Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Blepharospasm adalah distonia fokal yang ditandai dengan kontraksi otot orbikularis
oculi dan frontalis yang berulang dan berkelanjutan, penutupan kelopak mata bersifat secara
involunter. Penyebab pasti blefarospasme belum diketahui, etiologi diperkirakan bersifat
multifaktorial, terdiri dari gangguan-gangguan ekstrapiramidal dan batang otak ataupun
faktor-faktor psikologis. Blefarospasme dapat ditangani oleh pendekatan medis ataupun
pembedahan.

Prevalensi blefarospasme diperkirakan 5 per 100.000. Data epidemiologi telah


mengungkapkan riwayat keluarga mulai dari 7 hingga 27,8% kasus. Faktor yang
berkontribusi mempelajari genetika blefarospasme sangat sulit untuk dipelajari. Laporan
tentang prevalensi blefarospasme berkisar dari 12 per satu juta penduduk di Jepang hingga
133 per satu juta penduduk pada suatu penelitian di Italia. Kebanyakan penelitian
epidemiologis menunjukkan bahwa blefarospasme esensial merupakan suatu gangguan
autosomal dominan. Blefarospasme esensial terjadi paling sering pada wanita di atas usia 50
tahun.

Sebuah survei baru-baru ini di Eropa menemukan bahwa blepharospasm hadir di


28,9% dari 957 pasien dystonia, kedua setelah distonia serviks. Dalam populasi ini wanita 2,3
kali lebih mungkin untuk memiliki gejala ini, dan rata-rata 4,7 tahun lebih tua. Para peneliti
ini mencatat bahwa semua pasien memiliki gejala awal antara 40-60 tahun, dan lebih dari
50% dilaporkan menyebar untuk memasukkan area lain dari tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Palpebra adalah lipatan tipis yang terjadi atas kulit, otot, dan jaringan fibrosa
yang berfungsi melindungi struktur-sktruktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah
digerakan karena kulitnya paling tipis diantara kulit dibagian tubuh lain. Dibawah kulit
terdapat jaringan areolar longgar.Pasien dengan blefarospasme otot yang biasanya
mengalami gangguan adalah musculus orbikularis okuli.Musculus orbicularis oculi
melekat pada kulit.Permukaan dalamnya dipersarafi nervus cranialis facialis (VII) dan
fungsinya adalah untuk menutup palpebra.Otot ini adalah otot sfingter yang yang
melingkari mata terdiri dari bagian orbital,preseptal,dan pretarsal.Bagian orbital berasal
dari medial bola mata dan berjalan melingkari mata melewati bagian atas kelopak
mata,kemudian dibagian bawah kelopak mata,kemudian menuju ligamen
palpebra.Bagian preseptal berasal dari ligamen palpebra berjalan melewati bagian atas
dan bawah mata menuju sudut lateral mata.Bagian orbital dan preseptal membentuk
suatu lingkaran yang mengelilingi mata.Bagian pretarsal terletak hanya berada pada
batas palpebral.

Gambar 1. Anatomi palpebral


M. orbicularis oculi dan m. frontalis (a) bagian pretarsal, (b) bagian preseptal, (c) bagian
orbital, (d) m. frontalis

Blefarospasme juga disebabkan karena gangguan pada m.levator palpebra superior.


Otot ini keluar dari bagian inferior tulang sfenoid, kemudian menyebar dan masuk menuju
bagian atas kelopak mata dan bagian tarsal superior. M.levator palpebra berfungsi untuk
membuka dan menutup kelopak mata bagian atas. Pada penderita blefarospasme otot-otot lain
yang berpengaruh ialah m.corrugator, m.procerus,dan m.frontalis. M.corrugator ini terletak
dari bagian dalam orbita berhubungan dengan bagian dalam hidung,menuju kulit dibagian
dahi tepatnya diatas alis mata. Otot ini berfungsi menarik alis mata dan kulit dari tengah atau
dalam posisi diam menjadi ke arah medial dan bawah.
M.procerus terletak dari fasia tulang nasal dan kartilago nasal, kemudian melewati
area dasar hidung,kemudian naik ke atas masuk ke kulit di bagian tengah dahi diantara dua
alis mata. Otot ini berfungsi untuk menarik kulit dari dahi diantara dua alis mata ke bawah
dan membuat munculnya kerutan melintang di area glabella dan batang hidung.Otot ini juga
bekerja sinergik dengan m.corrugator dan m.orbicullaris oculi.M.frontalis adalah otot yang
panjang dan berbentuk quadrilateral percabangan dari m.fascialis superior. M.frontalis masuk
ke gabungan m.orbikularis okuli di bagian atas berbatas dengan alis mata dan berbatasan
dengan bagian tengah dan medial kelopak mata.otot ini bergabung dengan m.orbikularis
okuli dan mengikuti pergerakannya.

Gambar 2. Otot otot pada mata


a) m. External stratum of orbicularis. h) m. Zygomaticus minor.
b) m. Inferior oblique (oculi). i) m. Fatty capsule of eyeball (ocular bulb).
c) m. Superior oblique (oculi). k) m. Ocular bulb.
d) Trochlea of m. superior oblique. l) m. rectus superior (oculi).
e) m. Frontalis. m) m. rectus medialis (oculi).
f) m. Levator labii superioris alaeque nasi. n) m. rectus inferior (oculi)
g) m. levator labii superioris. o) m. rectus lateralis (oculi).
2.2. Definisi Blefarospasme
Blefarospasme adalah keadaan dimana terjadi kontraksi otot involunter yang
ditandai spasme pada musculus orbicularis okuli yang persisten atau repetitif.

2.3. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti, kemungkinan disfungsi yang berasal dari
ganglia basalis. Blefarospasme dapat timbul karena adanya faktor predisposisi yang
spesifik seperti stress emosional dan kelelahan memperburuk terjadinya blefarospasme
bersifat psikogenik dan akibat kelainan persarafan. Spasme cenderung makin kuat dan
makin sering menimbulkan ekspresi meringis dan penutupan mata secara involunter.
Keadaan dapat berlanjut jika blepharospasme seringkali terjadi sepanjang hari. Spasme
menghilang pada saat tidur, dan pada beberapa orang setelah tertidur dengan nyenyak,
spasme tidak timbul beberapa jam setelah terbangun. Pada keadaan lanjut, spasme yang
terjadi sangat hebat dan penglihatan pasien menjadi gelap, kelopak mata tertutup kuat
dengan paksa untuk beberapa jam.. Tindakan memejamkan mata dengan kuat yang tidak
disadari, yang dapat berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam.Blefarospasme
dapat terjadi bilateral dan sering terjadi pada orang tua.
Sedangkan blefarospasme essensial jinak dari spasme hemifasial cenderung
terjadi unilateral dan mengenai muka bagian atas dan bawah. Spasme hemifasial
disebabkan oleh kompresi nervus facialis oleh arteri atau tumor fossa posterior.
Blepharospasme dapat dicetuskan oleh obat-obatan, seperti pemakaian obat-
obatan parkinson. Jika terjadi karena pengobatan parkinson, gejala yang timbul dapat
diringankan dengan menurunkan dosis obat. Blefarospasme juga dapat disebabkan oleh
lesi iritatif pada kornea dan konjungtiva atau pada nervus fascialis, erosi kornea, uveitis
anterior, glaucoma akut dan glaucoma kongenital. Blefarospasme juga dapat ditemukan
pada pasien psikiatrik dan histeria.Berdasarkan pengamatan gejala dan tanda dari dry eye
seringkali diawali atau terjadi bersamaan dengan blepharospasme.Pada orang-orang
yang rentan kemungkinan timbulnya dry eye merupakan pencetus terjadinya
blepharospasme. Dapat juga merupakan penyakit keturunan dengan lebih dari satu
anggota keluarga yang menderita blepharospasme namun kasusnya jarang terjadi.

2.3. Patofisiologi
Kelopak mata mempunyai sejumlah otot yang berfungsi untuk menutup dan
membuka mata. Otot yang berfungsi menutup dan mengedip pada kelopak mata atas dan
bawah adalah otot orbikularis okuli. Selain itu ada lagi otot yang berfungsi membuka
mata pada kelopak mata. Normalnya mata normal berkedip rata-rata 14-15 kali per
menit, bila lebih dari itu, mesti dicurigai blefarospasme. Blefarospasme dapat timbul
kemungkinan disfungsi yang berasal dari ganglia basalis. Gangguan pada ganglia basalis
tersebut menyebabkan aktivitas asetilkolin yang berlebihan sehingga akan menyebabkan
kontraksi otot yang berlebihan pula.
Selain itu, gejala yang biasa dialami meliputi iritasi mata yang membuat tidak
nyaman, sensitif saat melihat, dan semakin sering mengedipkan mata. Apabila kontraksi
otot-otot orbikularis okuli, otot di sekitar mata disertai dengan kontraksi otot-otot wajah,
mulut, rahang, dan leher disebut sindroma meige. Sindroma ini biasanya terjadi pada
satu mata, bergerak ke atas dan ke bawah dan gejalanya tetap ada pada saat penderita
tidur.
Benign Essensial Blepharospasm adalah sejenis kontraksi otot tidak lazim yang
ditandai dengan spasme persisten atau repetitive dari muskulus orbikularis
okuli.“Benign” menandakan kondisi yang tidak mengancam jiwa, dan “essential” adalah
penyakit yang tidak diketahui penyebabnya.Penyakit ini termasuk dystonia focal dan
cranial. Cranial berhubungan dengan kepala dan focal menunjukkan tertahan pada satu
bagian. Dystonia menggambarkan kontraksi dan spasme otot secara tidak sadar yang
abnormal. Pasien dengan blepharospasme memiliki tajam penglihatan yang normal.
Gangguan penglihatan hanya tejadi karena penutupan kelopak yang terpaksa.

2.4. Diagnosis
Blefarospasme ditandai dengan sering berkedip sehingga menyebabkan
ketidaknyamanan ringan, iritasi mata, sampai penutupan kelopak mata yang kuat dan
terus menerus sehingga menyebabkan kebutaan fungsional. Dapat mengenai bilateral
maupun unilateral. Diagnosis dengan neuroimaging dapat membantu untuk melakukan
evaluasi pada pasien yang dicurigai mengalami blefarospasme sekunder yang
disebabkan karena stroke akut, multiple sclerosis, atau penyebab lain.

2.5. Diagnosis banding


1. Hemifacial Spasme :unilateral, meliputi seluruh sisi wajah, tidak menghilang saat
tidur, penyebab tersering adalah kerusakan nervus fascialis pada tingkat batang otak,
terapi sama dengan blefarospasme.
2. Iritasi mata :benda asing pada kornea dan konjungtiva, trikhiasis, blefaritis, dry eye.
3. Tourette’s Sindrom : spasme otot multiple yang berulang-ulang
4. Tic Douloureux (Trigeminal Neuralgia) :episode akut dari nyeri pada daerah distribusi
nervus kranial V, biasanya menyebabkan Tic atau berkedip.
5. Tardive Diskinesia :diskinesia mulut-wajah, sering disertai dengan gelisah distonia
tungkai dan lengan, biasanya disebabkan karena penggunaan terapi antipsikotik
jangka panjang.
6. Eyelid Myokimia :kedutan kelopak mata, biasanya disebabkan karena stress.

Blepharospasme dapat dibedakan dengan :


 Ptosis : kelopak mata jatuh dan terasa berat disebabkan oleh paralisis atau kelemahan
otot levator pada kelopak mata atas
 Blepharitis : inflamasi kelopak mata yang disebabkan oleh infeksi atau alergi
 Hemifacial spasme : keadaan non distonia yang melibatkan beberapa otot wajah pada
satu sisi, seringkali mengenai kelopak mata, dan disebabkan oleh iritasi saraf facial.
Kontraksi otot lebih cepat dan berpindah -pindah dibandingkan blepharospasme, dan
selalu terjadi di perbatasan pada satu sisi wajah.

2.6. Penatalaksanaan
Non Operatif
1. Untuk menghentikan kedutan pada mata dengan membiarkan tubuh dan mata
beristirahat.
2. Mengompres mata dengan air hangat untuk beberapa saat dan bila perlu minum
vitamin saraf juga dapat membantu.
3. Latihan biofeedback
4. Hipnosis
5. Psikoterapi, obat-obat neuroleptik

Beberapa obat yang dapat digunakan :


– Artane (trihexyphenidyl) – tegretol (carbamazepine)
– cogentin (benztropin) – sinemet atau modopar (levodopa)
– valium (diazepam) – parlodel (bromocriptime)
– klonapin (clonazepam) – symmetrel (amantadine).
– lioresal (baclofen)

6. Suntikan berulang dengan toksin botulinum tipe A


Saat ini suntikan Botox lebih banyak dipakai untuk mengobati blefarospasme.
Oleh para peneliti, diketahui bahwa jamur tersebut adalah Clostridium botulinum
yang memproduksi 6 jenis racun, serotype toxin A, B, C, D, E, F. Tapi hanya tipe A
yang bisa melumpuhkan kontraksi otot yang tak dikehendaki tersebut.Mengingat
fungsinya sebagai racun yang bisa melumpuhkan otot, pemakaian Botox harus
dilakukan ekstra hati-hati.Lokasi suntikan yang di berikan pada kelopak mata, harus
tepat pada otot dan di bawah kulit, tidak sampai masuk ke pembuluh darah.Bila
sampai racun itu ikut mengalir ke jantung. Jantung pun bisa berhenti berkontraksi.

Operatif
1. Tindakan ablasi bedah selektifpada nervus fascialis atau ekstirpasi selektif otot
orbikularis. suntikan alkohol pada otot orbikularis okuli agar terjadi paralisis
sementara.

2.7. Komplikasi
Komplikasi pada blefarospasme kronik biasanya adalah ”dry eyes”,
dermatochalasis (hilangnya kulit kelopak mata yang abnormal karena tarikan yang tetap
pada kelopak mata sebagai upaya untuk menjaga mata tetap terbuka). Terjadi pada lebih
dari 80% pasien dengan blefarospasme, meliputi otot wajah, oromandibular, faring,
laring dan leher dan pada fokal distonia sedikit demi sedikit berkembang menjadi bagian
(cranial-cervical) distonia.Sebagai tambahan, untuk kelainan fisik yang dialami, pasien
juga kadang mengalami sensasi ”tarikan” yang tidak nyaman dibelakang matanya.

2.8. Prognosis
Blefarospasme adalah kelainan yang tetap pada kebanyakan pasien.Pada dua
kelompok besar pasien dengan blefarospasme, kurang dari 3% dari seluruh pasien
mengalami perpanjangan remisi spontan. Pada satu kelompok, dari 238 pasien, 11,3%
pasien diketahui bahwa gejala hilang setelah kurang dari lima tahun menderita
blefarospasme. Umumnya pasien mengalami perburukan gejala yang progresif pada
lima tahun pertama serangan setelah gejala stabil, dan lebih dari 15% pasien dapat
menjadi buta.
BAB III
KESIMPULAN

Blefarospasme merupakan keadaan dimana terjadi kontraksi otot involunter


yang ditandai spasme pada musculus orbicularis okuli yang persisten atau repetitif.
Penyebabnya belum diketahui pasti, kemungkinan disfungsi yang berasal dari ganglia
basalis. Blefarospasme dapat timbul karena adanya faktor predisposisi yang spesifik
seperti stress emosional dan kelelahan memperburuk terjadinya blefarospasme bersifat
psikogenik dan akibat kelainan persarafan.
Kelopak mata mempunyai sejumlah otot yang berfungsi untuk menutup dan
membuka mata. Otot yang berfungsi menutup dan mengedip pada kelopak mata atas dan
bawah adalah otot orbikularis okuli. Selain itu ada lagi otot yang berfungsi membuka
mata pada kelopak mata. Normalnya mata normal berkedip rata-rata 14-15 kali per
menit, bila lebih dari itu, seharusnya dicurigai sebagai blefarospasme.
Blefarospasme ditandai dengan sering berkedip sehingga menyebabkan
ketidaknyamanan ringan, iritasi mata, sampai penutupan kelopak mata yang kuat dan
terus menerus sehingga menyebabkan kebutaan fungsional. Dapat mengenai bilateral
maupun unilateral. Diagnosis dengan neuroimaging dapat membantu untuk melakukan
evaluasi pada pasien yang dicurigai mengalami blefarospasme sekunder yang
disebabkan karena stroke akut, multiple sclerosis, atau penyebab lain.
Daftar Pustaka
1. Riordan Eva, Paul; Whitcher, John PVaighan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
2009. Jakarta: EGC.
2. Snell. 2012. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC
3. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M; Ilmu Penyakit Mata. 2005. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Zafar, S.A. 2013. Efficacy of botulinum toxin in benign essential blepharospasme
desirable and undesirable effects. Pak J Med Sci Vol 29. No 6. Associate professor of
ophthalmologist. Pakistan
5. Valls-Sole J and Defazio G (2016) Blepharospasm: Update on Epidemiology, Clinical
Aspects, and Pathophysiology. Front. Neurol. 7:45. doi: 10.3389/fneur.2016.00045

Anda mungkin juga menyukai