Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori Asuhan Kebidanan Antenatal Care (ANC)


1. Pengertian
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan
kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu
hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Menurtut Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 Pelayanan Kesehatan
Masa Hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil
memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu
menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan
melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke
bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil
untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
Pelayanan Antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi
obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi
sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu
hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan,persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post
partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.
Pelayanan Kesehatan Masa Hamil wajib dilakukan melalui
pelayanan antenatal terpadu. Pelayanan antenatal terpadu merupakan
pelayanan kesehatan komprehensif dan berkualitas yang dilakukan
melalui: a. pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk
stimulasi dan gizi agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir
sehat dan cerdas; b. deteksi dini masalah, penyakit dan
penyulit/komplikasi kehamilan; c. penyiapan persalinan yang bersih
dan aman; d. perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk
melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi; e. penatalaksanaan
kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan; dan f.
melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarganya dalam menjaga
kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan
bila terjadi penyulit/komplikasi. (Permenkes No 97 Tahun 2014)

2. Frekuensi kunjungan ANC


Menurut Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 Pelayanan Kesehatan
Masa Hamil dilakukan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali selama
masa kehamilan yang dilakukan:
a. 1 (Satu) kali pada trimester pertama;
b. 1 (Satu) kali pada trimester kedua; dan
c. 2 (Dua) kali pada trimester ketiga

3. Tujuan Antenatal Care Terintegrasi


a. Deteksi dan antisipasi dini kelainan, penyakit, atau gangguan
yang mungkin terjadi dalam kehamilan
b. Intervensi dan pencegahan kelainan, penyakit, gangguan yang
mungkin dapat mengancam ibu dan janin
c. Mengintegrasi asuhan antenatal rutin dengan tambahan dalam
praktek asuhan antenatal

4. Triple Eliminasi Penularan


Eliminasi Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B yang selanjutnya
disebut Eliminasi Penularan adalah pengurangan penularan HIV,
Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak (PMK No. 52 tahun 2017).
Adapun tujuan dari pelaksanaan triple eliminasi antara lain:
a. Memutus penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak
b. Menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat
HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada ibu dan anak
c. Memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan lain dalam
penyelenggaraan Eliminasi Penularan
Strategi program eliminasi penularan antara lain:
a. Peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi ibu dan
anak sesuai dengan standar
b. Peningkatan peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam
penatalaksanaan yang diperlukan untuk eliminasi penularan
c. Peningkatan penyediaan sumber daya di bidang kesehatan
d. Peningkatan jejaring kerja dan kemitraan serta kerja sama lintas
program dan lintas sector
e. Peningkatan peran serta masyarakat

5. Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan


Antenatal terintegrasi meliputi :
a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) adalah upaya membangun
kekebalan tubuh untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus.
Tetanus berisiko terjadi pada bayi baru lahir sehingga imunisasi ini
diberikan pada ibu hamil sebagai bentuk pencegahannya. Imunisasi
TT selain mencegah terjadinya infeksi tetanus pada bayi baru lahir
juga melindungi ibu terhadap terjadinya infeksi ini, mengingat
pada proses persalinan terjadi perlukaan baik dari pihak ibu
maupun bayi. Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir disebut
tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menginfeksi bayi
jika persalinan ditolong dengan peralatan yang tidak steril.
Petugas kesehatan berperan penting dalam pengkajian
status TT ibu hamil berdasarkan konsep ini mengingat bisa saja ibu
lupa atau tidak yakin berapa kali ibu sudah mendapatkan imunisasi
TT selama hidupnya. Tanyakan juga apakah ibu mendapatkan
suntikan TT ketika menjadi calon pengantin dahulu, karena hal ini
juga mempengaruhi status TT ibu hamil. Bila status TT ibu hamil
belum lengkap maka ibu hamil tersebut dapat diberikan imunisasi
TT dengan dosis 0,5 cc dengan injeksi intramuskuler (IM) atau sub
cutan (SC) dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum
kehamilan 8 bulan dengan interval 4 minggu dengan penyuntikan
berikutnya (bila diperlukan 2 kali penyuntikan selama masa
kehamilan untuk memenuhi status TT-nya berdasarkan konsep life
long imunization).
b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
Nutrisi dalam kehamilan adalah salah satu factor terpenting
dalam menentukan pertumbuhan janin. Kehamilan menyebabkan
meningkatnya metabolisme energy, karena itu kebutuhan energi
dan zat gizi meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan
zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin, bertambah besarnya organ kandungan, perubahan komposisi
dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu
yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh
secara tidak sempurna.
Kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan sangat dipengaruhi
oleh keadaan ibu selama ibu hamil. Kurang Energi Kronis (KEK)
perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi berat lahir
rendah, pertumbuhan dan perkembangan bayi terhambat sehingga
mempengaruhi kecerdasan anak di kemidian hari dan lahir
permatur.
Semua ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling
gizi pada setiap kunjunganan tenatal. Tujuannya mencegah dan
menangani masalah gangguan gizi selama masa kehamilan
agar menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang
optimal, serta ibu yang sehat.
1) Semua ibu hamil mendapatkan penyuluhan/konseling
gizi, menyusui.
2) Semua ibu hamil mendapatkan suplementasi tablet besi 1 tablet
perhari selama hamil sampai dengan masa nifas (minimal
untuk 90 hari), termasukkonsumsi tablet besi mandiri.
Pemberian dilakukan pada waktu pertama kali ibuhamil
memeriksakan kehamilannya (K1).
3) Semua ibu hamil diperiksa status gizi dengan pita LILA pada
kunjunganpertama antenatal. Ibu hamil dengan KEK dirujuk
ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).
4) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama
antenatal. Ibu hamil dengan anemia dirujuk ke fasilitas
pelayanan gizi (petugas gizi).
5) Semua ibu hamil dengan anemia dan KEK berat dirujuk ke
pelayanan kesehatan rujukan.
c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan
(PIDK)
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang
penularannya terutama melalui hubungan seksual yang mencakup
infeksi yang disertai gejala-gejala klinis maupun asimptomatis.
Semua ibu hamil pada setiap kunjungan antenatal
mendapatkan informasi dan penapisan Infeksi Menular Seksual
(IMS)/Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), serta diberi pengobatan
dan rujukan yang tepat dan efektif bagi ibu hamil dan
pasangannya. Bertujuan untuk Menurunkan morbiditas, mortalitas
maternal dan infertilitas yang disebabkan oleh IMS dan ISR, serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi/anak.
Tim Asuhan Antenatal Terintegrasi haruslah :
1) Semua ibu hamil yang datang memeriksakan diri selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas harus diberikan informasi yang
tepat mengenai identifikasi dan pengendalian IMS/ISR.
2) Dengan cara simpatik menanyakan kepada semua ibu hamil
pada setiap kunjungan,menjelang persalinan dan kunjungan
pasca persalinan, adanya keluhan yang mengindikasikan adanya
suatu IMS/ISR.
3) Bilamana ibu mempunyai keluhan yang menandakan IMS/ISR
(misalnya adanya duh tubuh vagina abnormal, ulkus, nyeri
perut bagian bawah, dll) periksalah untuk menemukan gejala
dan tanda ISR, termasuk pemeriksaan vagina dengan
menggunakan spekulum.
4) Berikan pengobatan bagi ibu, pasangannya, dan bayinya sesuai
hasil temuan kasus IMS/ISR, hasil tes sifilis on site dan
pemeriksaan bayi, dan rujuklah bilafasilitas yang dibutuhkan
tidak tersedia di tingkat pelayanan asuhan antenatal.
5) Diskusikan dengan ibu pentingnya pengobatan itu baginya,
bagi pasangannya, dan bayi mereka, jelaskan konsekuensi
yang timbul bila tidak segera mendapat pengobatan, dan
pentingnya penggunaan kondom selama pengobatan.
6) Berikan informasi tentang pencegahan primer IMS,
penggunaan kondom, gejala dan tanda IMS, konsekuensi bagi
ibu dan bayinya bila tidak mendapat pengobatan, saran untuk
pencegahan terhadap HIV serta saran untukmelakukan VCT.
7) Menyiapkan perawatan lanjutan atau rujukan bagi ibu, bayi
dan pasangannya, bila timbul komplikasi atau kegagalan
pengobatan.
8) Rekam diagnosis dan pengobatan yang diberikan dalam buku
kohort atau buku KIA ibu.
9) Pelaksanaan kegiatan pendidikan/ penyuluhan kesehatan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pencegahan dan pengelolaan IMS dan ISR.
d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusiae.
Semua ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal
harus mendapatkan layanan penapisan sifilis dan atau penapisan
frambusia serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat dan
efektif bagi ibu hamil dan pasangannya.
Menurunkan mortalitas dan morbiditas ibu dan atau bayi
akibat sifilis dan frambusia.
1) Penapisan semua ibu hamil dengan sifilis on site dengan
metode uji cepat (rapid test) pada kunjungan antenatal yang
pertama. penapisan harus dikerjakansedini mungkin (lebih baik
sebelum 16 minggu dari kehamilan) untuk mencegahinfeksi
kongenital. Pada kunjungan ulang, ibu yang dengan
beberapa alasantidak dapat menunjukkan hasil tes sifilis
harus di tes kembali.
2) Apabila hasil rapid test pertama positif, dilakukan pengobatan
dan diberiinformasi tentang perlunya pemeriksaan terhadap
infeksi HIV. Satu minggu kemudian pasien dirujuk untuk
pemantauan dan penatalaksanaan lebih lanjut. Apabila hasil
rapid test pertama negatif, maka akan dilakukan pemeriksaan
ulang pada trimester ketiga.
3) Review hasil uji sifilis pada saat kunjungan dan saat persalinan.
Jika ibu belum dites pada saat kehamilan, tes sifilis seharusnya
ditawarkan setelah persalinan. Semua ibu hamil yang
seropositif diberikan Benzathine benzyl penicilin, dosis 2,4 juta
uintramuskuler sebagai dosis tunggal, kecuali
alergi penicilin. Pada kasus alergi penisilin, ibu hamil harus
dirujuk pada pelayanan lebih tinggi.
4) Pada ibu yang positif, dilakukan konseling bahwa pasangannya
juga harus dites dandiberi tindakan dengan regimen yang sama,
segera setelah kelahiran.
5) Semua ibu hamil dengan dengan riwayat kehamilan yang
buruk, seperti abortus, lahir mati, bayi terinfeksi sifilis harus di
tes dan diberikan perawatan yang sesuai.
6) Semua ibu hamil yang memiliki gejala klinis atau riwayat
terpapar denganorang yang terkena sifilis harus mendapatkan
perawatan.
7) Semua ibu hamil yang terinfeksi sifilis dilakukan penapisan
untuk IMS lainnyasertakonseling dan perawatan yang sesuai.
8) Semua ibu hamil yang positif sifilis dianjurkan untuk konseling
VCT.
9) Buat perencanaan untuk perawatan bayi sejak saat kelahiran.
10) Rekam hasil tes dan perawatan di buku KIA.
11) Lakukan pemeriksaan inspeksi kulit pasien untuk mencari
kemungkian adanya frambusia pada semua ibu hamil di daerah
endemis (dan pada daerahnon-endemis jika hasil tes serologis
sifilis positif)
12) Dilakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran individu, keluarga dan komunitas tentang pentingnya
mendatangi klinik antenatal lebihawal untuk pencegahan sifilis
dan perawatannya.
e. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
Semua ibu hamil mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS,
akses untuk mendapatkan layanan VCT (Voluntery Counseling and
Test ), profilaksis ART, dan layanan rujukan. Mencegah penularan
HIV dari ibu dengan HIV ke bayi dan mengurangi dampak epidemi
HIV terhadap ibu dan bayi.
1) Semua ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko
HIV, cara pemeriksaan/tes HIV, risiko penularan ke bayi pada
ibu hamil dengan HIV.
2) Pada daerah yang prevalensi HIV tinggi dan atau pada populasi
berperilaku risiko tinggi dilakukan full-coverage untuk VCT.
3) Pada kunjungan antenatal pertama (K1) pemberi pelayanan
melakukan penapisan/penapisan tanda dan gejala HIV serta
penapisan/penapisan apakah ibu hamil termasuk dalam
kelompok berisiko tinggi HIV. Jika ya maka dorong danberi
dukungan agar ibu hamil dan juga suaminya mau melakukan
konsultasi dantes HIV di klinik VCT terdekat, melakukan
aktivitas seksual yang sehat (termasuk penggunaan kondom)
dan konsultasikan ke klinik TBC jika ditemukan batuk
lamayang tidak sembuh.
4) VCT dilakukan dengan prinsip 3C; Counselling, Confidential
dan Consent
5) Ibu hamil dengan status HIV -, beri dukungan untuk tetap
negatif dan melakukan aktivitas seksual yang sehat.
6) Ibu hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan untuk
menurunkan risiko penularan ke bayi dan mempunyai akses
untuk profilaksis ART, pilihan persalinan (melalui konseling)
dan PASI (Pengganti Air Susu Ibu) (melaluipenyuluhan atau
konseling).
7) Ibu hamil dengan status HIV +, diberikan profilaksis ARV
(untuk mencegahpenularan dari ibu ke bayi) dan kemudian
dilakukan pemeriksaan CD4 nya untukmenentukan indikasi
pemberian ARV.
8) Ibu hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk
menentukan cara persalinanm (melalui konseling) apakah
memilih melahirkan melalui partus normal atau SC dan
berharap ibu dengan HIV tidak memberikan ASI kepada
bayinya.
9) Ibu dengan HIV +, setelah melahirkan mendapatkan ARV
dengan indikasi (karena pemberian ART adalah untuk seumur
hidup).
10) Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV , mendapatkan profilaksis
ARV dan dilakukan pemeriksaan status HIV nya pada umur 18
bulan.
f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
Semua ibu hamil di daerah endemis malaria mendapatkan
penapisan malaria, kelambu berinsektisida (LLIN/Long Lasting
Insecticide Nets (Kelambu berinsektisidatahan lama) pada
kunjungan antenatal pertamakali, dan bila hasil pemeriksaan positif
untuk malaria, maka ibu hamil diberi pengobatan sesuai usia
kehamilan.
Menurunkan insidens penyakit malaria dan berbagai
komplikasi/dampak negatif terhadap ibu hamil yang disebabkan
oleh penyakit malaria. Tim antenatal di daerah endemis harus
mampu:
1) Melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan mikroskopik
atau RDT pada kunjungan pertama ibu hamil ataupun
kunjungan berikutnya bila disertai dengan keluhan
demam. Apabila serologis positif dilakukan pengobatan
berdasarkanumur kehamilan. Trimester I : Kina (dosis 10
mg/kg BB/kali diberikan 3 kali sehari selama 7 hari) Trimester
II, III : ACT (Artemisinin Combination Therapy) (Artesunat
10 mg/kgBB,Amodiakuin 10mg/kgBB selama 3 hari )
2) Setiap ibu hamil diberikan kelambu berinsektisida disetiap
kunjungan pertama,atau kunjungan berikutnya apabila belum
mendapatkan kelambu pada kunjunganpertama/sebelumnya.
3) Dilakukan pemberian motivasi secara sungguh-sungguh agar
semua ibuhamil bersedia tidur memakai kelambu sesegera
mungkin selama umur kehamilan mereka bahkan dilanjutkan
setelah pasca persalinan.
Tim Antenatal di daerah non-endemis harus mampu :
1) Mewaspadai jika dijumpai ibu hamil yang memiliki gejala
anemis dan/ataudemam jika sebelumnya mempunyai riwayat
pernah menderita dan/atauberkunjung di daerah endemis
malaria. Selanjutnya diberikan pengobatan sesuai dengan
standar teknis pengobatan malaria yang berlaku secara
nasional.
2) Sebagai bentuk upaya pencegahan dan dapat memberikan
nasehat agar semua ibu hamil lebih waspada apabila akan
tinggal atau berpergian ke wilayahendemis malaria dan dapat
melakukan tindakan pencegahan terhadap gigitannyamuk
misal dengan memakai pakaian tertutup, lotion anti nyamuk ,
dll.
g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta.
Semua wanita yang dijumpai pada periode kehamilan harus
diberikan informasi yang tepat mengenai pencegahan dan
pengenalan penyakit TB Paru dan Kusta. Mereka harus diperiksa
gejala dan tanda TB Paru dan Kusta, dan bila perlu diberikan
pengobatan yang tepat dan efektif bagi mereka. Bertujuan
menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB
Paru dan Kustadengan cara memutuskan rantai penularan,
kekambuhan dan Multi Drug Resistant (MDR) (khusus pada TB
Paru) dapat dicegah sehingga penyakit TB Paru dan Kusta tidak
lagi merupakan masalah kesehatan bagi ibu hamil di Indonesia.
h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan dan
akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap ibu maupun bayi yang
dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-tanda lain,
perlu adanya penapisan khusus tentang kecacingan. Bertujuan
mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya (anemia)
pada ibu hamil maupun bayi yang dilahirkan.
1) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama
antenatal.
2) Semua ibu hamil dengan gejala dan tanda anemia, terutama Hb
< 8 g/dl perlu dilakukanpenapisan kecacingan dengan
pemeriksaan tinja/feses dan gambaran hitung jenis (eosinofilia)
3) Bila pemeriksaan tinja/feses menunjukkan hasil positif telur
cacing ataukeluar cacing pada waktu buang air besar maka
perlu pengobatan
4) Bila teridentifikasi suatu kasus kecacingan pada ibu hamil,
berikan ibu obatcacingan sesudah melewati trimester ke 1.
5) Pada daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi, semua
ibu hamil dilakukan penapisan terhadap kecacingan.
6) Memberikan penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat tentang perlunya pencegahan
kecacingan dalam kehamilan.

5. Standar Pelayanan Antenatal Care (ANC)


Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh
standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga
kesehatan yang dikenal dengan 10 T. Pelayanan atau asuhan
standar minimal 10 T adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009) :
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Pengukuran tinggi badan cukup satu kali, bila tinggi badan
<145 cm, maka faktor risiko panggul sempit, kemungkinan
sulit melahirkan secara normal. Penimbangan berat bdan setiap
kali periksa, sejak bulan ke-4 pertambahan berat bdan paling
sedikit 1 kg per bulan.
b. Pemeriksaan tekanan darah
Tekanan darah normal 120/80 mmHg. Bila tekanan darah
lebih besar atau samadengan 140/90 mmHg ada faktor risiko
hipertensi (tekanan darah tinggi).
c. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
Bila <23,5 cm menunjukkan ibu hamil menderita Kurang
Energi Kronis (ibu hamil KEK) dan berisiko melahirkan Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR).
d. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
Pengukuran tinggi rahim berguna untuk melihat
pertumbuhan janin apakah sesuai dengan usia kehamilan.
e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Apabila trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau
kepala belum masuk panggul kemungkinan ada kelainan letak
atau ada masalah lain. Bila denyut jantung janin kurang dari
120 kali permenit atau lebih dari 160 kali permenit
menunjukkan ada tanda gawat janin segera rujuk.
f. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi
Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
Oleh petugas untuk selanjutnya bilamana diperlukan
suntikan Tetanus Toxoid sesuai anjuran petugas kesehatan
untuk mencegah tetanus pada ibu dan bayi.
Tabel rentang pemberian imunisasi TT dan lama
pelindungannya:
Imunisasi
Selang Waktu Minimal Lama Perlindungan
TT
Langkah awal pembentukan
TT 1 pembentukan kekebalan tubuh
terhadap penyakit Tetanus
TT 2 1 bulan setelah TT 3 tahun
TT 2 6 bulan setelah TT 5 tahun
TT 4 12 bulan setelah TT 10 tahun
TT 5 12 bulan setelah TT >25 tahun
g. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
Sejak awal kehamilan minimum 1 tablet tambah darah
setiap hari minimal 90 hari. Tablet tambah darah diminum
pada malam hari untuk mengurangi rasa mual
h. Test laboratorium (rutin dan khusus)
1) Tes golongan darah, untuk mempersiapkan donor bagi
ibu hamil bila diperlukan.
2) Tes hemoglobin untuk mengetahui apakah ibu
kekurangan darah (anemia)
3) Tes pemeriksaan urine
4) Tes pemeriksaan darah lainnya, sesuai indikasi seperti
malaria, HIV, sifilis, dan lain-lain.
i. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan
Tenaga kesehatan memberi penjelasan mengenai perawatan
kehamilan, pecegahan kehamilan bawaan, persalinan dan
inisiasi menyusu dini (IMD), nifas, perawatan bayi baru lahir,
ASI ekslusif, Keluarga Berencana dan imunisasi pada bayi.
j. Tatalaksana kasus
Apabila ibu memiliki masalah kesehatan selama hamil atau
bila ibu memerlukan pengobatan.

B. Konsep Dasar Teori Kehamilan Trimester II


1. Pengertian Kehamilan Trimester II
Kehamilan adalah proses mata rantai yang bersinambungan dan
terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan
pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus,pembentukan
placenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm
(Manuaba, 2012).
Kehamilan adalah proses dari mulainya ovulasi sampai partus yaitu
kira-kira 280 hari (40 minggu) juga disebut kehamilan mature (cukup
bulan), lebih dari 43 minggu disebut postmsture, dan kehamilan antara
28 minggu sampai 36 minggu disebut kehamilan premature
(Sarwono, 2009).
Kehamilan trimester II adalah suatu keadaan dimana wanita
mengandung hasil konsepsi (individu lain) didalam tubuhnya yang
akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia baru dimana pada
kehamilan 13-27 minggu.

2. Pertumbuhan Dan Perkembangan Janin Pada Trimester II


Trimester ke dua yang berlangsung 15 minggu, mencakup minggu
ke-13 hingga minggu ke-27. Usia kehamilan ini ekuivalen dengan
minggu ke-11 hingga minggu ke-25 sejak pascafertilisasi (Varney,
2006).
Adapun pertumbuhan dan perkembangan janin pada kehamilan
trimester II menurut Varney (2006) antara lain:
a. Minggu ke-13 hingga ke-16 (bulan keempat)
Kelopak mata mengalami fusi dan kepala berkembang
lambat, sementara telinga bergerak keposisi yang lebih tinggi
pada kepala dan dagu tampak lebih jelas dengan terbentuknya
mandibula. Perkembangan tubuh semakin cepat, kedua lengan
telah mencapai panjang sesungguhnya. Kuku jari-jari tangan
mulai berkembang, muskular mulai terjadi. Ibu masih belum
dapat merasakan pergerakan karena uterus terlalu tebal dan
aktivitas janin masih sangat halus. Perbedaan jenis kelamin mulai
jelas terlihat pada minggu ke-14 ( duabelas minggu pasca
fertiliasi). Pada minggu ke-16 terjadi kemajuan pesat pada
perkembangan tulang. Panjang kepala-bokong kurang lebih 11,5
cm dan berat janin antara 3,5 hingga 4 ons pada akhir minggu ke-
16.
b. Minggu ke-17 hingga ke-20 (bulan kelima)
Perkembangan tubuh yang pesat tetap berlanjut. Kaki telah
mencapai panjang total dan kuku pada jari-jari kaki mulai
tumbuh. Kelopak mata masih menyatu. Janin bergerak lebih
bebas didalam uterus tanpa rasa terkurung sehingga
perkembangan lebih lanjut akan terjadi. Pergerakan janin yang
kuat dan diding uterus yang lebih tipis menghasilkan pengalaman
quickening pada ibu, yang terjadi pada sekitar minggu ke-18.
Ketika janin cegukan, ibu akan merasakannya sebagai
serangakaian sentakan ringan. Pada akhir bulan, verniks kaseosa
mulai menutupi seluruh tubuh. Verniks kaseosa adalah campuran
sebum (sekresi dari kelenjar sebasea) dan sel epitel permukaan
yang tebal. Detak jantung dapat didengar menggunakan fetoskop.
Pada akhir minggu ke-20, panjang rata-rata kepala-bokong adalah
16,5 cm, dengan berat badan hampir 500 gram.
c. Minggu ke-21 hingga ke-24 (bulan keenam)
Pertumbuhan rambut tampak lebih jelas pada bulan
keenam. Seluruh tubuh janin dilapisi lanugo, yakni rambut halus
yang menurun. Alis, bulu mata, dan rambut kepala mulai muncul.
Ukuran kepala masih lebih besar dari anggota tubuh lain. Kulit,
berkerut, bening, dan kemerahan, yang memberi panampilan tua
pada janin, yang juga kurus dan tidak berlemak subkutaneus. Baik
darah kapiler dan mioglobin merah pada kulit dapat terlihat jelas.
Bakal gigi permanen telah muncul, janin dapat melakukan
gerakan seperti menangis dan menghisap. Tangan mulai
membentuk kepalan dan pegangan. Lemak coklat yang
merupakan sumber energi, produksi panas, dan pengatur panas
pada bayi baru lahir juga mulai terbentuk. Ukuran kepala-bokong
kurang lebih dari 20,3 cm dan memiliki berat kurang lebih 1,25
pon.
3. Adaptasi Fisiologis Pada Kehamilan Trimester II
a. Sistem Reproduksi
Hormon estrogen dan progesterone terus meningkat dan
terjadi hipervaskularisasi mengakibatkan pembuluh-pembuluh
darah alat genitalia membesar. Peningkatan sensitivitas ini dapat
meningkatkan keinginan dan bangkitan seksual , khususnya
selama trimester ke-II kehamilan.
b. Payudara
Pada kehamilan 12 minggu keatas dari putting susu dapat
keluar cairan kental kekuning-kuningan yang disebut kolostrum.
Kolostrum ini berasal dari asinus yang mulai bersekresi selama
trimester II. Pertumbuhan kelenjar mamae membuat ukuran
payudara meningkat secara progresif.
c. Sistem Integumen
Peningkatan Melanocyte Stimulating Hormone (MSH)
pada masa ini menyebabkan perubahan cadangan melanin pada
daerah epidermal dan dermal.
d. Perubahan Kardiovaskular
Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan
menekan vena cava inferior dan aorta bawah saat ibu berada pada
posisi terlentang. Hal ini akan berdampak pada pengurangan
darah balik vena kejantung hingga terjadi penurunan preload dan
cardiac output yang kemudian dapat menyebabkan hipotensi
arterial.
e. Perubahan Pada Ginjal
Wanita yang hamil mengumpulkan cairan (air dan natrium)
selama siang hari dalam bentuk edema dependen akibat takanan
uterus pada pembuluh darah panggul dan vena kava inferior, dan
kemudian mengekskresi cairan tersebut pada malam hari
(nokturial) malalui kedua ginjal ketika wanita berbaring, terutama
pada posisi lateral kiri.
f. Perubahan Pada Pencernaan
Pengaruh kerja hormon progesteron pada otot-otot polos
menyebabkan penurunan mortilitas dan waktu pengosongan yang
memanjang pada lambung. Efek progesteron pada usus halus
adalah memperpanjang lama arbsorbsi nutrien, mineral dan obat-
obatan. Pada usus besar menyebabkan konstipasi karena waktu
transit yang melambat.

4. Adaptasi psikologis pada kehamilan trimester II


Menurut Sulistyawati (2009), adaptasi psikologis Trimester II
merupakan periode kesehatan yang beik, meliputi :
a. Ibu merasa dirinya sehat
b. Ibu sudah bisa menerima kehamilannya
c. Ibu mulai merasakan gerakan janin
d. Merasa terlepas dari ketidak nyamanan dan kekawatiran terhadap
kehamilannya
e. Lebih menuntut perhatian dan cinta dari orang-orang
dilingkungannya
f. merasa bahwa janin sebagai bagian dari dirinya
g. hubungan sosial meningkat dengan wanita hamilnya
h. ketertarikan dan aktifitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran
dan persiapan peran baru

5. Ketidaknyamanan Pada Kehamilan Trimester II


Menurut George Andriaandz (2008), perubahan yang terjadi ketika
kehamilan memasuki trimester II atara lain:
a. Perut semakin membesar
Setelah usia kehamilan 12 minggu, rahim akan semakin
membesar dan melewati rongga panggul. Pembesaran rongga
panggul akan bertambah sekitar 1 cm setiap bulannya.
b. Sendawa dan buang angin
Ibu hamil seringkali mengalami sendawa dan buang angin
yang terjadi karena adanya peregangan usus selama kehamilan.
Perut ibu akan terasa kembung dan tidak nyaman serta mudah
merasa kenyang walaupun hanya mengkonsumsi sedikit
makanan.
c. Rasa panas pada perut
Adanya rasa panas pada perut dikarenakan adanya tekanan
akibat pembesaran rahim, serta pengaruh hormonal yang
meyebabkan relaksasi otot saluran cerna yang mendorong
naiknya asam lambung.
d. Nyeri perut bagian bawah
Ibu hamil seringkali merasakan nyeri pada perut bagian
bawah yang mengganggu aktifitas ibu saat duduk dan berjalan,
hal tersebut dikarenakan terjadinya peregangan ligamentum dan
otot untuk menahan rahim yang semakin membesar.
e. Pusing
Rasa pusing yang dialami oleh ibu selama kehamilan salah
satu penyebabnya adalah karena pembesaran rahin yang menekan
pembuluh darah besar sehingga menyebabkan tekanan darah
menurun.
f. Hidung dan gusi berdarah
Seringkali ibu hamil mengeluhkan terjadinya gusi berdarah
ataupun mimisan, hal tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan
aliran darah keseluruh tubuh termasuk hidung dan gusi selama
hamil yang menyebabkan jaringan disekitarnya menjadi lembut
dan lunak. Oleh karena itu gusi rentan berdarah saat menyikat
gigi.
g. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit sering dialami oleh ibu hamil pada
bagian-bagian tubuh seperti wajah dan leher. Perubahan warna
menjadi kegelapan tersebut disebabkan oleh peningkatan hormon
melanosit yang terjadi selama hamil.
h. Keletihan
Perasaan mudah lelah yang dialami oleh ibu hamil
kemungkinan diakibatkan oleh penurunan drastis laju
metabolisme tubuh. Perasaan letih selama hamil dapat berkurang
secara bertahap sejalan dengan adaptasi tubuh terhadap perubahan
yang terjadi selama hamil,
i. Leukorea
Leukorea adalah sekresi vagina dalam jumlah besar, dengan
konsisensi kental atau cair yang dapat berlansung sejak kehamilan
trimester I. Menjaga kebersihan area genetalia dapat mencegah
terjadinya veginitis akibat infeksi kuman atau bakteri.
j. Kram kaki
Uterus yang membesar memberi tekana pada panggul
sehingga mengganggu sirkulasi darah menuju ekstermitas bawah.
Selain itu, kram kaki diperkirakan sebagai akibat dari asupan
kalsium yang tidak adekuat atau ketidakseimbangan rasio kalsium
dan fosfor dalam tubuh.

6. Tanda Bahaya Kehamilan Trimester II


a. Perdarahan pervaginam
perdarahan antepartum atau perdarahan pada usia
kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester akhir dalam
kehamilan sampai bayi dilahirkan. (Margareth, 2013)
b. Sakit kepala yang hebat
sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah tertentu
adalah sakit kepala yang menetap dan tidak hilang dengan
istirahat. (Prawirohardjo,2010)
c. Tekanan darah tinggi
kenaikan tekana darah tinggi baik sistole maupun diastole
setelah 20 minggu usia kehamilan. Apabila diikuti dengan protein
urine yang postif dan bengkak pada wajah dan kaki.
d. Gerakan janin tidak terasa
gerakan janin akan terasa apabila ibu sedang beristirahat,
makan, minum, dan berbaring. Apabila gerakan janin berkurang
atau melemah ibu harus segera memeriksakan kehamilannya ke
tenaga kesehatan terdekat. (Wahyu P, 2013)
Menurut sarwono (2009), tanda bahaya selama hamil yang perlu
diperhatikan antara lain:
a. pendarahan
b. preeklamsi
c. nyeri hebat daerah abdominopelvic
d. muntah berlebihan yang berlangsung selama kehamilan
e.disurea
f. demam atau menggigil
h. janin tidak bergerak seperti biasanya.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. (2002). Penyakit Kandungan, Keluarga Berencana Untuk Pendidikan


Bidan. Jakarta: EGC.

Nurjasmi, E., & Dkk (Eds.). (2016). Buku Acuan Midwifery Update. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia.

Saifuddin, A. B. (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Keseshatan Maternal


Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Varney, Helen. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta: EGC

Wiknojosastro. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan


Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 Tahun 2017 Tentang Eliminasi Penularan
Human Immunodeficiency Virus, Sifilis, Dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak

Anda mungkin juga menyukai