Anda di halaman 1dari 19

1.

DEFINISI
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi
sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Kelainan kongenital dapat disebabkan
oleh faktor genetik maupun non genetik. Pengertian lain mengenai kelainan sejak
lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan
tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan
kepribadian.

2. EPIDEMIOLOGI
Data laporan Riskesdas tahun 2007 menyatakan bahwa sebesar 1,4% bayi baru
lahir usia 0-6 hari pertama kelahiran 18,1% bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal
disebabkan karena kelainan bawaan. Data WHO SEARO tahun 2010
memperkirakan prevalensi kelainan bawaan di Indonesia adalah 59.3 per 1000
kelahiran hidup.

3. EMBRIOGENESIS
Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dari tahap embrio sampai
menjadi organ yang dapat berfungsi. Embriogenesis merupakan proses yang sangat
kompleks. Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap, yaitu:
a. Tahap implantasi, dimulai pada saat fertilisasi/pembuahan sampai akhir
minggu ketiga kehamilan.
b. Tahap embrio, awal minggu keempat sampai minggu ketujuh kehamilan.
o Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.
o Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung
saraf dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagian otak.
o Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui
sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum
sempurna.
c. Tahap fetus, dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini
diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran,
pertumbuhan progresif struktur skeletal dan muskulus.
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat
menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan
yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme
perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap
implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan.
Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.
Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi
struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun
telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi
jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti
hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel
dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan
penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.
Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara
lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan
menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat
mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada
saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio.

4. PATOFISIOLOGI
a. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang dapat disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis.
Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti,
melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan
struktur yang menetap.
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi major dan minor.
Malformasi major adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan
menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.
Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan masalah kesehatan
yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi
pada otak, jantung, ginjal, ekstremitas, saluran cerna termasuk malformasi
major. Sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan
pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra puting susu adalah contoh dari
malformasi minor.
b. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal
bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan
normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang
kecil). Hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun
faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus
seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.
c. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologi satu bagian atau lebih yang disebabkan
oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Biasanya
terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya
disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,
perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang
disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh,
termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.
d. Displasia
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat
fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh
tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di
dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.
Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. efek klinisnya menetap atau
semakin buruk karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik.
Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur
hidup.

5. ETIOLOGI
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor
yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
a. Kelainan genetik
Kelainan genetik menyebabkan masalah perinatal:
o Penyakit genetik yang menyebabkan penyakit berat atau kecacatan
pada masa bayi atau anak dan saat ini belum ada pengobatan yang
optimal. Kelaian ini memiliki indikasi untuk mengakhiri masa
kehamilan bila janin telah terdiagnosis. Contoh jenis penyakit ini
adalah talasemia, SMA, DMD, dan kelainan kromosom.
o Penyakit genetik yang menyebabkan penyakit berat atau kecacatan
pada masa bayi namun dapat dicegah bila terdiagnosis lebih dini dan
pengobatan dimulai (a) sejak dalam kandungan atau (b) segera setelah
lahir. Contoh penyakit ini antara lain (a) HAK dengan pemberian
kprtikosteroid akan mencegah virilisasi dan kegawatan pada masa
neonatus akibat salt wasting, contoh penyakit (b) adalah fenil
ketonuria (PKU) dan hipotiroid kongenital (CH) yang pengobatannya
dimulai pada minggu awal kehidupan. Diagnosis dilakukan setelah
bayi lahir.
o Penyakit genetik yang menyebabkan kematian hasil konsepsi (abortus,
kematian janin, atau kematian bayi setelah lahir), seperti HbBart
hidrop fetali, kelainan kromosom, SMA, dan thanathophoric dysplasia
(TD). Penyakit umumnya didiagnosa perinatal dan segera dilakukan
terminasi kehamilan, terutama untuk penyakit yang dapat
menyebabkan morbiditas pada ibu seperti HbBart hidrop fetali yang
dapat menyebabkan pre-eklamsia, dan HPP.
Kelaianan genetik termasuk :
 Kelaianan gen tunggal seperti thalasemia, cysyic fibrois (CF),
duchenne muscular dystropy (DMD), spinal muscular atrophy (SMA),
achondroplasia, hemofilia, dan hiperplasia adrenal kongeniatal
(HAK).
 Kelainan lebih dari 1 gen (multiple genetic disorders) seperti diabetes,
hipertensi, dan asma
 Kelainan kromososm aitu kelainan jumlah dan kelainan struktur
kromosom
 Kelainan imprinting gen seperti sindrom Prader Willi, dan Angelman.
b. Kelainan kromosom
Terdapat 2 jenis kelainan kromosom, yaitu kelainan jumlah dan kelainan
striktur. Umumnya kelainan kromosom bermanifestasi sebagai kegagalan hasil
pembuahan (infertilitas, abortus, atau kematian janin), kelainan kongenital
mayor, dan bila melibatkan kromosom seks dapat mengakibatkan infertilitas,
seks ambigu, retardasi mental, perawakan pendek, perawakan tinggi,
mikropenis, dan lain-lain.
Jenis-jenis kelainan kromosom
Kelaian jumlah
Aneuploidi Monosomi
Trisomi
Tertrasomi
Kelainan struktur
Translokasi Resiprokal
Robertsonian
Delesi
Insersi
Inversi Parasentrik
Perisentrik
Ring
Isokromosom
Mosaik Chimerism

Kelainan kromosom pada masa perinatal di Indonesia

Manifestasi klinis Jenis kelainan krmosom Jumlah


Kelainan 40
kongenital Kromosom normal
Kelainan 21 (52%)
jumlah Trosomi 21 10 (25%)
Trisomi 13 3
Trisomi 18 2
Mosaik poliploidi 2
Kromosom seks 1
Kelainan struktur (delesi, 2
translokasi Robertsonia, duplikasi, 9 (23%)
derivatif)
Abortus 8
Kromosom 4 (50%)
normal
Kelainan 4 (50%)
jumlah Trisomi 22 1
Trisomi 2 1
Poliploidi 2

c. Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas
organ tersebut. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes
pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes
equinovarus (club foot).
d. Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Sebagai contoh rubella, sitomegalovirus, toksoplasmosis, virus herpes
genitalis, varicella.
e. Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
f. Faktor ibu
 Usia : Usia ibu > 35 tahun waktu hamil.
 Nutrisi : Ibu yang vegetarian selama kehamilan memiliki risiko lima
kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan hipospadia atau
kelainan pada penis. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang
baik pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi
anemia, keguguran, perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi,
persalinan macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan terjadi berat
badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan lahir.
g. Faktor mediko obstretik
 Umur kehamilan : usia kehamilan yaitu 40 minggu, dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Usia kehamilan dibedakan menjadi partus
prematorus, partus mature, partus postmatorus (serotinus).
 Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan
prematur, perdarahan, abortus, lahir mati, preeklamsia, eklamsia.
Dengan memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat
kehamilan ibu pada masa lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat
memperberat keadaan ibu dan janin dapat diatasi dengan pengawasan
obstetrik yang baik.
 Riwayat komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu
penderita diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali
lebih sering daripada bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes
melitus. Keturunan dari ibu dengan insulin-dependent diabetes
mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk menderita kelainan
kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube defect) dan
agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat
sekitar 6% untuk timbulnya celah bibir dan PJB dari ibu penderita
epilepsi.
h. Faktor hormonal
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar
bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
i. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang
cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi
pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada
bayi yang dilahirkannya.
j. Faktor lain-lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya.

6. KLASIFIKASI
a. Menurut gejala klinis
 Kelainan tunggal (single-system defect) : kelainan hanya mengenai 1
regio dari satu organ. Contoh : celah bibir, club foot, stenosis pilorus,
dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan.
 Asosisai : kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-
sama. Istilah asosisasi untuk menekankan kurangnya keseragaman
dalam gejala klinik antara satu kasus dengna kasus yang lain. Sebagai
contoh “Asosiasi VACTERL” (vertebral anomalies, anal atresia,
cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies,
limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak
mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering
mempunyai variasi dari kelainan di atas.
 Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan
utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan
utamanya adalah aplasia ginjal.
 Kompleks: Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler.
Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis
awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang
diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya
sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya
sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang.
b. Menurut berat ringannya
 Kelainan major
o Kelainan major adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis
segera demi mempertahankan kelangsunga hidup penderitanya.
 Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan
medis.
c. Menurut kemungkinan hidup bayi
Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya anensefalus
Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya sindrom down, spina
bifida, meningomielokel, fokomelia, hidrosefalus, labiopalastokisis, kelainan
jantung bawaan, penyempitan saluran cerna, dan atresia ani
d. Menurut bentuk/morfologi
 Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak
terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk, seperti
anensefalus, atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal,
seperti mikrosefali.
 Gangguan penyatuan/fusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis,
spina bifida.
 Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun.
 Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau
vagina.
 Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia
esofagus.
e. Menurut tindakan bedah yang harus dilakukan
o Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan
tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital
tersebut dapat mengancam jiwa bayi.
o Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan,
pada kasus ini tindakan dilakukan secara elektif.

7. ANAMNESA
Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan melalui
anamnesa, antara lain:
 Penelaahan Prenatal
Riwayat ibu : usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes
melitus, varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat
anti epilepsi, kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta
radiasi.
Riwayat Persalinan
 Posisi anak dalam rahum : cara lahir, lahir mati, abortus, status kesehatan
neonatus
 Riwayat Keluarga : Adanya kelainan kongenital yang sama, kelainan
kongenital yang lainnya, kematian bayi yang tidak bisa diterangkan
penyebabnya, serta retardasi mental

8. PEMERIKSAAN FISIK
Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun
minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai
kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima
persen disertai dengan kelainan mayor.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam,
ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang teliti
terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang
dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan konenital adalah
merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium.

10. DIAGNOSIS
Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengna cara:
- Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini
beberapa kelainan kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda,
molahidatidosa, dan sebagainya. Beberapa contoh kelainan kongenital
yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive (ultrasonografi)
pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina
bifida, defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar,
penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang
memberi gambaran gelembung ganda), kelainan sistem genitourinaria
(misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru, polidaktili,
celah bibir, mikrosefali, dan ensefalokel.
- Pemeriksaan cairan amnion (amniosentesi)
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan
aspirasi per-abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut
dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan
genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap defek tuba
neural (anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan terhadap beberapa
gangguan metabolic (galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan
lainnya.
- Pemeriksaan alfa feto protein maternal serum (MSAFP)
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami
defek tuba neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum
ini menurun maka dapat ditemukan pada sindrom down dan beberapa
kelainan kromosom.
- Biopsi korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada
janin, kelainan metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis
DNA, misalnya talasemia dan hiperplasia adrenal kongenital.
- Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru
lahir perlu diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka
bayi, besar dan bentuk kepala, bentuk daun telinga, mulut, jari-jari,
kelamin, serta anus bayi.

11. TATALAKSANA
Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh
umumnya memerlukan tindakan bedah. Beberapa contoh kelainan kongenital yang
memerlukan tindakan bedah adalah hernia, celah bibir dan langit-langit, atresia ani,
spina bifida, hidrosefalus, dan lainnya. Pada kasus hidrosefalus, tindakan non bedah
yang dilakukan adalah dengan pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi
produksi cairan serebrospinal. Penanganan PJB dapat dilakukan dengan tindakan
bedah atau obat-obatan, bergantung pada jenis, berat, dan derajat kelainan.

12. PENCEGAHAN
A. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak
mengalami kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan:
- Tidak melahirkan bayi saat usia ibu >35 tahun
- Mengonsumsi asam folat yang cukup. Kekurangan asam folat pada
seorang wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita tersebut
hamil, karena kelainan seperti spina bifida terjadi sangat dini. Maka
kepada wanita yang hamil agar rajin memeriksakan kehamilannya pada
trimester pertama dan dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil
untuk mengonsumsi asam folat sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam
folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari. Asam folat banyak terdapat
dalam sayuran hijau daun, seperti bayam, brokoli, buah alpukat, pisang,
jeruk, berry, telur, ragi, serta aneka makanan lain yang diperkaya asam
folat seperti nasi, pasta, kedelai, sereal
- Perawatan Antenatal Care (ANC)
Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada
setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai
dengan jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care
adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi
intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam
menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai pemeliharaan bayinya. Perawatan
antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya persalinan
prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena
penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi
kelainan kongenital. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling
sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai
berikut:
o Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu
o Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24
minggu
o Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24
minggu
o Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan alkohol
karena dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti atresia ani,
celah bibir dan langit-langit.
B. Pencegahan Sekunder
Dilakukan menggunakan pemeriksaan penunjang.

C. Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting
pada pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi
yang tak dapat disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan
tersier bergantung pada jenis kelainan. Misalnya pada penderita sindrom
down, pada saat bayi baru lahir apabila diketahui adanya kelemahan otot, bisa
dilakukan latihan otot yang akan membantu mempercepat kemajuan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi ini nantinya bisa dilatih dan
dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua
keperluan pribadinya.
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya lahir
dengan kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah masa-
masa yang sangat sulit bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus
menyesuaikan dirinya dengan cara-cara khusus. Untuk membantu orang tua
mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu tim tenaga kesehatan
yang dapat mengevaluasi dan melakukan penatalaksanaan rencana perawatan
bayi dan anak sesuai dengan kelainannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Dalam karya tulis
Yuncie,Mariska Stella, Sarumpaet, Muda Sori,Jemadi. Karakteristik Ibu yang
melahirkan bayi dengan kelainan Kongenital di RSUD DR.pirngadi medan
tahun 2007-2011.
2. Maryunani,A.Nurhayati.2009. Asuhan kegawatdaruratan dan penyulit pada
neonates.hal 145.penerbit CV.Trans info media.2009.
3. Merenstein,K,david W, 1996 Rosenberg.Handbook of pediatrics. hal 579. EGC
kedokteran
4. Ndibazza, J., et all. 2011. A Description of Congenital Anomalies Among
Infants in Entebbe, Uganda. Birth Defects Research (Part A): Clinical and
Molecular Teratology 91:857_861 (2011)
5. Rasad,S.2007.Radiologi Diagnostik. hal 250.Balai penerbit FK UI
6. Muslihan, Nur Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya
7. Narendra,Moersintowarti, ddk. 2002. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Sagung Seto
8. Markum, A H.1991. “Ilmu Kesehatan Anak”. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI

Deteksi dini terhadap kelainan bawaan dapat dilakukan saat sebelum kehamilan, saat
masa kehamilan dan ketika bayi lahir.

Deteksi pada masa sebelum kehamilan


Pada masa ini dilakukan deteksi melalui riwayat kesehatan keluarga, apakah ada risiko
penyakit tertentu dalam keluarga atau apakah salah satu dari orangtua merupakan
pembawa (carrier) terhadap penyakit tertentu. Deteksi ini penting dilakukan di daerah
yang banyak kejadian perkawinan antar-keluarga.
Deteksi pada masa kehamilan
Kondisi kesehatan ibu hamil menjadi salah satu risiko yang dapat meningkatkan
terjadinya kelainan bawaan, seperti usia ibu hamil, perilaku konsumsi alkohol, perilaku
merokok, dan lainnya. USG dapat mendeteksi kelainan struktur organ dan Sindrom
Down pada trimester pertama dan kelainan organ yang lebih berat tingkat
keparahannya pada trimester berikutnya.

Deteksi pada saat kelahiran


Beberapa kelainan bawaan seperti Anensefali, Celah bibir, dan Talipes/Club foot dapat
dideteksi secara langsung. Sedangkan kelainan bawaan lain seperti gangguan
pendengaran dan kelainan

Anda mungkin juga menyukai