untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa setelah
banyak kemajuan yang dia buat dan orang tua bisa megatakan padanya bahwa
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya yang dapat
cenderung bersifat keras kepala bahkan sombong. Hal ini dapat dilakukan orangtua
apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang
anak saat bepergian. Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet
training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih
tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam
BAB III
Bab ini diuraikan tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional yang
pengertian. Konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung, agar dapat
diamati dan dapat diukur maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel-
variabel, dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur (Notoatmodjo, 2010).
Kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel independen
yang meliputi: usia, pendidikan dan pekerjaan. Serta variabel dependen yaitu
Pengetahuan ibu
penelitian tersebut. Pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat
dikatakan benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini menggunakan hipotesis dengan p value < 0,05 maka Ha diterima
Timur
c. Ada hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang toilet
Timur.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Bab metode penelitian ini akan membahas jenis atau desain penelitian, tempat penelitian,
populasi dan sampel, alat pengumpulan data, etika penelitian, analisis data dan sarana
penelitian.
bersamaan. Jenis penelitian ini terdapat variabel resiko atau sebab (variabel
independen) dan variabel akibat atau efek (variabel dependen) yang dilakukan
Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan 25 Juli 2018 - 1Agustus 2018
4.4.1 Populasi
didalam pengamatan yang akan kita lakukan. Populasi pada penelitian ini adalah
4.4.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan teknik accidental
responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan
Timur
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian)
dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut. Etika
penelitian ini juga mencakup perilaku peneliti atau perlakuan peneliti terhadap subjek
penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo,
2012).
tujuan penelitian ini. Pertama peneliti meminta ijin kepada ibu dengan toddler,
lalu ibu dengan toddler diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia
manfaatnya. Ketika ibu dengan toddler bersedia untuk diteliti, maka ibu dengan
dengan toddler menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan akan
menghormati keputusan yang telah diambil oleh ibu dengan toddler tersebut.
4.5.2 Confidence
Kerahasiaan informasi responden hanya untuk kepentingan peneliti setelah
Data yang sudah diperoleh peneliti telah disimpan dan selanjutnya digunakan
hanya untuk pelaporan penelitian, setelah selesai semua proses penelitian data
dan tujuan penelitian yang dilakukan serta cara pengisian kuesioner. Responden
yang bersedia ikut serta dalam penelitian diminta untuk menandatangani lembar
pertanyaan yang ada pada lembar kuesioner apabila pada saat dilakukan
penelitian responden ada yang tidak mengerti dari pertanyaan tersebut maka
responden.
a) Kuesioner A adalah data demografi meliputi usia ibu sampai saat dia mengisi
kuisioner yang di tuliskan sendiri oleh ibu, Pendidikan Ibu adalah pendidikan
terakhir ibu yang di checklist pada kolom antara SD,SMP,SMA atau PT dan
Pekerjaan Ibu yang di checklist Pegawai Swasta, PNS, Wiraswasta atau IRT
b) Kuesioner B adalah pertanyaan tentang pengetahuan ibu terkait toilet training
responden.
Jakarta Timur
c. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin melakukan penelitian di
Timur
4.7.2 Tahap Pelaksanaan
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti menjelaskan mengenai kuesioner yang
harus diisi dengan jujur dan lengkap. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti
hubungan saling percaya pada responden dan menjelaskan maksud dan tujuan
Bila responden menolak untuk tidak mengisi maka peneliti tidak akan
lengkap, langsung dilengkapi saat itu juga. Bila kuesioner sudah lengkap
Timur Peneliti melakukan uji coba terhadap kuesioner untuk mengetahui validitas dan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data atau suatu indeks
yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur
0,444. Penelitian ini dalam uji validitas menggunakan uji Pearson Product
Moment.
X = Nilai/skor pertanyaan.
Y = Total skor.
Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan pada 20 responden ibu dengan
dengan hasil nilai r hitung > dari r tabel (0,444) dan terdapat 9 pertanyaan yang
tidak valid.
Cronbach alpha ≥ 0,6 maka pernyataan pada kuesioner tersebut reliabel dan
sebaliknya jika Cronbach alpha ≤ 0.6 maka pernyataan pada kuesioner tersebut
menggunakan komputer. Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data ini yaitu:
4.9.1 Editing
Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan pemeriksaan awal terhadap
tidak lengkap dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner
tersebut dikeluarkan.
4.9.2 Coding Sheet
Pada tahap ini dilakukan pemberian kode pada data yang telah terkumpul untuk
Masa dewasa Muda =18-24 tahun; 2 = Masa dewasa Tua =25-60 tahun
2. Kuisioner Pendidikan dikategorikan 1=pendidikan rendah (SD/SMP)
maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Proses
data dilakukan dengan cara entry data dari kuesioner ke paket program
yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut
dilakukan dengan melihat hubungan variabel yang tepat dalam kerangka konsep
(Notoatmodjo, 2010).
4.10.1 Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
dari jenis datanya. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini dibuat untuk
mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang diteliti
yaitu faktor penyebab internal yaitu usia, pendidikan dan pekerjaan dan faktor
Frekuensi Rumus
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pengetahuan tentang
toilet training
peneliti menggunakan uji Kai Kuadrat (Chi Square) karena kedua variabel
dan chi square. Analisis ini dilakukan untuk melihat pola kecenderungan
hubungan dua variabel yang diteliti dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi.
= Penjumlah
mengetahui apakah uji Ha diterima atau Ho gagal ditolak, dan untuk menguji
1. p value < 0,05 maka Ha diterima artinya ada hubungan yang bermakna.
2. p value > 0,05 maka Ho gagal ditolak artinya tidak ada hubungan yang
bermakna.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini akan menyajikan mengenai hasil penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti
dan memberi gambaran terhadap pengetahuan ibu tentang toilet training pada toddler
dengan menggunakan uji tabel silang kai kuadrat dari variabel independen dan dependen
yang telah ditentukan dengan uji chi-square yang dilihat dari hasil p value, penelitian yang
dilakukan peneliti di Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur dengan sample 104
responden.
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Perhitungan analisis
bivariat dari kedua variabel ini menggunakan cara perhitungan rumus chi square
untuk menganalisis kedua variabel yaitu variabel independen dengan variabel
dependen. Variabel independen meliputi usia ibu, pendidikan dan pekerjaan,
sedangkan variabel dependen yaitu Pengetahuan tentang toilet training
Tabel 5.2.1 Hubungan Usia Ibu dengan Pengetahuan tentang toilet training di
Puskesmas Kecamatan Cipayung Jakarta Timur tahun 2018 (n =
104)
Usia Ibu Pengetahuan Ibu Total OR p
(95% CI) value
Pengetahuan Pengetahuan
Baik Kurang Baik
n % n % N %
Dewasa Muda 20 19,2% 54 51,9% 60 71,2% 0,247 0,003
(18-24 tahun)
Dewasa Tua (25-60 18 17,3% 12 11,5% 44 28,8%
tahun)
Total 38 36,5% 66 63,5% 104 100%
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang meliputi analisis univariat dan analisis
bivariat tentang Hubungan usia, pendidikan dan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang
toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018. Dalam pembahasan ini
yang dilakukan adalah membandingkan hasil penelitian dan konsep teoritis termasuk
penelitian-penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori usia dewasa muda (18-24 tahun) sebanyak 74 orang.
Penelitian tersebut didukung oleh teori Smith (2012) bahwa usia ibu yang terlalu
muda menunjukan rendahnya kemampuan mengasuh. Usia ibu yang terlalu
muda saat memiliki anak berpengaruh terhadap pengetahuan yang dapat diterima
ibu. Apabila seorang wanita menikah dan memiliki anak pada usia yag lebih
matang, maka akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih baik dan
lebih siap untuk menjadi seorang ibu. Menurut Bradley dan Caldwell.
Usia ibu berperan dalam kesiapan mental untuk menjadi orang tua.(Yousafzai,
2016). Kesiapan emosi ibu inilah yang nantinya akan berhubungan dengan
tumbuh kembang anak dan pola asuh yang akan diberikan. Anak yang dididik
oleh ibu yang memiliki kematangan emosi akan lebih mudah menerima stimulus
atau pengajaran.
Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik.
Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi
sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa
dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar
yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang
mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana
lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam
menyelesaikan suatu masalah.
Penelitian yang terkait dengan hasil diatas ialah penelitian yang dilakukan oleh
Yuli (2012) dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik toilet
training pada ibu yang mempunyai anak usia toddler di Posyandu Flamboyan,
Peneliti berpendapat bahwa usia ibu merupakan faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak, ibu yang memiliki usia lebih muda biasanya belum
memiliki mental dan emosi yang matang, sehingga mempengaruhi kesiapan ibu
dalam menerima informasi.
Peneliti berpendapat usia dewasa muda adalah tahap transisi. Baik secara, fisik,
emosi dan kognitif. Usia dewasa muda sering disebut juga usia tegang dalam hal
emosi, artinya banyak menimbulkan ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-
kekhawatiran yang berhubungan dengan pencapaian penyesuaian pada usia ini.
Sehingga ibu yang berusia dewasa muda dianggap belum matang kesiapannya
menjadi orang tua.
6.1.2 Pendidikan
Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori Pendidikan Rendah (SD/SMP) sebanyak 54 orang.
Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Soekanto (2013) yang
menyatakan bahwa pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibanding seseorang yang berpendidikan rendah.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bim-bingan, pengajaran, dan atau latihan bagi pe-ranannya di masa
yang akan datang. Menurut Hasbullah (2009), pendidikan bertujuan memperluas
pemahaman seseorang tentang dunia yang ada di sekelilingnya, dengan adanya
pemahaman maka seseorang akan lebih tepat dalam menanggapi/
mempersepsikan suatu stimulus.
Menurut hasil penelitian Yuli (2012) dengan judul “Hubungan tingkat
pengetahuan dengan praktik toilet training pada ibu yang mempunyai anak usia
toddler di Posyandu Flamboyan, Bantul” bahwa 50,9% ibu berpendidikan SMP.
6.1.3 Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang bekerja sebanyak 53 orang.
Pernyataan diatas sesuai dengan teori Jika ibu sebagai pengasuh utama banyak
meninggalkannya untuk bekerja, maka kemungkinan akan terjadi kemunduran
perkembangan kognitif dan perilaku anak yang berakibat pada gangguan jangka
panjang Sakti (2010).
Menurut teori Lemer (2008 )Ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja diluar
rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping membesarkan dan mengurus
anak dirumah.
Didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indanah, Azizah dan
Handayani (2014) yang berjudul “ pemakaian diapers dan efek terhadap
kemampuan toilet training pada anak usia toddler”. 40% responden bekerja
sebagai pedagang. Penelitian yang dilakukan Desi (2014) dengan judul
“Perbedaan kemampuan ibu dalam toilet training toddler berdsarkan status
pekerjaan ibu di Posyandu Jeruk Desa Tritomulyo Kretek Bantul Yogyakarta”.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan pekerjaan terbanyak adalah pada
responden dengan pekerjaan Wiraswasta dengan 54,8%.
Peneliti berpendapat bahwa ibu yang bekerja, waktunya akan terbagi terhadap
pekerjaannya.. Namun jika kasih sayang dan perkembangan anak menjadi
terganggu akibat intraksi ibu dengan anak sangat terbatas, maka perlu pemikiran
lebih mendalam sebelum memutuskan untuk bekerja . Jika perhatian, kasih
sayang serta stimulasi perkembangan terhadap anak tetap dapat diberikan
meskipun ibu bekerja, maka sebenarnya apa yang dilakukan seorang ibu adalah
perbuatan yang sangat mulia, karena ibu telah berperan aktif dalam membantu
perekonomian keluarga disamping tugas utamanya sebagai seorang ibu.
6.1.4 Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang pengetahuannya kurang baik sebanyak 66
orang.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari ”tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi
melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian Dewi, Mendri dan
Budiastuti yang menunjukan 67,5% berpengetahuan kurang baik dan 32,5%
berpengetahuan baik.
Peneliti berpendapat Pengetahuan ibu tentang toilet training yaitu sejauh mana
pengetahuan ibu tentang cara atau proses dimana ibu membantu anak dalam
melatih buang air besar dan kecil secara tepat atau pemahaman ibu tentang
pengertian, cara atau teknik melatih buang air besar dan buang air kecil, faktor-
faktor yang mempengaruhi dan pengkajian masalah toilet training. Pengetahuan
ibu tentang toilet training tersebut merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan ibu tentang toilet training berdampak pada pemahaman ibu
tindakan yang seharusnya dilakukan dalam pemberian toilet training pada
anaknya. Peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan dalam hal ini, untuk
menyamakan persepsi ibu-ibu tentang pentingnya toilet training pada anak
toddler di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018. Baik cara, pengajaran,
pelatihan atau kiat kiat untuk melatih anak.
6.2.1 Hubungan usia ibu dengan pengetahuan ibu tentang toilet training
Hasil penelitian menyatakan 54 orang ibu usia muda (18-24 tahun) memiiki
pengetahuan yang kurang baik tentang toilet training ini menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara usia dengan pengetahuan ibu tentang toilet
training. Dengan nilai p = 0,003
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
beberapa tahun. Semakin cukup tinggi usia, tingkat kematangan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Nursalam,2010).
Hasil penelitian yang dilakukan Yuli (2012) yang berjudul “hubungan tingkat
pengetahuan dengan praltik toilet training pada ibu yang mempunyai toddler di
Posyandu Flamboyan” menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara
usia dengan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan hasil 42 responden
usia muda memiliki pengetahuan yang kurang baik hal ini dikarenan usia yang
belum matang sehingga sulit untuk mengolah informasi yang di dapat.
Peran Petugas Kesehatan yang dalam hal ini paling dekat ialah Puskesmas
sangatlah penting untuk memberikan pendidikan kesehatan terutama terkait
tumbuh kembang anak toddler, apa saja yang harus tercapai dan terpenuhi dalam
usia tersebut kepada ibu dalam program MTBS yang kini berjalan di
Puskesmas.
6.2.2 Hubungan pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu tentang toilet training
Penelitian ini sesuai dengan teori Soekanto (2013) yang menyatakan bahwa
pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya
lebih rendah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah
menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.
baik. Tingkat pendidikan yang baik akan berpengaruh terhadap sikap ibu dalam
menerima dan memahami informasi yang diberikan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal
agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan
pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya,
jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Arikunto,2010)
Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan Istikhomah (2014)
dengan judul “Faktor yang mempengaruhi Pendidikan ibu terhadap pengetahuan
ibu tentang toilet training di Posyandu Kenanga Tanggerang” yang
menyimpulkan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar seseorang dalam
melaksanakan toilet training, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi. Namun perlu ditekankan bahwa
seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula.
Peneliti juga berpendapat bahwa bahwa semakin tinggi pendidikan ibu maka
semakin baik pengetahuan ibu tentang toilet training dan semakin rendah tingkat
pendidikan ibu maka semakin rendah pengetahuan yang ibu bisa serap dan
pahami sehingga terdapat hubungan antara pendidikan terhadap pengetahuan ibu
tentang toilet training di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018. Hal ini
disebabkan karena tingkat pendidikan ibu sangat mempengaruhi pola pikir dan
informasi yang diterima oleh ibu khususunya tentang toilet training. Tingkat
pendidikan ibu yang sebagian besar rendah menyebabkan ibu kesulitan dalam
memahami toilet training. Ibu yang memahami toilet training juga belum tentu
daapat menerapkannya dengan benar sesuai dengan tumbuh kembang ank itu
sendiri.
6.2.3 Hubungan pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu tentang toilet training
Dampak ibu bekerja terhadap anak sangatlah luas, yaitu dapat menyangkut
kesehatan, keamanan, kebahagiaan, pendidikan anak dan sebagainya. Dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan seharusnya anak mendapatkan
rangsangan atau stimulasi yang tepat sesuai dengan tahap perkembangannya.
Jika ibu sebagai pengasuh utama banyak meninggalkannya untuk bekerja, maka
kemungkinan akan terjadi kemunduran perkembangan kognitif dan perilaku
anak yang berakibat pada gangguan jangka panjang Sakti ( 2010).
Selain itu, hasil penelitian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
Musfiroh (2014), yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pekerjaan ibu dengan pelaksanaan toilet training.Ibu yang bekerja, tidak
menutup kemungkinan untuk tidak melaksanakan toilet training pada anak..
Peneliti berpendapat bahwa ibu yang bekerja mungkin waktunya terbagi antara
pekerjaan dengan mengurus anak. Ibu yang memiliki toddler di Puskesmas
Kecamatan Cipayung rata rata bekerja sebagai pegawai swasta dan pedangang.
Dimana waktu bekerja yang tidak fleksibel menyebabkan kurangnya waktu ibu
mencaritahu informasi tentang tumbuh kembang anaknya. Kebanyakan ibu yang
bekerja mengatakan tidak perlu meluangkan waktu khusus untuk melatih anak
toilet training. Hal ini mungkin disebabkan karena waktu kerja ibu yang sudah
menyita energinya .
BAB VII
PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang berjudul Hubungan usia,
pendidikan dan pekerjaan dengan pengetahuan ibu tentang toilet training pada toddler di
Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2018
7.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan pada ibu dengan toddler di Puskesmas Kecamatan
Cipayung, memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
7.1.1. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori usia dewasa muda (18-24 tahun) sebanyak 74
orang.
7.1.2. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori Pendidikan Rendah (SD/SMP) sebanyak 54 orang
7.1.3. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang bekerja sebanyak 53 orang.
7.1.4. Hasil penelitian menunjukan dari 104 responden ibu dengan anak todder lebih
banyak ibu dengan kategori ibu yang pengetahuannya kurang baik sebanyak 66
orang.
7.1.5. Hasil penelitian menyatakan 54 orang ibu usia muda (18-24 tahun) memiiki
pengetahuan yang kurang baik tentang toilet training ini menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara usia dengan pengetahuan ibu tentang toilet
training. Dengan nilai p = 0,003, dengan nilai peluang OR= 0,247
7.2 Saran