Anda di halaman 1dari 31

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Palpebra

Kelopak mata atau palpebra berperan dalam melindungi bagian depan


bola mata dari kerusakan lokal. Selain itu, palpebra juga meregulasi cahaya
yang masuk ke mata, menyebarkan air mata ke seluruh kornea saat berkedip,
juga dalam proses pengaliran air mata, yaitu dalam pemompaan conjunctival
sac dan lacrimal sac.
Struktur yang menyusun palpebra antara lain adalah kulit; jaringan
subkutan; otot orbikularis okuli; jaringan areolar submuskular; lapisan fibrosa
yang terdiri dari tarsal dan septum orbita; pengangkat kelopak mata atas dan
bawah; lapisan lemak retroseptal dan konjungtiva
Palpebra superior berbatas hingga ke alis, yang memisahkannya
dengan dahi. Palpebra inferior berbatas hingga ke bawah cekungan orbita
tepat sebelum pipi, membentuk lipatan dimana jaringan ikat longgar palpebra
bertemu dengan jaringan padat dari pipi (Khurana, 2007; Sidarta 2011; Paul et
al., 2007).

Gambar 1. Anatomi Palpebra Inferior


Sumber : Patel, Buphendra, 2013. Eyelid Anatomy in:
http://emedicine.medscape.com/article/834932-
overview#aw2aab6c12
Sulkus palpebra superior berkisar 8-11 mm di atas batas palpebra dan
terbentuk dari perlekatan insersi superfisial dari serat levator aponeurotik.
Lipatan palpebra inferior, yang lebih jelas terlihat pada anak-anak, berjarak
3mm dari inferior ke batas medial bawah palpebra hingga 5mm dari inferior
ke batas lateral palpebra (Khurana, 2007; Sidarta 2011; Paul et al., 2007).

Gambar 2. Anatomi superfisial palpebra


Wals & Hoyts.; Introduction, Normal and Abnormal Eyelid Function, in
Clinical Neuro-Ophtalmology; Chapter 1st, chapter 24th, 6th Edition; Lippincott
Williams & Walkins; 2005

Lipatan nasojugal berawal dari bawah dan samping regio kantus bagian
dalam sejajar dengan lekukan dari pemisah orbikularis okuli dan levator labii
superior membentuk saluran air mata
Mata yang terbuka merupakan celah palpebra, ruang fusiformis
diantara kedua batas palpebra dengan panjang kurang lebih 28-30mm dan
lebar maksimal 9mm. Cekungan natural dari palpebra superior merupakan
sebuah fungsi statik dari bentuk tarsus yang berkombinasi dengan adaptasi
palpebra terhadap kelengkungan bola mata (Khurana, 2007; Sidarta 2011;
Paul et al., 2007).

Gambar 3. Anatomi Palpebra Inferior


Sumber : Patel, Buphendra, 2013. Eyelid Anatomy in:
http://emedicine.medscape.com/article/834932-
overview#aw2aab6c12

1) Kulit dan Jaringan Subkutan


Kulit palpebra merupakan yang tertipis di seluruh tubuh dengan
ketebalan kurang dari 1 mm dan tidak memiliki lapisan lemak subkutan.
Bagian medial dari kulit palpebra memiliki bulu yang lebih halus dan lebih
banyak kelenjar sebaseus dari bagian lateral yang menyebabkan bagian ini
lebih halus dan lebih berminyak. Bagian transisi dari kulit yang lebih tipis ke
bagian kulit yang lebih tebal menuju alis (sekitar 10mm dibawah rambut-
rambut alis bagian bawah) penting secara klinis. Batasan ini harus
diperhatikan dalam pembedahan kelopak mata rekonstruktif (Khurana, 2007;
Sidarta 2011; Paul et al., 2007).
Jaringan subkutan terdiri dari jaringan ikat longgar. Lemak sangat tipis
pada kulit preseptal dan preorbital dan tidak ada sama sekali pada kulit
pretarsal. Jaringan subkutan tidak dijumpai pada ligamen palpebra medial dan
lateral, dimana kulit melekat pada jaringan fibrosa dibawahnya.
Dermatochalasis, blepharochalasis dan epicanthicfolds adalah beberapa
kondisi yang secara primer melibatkan kulit dan jaringan subkutan dari
palpebra (Wals and Hoyts, 2005).

Gambar 4. Anatomi Palpebra


Sumber : American Academy of Ophtalmology.; Eyelid, in Orbit, Eyelids,
and Lacrimal System; Chapter 9, 7th Section; American Academy of
Ophtalmology; 2011-20012: 134-5, 146, 192-3
2) Otot Orbikularis Okuli
Otot ini merupakan salah satu otot superfisial dalam membentuk
ekspresi wajah. Diinervasi oleh sistem superficial musculoaponeurotic
(SMAS), kontraksi otot berakibat bergeraknya jaringan diatasnya dengan cara
memanjangnya septa fibrosa dari SMAS hingga dermis (Khurana, 2007;
Sidarta 2011; Paul et al., 2007).
Otot ini secara umum dibagi menjadi bagian orbita dan palpebra, yang
secara khusus dibagi lagi menjadi bagian preseptal dan pretarsal. Bagian
palpebral berperan dalam berkedip dan mengerutkan mata secara sadar,
sedangkan bagian orbita berperan dalam menutup mata secara paksa. Inervasi
nervus fasialis berasal dari cabang temporal dan dari cabang zigomatikum.
Saraf-saraf ini tersusun secara horizontal dan mempersarafi otot-otot dari
permukaan bagian bawah. Bagian orbita melebar dengan pola sirkular
mengelilingi orbita, berlapis dengan otot-otot lain dalam membentuk raut
wajah (American Academy of Ophtalmology, 2011).

Otot orbikularis bagian preseptal berada di atas septum orbita dan berasal dari
arah medial dari superfisial dan bagian dalam serta berhubungan dengan
ligamen palpebra bagian medial. Bagian pretarsal berada di depan tarsus,
dengan asal yang lekat dengan ligamen palpebra bagian medial (American
Academy of Ophtalmology, 2011; Paul, 2007).
Gambar 5. Otot Orbikularis Okuli dan otot-otot terkait A. Frontalis muscles;
B. corrugator supercili muscle; C. procerus muscle; D. orbicularis muscle
(orbital portion); E. orbicularis muscle (preseptal portion); F. orbicularis
muscle (pretarsal port ion); G. medial canthal tendon; H. lateral canthal
tendon.
Sumber : American Academy of Ophtalmology.; Eyelid, in Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System; Chapter 9, 7th Edition; American Academy of
Ophtalmology; 2011-20012: 134-5, 146, 192-3

3) Jaringan Areolar Submuskular


Terdiri dari beragam jaringan ikat longgar dibawah otot orbikularis
okuli. Palpebra dapat terpisah menjadi bagian anterior dan posterior melalui
plana potensial ini, dimna dicapai dari pembagian garis abu-abu di batas
palpebra. Pada palpebra superior, potongan mendatar dibagi oleh serat-serat
levator aponeurosis, dimana beberapa melewati orbikularis untuk melekat
pada kulit dan membentuk celah. Pada palpebra inferior, potongan ini dibagi
oleh serabut dari ligamen orbitomalar (Khurana, 2007; Sidarta 2011; Paul et
al., 2007).
Bagian atas dari potongan submuscularis ini berbatas dengan retro-
orbicularis oculi fat (ROOF), yang paling terlihat pada regio alis. Selain itu,
suborbicularis oculi fat (SOOF) ditemui pada batas potongan palpebra inferior
(American Academy of Ophtalmology).
4) Tarsal dan Septum Orbita
Lempengan Tarsal, dibentuk dari jaringan fibrosa padat dan
bertanggung jawab dalam integritas struktural dari palpebra.Tarsal ditahan
oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran
pembukaan rongga orbita. Tiap tarsal berukuran panjang 29mm dan ketebalan
1mm. Setiap tarsal memiliki
25 kelenjar sebaseus yang disebut meibomian, yang tersebar secara vertikal.
Salurannya terbuka pada batas posterior palpebra hingga ke garis abu -abu
tepat di depan batas mukokutaneus. Bagian ujung medial dan lateral dari tarsal
menempel pada orbital rim oleh ligamen palpebra medial dan lateral
(Khurana, 2007; Sidarta 2011; Paul et al., 2007).

Gambar 6. Tarsal dan septum Orbita


Sumber : Khurana A.K.; Disease of Eyelids, in Comprehensive Opthalmology;
Chapter 14, 4th Edition; New Age International Publishers, India; 2007: 351-3

Septum Orbita, adalah struktur jaringan ikat yang melekat di pinggir pada
periosteum dari batas orbita, di bagian tengah menyatu dengan retraktor palpebra,
yang berperan sebagai diafragma (Wals and Hoyts, 2005).
5) Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang halus dan tembus
cahaya. Konjungtiva palpebra membatasi permukaan dalam kelopak mata
mulai dari konjungtiva tarsalis (dari batas mukokutaneus dari pinggir kelopak
hingga ke batas tarsal) dan berlanjut sebagai konjungtiva palpebra orbita
hingga ke fornix. Konjungtiva tarsalis melekat ke tarsal, sedangkan lamina
propria berada dibawah konjungtiva orbita palpebra dan memungkinkan
lewatnya otot Mller yang kaya pembuluh darah. Jika lebih kedalam ladi dari
forniks, dibagian depan dari bola mata dikenal sebagai konjungtiva bulbi
(Khurana, 2007; Paul, 2007; American Academy of Ophtalmology, 2011).

A. Kelenjar pada palpebra


Palpebra memiliki 4 kelenjar,yaitu kelenjar Meibom, Zeis, Moll dan
kelenjar lakrimal aksesori. Kelenjar Meibom atau kelenjar tarsal berada pada
stroma tarsal yang berjumlah 30 sampai 40 pada palpebra superior dan 20
sampai 30 pada palpebra inferior. Kelenjar ini merupakan modifikasi dari
kelenjar sebasea. Kelenjar Zeis juga merupakan modifikasi dari kelenjar
sebasea. Kelenjar Moll merupakan modifikasi dari kelenjar keringat yang
terbuka pada duktus kelenjar Zeiss. Kelenjar lakrimal aksesori berada pada
batas atas dari tarsal (Khurana; 2007, Sidarta; 2011; Paul, 2007).
Gambar 7. Kelenjar pada Palpebra
Sumber : Khurana A.K.; Disease of Eyelids, in Comprehensive
Opthalmology; Chapter 14, 4th Edition; New Age International Publishers,
India; 2007: 351-3

B. Inervasi
Sumber dari sensoris palpebra berasal dari cabang terminal dari divisi
ophtalmikus (V1) dan divisi maksilaris dari N.Trigeminal (V2). Cabang-
cabang dari N.Fasialis mempersarafi otot-otot pembentuk raut wajah. Cabang
frontal dan zigomatikum dari N.VII menginervasi otot orbikularis okuli dan
otot dahi. Levator palpebra superior dipersarafi oleh cabang atas dari
N.Okulomotor, memasuki otot dari bagian permukaan sepertiga bawah. Otot
Mller (dan otot tarsal inferior) memerlukan inervasi simpatis (American
Academy of Ophtalmology, 2011; Wals and Hoyts, 2005).

C. Perdarahan
Arteri karotis interna dan eksterna merupakan asal suplai dari arteri
palpebra. Arteri karotis interna berasal dari cabang terminal dari arteri
ophtalmikus dan arteri lakrimalis. Arteri karotis interna berperan melalui cabang-
cabang arteri fasialis, arteri temporal superfisial dan arteri infraorbita (Khurana,
2007; Sidarta 2011; Paul et al., 2007).
D. Ektropion

Ektropion adalah kelainan eversi dari kelopak mata (bawah) sehingga


konjungtiva terpapar ke dunia luar. Sumber lain juga mengatakan ektropion
adalah kelopak mata terbuka ke arah luar. Jadi, ektropion merupakan kelainan
posisi kelopak mata di mana tepi kelopak mata melebar atau mengarah ke luar
sehingga bagian dalam kelopak/konjungtiva tarsal berhubungan langsung
dengan dunia luar. Keadaan ini sering menyebabkan iritasi dan dapat
membahayakan integritas permukaan okular. Ektropion dapat terjadi secara
kongenital tapi dapat
pula didapat sebagai akibat dari involusi, sikatriks, mekanis, atau proses paralisis
(Khurana, 2007; Sidarta 2011; Paul et al., 2007).

Ektropion dapat diklasifikasikan menjadi ektropion kongential,


involusional, paralitik, sikatrikal dan mekanikal. Sumber lain ada yang
menyebutkan ektropion involusional sebagai ektropion senilis, yang
merupakan jenis ektropion yang paling umum dijumpai, dan disebabkan oleh
kelemahan jaringan kelopak dan lemahnya tonus otot orbikularis. Selain
pengklasifikasian di atas, ada juga yang menyebutkan ektropion spastik,
namun jarang ditemukan.. Ditemukan pada anak-anak dan remaja yang
disertai dengan spasme orbikularis dimana kelopak terpapar ke dunia luar
(Khurana, 2007; Sidarta 2011; Paul et al., 2007).
Inflamasi serius dapat terjadi hingga akhirnya merusak mata. Ektropion
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mata rutin tanpa memerlukan
pemeriksaan tambahan. Patofisiologi terjadinya ektropion tergantung dari
tipenya (Tsai, 2011).
Secara umum ektropion terjadi akibat relaksasi jaringan sejalan dengan
bertambahnya usia oleh karena itu sering terjadi pada usia tua. Namun hal ini
juga dapat terjadi akibat paralisis nervus fasialis (Bells Palsy), trauma, bekas
luka ataupun jenis operasi lainnya (Khurana, 2007; Sidarta 2011; Paul et al.,
2007).
Gambar 5. A. Anatomi mata ektropion tampak depan, B. Potongan samping
Sumber : Khurana A.K.; Disease of Eyelids, in Comprehensive Opthalmology;
Chapter 14, 4th Edition; New Age International Publishers, India; 2007: 351-3

Klasifikasi
a. Ektropion Involusional/Senilis
Ektropion senilis adalah jenis ektropion yang paling umum dijumpai
pada usia lanjut dan hanya mengenai kelopak bagian bawah. Sumber lain
mengatakan bahwa ektropion involusional dapat terjadi bilateral. Jenis ini
diakibatkan kelemahan jaringan kelopak dan lemahnya tonus otot orbikularis
(Tsai, 2011; Khurana, 2007; Kanski, 2007; Olver, 2005).

Gambar 6. Ektropion Involusional


Sumber : Krachmer H., Jay and Palay A., David; Disease of the Lid Anatomic
Abnormalities in Cornea Atlas; Chapter 1, 2nd Edition; Butterworth Heinemann
Elsevier, Philadelphia; 2007: 1-2
b. Ektropion Sikatrikal
Ektropion sikatrikal jarang terjadi , diakibatkan oleh adanya skar atau
kontraktur pada kulit dan jaringan di bawahnya sehingga menyebabkan
tertariknya kelopak mata dan dapat mengenai satu atau kedua kelopak mata.
Penyebab yang paling sering terbentuknya jaringan parut pada kulit adalah
akibat terbakar api, bahan kimia, luka akibat trauma, dan ulkus (Tsai, 2011;
Khurana, 2007; Kanski, 2007; Olver, 2005).

Gambar 7. Ektropion Sikatrikal


Sumber : Krachmer H., Jay and Palay A., David; Disease of the Lid Anatomic
Abnormalities in Cornea Atlas; Chapter 1, 2nd Edition; Butterworth Heinemann
Elsevier,
Philadelphia; 2007: 1-2

c. Ektropion Paralisis
Ektropion paralisis jarang terjadi, hal ini terjadi akibat paralisis dari
nervus ketujuh yang berhubugan dengan dengan retraksi kelopak mata dan
bawah. Terutama mengenai bagian bawah kelopak mata. Dimana akhirnya
akan menyebabkan penyempitan celah palpebra Penyebab kelemahan saraf ini
diantaranya adalah Bells palsy, trauma kepala, dan infeksi telinga tengah
(Tsai, 2011; Khurana, 2007; Kanski, 2007; Olver, 2005).
Gambar 8. Ektropion Paralisis
Sumber : Krachmer H., Jay and Palay A., David; Disease of the Lid Anatomic
Abnormalities in Cornea Atlas; Chapter 1, 2nd Edition; Butterworth Heinemann
Elsevier,
Philadelphia; 2007: 1-2

d. Ektropion Mekanis
Ektropion mekanis jarang terjadi, diakibatkan oleh massa atau tumor
sehingga menyebabkan kelopak mata bawah tertarik ke bawah atau terdorong
ke luar dan kebawah (Tsai, 2011; Khurana, 2007; Kanski, 2007; Olver, 2005).
e. Ektropion Kongenital
Ektropion kongenital merupakan keadaan yang jarang ditemukan,
namun bisanya terjadi pada Down syndrome dan Bleharophimosis syndrome.
Ektropion kongenital ini dapat terjadi pada kedua kelopak mata atas dan
bawah. Chlamydia trachomatis merupakan penyebab ektropion congenital
(Tsai, 2011; Zia, 2012).

Gambar 9. Ektropion Kongenital


Sumber : Krachmer H., Jay and Palay A., David; Disease of the Lid Anatomic
Abnormalities in Cornea Atlas; Chapter 1, 2nd Edition; Butterworth Heinemann
Elsevier, Philadelphia; 2007: 1-2
f. Ektropion Spastik
ektropion spastik sangat jarang ditemukan, namun biasanya ditemukan
pada anak- anak dan dewasa muda akibat dari spasme otot orbicularis
(Khurana, 2007)
Gejala klinis
a. Ektropion Involusional
Ektropion involusional memiliki gejala yang khas dan tidak khas.
Gejala khas ektropion involusional adalah apabila kelopak mata bawah ditarik
menjauhi letaknya maka kelopak tidak dapat kembali ke tempat semula.
Gejala tidak khas yang paling sering adalah ektropia,iritasi mata, mata
kemerahan, epifora, infeksi mata berulang, kelopak mata terbalik ke arah luar
serta iritasi konjungtiva (keratitis) (Tsai, 2011; Khurana, 2007; Kanski, 2007;
Olver, 2005).
b. Ektropion Sikatrik
Gejala dari ektropion berupa jaringan parut sehingga kulit di sekitar
kelopak mata tidak elastis. Hal ini bisa disebabkan oleh trauma seperti luka
bakar akbibat panas maupun kimiawi (Tsai, 2011; Khurana 2007).
c. Ektropion Paralitik
Ektropion paralitik terjadi akibat dari kelemahan otot orbikularis dan
otot wajah sehingga menyebabkan lagophtalmus dimana penderita tidak dapat
menutup matanya sehingga kornea terpapar dunia luar. Akibat dari
terpaparnya kornea menyebabkan mata menjadi merah (Tsai; 2011).
d. Ektropion Mekanik
Ektropion mekanik terjadi karena adanya massa atau tumor yang
menekan kelopak mata (Tsai; 2011).
e. Ektropion Kongenital
Ektropion kongential memiliki gejala seperti blepharophimosis syndrome
yaitu telechantus, epichantus serta ptosis (Khurana, 2007).

Pemeriksaan Mata
Ada beberapa pemeriksaan mata spesifik yang dapat dilakukan pada
kasus ektropion antara lain pemeriksaan kelopak mata secara horizontal dan
vertikal, kekuatan tendon canthus pada kelopak mata, tonus otot orbikularis
serta adanya perubahan kulit sekitar kelopak mata (Miletic, 2010).
a. Pemeriksaan kelopak mata
Kelopak mata bawah ditarik menjauhi tempatnya. Apabila jaraknya 10 mm
antar kelopak mata bawah dengan tempat semula berarti ada kelainan dan
dipastikan sebagai kelemahan horizontal. Atau, apabila kelopak mata ditarik
ke bawah secara perlahan menjauhi tempat semula, perhatikan kembalinya
kelopak mata ke psosisi semula apakah kelopak mata kembali cepat atau
lambat. Apabila ada kelemahan pada kelopak mata, maka kembalinya kelopak
mata akan lambat bahkan harus dibantu dengan kedipan. Normalnya pabila
kelopak mata ditarik makan kelopak mata segera kembali ket tempat semula.
Jika sudah yakin adanya kelemahan kelopak mata mka harus dipikirkan
penyebabnya apakah ada kelainan struktur anatomi atau lainnya (Miletic,
2010).
b. Pemeriksaan tendon canthus
Untuk pemeriksaan tendon canthus lateral, sudut tendon canthus harus
dievaluasi pada saat kelopak mata istirahat. Normalnya harus ada acute
angular contour dan berada 1-2 mm medial ke lateral rima orbita. Apabila
tendon canthus tampak bulat, maka dapat dipastikan ada kelemahan tendon.
Bagian lateral dari kelopak mata di tarik secara medial dan pergerakan dari
sudut lateral canthus dinilai. Normalnya sudut canthus tidak lebih dari 1-2 mm
(Miletic, 2010).
c. Pemeriksaan otot orbikularis
Kelemahan oto orbikularis disebabkan oleh adanya kelumpuhan saraf
wajah lenkap atau sebagian. Otot orbikularis ini dinilai saat kelopak mata
ditutup secara paksa, maka akan didapati lagopthalmus dan kekuatan otot
berkurang. Kelemahan otot orbikularis ini dapat terjadi secara bilateral
(Miletic, 2010).
d. Perubahan kulit
Perubahan kulit disekitar mata terjadi akibat trauma, sehingga
menyebabkan pemendekan kulit di sekitar mata sehingga kelopak mata
terbalik ke arah luar (Miletic, 2010).
Diagnosis
Diagnosa ektropion dapat di ditegakkan berdasarkan anamnesa yang
lengkap serta pemeriksaan spesifik pada mata. Pada anamnesa yang kita
tanyakan misalnya riwayat trauma pada mata, kelumpuhan saraf wajah atau
pernah ada riwayat operasi kelopak mata (Miletic, 2010).
Tatalaksana
a. Ektropion Senilis/Involusional
Tatalaksana medikamentosa untuk ektropion involusional dapat diberikan
salap lubrikasi agar mata tetap lembab, khususnya apabila korena sudah
terpapar dunia luar. Namun terapi lubrikasi ini hanya untuk mengurangi gejala
saja, terapi utamanya tetap dilakukan pembedahan (Ing, 2014; Marzouk
2011).
Untuk tatalaksana pembedahannya dilakukan pada spesifik kelainan
anatomi kelopak mata. Umumnya ini memerlukan pemendekan kelopak mata
pada kelemahan horizontal. Namun pemilihan prosedur pembedahan
bergantung pada kelopak mata sendiri, tendon dan posisi canthus.
Penatalaksanaan tergantung derajat keparahannya, dapat dilakukan 3 jenis
operasi (Tsai, 2011; Khurana, 2007; Kanski, 2007; Olver, 2005).

Medial conjunctivoplasty.
Operasi ini sangat berguna untuk kasus ektropion yang ringan
termasuk yang mengenai area punctum (Tsai, 2011; Khurana, 2007;
Kanski, 2007).

Gambar 10. Medial Conjunctivoplasty


Sumber : Khurana A.K.; Disease of Eyelids, in Comprehensive Opthalmology;
Chapter 14, 4th Edition; New Age International Publishers, India; 2007: 351-3
Horizontal lid shortening.
Operasi dilakukan pada kasus ektropion yang sedang, dilakukan eksisi
pentagonal (Tsai, 2011; Khurana, 2007; Kanski, 2007).

Gambar 11. Horizontal lid shortening


Sumber : Khurana A.K.; Disease of Eyelids, in Comprehensive Opthalmology;
Chapter 14, 4th Edition; New Age International Publishers, India; 2007: 351-3

Byron Smiths modified Kuhnt-Szymanowski


Operasi ini dilakukan untuk kasus ektropion yang tergolong berat (Tsai,
2011; Khurana, 2007; Kanski, 2007).

Gambar 12. Byron Smiths modified Kuhnt-Szymanowski


Sumber : Khurana A.K.; Disease of Eyelids, in Comprehensive Opthalmology;
Chapter 14, 4th Edition; New Age International Publishers, India; 2007: 351-3

Gambar 13. Teknik pembedahan pada ektropion


involusinal
Sumber : Kanski J.J.; Eyelids; in Clinical Opthalmology; Chapter, 6th Edition;
Butterworth Heinemann Elsevier, Philadelphia; 2007; 27-8
b. Ektropion Sikatrikal
Sebelum langsung kepada terapi pembedahan, dapat dilakukan digital masase
yang dapat meregangkan bekas luka. Atau jika tidak berhasil, dapat
dipertimbangkan pemberian injeksi steroid. Tergantung derajat keparahannya
dapat dilakukan beberapa cara operasi seperti; (Khurana, 2007; Sidarta 2011).
V-Y operation.
Operasi dilakukan untuk ektropion derajat ringan. Pada insisi a V-shaped
di kulit dan dijahit dengan bentuk Y.

Anda mungkin juga menyukai