A. Konsep Dasar Teori Asuhan Kebidanan Antenatal Care (ANC)
1. Pengertian Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Menurtut Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas. Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pelayanan Antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai. Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil wajib dilakukan melalui pelayanan antenatal terpadu. Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan kesehatan komprehensif dan berkualitas yang dilakukan melalui: a. pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasi dan gizi agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan cerdas; b. deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan; c. penyiapan persalinan yang bersih dan aman; d. perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi; e. penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan; dan f. melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarganya dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi. (Permenkes No 97 Tahun 2014)
2. Frekuensi kunjungan ANC
Menurut Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 Pelayanan Kesehatan Masa Hamil dilakukan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali selama masa kehamilan yang dilakukan: a. 1 (Satu) kali pada trimester pertama; b. 1 (Satu) kali pada trimester kedua; dan c. 2 (Dua) kali pada trimester ketiga
3. Tujuan Antenatal Care Terintegrasi
a. Deteksi dan antisipasi dini kelainan, penyakit, atau gangguan yang mungkin terjadi dalam kehamilan b. Intervensi dan pencegahan kelainan, penyakit, gangguan yang mungkin dapat mengancam ibu dan janin c. Mengintegrasi asuhan antenatal rutin dengan tambahan dalam praktek asuhan antenatal
4. Triple Eliminasi Penularan
Eliminasi Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B yang selanjutnya disebut Eliminasi Penularan adalah pengurangan penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak (PMK No. 52 tahun 2017). Adapun tujuan dari pelaksanaan triple eliminasi antara lain: a. Memutus penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak b. Menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada ibu dan anak c. Memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan lain dalam penyelenggaraan Eliminasi Penularan Strategi program eliminasi penularan antara lain: a. Peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi ibu dan anak sesuai dengan standar b. Peningkatan peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam penatalaksanaan yang diperlukan untuk eliminasi penularan c. Peningkatan penyediaan sumber daya di bidang kesehatan d. Peningkatan jejaring kerja dan kemitraan serta kerja sama lintas program dan lintas sector e. Peningkatan peran serta masyarakat
5. Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan
Antenatal terintegrasi meliputi : a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) adalah upaya membangun kekebalan tubuh untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus. Tetanus berisiko terjadi pada bayi baru lahir sehingga imunisasi ini diberikan pada ibu hamil sebagai bentuk pencegahannya. Imunisasi TT selain mencegah terjadinya infeksi tetanus pada bayi baru lahir juga melindungi ibu terhadap terjadinya infeksi ini, mengingat pada proses persalinan terjadi perlukaan baik dari pihak ibu maupun bayi. Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir disebut tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menginfeksi bayi jika persalinan ditolong dengan peralatan yang tidak steril. Petugas kesehatan berperan penting dalam pengkajian status TT ibu hamil berdasarkan konsep ini mengingat bisa saja ibu lupa atau tidak yakin berapa kali ibu sudah mendapatkan imunisasi TT selama hidupnya. Tanyakan juga apakah ibu mendapatkan suntikan TT ketika menjadi calon pengantin dahulu, karena hal ini juga mempengaruhi status TT ibu hamil. Bila status TT ibu hamil belum lengkap maka ibu hamil tersebut dapat diberikan imunisasi TT dengan dosis 0,5 cc dengan injeksi intramuskuler (IM) atau sub cutan (SC) dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan dengan interval 4 minggu dengan penyuntikan berikutnya (bila diperlukan 2 kali penyuntikan selama masa kehamilan untuk memenuhi status TT-nya berdasarkan konsep life long imunization). b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika) Nutrisi dalam kehamilan adalah salah satu factor terpenting dalam menentukan pertumbuhan janin. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energy, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, bertambah besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh secara tidak sempurna. Kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan sangat dipengaruhi oleh keadaan ibu selama ibu hamil. Kurang Energi Kronis (KEK) perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi berat lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan bayi terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak di kemidian hari dan lahir permatur. Semua ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling gizi pada setiap kunjunganan tenatal. Tujuannya mencegah dan menangani masalah gangguan gizi selama masa kehamilan agar menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal, serta ibu yang sehat. 1) Semua ibu hamil mendapatkan penyuluhan/konseling gizi, menyusui. 2) Semua ibu hamil mendapatkan suplementasi tablet besi 1 tablet perhari selama hamil sampai dengan masa nifas (minimal untuk 90 hari), termasukkonsumsi tablet besi mandiri. Pemberian dilakukan pada waktu pertama kali ibuhamil memeriksakan kehamilannya (K1). 3) Semua ibu hamil diperiksa status gizi dengan pita LILA pada kunjunganpertama antenatal. Ibu hamil dengan KEK dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi). 4) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal. Ibu hamil dengan anemia dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi). 5) Semua ibu hamil dengan anemia dan KEK berat dirujuk ke pelayanan kesehatan rujukan. c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK) Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis maupun asimptomatis. Semua ibu hamil pada setiap kunjungan antenatal mendapatkan informasi dan penapisan Infeksi Menular Seksual (IMS)/Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat dan efektif bagi ibu hamil dan pasangannya. Bertujuan untuk Menurunkan morbiditas, mortalitas maternal dan infertilitas yang disebabkan oleh IMS dan ISR, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi/anak. Tim Asuhan Antenatal Terintegrasi haruslah : 1) Semua ibu hamil yang datang memeriksakan diri selama masa kehamilan, persalinan dan nifas harus diberikan informasi yang tepat mengenai identifikasi dan pengendalian IMS/ISR. 2) Dengan cara simpatik menanyakan kepada semua ibu hamil pada setiap kunjungan,menjelang persalinan dan kunjungan pasca persalinan, adanya keluhan yang mengindikasikan adanya suatu IMS/ISR. 3) Bilamana ibu mempunyai keluhan yang menandakan IMS/ISR (misalnya adanya duh tubuh vagina abnormal, ulkus, nyeri perut bagian bawah, dll) periksalah untuk menemukan gejala dan tanda ISR, termasuk pemeriksaan vagina dengan menggunakan spekulum. 4) Berikan pengobatan bagi ibu, pasangannya, dan bayinya sesuai hasil temuan kasus IMS/ISR, hasil tes sifilis on site dan pemeriksaan bayi, dan rujuklah bilafasilitas yang dibutuhkan tidak tersedia di tingkat pelayanan asuhan antenatal. 5) Diskusikan dengan ibu pentingnya pengobatan itu baginya, bagi pasangannya, dan bayi mereka, jelaskan konsekuensi yang timbul bila tidak segera mendapat pengobatan, dan pentingnya penggunaan kondom selama pengobatan. 6) Berikan informasi tentang pencegahan primer IMS, penggunaan kondom, gejala dan tanda IMS, konsekuensi bagi ibu dan bayinya bila tidak mendapat pengobatan, saran untuk pencegahan terhadap HIV serta saran untukmelakukan VCT. 7) Menyiapkan perawatan lanjutan atau rujukan bagi ibu, bayi dan pasangannya, bila timbul komplikasi atau kegagalan pengobatan. 8) Rekam diagnosis dan pengobatan yang diberikan dalam buku kohort atau buku KIA ibu. 9) Pelaksanaan kegiatan pendidikan/ penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan dan pengelolaan IMS dan ISR. d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusiae. Semua ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal harus mendapatkan layanan penapisan sifilis dan atau penapisan frambusia serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat dan efektif bagi ibu hamil dan pasangannya. Menurunkan mortalitas dan morbiditas ibu dan atau bayi akibat sifilis dan frambusia. 1) Penapisan semua ibu hamil dengan sifilis on site dengan metode uji cepat (rapid test) pada kunjungan antenatal yang pertama. penapisan harus dikerjakansedini mungkin (lebih baik sebelum 16 minggu dari kehamilan) untuk mencegahinfeksi kongenital. Pada kunjungan ulang, ibu yang dengan beberapa alasantidak dapat menunjukkan hasil tes sifilis harus di tes kembali. 2) Apabila hasil rapid test pertama positif, dilakukan pengobatan dan diberiinformasi tentang perlunya pemeriksaan terhadap infeksi HIV. Satu minggu kemudian pasien dirujuk untuk pemantauan dan penatalaksanaan lebih lanjut. Apabila hasil rapid test pertama negatif, maka akan dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ketiga. 3) Review hasil uji sifilis pada saat kunjungan dan saat persalinan. Jika ibu belum dites pada saat kehamilan, tes sifilis seharusnya ditawarkan setelah persalinan. Semua ibu hamil yang seropositif diberikan Benzathine benzyl penicilin, dosis 2,4 juta uintramuskuler sebagai dosis tunggal, kecuali alergi penicilin. Pada kasus alergi penisilin, ibu hamil harus dirujuk pada pelayanan lebih tinggi. 4) Pada ibu yang positif, dilakukan konseling bahwa pasangannya juga harus dites dandiberi tindakan dengan regimen yang sama, segera setelah kelahiran. 5) Semua ibu hamil dengan dengan riwayat kehamilan yang buruk, seperti abortus, lahir mati, bayi terinfeksi sifilis harus di tes dan diberikan perawatan yang sesuai. 6) Semua ibu hamil yang memiliki gejala klinis atau riwayat terpapar denganorang yang terkena sifilis harus mendapatkan perawatan. 7) Semua ibu hamil yang terinfeksi sifilis dilakukan penapisan untuk IMS lainnyasertakonseling dan perawatan yang sesuai. 8) Semua ibu hamil yang positif sifilis dianjurkan untuk konseling VCT. 9) Buat perencanaan untuk perawatan bayi sejak saat kelahiran. 10) Rekam hasil tes dan perawatan di buku KIA. 11) Lakukan pemeriksaan inspeksi kulit pasien untuk mencari kemungkian adanya frambusia pada semua ibu hamil di daerah endemis (dan pada daerahnon-endemis jika hasil tes serologis sifilis positif) 12) Dilakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran individu, keluarga dan komunitas tentang pentingnya mendatangi klinik antenatal lebihawal untuk pencegahan sifilis dan perawatannya. e. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT) Semua ibu hamil mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS, akses untuk mendapatkan layanan VCT (Voluntery Counseling and Test ), profilaksis ART, dan layanan rujukan. Mencegah penularan HIV dari ibu dengan HIV ke bayi dan mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi. 1) Semua ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko HIV, cara pemeriksaan/tes HIV, risiko penularan ke bayi pada ibu hamil dengan HIV. 2) Pada daerah yang prevalensi HIV tinggi dan atau pada populasi berperilaku risiko tinggi dilakukan full-coverage untuk VCT. 3) Pada kunjungan antenatal pertama (K1) pemberi pelayanan melakukan penapisan/penapisan tanda dan gejala HIV serta penapisan/penapisan apakah ibu hamil termasuk dalam kelompok berisiko tinggi HIV. Jika ya maka dorong danberi dukungan agar ibu hamil dan juga suaminya mau melakukan konsultasi dantes HIV di klinik VCT terdekat, melakukan aktivitas seksual yang sehat (termasuk penggunaan kondom) dan konsultasikan ke klinik TBC jika ditemukan batuk lamayang tidak sembuh. 4) VCT dilakukan dengan prinsip 3C; Counselling, Confidential dan Consent 5) Ibu hamil dengan status HIV -, beri dukungan untuk tetap negatif dan melakukan aktivitas seksual yang sehat. 6) Ibu hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan untuk menurunkan risiko penularan ke bayi dan mempunyai akses untuk profilaksis ART, pilihan persalinan (melalui konseling) dan PASI (Pengganti Air Susu Ibu) (melaluipenyuluhan atau konseling). 7) Ibu hamil dengan status HIV +, diberikan profilaksis ARV (untuk mencegahpenularan dari ibu ke bayi) dan kemudian dilakukan pemeriksaan CD4 nya untukmenentukan indikasi pemberian ARV. 8) Ibu hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk menentukan cara persalinanm (melalui konseling) apakah memilih melahirkan melalui partus normal atau SC dan berharap ibu dengan HIV tidak memberikan ASI kepada bayinya. 9) Ibu dengan HIV +, setelah melahirkan mendapatkan ARV dengan indikasi (karena pemberian ART adalah untuk seumur hidup). 10) Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV , mendapatkan profilaksis ARV dan dilakukan pemeriksaan status HIV nya pada umur 18 bulan. f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK) Semua ibu hamil di daerah endemis malaria mendapatkan penapisan malaria, kelambu berinsektisida (LLIN/Long Lasting Insecticide Nets (Kelambu berinsektisidatahan lama) pada kunjungan antenatal pertamakali, dan bila hasil pemeriksaan positif untuk malaria, maka ibu hamil diberi pengobatan sesuai usia kehamilan. Menurunkan insidens penyakit malaria dan berbagai komplikasi/dampak negatif terhadap ibu hamil yang disebabkan oleh penyakit malaria. Tim antenatal di daerah endemis harus mampu: 1) Melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan mikroskopik atau RDT pada kunjungan pertama ibu hamil ataupun kunjungan berikutnya bila disertai dengan keluhan demam. Apabila serologis positif dilakukan pengobatan berdasarkanumur kehamilan. Trimester I : Kina (dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan 3 kali sehari selama 7 hari) Trimester II, III : ACT (Artemisinin Combination Therapy) (Artesunat 10 mg/kgBB,Amodiakuin 10mg/kgBB selama 3 hari ) 2) Setiap ibu hamil diberikan kelambu berinsektisida disetiap kunjungan pertama,atau kunjungan berikutnya apabila belum mendapatkan kelambu pada kunjunganpertama/sebelumnya. 3) Dilakukan pemberian motivasi secara sungguh-sungguh agar semua ibuhamil bersedia tidur memakai kelambu sesegera mungkin selama umur kehamilan mereka bahkan dilanjutkan setelah pasca persalinan. Tim Antenatal di daerah non-endemis harus mampu : 1) Mewaspadai jika dijumpai ibu hamil yang memiliki gejala anemis dan/ataudemam jika sebelumnya mempunyai riwayat pernah menderita dan/atauberkunjung di daerah endemis malaria. Selanjutnya diberikan pengobatan sesuai dengan standar teknis pengobatan malaria yang berlaku secara nasional. 2) Sebagai bentuk upaya pencegahan dan dapat memberikan nasehat agar semua ibu hamil lebih waspada apabila akan tinggal atau berpergian ke wilayahendemis malaria dan dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap gigitannyamuk misal dengan memakai pakaian tertutup, lotion anti nyamuk , dll. g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta. Semua wanita yang dijumpai pada periode kehamilan harus diberikan informasi yang tepat mengenai pencegahan dan pengenalan penyakit TB Paru dan Kusta. Mereka harus diperiksa gejala dan tanda TB Paru dan Kusta, dan bila perlu diberikan pengobatan yang tepat dan efektif bagi mereka. Bertujuan menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB Paru dan Kustadengan cara memutuskan rantai penularan, kekambuhan dan Multi Drug Resistant (MDR) (khusus pada TB Paru) dapat dicegah sehingga penyakit TB Paru dan Kusta tidak lagi merupakan masalah kesehatan bagi ibu hamil di Indonesia. h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK) Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap ibu maupun bayi yang dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-tanda lain, perlu adanya penapisan khusus tentang kecacingan. Bertujuan mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya (anemia) pada ibu hamil maupun bayi yang dilahirkan. 1) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal. 2) Semua ibu hamil dengan gejala dan tanda anemia, terutama Hb < 8 g/dl perlu dilakukanpenapisan kecacingan dengan pemeriksaan tinja/feses dan gambaran hitung jenis (eosinofilia) 3) Bila pemeriksaan tinja/feses menunjukkan hasil positif telur cacing ataukeluar cacing pada waktu buang air besar maka perlu pengobatan 4) Bila teridentifikasi suatu kasus kecacingan pada ibu hamil, berikan ibu obatcacingan sesudah melewati trimester ke 1. 5) Pada daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi, semua ibu hamil dilakukan penapisan terhadap kecacingan. 6) Memberikan penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang perlunya pencegahan kecacingan dalam kehamilan.
5. Standar Pelayanan Antenatal Care (ANC)
Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 10 T. Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009) : a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan Pengukuran tinggi badan cukup satu kali, bila tinggi badan <145 cm, maka faktor risiko panggul sempit, kemungkinan sulit melahirkan secara normal. Penimbangan berat bdan setiap kali periksa, sejak bulan ke-4 pertambahan berat bdan paling sedikit 1 kg per bulan. b. Pemeriksaan tekanan darah Tekanan darah normal 120/80 mmHg. Bila tekanan darah lebih besar atau samadengan 140/90 mmHg ada faktor risiko hipertensi (tekanan darah tinggi). c. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) Bila <23,5 cm menunjukkan ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (ibu hamil KEK) dan berisiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). d. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri) Pengukuran tinggi rahim berguna untuk melihat pertumbuhan janin apakah sesuai dengan usia kehamilan. e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) Apabila trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau kepala belum masuk panggul kemungkinan ada kelainan letak atau ada masalah lain. Bila denyut jantung janin kurang dari 120 kali permenit atau lebih dari 160 kali permenit menunjukkan ada tanda gawat janin segera rujuk. f. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan. Oleh petugas untuk selanjutnya bilamana diperlukan suntikan Tetanus Toxoid sesuai anjuran petugas kesehatan untuk mencegah tetanus pada ibu dan bayi. Tabel rentang pemberian imunisasi TT dan lama pelindungannya: Imunisasi Selang Waktu Minimal Lama Perlindungan TT Langkah awal pembentukan TT 1 pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit Tetanus TT 2 1 bulan setelah TT 3 tahun TT 2 6 bulan setelah TT 5 tahun TT 4 12 bulan setelah TT 10 tahun TT 5 12 bulan setelah TT >25 tahun g. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan Sejak awal kehamilan minimum 1 tablet tambah darah setiap hari minimal 90 hari. Tablet tambah darah diminum pada malam hari untuk mengurangi rasa mual h. Test laboratorium (rutin dan khusus) 1) Tes golongan darah, untuk mempersiapkan donor bagi ibu hamil bila diperlukan. 2) Tes hemoglobin untuk mengetahui apakah ibu kekurangan darah (anemia) 3) Tes pemeriksaan urine 4) Tes pemeriksaan darah lainnya, sesuai indikasi seperti malaria, HIV, sifilis, dan lain-lain. i. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan Tenaga kesehatan memberi penjelasan mengenai perawatan kehamilan, pecegahan kehamilan bawaan, persalinan dan inisiasi menyusu dini (IMD), nifas, perawatan bayi baru lahir, ASI ekslusif, Keluarga Berencana dan imunisasi pada bayi. j. Tatalaksana kasus Apabila ibu memiliki masalah kesehatan selama hamil atau bila ibu memerlukan pengobatan.
B. Konsep Dasar Teori Kehamilan Trimester II
1. Pengertian Kehamilan Trimester II Kehamilan adalah proses mata rantai yang bersinambungan dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus,pembentukan placenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2012). Kehamilan adalah proses dari mulainya ovulasi sampai partus yaitu kira-kira 280 hari (40 minggu) juga disebut kehamilan mature (cukup bulan), lebih dari 43 minggu disebut postmsture, dan kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu disebut kehamilan premature (Sarwono, 2009). Kehamilan trimester II adalah suatu keadaan dimana wanita mengandung hasil konsepsi (individu lain) didalam tubuhnya yang akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia baru dimana pada kehamilan 13-27 minggu.
2. Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin Pada Trimester II
Trimester ke dua yang berlangsung 15 minggu, mencakup minggu ke-13 hingga minggu ke-27. Usia kehamilan ini ekuivalen dengan minggu ke-11 hingga minggu ke-25 sejak pascafertilisasi (Varney, 2006). Adapun pertumbuhan dan perkembangan janin pada kehamilan trimester II menurut Varney (2006) antara lain: a. Minggu ke-13 hingga ke-16 (bulan keempat) Kelopak mata mengalami fusi dan kepala berkembang lambat, sementara telinga bergerak keposisi yang lebih tinggi pada kepala dan dagu tampak lebih jelas dengan terbentuknya mandibula. Perkembangan tubuh semakin cepat, kedua lengan telah mencapai panjang sesungguhnya. Kuku jari-jari tangan mulai berkembang, muskular mulai terjadi. Ibu masih belum dapat merasakan pergerakan karena uterus terlalu tebal dan aktivitas janin masih sangat halus. Perbedaan jenis kelamin mulai jelas terlihat pada minggu ke-14 ( duabelas minggu pasca fertiliasi). Pada minggu ke-16 terjadi kemajuan pesat pada perkembangan tulang. Panjang kepala-bokong kurang lebih 11,5 cm dan berat janin antara 3,5 hingga 4 ons pada akhir minggu ke- 16. b. Minggu ke-17 hingga ke-20 (bulan kelima) Perkembangan tubuh yang pesat tetap berlanjut. Kaki telah mencapai panjang total dan kuku pada jari-jari kaki mulai tumbuh. Kelopak mata masih menyatu. Janin bergerak lebih bebas didalam uterus tanpa rasa terkurung sehingga perkembangan lebih lanjut akan terjadi. Pergerakan janin yang kuat dan diding uterus yang lebih tipis menghasilkan pengalaman quickening pada ibu, yang terjadi pada sekitar minggu ke-18. Ketika janin cegukan, ibu akan merasakannya sebagai serangakaian sentakan ringan. Pada akhir bulan, verniks kaseosa mulai menutupi seluruh tubuh. Verniks kaseosa adalah campuran sebum (sekresi dari kelenjar sebasea) dan sel epitel permukaan yang tebal. Detak jantung dapat didengar menggunakan fetoskop. Pada akhir minggu ke-20, panjang rata-rata kepala-bokong adalah 16,5 cm, dengan berat badan hampir 500 gram. c. Minggu ke-21 hingga ke-24 (bulan keenam) Pertumbuhan rambut tampak lebih jelas pada bulan keenam. Seluruh tubuh janin dilapisi lanugo, yakni rambut halus yang menurun. Alis, bulu mata, dan rambut kepala mulai muncul. Ukuran kepala masih lebih besar dari anggota tubuh lain. Kulit, berkerut, bening, dan kemerahan, yang memberi panampilan tua pada janin, yang juga kurus dan tidak berlemak subkutaneus. Baik darah kapiler dan mioglobin merah pada kulit dapat terlihat jelas. Bakal gigi permanen telah muncul, janin dapat melakukan gerakan seperti menangis dan menghisap. Tangan mulai membentuk kepalan dan pegangan. Lemak coklat yang merupakan sumber energi, produksi panas, dan pengatur panas pada bayi baru lahir juga mulai terbentuk. Ukuran kepala-bokong kurang lebih dari 20,3 cm dan memiliki berat kurang lebih 1,25 pon. 3. Adaptasi Fisiologis Pada Kehamilan Trimester II a. Sistem Reproduksi Hormon estrogen dan progesterone terus meningkat dan terjadi hipervaskularisasi mengakibatkan pembuluh-pembuluh darah alat genitalia membesar. Peningkatan sensitivitas ini dapat meningkatkan keinginan dan bangkitan seksual , khususnya selama trimester ke-II kehamilan. b. Payudara Pada kehamilan 12 minggu keatas dari putting susu dapat keluar cairan kental kekuning-kuningan yang disebut kolostrum. Kolostrum ini berasal dari asinus yang mulai bersekresi selama trimester II. Pertumbuhan kelenjar mamae membuat ukuran payudara meningkat secara progresif. c. Sistem Integumen Peningkatan Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) pada masa ini menyebabkan perubahan cadangan melanin pada daerah epidermal dan dermal. d. Perubahan Kardiovaskular Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan vena cava inferior dan aorta bawah saat ibu berada pada posisi terlentang. Hal ini akan berdampak pada pengurangan darah balik vena kejantung hingga terjadi penurunan preload dan cardiac output yang kemudian dapat menyebabkan hipotensi arterial. e. Perubahan Pada Ginjal Wanita yang hamil mengumpulkan cairan (air dan natrium) selama siang hari dalam bentuk edema dependen akibat takanan uterus pada pembuluh darah panggul dan vena kava inferior, dan kemudian mengekskresi cairan tersebut pada malam hari (nokturial) malalui kedua ginjal ketika wanita berbaring, terutama pada posisi lateral kiri. f. Perubahan Pada Pencernaan Pengaruh kerja hormon progesteron pada otot-otot polos menyebabkan penurunan mortilitas dan waktu pengosongan yang memanjang pada lambung. Efek progesteron pada usus halus adalah memperpanjang lama arbsorbsi nutrien, mineral dan obat- obatan. Pada usus besar menyebabkan konstipasi karena waktu transit yang melambat.
4. Adaptasi psikologis pada kehamilan trimester II
Menurut Sulistyawati (2009), adaptasi psikologis Trimester II merupakan periode kesehatan yang beik, meliputi : a. Ibu merasa dirinya sehat b. Ibu sudah bisa menerima kehamilannya c. Ibu mulai merasakan gerakan janin d. Merasa terlepas dari ketidak nyamanan dan kekawatiran terhadap kehamilannya e. Lebih menuntut perhatian dan cinta dari orang-orang dilingkungannya f. merasa bahwa janin sebagai bagian dari dirinya g. hubungan sosial meningkat dengan wanita hamilnya h. ketertarikan dan aktifitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran dan persiapan peran baru
5. Ketidaknyamanan Pada Kehamilan Trimester II
Menurut George Andriaandz (2008), perubahan yang terjadi ketika kehamilan memasuki trimester II atara lain: a. Perut semakin membesar Setelah usia kehamilan 12 minggu, rahim akan semakin membesar dan melewati rongga panggul. Pembesaran rongga panggul akan bertambah sekitar 1 cm setiap bulannya. b. Sendawa dan buang angin Ibu hamil seringkali mengalami sendawa dan buang angin yang terjadi karena adanya peregangan usus selama kehamilan. Perut ibu akan terasa kembung dan tidak nyaman serta mudah merasa kenyang walaupun hanya mengkonsumsi sedikit makanan. c. Rasa panas pada perut Adanya rasa panas pada perut dikarenakan adanya tekanan akibat pembesaran rahim, serta pengaruh hormonal yang meyebabkan relaksasi otot saluran cerna yang mendorong naiknya asam lambung. d. Nyeri perut bagian bawah Ibu hamil seringkali merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang mengganggu aktifitas ibu saat duduk dan berjalan, hal tersebut dikarenakan terjadinya peregangan ligamentum dan otot untuk menahan rahim yang semakin membesar. e. Pusing Rasa pusing yang dialami oleh ibu selama kehamilan salah satu penyebabnya adalah karena pembesaran rahin yang menekan pembuluh darah besar sehingga menyebabkan tekanan darah menurun. f. Hidung dan gusi berdarah Seringkali ibu hamil mengeluhkan terjadinya gusi berdarah ataupun mimisan, hal tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan aliran darah keseluruh tubuh termasuk hidung dan gusi selama hamil yang menyebabkan jaringan disekitarnya menjadi lembut dan lunak. Oleh karena itu gusi rentan berdarah saat menyikat gigi. g. Perubahan warna kulit Perubahan warna kulit sering dialami oleh ibu hamil pada bagian-bagian tubuh seperti wajah dan leher. Perubahan warna menjadi kegelapan tersebut disebabkan oleh peningkatan hormon melanosit yang terjadi selama hamil. h. Keletihan Perasaan mudah lelah yang dialami oleh ibu hamil kemungkinan diakibatkan oleh penurunan drastis laju metabolisme tubuh. Perasaan letih selama hamil dapat berkurang secara bertahap sejalan dengan adaptasi tubuh terhadap perubahan yang terjadi selama hamil, i. Leukorea Leukorea adalah sekresi vagina dalam jumlah besar, dengan konsisensi kental atau cair yang dapat berlansung sejak kehamilan trimester I. Menjaga kebersihan area genetalia dapat mencegah terjadinya veginitis akibat infeksi kuman atau bakteri. j. Kram kaki Uterus yang membesar memberi tekana pada panggul sehingga mengganggu sirkulasi darah menuju ekstermitas bawah. Selain itu, kram kaki diperkirakan sebagai akibat dari asupan kalsium yang tidak adekuat atau ketidakseimbangan rasio kalsium dan fosfor dalam tubuh.
6. Tanda Bahaya Kehamilan Trimester II
a. Perdarahan pervaginam perdarahan antepartum atau perdarahan pada usia kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester akhir dalam kehamilan sampai bayi dilahirkan. (Margareth, 2013) b. Sakit kepala yang hebat sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah tertentu adalah sakit kepala yang menetap dan tidak hilang dengan istirahat. (Prawirohardjo,2010) c. Tekanan darah tinggi kenaikan tekana darah tinggi baik sistole maupun diastole setelah 20 minggu usia kehamilan. Apabila diikuti dengan protein urine yang postif dan bengkak pada wajah dan kaki. d. Gerakan janin tidak terasa gerakan janin akan terasa apabila ibu sedang beristirahat, makan, minum, dan berbaring. Apabila gerakan janin berkurang atau melemah ibu harus segera memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan terdekat. (Wahyu P, 2013) Menurut sarwono (2009), tanda bahaya selama hamil yang perlu diperhatikan antara lain: a. pendarahan b. preeklamsi c. nyeri hebat daerah abdominopelvic d. muntah berlebihan yang berlangsung selama kehamilan e.disurea f. demam atau menggigil h. janin tidak bergerak seperti biasanya. DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. (2002). Penyakit Kandungan, Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC.
Nurjasmi, E., & Dkk (Eds.). (2016). Buku Acuan Midwifery Update. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia.
Saifuddin, A. B. (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Keseshatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknojosastro. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 Tahun 2017 Tentang Eliminasi Penularan Human Immunodeficiency Virus, Sifilis, Dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak