Disusun Oleh
KELOMPOK 3
2019
A. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menerangkan mekanisme perambatan bunyi melalui tulang
tengkorak dengan menggunakan garpu tala.
2. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan
bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.
B. DASAR TEORI
Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang
udara kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi pulsa listrik dan diteruskan
ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Jadi, telinga berfungsi
untuk menguba h gelombang suara menjadi impuls yang kemudian akan dijalarkan
ke pusat pendengaran di otak. Walaupun mekanisme mendengar tidak dapat
mencakup seluruh gelomba ng bunyi, namun keterbatasan ini tidak merupakan
hambatan bagi seseorang untuk dapat menggapi berbagai macam bunyi yang berasal
dari lingkungannya.
Telinga manusia dapat dibagi menjadi tiga bagian. Telinga bagian luar terdiri
atas daun telinga dan saluran auditoris, yang mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkan ke membrane timpanik/ gendang teling yang memisahkan telinga luar
dan telinga bagian tengah. Di dalam telinga bagian dalam getaran dihantarkan
melalui tiga osikel (tulang kecil) -maleus, inkus, dan sanggurdi- ke telingan dalam
lewat jendela oval, suatu membrane di bawah sanggurdi. Telinga bagian dalam
membuka ke dalam saluran eustachius, yang berhubungan dengan faring. Telinga
bagian ini terdiri dari suatu labirin saluran di dalam tulang tengkorak (tulang
temporal). Saluran ini dilapisi oleh membran dan mengandung cairan yang
bergerak sebagai respon terhadap suara atau pergerakan kepala. Bagian telinga
bagian dalam yang terlibat dalam pendengaran merupakan sebuah organ berpilin
yang rumit yang dikenal sebagai koklea. Di dalamnya terdapat organ Corti yang
mengandung sel reseptor telinga yang sesungguhnya, yaitu sel- sel rambut. Neuron
sensoris bersinapsis dengan sel-sel rambut. Neuron berfungsi membawa sensasi ke
otak melalui saraf auditoris (Campbell dkk., 2004: 245-246).
Gambar 5.1. t elinga. Hubungan t elinga t engah dengan pharinx melalui
eust achii.
Keterangan gambar:
F = oval window
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga
dan mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan
perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner
yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe
dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah
luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan
terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan
fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium
dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklear is.
Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui
saraf pusat yang ada di lobus temporalis (Tortora, 2009).
Gangguan Pendengaran
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal
telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga
tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada
otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang
pendengaran (Lalwani, 2008).
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala
ganggua n pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik
atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan
pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat
mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata
baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne
negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat Schwabach memendek (Bhargava,
2002).
Tes Pendengaran
Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli syaraf dapat dilakukan tes pendengaran
dengan mempergunakan:
a. Tes suara berbisik, telinga dapat mendengar suara berbisik dengan tone/nada
rendah. Misalnya suara konsonan, dan paralel: b, p, t, m, n pada jarak 5-10 m.
Suara berbisik dengan nada tinggi mislanya suara desis/sibiland s, z, ch, sh, shel
pada jarak 20 m.
b. Tes garputala, untuk mengetahui secara pasti apakah penderita tuli konduksi
atau persepsi, dapat mempergunakan garputala. Frekuensi garputala yang dipakai
C 128, C1024, C2048. Ada tiga macam tes yang mempergunakan garputala yakni:
tes Weber, tes Rinne, dan tes Schwabach.
1 . Tes Rinne.
2. Tes Webber.
C. METODOLOGI KEGIATAN
a. Hari/Tanggal : Rabu, 6 Maret 2019
Tempat : Laboratorium PPG IPA FMIPA, UNY
b. Alat dan Bahan
1) Kapas
2) Garpu tala 112-870 Hz
3) Stopwatch
4) Mistar
c. Langkah Kerja
1. Tes Schwabach
Menutup telinga kanan naracoba dengan kapas dan memejamkan kedua mata
Mengulangi langkah percobaan yang sama dengan telinga kiri yang ditutup
dengan kapas sebanyak 3 kali pengulangan
2. Tes Rinne
Mencatat waktu naracoba dari mendengar sampai tidak mendengar suara lagi
Memindahkan garpu tala di dekat telinga kanan saat suara garpu tala di
puncak kepala naracoba tidak terdengar lagi
Mencatat waktu dari naracoba mendengar sampai tidak mendegar suara
garpu tala lagi
3. Tes Weber
43 84 47 78
1 Fajri Nur M 35 89 48 80
44 93 51 79
55 40 51 58
2 Aini Putri R 48 57 35 64
63 46 40 48
45 71 61 58
Vina Jazaul 61
3 48 66 75
K
36 59 59 50
31 63 51 58
Widya Santi
4
Ratna D 41 61 52 57
44 60 62 58
100 71 41 40
Nurul
5 Kamalia 112 80 43 45
Habibah 49
110 83 42
6 14 8 15
1 Fajri Nur M 8 25 10 25
7 21 9 20
12 29 5 17
2 Aini Putri R 10 25 6 23
8 27 8 20
11 28 9 21
Vina Jazaul 25
3 8 21 10
K
10 25 10 32
10 20 10 20
Widya Santi 20
4 12 23 8
Ratna D
9 19 10 22
7 20 6 18
Nurul
5
Kamalia 8 20 8 22
Habibah 5 18 5 16
Kiri Kanan
Kiri Kanan
Kiri Kanan
Kiri Kanan
Kiri Kanan
Kiri Kanan
Kiri Kanan
Kiri Kanan
b) Telinga Kiri
47+48+51
dijauhkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 48,67 𝑐𝑚
3
78+80+79
didekatkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 79 𝑐𝑚
3
b) Telinga Kiri
51+35+40
dijauhkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 42 cm
3
58+64+48
didekatkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 56,67 𝑐𝑚
3
b) Telinga Kiri
61+75+59
dijauhkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 65 𝑐𝑚
3
58+61+50
didekatkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 56,33 𝑐𝑚
3
b) Telinga Kiri
51+52+62
dijauhkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 55 𝑐𝑚
3
58+57+58
didekatkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 57,67 𝑐𝑚
3
a) Telinga Kiri
41+43+42
dijauhkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 42 𝑐𝑚
3
40+45+49
didekatkan 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 44,67 𝑐𝑚
3
b) Telinga Kiri
8+10+9
dikepala 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 9𝑠
3
15+25+20
ditelinga 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 20 𝑠
3
b) Telinga Kiri
4+6+8
dikepala 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 6𝑠
3
17+23+20
ditelinga 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 20 𝑠
3
b) Telinga Kiri
9+10+10
dikepala 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 9,67 𝑠
3
21+25+32
ditelinga 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 26 𝑠
3
b) Telinga Kiri
10+8+10
dikepala 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 9,33 𝑠
3
20+20+22
ditelinga 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 20,67 𝑠
3
b) Telinga Kiri
6+8+5
dikepala 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 6,33 𝑠
3
18+22+16
ditelinga 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 18,67 𝑠
3
F. PEMBAHASAN
G. KESIMPULAN
H. JAWABAN PERTANYAAN
1. Tes Rinne positif, (Rinne +) berarti pendengaran penderita baik, pada penderita
tuli konduksi maupun tuli syaraf. Sedangkan tes Rinne negatif (Rinne - )
berarti pada penderita tuli konduksi selang waktu konduksi tulang mungkin sama
atau lebih lama.
2. Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga maka terjadi lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras maka tidak ada
lateralisasi (normal), suara terdengar pada kedua telinga atau terfokus pada
tengah-tengah kepala. Tuli sensorineural terjadi lateralisasi ke telinga yang sehat.
Pada penderita tuli konduksi (penyebab wax atau otitis media) akan terdengar
bunyi nyaring pada telinga yang sakit. Misalnya pada telinga kiri terdengar bunyi
nyaring (makin keras) maka disebut Weber laterisasi ke kiri.
Begitupun jika telinga kanan sakit maka weber laterisasi ke kanan
I. DAFTAR PUSTAKA
Bhargava, K.B., Bhargava, S.K., dan Shah, T.M., 2002. Deafness & Examination of
the Ear. Dalam: A Short Textbook of E.N.T. Diseases. 5th ed. Mumbai: Usha
Publications: 119-125 & 21-40.
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004. Biologi, Edisi Kelima- Jilid
3. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).
Liston, S.L., dan Duvall, A.J., Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam:
Adams, G.L., Boie, Jr., dan Highler, P.A., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. 6th
ed. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
12th ed. Asia: John Wiley and Sons, Inc: 620-628.
J. LAMPIRAN