Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS

DI PUSKESMAS KELURAHAN GANDARIA SELATAN

Disusun oleh:
Jessica Febriani 030.13.235
Helen Gou 030.14.084

Pembimbing:
dr. Erita Istriana, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 10 JUNI – 16 AGUSTUS 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
LATAR BELAKANG
Menurut UU RI no. 18 tahun 2014, kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.(1)
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO tahun 2016,
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara
dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2013
memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar
14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.(2)
Berdasarkan data SUSENAS dan BPS, Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan
Jiwa, Direktorat Jenderal Bin.a Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI
dengan mengkaji gangguan jiwa di 16 kota di Indonesia dari 1996 sampai 2000,
menemukan tipe gangguan jiwa dan proporsinya yaitu, adiksi 44,0%, defisit
kapasitas mental 34,0%, disfungsi mental 16,2%, dan disintegrasi mental 5,8%.
Dalam penelitian tersebut juga diperoleh gambaran gangguan jiwa pada anak-anak,
yaitu 104/1000 dan dewasa 140/1000. Keadaan ini semakin meningkat sejalan
dengan perubahan ekonomi, sosial dan budaya. Prevalensi gangguan jiwa pada
orang dewasa terdiri dari psikosis 3/1000, demensia 4/1000, retardasi mental
5/1000, dan gangguan jiwa lainnya 5/1000.(3)
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 49 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Betawi
Warga Negara : Indonesia
Alamat : RT/RW 03/02, Gandaria Selatan Jakarta Selatan
Pendidikan : D1
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Pemeriksaan : 12 Juli 2019

IDENTITAS KELUARGA
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 tahun
Alamat : RT/RW 03/02, Gandaria Selatan Jakarta Selatan
Hubungan dengan Penderita : Adik kandung

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 3 Juli
2019 di Rumah Penderita pukul 14.00 WIB.
a. Keluhan Utama
Penderita dibawa ke Puskesmas dengan keluhan mengamuk sejak 3 hari
yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Tiga hari sebelum ke puskesmas, keluarga penderita mengatakan bahwa
penderita sering mengamuk tanpa sebab yang jelas. Penderita juga memerahi
orang-orang sekitar. Penderita mengatakan bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk
menyembuhkan orang lain. Penderita juga mengatakan sering mendengar bisikan
ada orang yang tidak menyukai dirinya dan penderita mengaku sering melihat
bayangan seperti cahaya. Penderita mengatakan dan merasa bahwa dirinya tidak
sakit, sehingga dia tidak tahu alasan mengapa ia dibawa ke puskesmas.
Sekitar 1 bulan sebelum dibawa ke puskesmas, keluarga penderita
menyampaikan bahwa penderita sering terlihat bicara sendiri dan tertawa sendiri.
Selain itu, penderita susah untuk diajak berkomunikasi dan apabila ditanya maka
pembicaraannya tidak menyambung dan sulit dimengerti. Keluhan disertai dengan
sering menceramahi anggota keluarganya. Penderita terlihat serta mengalami
perubahan dalam perilaku seperti hilangnya minat untuk beraktivitas sehari-hari
seperti jarang mandi, makan dan penderita sering terlihat jarang tidur pada malam
hari.
Perubahan perilaku muncul 3 tahun yang lalu, ketika itu penderita mengalami
tekanan akibat penderita tidak dikeluarkan dari pekerjaannya sehingga tidak bisa
memenuhi keinginannya untuk berbelanja dan membayar hutang. Selain itu,
penderita juga sempat terlibat masalah dengan pacarnya. Semenjak itu penderita
juga mulai terlihat bicara sendiri dan susah untuk diajak berkomunikasi dan karena
perubahan perilakunya tersebut akhirnya penderita sempat dibawa ke orang pintar.
Namun setelah berobat pun kondisi penderita tidak menunjukkan perubahan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Psikiatri
Penderita baru pertama kali melakukan pemeriksaan ke Puskesmas,
penderita pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Penderita belum
dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat penyakit hipertensi dan sakit
lainnya disangkal
 Riwayat Medis Umum
Tidak ada riwayat trauma atau kecelakaan. Penderita menyangkal
adanya riwayat demam dan kejang. Penderita juga menyangkal adanya
riwayat diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, serta
penyakit ginjal.
 Riwayat NAPZA
Penderita tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat-obat terlarang dan
minuman beralkohol.

g. Riwayat Keluarga
Genogram:

Keterangan :

: perempuan : meninggal

: laki-laki : pasien

Situasi Hidup Sekarang:


Penderita tinggal bersama keluarga adik perempuan dan adik laki-lakinya.
di rumah yang berukuran 15 x 20 m2, cukup rapi, lantai berkeramik, tidur
beralaskan kasur.
Kesan: rumah padat.
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan di rumah penderita pada tanggal 12 Juli 2019
1. Deskripsi umum
a. Penampilan : tampak perempuan sesuai umur, berpakaian tidak rapi,
rawat diri kurang baik, kesan gizi cukup.
b. Kesadaran :
 Neurologis : Compos Mentis
 Psikologis : Terganggu
 Sosial : Terganggu
c. Pembicaraan :
 Kuantitas : Penderita hanya menjawab dengan singkat
 Kualitas : Koheren
d. Perilaku dan Aktifitas Psikomotor : Penderita dapat duduk dengan
tenang, normoaktif
e. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
f. Perhatian & kontak psikis : Mudah ditarik dan mudah dicantumkan
2. Alam Perasaan
Mood : eutim
Afek :
- Stabilitas : stabil
- Pengendalian : baik
- Echt/unecht : echt
- Empati : dapat diraba rasakan
- Skala diferensiasi : luas
- Keserasian : serasi
3. Gangguan persepsi
a. Halusinasi : auditorik dan visual
b. Ilusi : tidak ditemukan
c. Depersonalisasi : tidak ditemukan
d. Derealisasi : tidak ditemukan
4. Fungsi Intelektual
1. Fungsi kognitif : sesuai dengan taraf pendidikan penderita
2. Orientasi
- Waktu : baik (penderita dapat menyebutkan hari, bulan, dan tahun
saat pemeriksaan)
- Tempat : baik (penderita dapat menyebutkan alamat rumahnya dan
tempat ia berada sekarang)
- Personal : baik (penderita mengetahui siapa yang memeriksanya)
3. Daya ingat
a. Daya ingat jangka Panjang : tidak baik, penderita ingat tentang
masa sekolah dan anggota keluarganya.
b. Daya ingat jangka pendek : baik, penderita dapat menceritakan
kegiatan penderita dari bangun tidur sampai waktu pemeriksaan.
c. Daya ingat sesaat : baik, penderita dapat mengingat
nama pemeriksa saat ditanya kembali sesaat setelah perkenalan.
4. Konsentrasi dan perhatian
Baik, penderita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan
baik, terfokus dengan pembicaraan, dan tidak mudah terdistraksi oleh
keadaan sekitar.
5. Pikiran abstrak
Tidak terganggu, penderita dapat menyebutkan persamaan antara
2 objek seperti jeruk dan bola. Penderita mengatakan keduanya
berbentuk bulat.
6. Kemampuan menolong diri sendiri
Baik, penderita dapat makan, mandi, BAK, BAB dan
mengenakan baju sendiri.

5. Proses Pikir
a. Arus Pikir:

• Produktifitas : Cukup
• Kontinuitas : Baik

• Hendaya Berbahasa : Tidak Terganggu


b. Isi Pikir :

• Preokupasi : Tidak ditemukan

• Waham : Waham kebesaran

• Obsesif : Tidak ditemukan


c. Bentuk pikir : Realistik
d. Pengendalian Impuls : Cukup
e. Daya nilai
 Norma Sosial : Baik
 Uji daya nilai : Baik
 Penilaian Realita : Baik
f. Tilikan : Derajat 4 (Mengetahui dirinya sakit namun tidak
tahu penyebabnya)
g. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS
1. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis (GCS:15)
Kesan Gizi : Baik
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
Pernafasan : 16 x/mnt
Suhu : 36,6oC

2. Status Generalisata

Pemeriksaan Hasil
Kulit Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
kemerahan. Tidak ada efloresensi yang bermakna.
Kepala Bentuk normosefali, simetris, rambut hitam, lurus, distribusi
merata, tidak mudah dicabut. Tidak ada deformitas. Tidak ada
edema palpebral, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil
2mm/2mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+,
refleks kornea +/+. Telinga dalam batas normal. Nafas cuping
hidung (-). Mukosa bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-).
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), JVP (5+2) cmH2O, kaku kuduk (-).
Thoraks Bentuk simetris, tulang dada normal, sela iga tidak ada retraksi,
gerakan dinding dada simetris.
Paru-paru :
Inspeksi : statis, dinamis simetris kanan dan kiri, sela iga
tidak melebar dan tidak terdapat retraksi.
Palpasi : gerakan dinding dada simetris, vokal fremitus
kanan bawah melemah
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru atas dan paru kanan
bawah.
Auskultasi : vesikuler (+) normal pada seluruh lapangan
paru, ronkhi -/-, wheezing (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3
hingga ICS 5 garis sternalis kanan dengan suara redup,
batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 ± 2cm medial
linea midclavicularis kiri dengan suara redup, batas atas
jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri.
Auskultasi : HR 80x/menit, Bunyi jantung I dan II normal,
regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi : bentuk abdomen normal, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : suara timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : dinding abdomen supel, turgor kulit baik, nyeri tekan
(-), hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-), undulasi (-)
Alat kelamin Tidak diperiksa
Ekstremitas Ekstremitas atas : simetris, deformitas (-), oedem (-), CRT <2
detik
Ekstremitas bawah : simetris, deformitas (-), oedem (-), CRT
<2 detik

3. Status Neurologis
 GCS : 15 (E4 M6 V5)
 Pemeriksaan Nervus Cranialis I – XII : Tidak ditemukan kelainan
 Pemeriksaan Rangsang meningeal : Tidak ditemukan kelainan.
o Kaku Kuduk : (-)
o Brudzinski I : Tidak dilakukan
o Brudzinski II : Tidak dilakukan
o Laseque : Tidak dilakukan
o Kernig : Tidak dilakukan
 Pemeriksaan Refleks Fisiologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
o Biseps : Tidak dilakukan
o Triseps : Tidak dilakukan
o Patella : Tidak dilakukan
o Achilles : Tidak dilakukan
 Pemeriksaan Refleks Patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
o Hoffman Tromner : Tidak dilakukan
o Babinski : Tidak dilakukan
o Chaddock : Tidak dilakukan
o Schaefer :Tidak dilakukan
o Oppenheim :Tidak dilakukan
o Gordon :Tidak dilakukan
- Gerakan Involunter : Tidak ada
5. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Belum ada diagnosis
Axis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah psikososial
Aksis V : GAF 59
DAFTAR MASALAH & RENCANA PENANGANAN
Tabel 22. Daftar Masalah dan rencana penanganan
Aspek Indikator Masalah/ Diagnostik Perencanaan Pendekatan Komprehensif Indikator
Biologis Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda 1. Memberikan edukasi kepada penderita Penderita mengkonsumsi
vital didapatkan tekanan darah mengenai penyakit skizofrenia dan tetap obat secara rutin yang
penderita 110/80 mmHg rutin mengkonsumsi medikamentosa yang diberikan oleh dokter
Tidak didapatkan riwayat gangguan sudah diberikan oleh dokter yaitu Penderita datang untuk
jiwa pada keluarga penderita Risperidon 1 x 2 mg, dan Trihexifenidil 1 x kontrol ke puskesmas
sebelumnya 2 mg. secara rutin sebulan sekali.
Pada pemeriksaan GCS didapatkan 2. Memberikan edukasi kepada penderita dan
hasil E4V5M6 (GCS= 15) sehingga keluarga untuk rutin kontrol berobat dan
kesadaran compos mentis. minum obat secara teratur.
 Pada pemeriksaan fisik dalam batas
normal.
 Penderita mengalami hal serupa
sebelumnya
Psikologi Berdasarkan hasil pemeriksaan status Edukasi kepada keluarga untuk memberikan Dukungan keluarga
mental didapatkan adanya gangguan perhatian lebih kepada penderita dengan terhadap kesembuhan
persepsi berupa halusinasi auditorik (+) membawa penderita pergi ke dokter. penderita terlihat.
visual (+) dan gangguan isi pikir yaitu Memberi kesempatan kepada penderita untuk Penderita semakin dekat
waham kebesaran. menceritakan atau mengungkapkan isi hatinya dan terbuka dengan
Hubungan penderita dengan keluarga sehingga penderita dapat merasa lebih tenang keluarga dan hidup lebih
baik. Edukasi kepada penderita untuk lebih terbuka produktif
Diagnosis: Skizofrenia paranoid pada keluarganya.
Sosial Penderita tidak pernah mengikuti Memberikan edukasi kepada penderita untuk Penderita membantu
perkumpulan masyarakat disekitar membantu kegiatan sehari-hari dirumahnya keluarga membersihkan
rumahnya Memberi nasihat kepada keluarga penderita rumah
agar mengerti keadaan penderita dan Penderita mengikuti
mendekatkan diri kepada penderita agar kegiatan masyarakat
penderita merasa mendapat dukungan dan seperti mengikuti
perhatian keluarga pengajian
Mengingatkan keluarga penderita untuk rajin
membawa penderita kontrol ke Puskesmas dan
mengawasi penderita untuk minum obat secara
teratur
Menjelaskan kepada keluarga untuk mengikut
sertakan penderita dalam aktivitas sehari-hari
seperti pekerjaan rumah, aktivitas keagamaan,
dan sosial di lingkungan rumah penderita yang
dilakukan masyarakat setiap bulannya seperti
pengajian
Aksis I: F20.0 Skizofrenia Paranoid

Penemuan kasus orang dengan gangguan jiwa

Jika gawat akan dibawa ke


RS jiwa tedekat
Penemuan kasus orang dengan
gangguan jiwa

Poli PTM melakukan bina raport,


anamnesis, dan pemeriksaan yang
Masyarakat berperan aktif dalam penemuan orang diperlukan serta jika dibutuhkan
dengan gangguan jiwa dengan melapor kepada memberikan rujukan ke RS jiwa
kader ODGJ Dilingkungan setempat terdekat dan pengobatan lanjut ke
spesialis kedokteran jiwa

Kader ODGJ melaporkan kepada ketua RT/RW Melakukan pengobatan dan


Setempat RT/RW setempat melakukan pendataan rehabilitasi sosial
dan edukasi kepada masyarakat atau keluarga
penderita tentang pentingnya pelaporan orang
dengan gangguan jiwa
Kondisi penderita membaik dan stabil
maka dilakukan selanjutnya oleh poli
ptm di puskesmas wilayah setempat
Kader ODGJ melaporkan ke bagian poli PTM di
puskesmas setempat lalu tim bagian Poli PTM
mensurvei dan memastikan laporan yang Gawat maka berkordinasi dengan
disampaikan dengan berkunjung ke tempat. dinas sosial dan keamanan untuk
membawa ke RS jiwa setempat

Analisa berdasar metode 2 menit


Tidak Memiliki keluarga

Memiliki keluarga
Lapor ke bagian dinas sosial
dan keamanan

1. Melakukan edukasi kepada keluarga tentang penyakit,


komplikasi, dan tatalaksana penderita
2. Melakukan edukasi KELUARGA mengenai pentingnya Jika gawat akan dibawa ke RS
family support untuk penderita dengan gangguan jiwa jiwa tedekat
3.Memeriksa apakah penderita memiliki kartu kesehatan
seperti jamkesmas/kis/ bpjs (jika belum maka segera lapor
dan dibuatkan)
4.memeriksa memiliki KTP (jika belum segera ke kantor
kelurahan)
Lapor ke bagian puskesmas kecamatan

Lapor kesuku dinas kesehatan

Lapor dinas kesehatan

Lapor departermen kesehatan

Setelah penderita pulang dari perawatan di rumah sakit

Pemegang program dan


Pemegang Program
Tim KPLDH bekerjasama
bekerjasama dengan petinggi
melakukan home visit
wilayah setempat untuk
rutin setiap bulan untuk
mengadakan penyuluhan
follow up keadaan
mengenai pentingnya deteksi
penderita
dini gangguan jiwa
1. Penegakan diagnosis
 Bina raport
 Wawancara
 Pemeriksaan status mental
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang

2. Langkah-langkah yang akan dilakukan berdasarkan skenario diatas ialah:


Melakukan autoanamnesis kepada penderita dan Alloanamnesis kepada keluarga
penderita mengenai keluhan penderita, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyaki dahulu dan
riwayat kebiasaan, serta dicari faktor risiko dan faktor pencetus timbulnya gejala tersebut.
Ditanyakan juga hubungan dengan keluarga serta hubungan dengan masyarakat. Kemudian
disingkirkan diagnosis lain seperti Gangguan mental organik dan gangguan mental akibat zat
terlarang. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan tujuan
untuk menyingkirkan diagnosis lain.
Kemudian dilakukan penegakan diagnosis multiaksial dari aksis 1 hingga aksis 2 :
Aksis 1 : Gangguan Klinis
Aksis 2 : Gangguan kepribadian dan retardasi mental
Aksis 3 : Kondisi medis umum
Aksis 4 : Masalah psikososial dan lingkungan
Aksis 5 : Penilaian fungsi secara sosial atau (Global Assessment Of Functioning)
Skala GAF berkisar antara 0-100 semakin tinggi skala GAF semakin baik fungsi
kehidupan seseorang.
Setelah ditegakkannya diagnosis multiaksial berdasarkan skenario diatas didapatkan aksis 1
yaitu Skizofrenia paranoid pada penderita ini didapatkan adanya Halusinasi visual dan
auditorik, serta waham kebesaran. Dengan ditemukannya diagnosis tersebut maka dibutuhkan
tatalaksana secara konprehensif berdasarkan Biopsikososial.

3. Penatalaksanaan
Setelah dilakukan penegakan diagnosis, maka selanjutnya ditentukan langkah
penatalaksanaan yang komprehensif dan terintegrasi pada penderita ini. Dalam hal ini, langkah
yang dilakukan mencakup berbagai faktor yaitu dalam aspek biologis, psikologis, dan sosial.
a. Biologis
Penatalaksanaan penderita secara biologis dengan pemberian medikamentosa yaitu obat
antipsikotik APG II yaitu Risperidon 1x1 obat ini memiliki efek samping yaitu ekstrapiramidal
yang minimal, jika timbul gejala ekstrapiramidal tersebut diberikan triheksifenidil 1x1.
Pemberian APG II pada penderita ini atas pertimbangan usia penderita yang masih tergolong
usia produktif yaitu 49 tahun, dimana obat APG II ini tidak memiliki efek samping menurunkan
fungsi kognitif. Selain itu alasan pemberian APG II ini karena mekanisme kerja APG II
memblok reseptor serotonin dan dopaminergik sehingga dapat menghilangkan gejala positif
dan negatif.
b. Psikologis
Tatalaksana secara psikologis yang perlu dilakukan adalah edukasi keluarga untuk
memberikan dukungan psikologis pada penderita. Orangtua penderita sebaiknya meluangkan
waktunya untuk menanyakan kabar penderita dan memberikan semangat pada penderita karena
dukungan moril dari keluarga seperti ini sangat dibutuhkan. Keluarga juga harus dengan
disiplin mengingatkan dan memastikan bahwa penderita harus rutin minum obat psikotik
tersebut.
Selain itu, dukungan masyarakat setempat juga dibutuhkan, masyarakat diharapkan
dapat berperan dalam memberikan dukungan positif dan kepedulian juga dalam keseharian
penderita.
c. Sosial
Aspek sosial yang dibutuhkan penderita adalah dukungan moral dari support system
yaitu keluarga. Selain itu juga dibutuhkan dukungan dari masyarakat setempat. Hubungan baik
dibangun dari kehidupan sosial masyarakat sekitar penderita dengan penderita itu sendiri.
Sebaiknya penderita dianjurkan untuk aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan di
sekitar rumah dan kegiatan keagamaan. Kegiatan sekitar rumah yang dapat diikuti kegiatan
kerja bakti, pengajian di mushola, dan gotong royong. Dengan mengikuti kegiatan tersebut,
selain dapat terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya ia juga dapat lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan sehingga diharapkan dapat memiliki pikiran positif terhadap lingkungan
sekitarnya.
Ketiga aspek di atas sangat berkaitan sehingga harus saling terintegrasi satu sama lain
agar tujuan utama yang diinginkan yaitu mengobati dan mengontrol gejala yang dialami
penderita tersebut secara komprehensif dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Presiden Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014


Tentang Kesehatan Jiwa. http://yankes.kemkes.go.id/assets/downloads/UU%20No.%2018
%20Th%202014%20ttg%20Kesehatan%20Jiwa.pdf. Diakses tanggal 7 Juli 2019.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Jakarta: Depkes. 2016.
3. Puskesmas. Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Menteri Kesehatan
Indonesia. 2015.
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai