Anda di halaman 1dari 6

Coagulopathy

Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan


uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal. Terminologi koagulopati
digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik yang terkait dengan AUB. Suatu
penelitian mengungkapkan bahwa 13% perempuan dengan perdarahan haid
banyak memiliki kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan
adalah penyakit von Willebrand. Namun demikian tidak jelas seberapa sering
kelainan ini menyebabkan atau berkontribusi pada asal-usul AUB dan seberapa
sering mereka asimtomatik atau minimal kelainan biokimia simtomatik. Namun
demikian, sepertinya penting untuk mempertimbangkan gangguan semacam itu,
hal tersebut karena dalam beberapa kasus terkait AUB dan sebagian karena bukti
menunjukkan bahwa relatif sedikit dokter mempertimbangkan gangguan sistemik
hemostasis dalam diagnosis banding wanita dengan perdarahan haid banyak. Bagi
beberapa wanita usia produktif, antikoagulasi kronis terkadang diperlukan untuk
intervensi dan peningkatan kualitas hidup, akan tetapi sering menimbulkan
komplikasi berupa perdarahan yang banyak saat menstruasi. Pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan fungsi homeostasis dan trombosit juga dapat
dilakukan. (Malcolm et al, 2011)

Ovulatory Disorder
AUB merupakan perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa adanya
keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau kehamilan. AUB
dapat terjadi pada siklus ovulasi ataupun anovulasi yang sebagian besar
disebabkan oleh gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus, hipofisis,
ovarium, dan endometrium. (Anwar et al, 2011)
Pada siklus ovulasi terjadi AUB yang disebabkan oleh terganggunya
kontrol lokal hemostatis dan vasokonstriksi yang berguna untuk mekanisme
membatasi jumlah darah saat pelepasan jaringan endometrium haid. Saat ini telah
banyak diketahui berbagai molekul yang berguna untuk mekanisme tersebut,
antara lain yaitu endotelin, prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom, dan
fungsi platelet. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan terjadinya AUB
pada siklus ovulasi adalah korpus luteum persiste dan insufiensi kopus luteum.
Pada siklus anovulasi terjadi stimulasi estrogen berlebihan (unopposed estrogen)
pada endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak
diikuti dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar
progesteron rendah. Endometrium menjadi tebal tapi rapuh, jaringan endometrium
lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps jaringan sehingga terjadi perdarahan
yang tidak teratur. Penyebab anovulasi bermacam-macam mulai dari belum
matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium hingga suatu
keadaan yang mengganggu aksis tersebut, seperti sindroma polikistik ovarium.
(Anwar et al, 2011)

AUB menggambarkan spektrum pola perdarahan uterus abnormal yang


dapat terjadi setiap saat dan tidak diduga. Yaitu dapat berupa perdarahan akut dan
banyak, perdarahan ireguler, metroragia, menometroragia, oligomenorea, dan
menoragia. AUB dapat terjadi pada setiap umur antara menarke dan menopause,
tetapi paling sering dijumpai pada masa perimenarke dan perimenopause. (Anwar
et al, 2011)

Diagnosis AUB-O ditegakkan per eksklusionum dengan cara


menyingkirkan penyebab keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik,
penyebab iatrogenik, dan kehamilan. (Anwar et al, 2011)

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan hormonal juga dapat


dilakukan. Pemeriksaan kadar FSH, LH, dan estradiol akan membantu
mengidentifikasi etiologi disfungsi poros hipotalamus-hipofisis-gonad. FSH / LH /
estradiol dapat dinilai pada hari ke-3 pada siklus menstruasi yang teratur atau
kapan saja pada siklus menstruasi yang tidak teratur. Peningkatan kadar FSH dan
LH dan rendahnya kadar estradiol serum sesuai dengan rendahnya cadangan
ovarium atau kegagalan ovarium primer. Sedangkan rendahnya kadar FSH dan
LH sesuai dengan disfungsi ovarium sekunder karena gangguan pada hipotalamus
atau hipofisis. Kadar FSH dan LH tinggi dengan perkembangan karakteristik seks
sekunder di usia muda menunjukkan pubertas prekoks. Akan tetapi kadar FSH
dapat meningkat pada penggunaan simetidine, clomiphene, digitalis, dan
levodopa, menurun pada penggunaan kontrasepsi oral dan fenotiazin. (Abadi et al,
2013)
Endometrial
Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus
haid teratur sebagai akibat dari gangguan hemostasis lokal endometrium. Ketika
AUB terjadi dalam konteks yang dapat diprediksi dan pada siklus menstruasi,
khas siklus ovulasi, dan khususnya ketika tidak ada penyebab lain yang bisa
diidentifikasi, mekanismenya yang mungkin terjadi adalah gangguan utama
endometrium. Jika gejalanya berupa perdarahan abnormal saat menstruasi,
mungkin ada gangguan utama mekanisme yang mengatur "hemostasis"
endometrium lokal itu sendiri. Memang, bukti berkualitas tinggi telah
menunjukkan bahwa kekurangan dalam produksi vasokonstriktor lokal seperti
endotelin-1 dan prostaglandin F2α, dan / atau lisis yang dipercepat oleh
endometrium karena produksi plasminogen activator yang berlebihan, selain itu
meningkatkan produksi zat lokal yang mempromosikan vasodilatasi, seperti
prostaglandin E2 dan prostasiklin. (Malcolm et al, 2011)

Selain itu, hipotesa lain mengkaitkan adanya hubungan dengan mekanisme


molekuler pada endometrium. Gangguan seperti itu dapat menimbulkan efek
sekunder terjadinya AUB, diantaranya yaitu peradangan atau infeksi
endometrium, kalinan dalam respons peradangan lokal, atau penyimpangan di
endometrium vaskulogenesis. Namun hal ini terkadang masih rancu dengan
adanya sel-sel inflamasi normal pada endometrium. Penelitian retrospektif wanita
dengan endometrosis kronis gagal menunjukkan adanya hubungan yang konsisten
antara diagnosis histopatologi dan gejala klinis AUB, tetapi ada data yang
menunjukkan hubungan antara lain subklinisinfeksi dengan Chlamydia
trachomatis dan AUB. (Malcolm et al, 2011)

Iatrogenik
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-
obatan hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat
antikoagulan) atau AKDR. (Abadi et al, 2013)
Patofisiologi terjadinya AUB pada pemakaian alat kontrasepsi hormonal
yaitu sebagai akibat turunnya kadar hormon esterogen- progesteron yang akan
menyebabkan pelepasan enzym degradasi di lapisan endometrium, pelepasan
enzim dari lisosom, pelepasan protease dari infiltrasi sel-sel inflamasi dan aktifitas
dari matriks metaloproteinase (MMP). Pada saat kadar hormon esterogen dan
progesteron turun sebelum haid, akan terjadi destabilisasi dari membran lisosom
yang akan mengakibatkan keluarnya enzim- enzim dari dalam lisosom. Enzim
tersebut selanjutnya akan dilepaskan ke dalam sitoplasma epitel, stroma, dan sel
endotel dan selanjutnya ke dalam ruang interseluler. Enzym proteolitik ini akan
mengakibatkan terjadinya penghancuran penghalang seluler, membran permukaan
dan desmosom (jembatan interseluler). Selanjutnya akan berefek pada sel endotel
pembuluh darah sehingga memicu terjadinya deposit trombosit pelepasan
prostaglandin, trombosis vaskuler, ekstravasasi sel-sel darah merah dan akhirnya
memicu terjadinya nekrosis jaringan. (Abadi et al, 2013)

Penurunan progesteron juga akan memicu respons inflamasi di lapisan


endometrium. Sel-sel inflamasi akan bermigrasi di bawah panduan dari kemokin
yang dihasilkan oleh sel-sel endometrium. Pada saat teraktivasi, leukosit akan
menghasilkan sejumlah molekulmolekul regulator, termasuk sitokin, kemokin,
dan enzim-enzim yang berkontribusi untuk mendegradasi matriks ekstraseluler.
Penurunan progesteron menyebabkan meningkatnya sekresi dan aktivasi dari
enzim MMP, yang berakibat pada penghancuran matriks ekstraseluler. (Abadi et
al, 2013)

Proses degradasi progresif dari enzim di lapisan endometrium dapat


menyebabkan terganggunya sistem kapiler di bawah permukaan lapisan
endometrium dan sistem kapiler vena, yang dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan interstisial, penghancuran membran permukaan sehingga
memungkinkan darah masuk dalam rongga endometrium. Pada akhirnya proses
degenerasi dapat meluas ke dalam lapisan fungsional dimana terjadinya ruptur
pada arteriole basal dapat semakin menambah jumlah perdarahan. (Abadi et al,
2013)
Selain itu, berdasarkan penelitian dan bukti yang ada, alat kontrasepsi non
hormonal yang berpotensi dapat menyebabkan AUB adalah metode kontrasepsi
sterilisasi dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Telah dilaporkan meskipun
AKDR tidak mempengaruhi ovulasi, dapat terjadi pendarahan menstruasi yang
terjadi lebih awal daripada siklus menstruasi yang normal. Efek samping paling
sering dari kontrasepsi AKDR adalah pendarahan yang berlebihan pada saat
menstruasi. Gangguan menstruasi yang umum ditemukan pada penggunaan
AKDR terutama dapat terjadi dalam kurun waktu antara tiga sampai enam bulan
pertama pasca insersi AKDR. Gangguan haid yang terjadi dapat berupa timbulnya
rasa nyeri, maupun terjadinya pendarahan yang bersifat lama dan berkepanjangan.
Meskipun keluhan ini biasanya membaik, seringkali dapat menjadi alasan
penyebab untuk penghentian penggunaan AKDR. Kejadian infeksi maupun
kemungkinan terdapatnya kelainan ginekologi perlu disingkirkan apabila
pendarahan tidak teratur terus berlangsung. Etiologi pendarahan yang terkait
dengan penggunaan LNG-IUS memiliki mekanisme yang lebih kompleks.
Amenore atau pendarahan ringan (65%) terjadi setelah 1 tahun pertama
penggunaan LNG-IUS. Terdapat perbedaan bermakna pada kejadian pendarahan
antara penggunaan LNG-IUS dan Cu- IUD (CuT380A) dalam waktu 3 dan 36
bulan penggunaan. Jumlah pendarahan yang hilang selama menstruasi biasanya 2
kali lipat pasca insersi IUD. Pendarahan akibat penggunaan AKDR yang lebih
sering dengan jumlah yang berlebihan dan masa pendarahan yang memanjang
berpotensi dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi. Dalam kurun
waktu 1 tahun diperkirakan 10-155 perempuan akan menghentikan pemakaian
AKDR karena efek samping pendarahan yang cukup mengganggu. Terdapat
beberapa mekanisme penyebab kelainan pendarahan pada pengguna AKDR.
Beberapa studi melaporkan bahwa pemasangan AKDR dapat meningkatkan
produksi prostaglandin di endometrium yang mengakibatkan peningkatan
vaskularisasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat
aktivitas trombosit, yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya peningkatan
jumlah darah menstruasi. (Abadi et al, 2013)

Penelitian terbaru melaporkan bahwa pemasangan AKDR menyebabkan


peningkatan ekspresi COX-2 (siklooksigenase isoenzim 2), yang selanjutnya akan
diikuti dengan peningkatan biosintesis prostanoid dan ekspresi faktor pro-
angiogenik, seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), bFGF (basic
fibroblast growth factor), PDGF (platelet- derived growth factor), Ang-
1(angiopoietin-1) dan Ang-2 (angiopoietin-2) dan sebaliknya akan terjadi down-
regulation dari ekspresi gen antiangiogenik seperti cathepsin-D. Meski demikian
ternyata produksi prostaglandin pada pengguna AKDR hanya bersifat sementara.
El-Sahwi et al. mengamati terdapatnya kenaikan PGF2a dan PGE2 yang
bermakna dari hasil bilasan endometrium 3 bulan pasca insersi AKDR. Akan
tetapi peningkatan konsentrasi prostaglandin tidak ditemukan pada pasien yang
telah menggunakan AKDR selama minimal 2 tahun. Kenaikan konsentrasi
prostaglandin sementara pasca insersi AKDR ternyata bertepatan dengan
meningkatnya jumlah pendarahan dan timbulnya nyeri saat menstruasi. Xin dkk,
menemukan bahwa terdapat ekspresi berlebihan mRNA dan protein enzim COX-2
yang menyebabkan produksi berlebihan prostaglandin di endometrium pasca
insersi AKDR. Zat vasoaktif lain yang juga mungkin terlibat adalah nitrit oksida
(NO) yang merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan endotel pembuluh darah.
NO yang disintesis sebagai respon terhadap reaksi inflamasi akibat adanya AKDR
di endometrium berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin. NO
berinteraksi langsung dengan meningkatkan aktivitas enzim siklooksigenase yang
bertanggung jawab terhadap sintesis prostaglandin. (Abadi et al, 2013)

Not Yet Classified


Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau
sulit dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini
adalah endometritis kronik atau malformasi arteri- vena. Kelainan tersebut masih
belum jelas kaitannya dengan kejadian AUB. (Abadi et al, 2013)

Anda mungkin juga menyukai