Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

PTOSIS NON-KONGENITAL

Disusun Oleh :
Liza Maria Rouly
Pembimbing :
dr. Josiah Irma, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG

A. ANATOMI
Levator palpebra superior (LPS) adalah otot utama yang bertanggung jawab untuk
pergerakan kelopak mata ke atas. LPS berasal dari belakang orbit dan meluas ke depan
sepanjang otot mata. LPS berada di dalam kelopak mata dan tarsal plate, struktur fibrosa
berbentuk setengah lingkaran yang memberikan bentuk bagi kelopak mata atas. LPS
diinervasi oleh nervus okulomotor superior. LPS menempel pada tarsal plate dengan
didasari oleh otot Mller. Otot involunter ini terdiri dari otot polos yang diinervasi secara
simpatis dan memiliki kemampuan untuk 'mengencangkan' perlekatan sehingga
mengangkat kelopak mata beberapa milimeter. Otot lain yang mempengaruhi posisi
akhir dari kelopak mata adalah otot frontalis dan orbikularis okuli. Kedua otot ini
diinervasi oleh nervus fasialis. Kontraksi wajah membantu untuk mengangkat kelopak
mata ke atas dengan bekerja secara tidak langsung pada jaringan lunak sekitarnya,
sedangkan kontraksi orbikularis okuli mendorong kelopak mata menutup ke bawah.1
Kelopak mata atas dipendarahi pada bagian medial oleh superior medial
palpebral vessels, yang merupakan cabang dari arteri oftalmika terminal, dan pada bagian
lateral oleh superior lateral palpebral vessels dari arteri lakrimalis. Pembuluh darah
lateral dan medial ini membentuk anastomosis yang disebut dengan palprebral arterial
arcades. Kelopak mata bawah mendapat vaskularisasi dari medial and lateral inferior
palpebral vessels. Drainase vena mengalir terutama pada beberapa pembuluh darah besar
wajah. Drainase limfatik terbatas pada regio anterior ke septum orbita. Drainase dari 2/3
lateral kelopak mata atas dan 1/3 lateral dari kelopak mata bawah dibawa ke kelenjar
getah bening parotis superfisialis dan submandibular, sedangkan drainase dari 1/3 medial
dari kelopak mata atas dan 2/3 medial dari kelopak mata bawah dibawa ke kelenjar getah
bening servikalis anterior.2

Gambar 1. Otot orbicularis dan frontalis. 2 Gambar 2. Septum orbita. 2


a. Bagian pretarsal; b. Bagian preseptal
c. Bagian orbita; d. Otot frontalis

Gambar 3. Cabang motorik dari nervus kranialis ketujuh ke otot kelopak mata dan alis

2
a. Cabang frontal; b. Cabang zigomatik; c. Cabang buccal.2

Gambar 4. Arteri kelopak mata.2 Gambar 5. Vena pada kelopak mata.2


a. Arteri palpebralis medialis a. Superior venous arcade
b. Arteri palpebralis lateralis b. Inferior venous arcade
c. Superior peripheral arcade c. Vena fasialis transversus
d. Superior marginal arcade d. Vena palpebralis superior
e. Arteri angularis

B. DEFINISI
Ptosis adalah penurunan dari kelopak mata di bawah posisi normal. Kata 'ptosis'
diturunkan dari bahasa Yunani '', yang diterjemahkan sebagai 'untuk jatuh'. Kata
ini merupakan bentuk singkat dari kata 'blepharoptosis' ('kelopak mata yang jatuh').
Istilah blepharoptosis merupakan bentuk lama dan tidak lagi digunakkan. Ukuran fisura
palpebra normal adalah 12-15 mm. Jarak antara refleks cahaya kornea dan batas kelopak
mata atas disebut dengan upper marginal reflex distance. Pengukuran ini digunakkan
sebagai penilaian objektif dari ptosis. Definisi resmi ptosis adalah upper marginal reflex
distance di bawah 2 mm atau asimetris lebih dari 2 mm antara kedua mata.1

C. EPIDEMIOLOGI
Ptosis dapat terjadi pada semua usia. Ptosis kongenital terjadi saat lahir,
sedangkan ptosis akuisita dapat terjadi kapanpun. Ptosis tidak memiliki predileksi ras
atau jenis kelamin tertentu.3

D. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

3
Ptosis dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi menurut Beard's Revised
Classification of Ptosis, sebagai berikut.1,4
a. Ptosis aponeurotik
Ptosis aponeurotik terjadi akibat kelainan pada aponeurosis levator, yang dapat
berupa dehiscence, disinsersi, atau peregangan. Pada orang tua, degenerasi otot levator
atau penipisan aponeurosis seiring pertambahan usia dapat mengakibatkan ptosis
involusional. Pada pasien yang lebih muda, manipulasi berulang kelopak mata atas
selama penggunaan lensa kontak dapat menyebabkan disinsersi dari aponeurosis levator.
Ptosis tipe ini juga dapat terjadi setelah operasi mata atau trauma. Mekanisme tersebut
dapat berupa cedera langsung pada aponeurosis, peregangan atau kerusakan akibat
pembengkakan pasca operasi, penggunaan spekulum pada kelopak mata, efek miotoksik
dari anestesi lokal yang digunakkan, atau kerusakan pada otot levator akibat jahitan.
Ptosis dapat bersifat unilateral atau bilateral dan bervariasi dalam tingkat keparahan.
Kelopak mata atas dapat terangkat atau tidak tertutup akibat perlekatan yang kendur dari
aponeurosis ke tarsal dan orbikularis okuli. Ptosis tampak pada primary gaze, tetapi
biasanya memburuk saat menatap kebawah, terutama ketika membaca. Gambaran klinis
dapat menyerupai miastenia karena terjadi perburukan ptosis menjelang akhir hari akibat
kelelahan otot muller. Penyebab lain dapat terjadi akibat edema kelopak mata akibat
infeksi atau alergi, kehamilan, penggunaan steroid topical jangka panjang. 1,4,5

4
Gambar 6. Ptosis involusional. Perhatikan kenaikan dari lipatan kelopak mata akibat dehiscence dari aponeurosis
levator, dan terdapat mekanisme kompensasi frontalis over-activation yang menyebabkan alis mata terangkat. 6

b. Ptosis neurogenik
Ptosis neurogenik biasanya terjadi akibat palsi saraf okulomotor atau Horners
syndrome. Palsi saraf okulomotor dapat menunjukkan gambaran ptosis, oftalmoplegia,
diplopia, dan pupil yang mengalami mid-dilatasi serta kurang reaktif.
Horners syndrome terjadi akibat trauma, invasi neoplasma, stroke, atau penyakit
pembuluh darah pada jalur simpatis. Patologi penyakit ini melibatkan jaras simpatis pada
hipotalamus, pre- atau post-ganglion. Pasien datang dengan gejala ptosis ipsilateral
ringan, miosis ipsilateral, dan anhidrosis. 1,4,5

Gambar 7. Horners syndrome. Perhatikan ptosis ringan dan miosis dari mata kiri. 6

c. Ptosis neuromuskular
Ptosis neuromuscular terjadi karena gangguan autoimun, dimana antibodi
memblokir, mengubah, atau menghancurkan reseptor acetylcholine pasca-ganglionik di
neuromuscular junction otot skeletal, sehingga mencegah kontraksi otot. Gangguan ini
terdapat pada myasthenia gravis. Karakteristik myasthenia gravis adalah kelemahan yang
fluktuatif pada otot, biasanya memburuk dengan aktivitas. Ptosis dapat memburuk bila
pasien menatap ke atas secara terus-menerus selama minimal 30 detik, dan dapat
membaik dengan istirahat dan pemberian es. 1,4,5
d. Ptosis mekanik

5
Ptosis mekanik terjadi akibat berat yang berlebihan. Hal ini biasanya terjadi
akibat neoplasma pada kelopak mata bagian atas, sehingga otot levator menanggung
beban berat dalam menjalankan fungsinya. Penyebab paling umum adalah neoplasma
jinak atau ganas dari kelopak mata, seperti hemangioma, kalazion, dan kista dermoid
dengan ptosis lebih besar terjadi di daerah massa. Perubahan sikatrikal pada konjungtiva
tarsal dan forniks superior setelah mengalami trakoma dapat mengakibatkan ptosis tipe
restriktif. Blepharochalasis adalah kondisi langka, dengan etiologi yang tidak diketahui,
dan mempengaruhi orang muda secara herediter. Hal ini dimanifestasikan dengan
serangan berulang transien edema kelopak mata dan eritema yang dimulai sekitar usia
pubertas dan menyebabkan ptosis selama serangan. Setelah serangan, perubahan
permanen dapat terbentuk pada kelopak mata, seperti penipisan, kerutan, dan perubahan
warna kulit atau dehiscence dari aponeurosis yang juga dapat menyebabkan ptosis.
Levator yang mengalami entrapment akibat fraktur orbital atau perambahan oleh benda
asing orbital dapat juga secara mekanis mengganggu fungsi dari levator dan
menyebabkan terjadinya ptosis. 1,4,5

Gambar 8. Ptosis mekanikal akibat inflamasi granulomatosa. 6

e. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah bentuk ptosis yang terjadi akibat abnormalitas selain yang
ditemukan pada elevator kelopak mata. Pseudoptosis dapat ditemukan pada sisi mata
dengan ukuran, bentuk, atau posisi yang abnormal; seperti, anophthalmos,
microphthalmos, dan phthisis bulbi. Pseudoptosis juga dapat terjadi pada kasus

6
dermatochalasis, dimana terdapat kulit kelopak mata atas yang longgar dan berlebihan,
serta tampak menggantung dan menyerupai ptosis. 1,4,5

Gambar 9. Pseudoptosis akibat dermatochalais. Kulit kelopak mata yang berlebih jatuh di bawah batas kelopak mata,
tetapi pengukuran MRD1 sebenarnya normal bila kulit secara manual diretraksi ke posisi semula dan batas kelopak
mata atas dapat terlihat.6
f. Ptosis traumatik
Blepharoptosis traumatik dapat terjadi akibat cedera kelopak mata dengan
kerusakan pada otot pengangkat kelopak mata, aponeurosis levator atau gangguan input
saraf. Oleh karena itu, trauma kelopak mata dapat menyebabkan ptosis miogenik,
aponeurotik, dan neurogenik. 1,4
g. Ptosis alis
Ptosis alis terutama terjadi pada orang tua yang berusia di atas 50 tahun atau
dengan dermatochalasis (suatu kondisi dimana pasien memiliki kulit dan otot kelopak
mata secara berlebihan). Ptosis alis adalah suatu kondisi di mana alis terkulai. Kelemahan
pada otot dahi memungkinkan alis untuk jatuh. Oleh karena itu, kulit di bawah alis juga
jatuh ke dalam ruang atas kelopak mata, dan membuat lipat kelopak mata atas tampak
berat. 1,4

Ptosis non-kongenital dapat dibedakan dengan ptosis kongenital untuk membantu


menegakkan diagnosis yang mendasari. Ptosis yang terjadi saat bayi lahir hingga 1 tahun
kehidupan disebut dengan ptosis kongenital. Foto keluarga dapat membantu menjelaskan
onset dan variabilitas dari ptosis kongenital. Pasien anak yang datang setelah usia 1 tahun
dan memiliki gangguan pada ketajaman visus dapat membantu klinisi untuk
mengarahkan diagnosis ke arah ptosis kongenital. Pasien dengan riwayat keluarga kuat
dari ptosis kongenital mungkin tidak membutuhkan tindak-lanjut.

7
Tabel 1. Beard's Revised Classification of Ptosis.4

8
Ptosis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jarak jatuhnya palpebra superior

9
dalam 3 derajat, sebagai berikut.6

a. Derajat 1 - Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm (ptosis ringan).
b. Derajat 2 - Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm (ptosis sedang).
c. Derajat 3 - Jika batas kelopak mata atas menutupi.

E. DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


Riwayat pasien dengan ptosis harus mencakup hal-hal sebagai berikut.1
a. Apakah gangguan terjadi pada satu atau kedua mata?
b. Apakah terdapat gejala terkait, khususnya nyeri, malaise, gangguan visual,
diplopia, disfagia atau kelemahan otot di tempat lain?
c. Bagaimana kecepatan onset, durasi dan progresifitas dari ptosis? Apakah ptosis
berfluktuasi? Apakah ada faktor yang memperingan dan memperberat secara
jelas?
d. Apakah pasien memiliki komorbiditas lain? Secara khusus, adakah faktor risiko
vaskular, riwayat cedera kepala, leher atau dada, riwayat HIV atau penyebab lain
dari imunosupresi, gambaran sindrom metabolik, kanker atau penyakit mata?
Apakah ada gambaran sistemik giant cell arteritis?
e. Apakah terdapat riwayat trauma, operasi mata atau menggosok kelopak mata?
Apakah pasien memakai lensa kontak?
f. Apakah pasien memiliki riwayat mengalami blefaroplasti?
g. Apakah pasien menggunakan obat-obatan tertentu?
h. Apakah terdapat riwayat ptosis kelemahan otot lainnya dalam keluarga?

Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan, dan tatalaksana ptosis


dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan, dan tatalaksana ptosis. 5

10
Gambar 10. Mata normal menunjukkan gambaran MRD (margin to reflex distance) dengan garis kuning dan
fisura palpebral dengan garus merah. Titik putus-putus menggambarkan lipatan kelopak mata atas. 7

11
Gambar 11. A. Fungsi levator diukur ketika pasien melihat ke bawah. B. Pengukuran kelopak mata dalam
keadaan upgaze, sambil pemeriksa menahan otot frontalis pada tempatnya dengan tangan yang lain. 7

Gambar 12. Margin Crease Distance (MCD) adalah pengukuran jarak dari lipatan kelopak mata ke batas
kelopak mata sepanjang kelopak mata atas dalam posisi down gaze.8

Tabel 2. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan, dan tatalaksana ptosis (lanjutan). 5

Pemeriksa dapat juga menggunakan Ptosis Evaluation Sheet seperti pada gambar
di bawah ini, untuk memudahkan pemeriksaan ptosis.

12
Gambar 12. Ptosis Evaluation Sheet.9

13
Gambar 12. Ptosis Evaluation Sheet (lanjutan).9

Tabel 2. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan, dan tatalaksana ptosis (lanjutan). 5

14
Gambar 13. Conjunctiva-Muller resection. Gambar 14. Anterior levator resection.
A. Otot muller dan konjungtiva dijepit;. A. Insisi kulit; B. Diseksi dan reseksi aponeurosis
B. Tampilan setelah dilakukan eksisi dan levator; C. Penempelan kembali levator ke tarsal
penjahitan.10 plate.10

15
Gambar 15. Brow suspension. A. Lokasi insisi ditandai; B. Threading of fascial lata strips; C. Pengencangan
dan pengikatan strips.10

G. PROGNOSIS
Tatalaksana ptosis memiliki angka keberhasilan sebesar 70% pada pasien dengan
myasthenia gravis. Prosedur operasi yang dilakukan oleh dokter bedah yang
berpengalaman memiliki hasil yang sangat baik.11

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad K. Ptosis. Pract Neurol. 2011; 11: 332-40.


2. Anderson R. Anatomy of the eyelids. Dutton J, Gayre GS, Proia AD, editors. In:
Diagnostic atlas of common eyelid diseases. 2007. p.1-10.
3. Cohen AJ. Adult ptosis. [updated 2015 Sep 1; cited 2017 Mar 6]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1212082-overview?
pa=YpNJLRcduO39ePemUIjEb1yJThtf%2FmeULvYU6Zu8nTtD4PS
%2BbhzTNIVhwVwBxrg6wWN02McaAsE2fmtQFVKa
%2BsOTxXj1FB9%2Fm4TgsfVXs6o%3D#a6.
4. Sullivan J. Lids. Eva PR, Whitcher JP, editors. In: Vaughan & Asbury's general
ophthalmology. USA: McGraw-Hill Companies; 2011.
5. Sudhakar P, Vu Q, Lasaki OK, Palmer M. Upper eyelid ptosis revisited. Am J Clin Nutr.
2009; 6: 5-14.
6. Klejch W, Vislisel JM, Allen RC. A primer on ptosis. [updated 2015 Apr 6; cited 2017
Mar 6]. Available from: http://www.EyeRounds.org/tutorials/ptosis/.
7. Krishnakumar S. Clinical evaluation and management of ptosis. AECS Illumination.
2013; 13: 1-7.
8. Zoumalan CI, Lisman RD. Evaluation and management of unilateral ptosis and avoiding
contralateral ptosis. Aesthet Surg J. 2010; 30: 320-8.
9. Pauly M. Ptosis evaluation sheet. [updated 2011 Dec; cited 2017 Mar 6]. Available from:
http://ksos.in/ksosjournal/journalsub/Journal_Article_26_469.pdf.
10. Nischal K. Eyelids. Kanksi J, Bowling B, editors. In: Clinical opthalmogy: a systemic
approach. London: Elsevier; 2011.
11. Knot L. Ptosis and lidlag. [updated 2015 Jan 1; cited 2017 Mar 6]. Available from:
http://m.patient.media/pdf/1600.pdf?v=636056675452007923.

17

Anda mungkin juga menyukai