PENDAHULUAN
1
Dalam penelitian Axline (1998) dalam Ira Merianti (2012), terapi
bermain merupakan terapi untuk mengobati anak yang sedang sakit dan salah
satu teknik yang akan membantu penurunan ketegangan emosional yang
dirasakan anak. Menurut survey tahun 2001 hampir 4.000.000 anak di
Amerika Serikat dalam satu tahun mengalami hospitalisasi yang lama. Hal ini
terjadi karena adanya traumatik dan stress yang dialami oleh anak. Di
Indonesia setiap tahun terdapat lebih dari 5.000.000 anak yang menjalani
masa perawatan yang lama di rumah sakit (Cherty dan Kozak, 2001 dalam
Dian Indriyani Kurniawati, 2011). Begitu pula di Bekasi, Jawa Barat terdapat
188.000 anak dalam 1 tahun yang mengalami hospitalisasi (Cherty dan
Kozak, 2001 dalam Dian 2011).
Fasilitas pelayanan kesehatan untuk pasien diharapkan dapat
meningkatkan kesehatan, keamanan, dan hubungan sosial yang normal, dan
tidak terkesan mengisolasi. Desain lingkungan yang terapetik diperlukan
untuk pasien di lingkungan rumah sakit (Smith & Watkins, 2010). Ruang
rawat anak perlu desain ruang menarik.
Desain ruang yang terapetik di ruang rawat anak diantaranya
penggunaan sprei bergambar, hiasan bergambar kartun, restrain infus
bergambar, permainan terapetik, dan komunikasi perawat yang terapetik.
Disamping itu kombinasi musik dan seni dapat juga diterapkan. Terapi musik
dapat dilakukan dengan diperdengarkannya musik yang disukai anak,
sedangkan terapi seni dapat diterapkan dengan menggambar bebas. Nesbit
dan Tabatt-Haussmann (2008), meneliti tentang peran kreatif terapi seni dan
musik untuk anak kanker dan kelainan darah. Kombinasi kedua terapi
tersebut dinilai sangat efektif di lingkungan pasien onkologi dan hematologi
sebab dapat membantu mengurangi nyeri dan mempengaruhi emosi secara
nonfarmakologis. Kombinasi terapi musik dan seni tersebut secara non-
farmakologis membuktikan terjadinya sistem aktivasi reticular otak dan
koordinasi sensori terkoordinasi dengan baik, sehingga anak lebih mudah
menerima informasi. Hal ini menurunkan kecemasan dan memberikan
dampak relaksasi (Nesbit & Tabatt-Haussmann, 2008).
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja contoh penanganan hospitalisasi pada anak?
2. Bagaimana analisis dari penangan tersebut?
3. Apa saja rekomendasi atau solusi dari masalah tersebut?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penanganan hospitalisasi pada anak.
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis dari penanganan tersebut.
3. Untuk mengetahui rekomendasi dari penanganan tersebut.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui
fenomena yang sering terjadi di rumah sakit yaitu hospitalisasi pada anak,
sehingga dalam makalah ini menjelaskan analisis dari beberapa contoh
penanganan yang telah diterapkan di beberapa rumah sakit dalam mengatasi
hospitalisasi serta rekomendasi apa yang kelompok bisa tambahkan dari hasil
analisis tersebut.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
4
lingkungan yang terapeutik menjadi salah satu pilihan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada anak yang dirawat. Perlakuan yang dilaksanakan
meliputi komunikasi terapeutik saat melakukan tindakan, pencitraan
lingkungan tempat tidur (memasang stiker bergambar di kamar,
penggunaan sprei bermotif kartun, penggunaan bidai restrain infus yang
bergambar, dan pemakaian rompi bergambar saat melakukan tindakan
keperawatan. Desain lingkungan yang terapetik diperlukan untuk pasien di
lingkungan rumah sakit (Smith & Watkins, 2010).
Karakteristik Reaksi Hospitalisasi Anak
Rata-rata skor kecemasan pada kelompok intervensi adalah 5,91
dengan standar deviasi 2,58 dan pada kelompok kontrol memiliki rata-rata
skor kecemasan sebesar 8,45 dengan standar deviasi 2,95. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan skor kecemasan antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Reaksi hospitalisasi berdasarkan tingkat
kooperatif, responden kooperatif lebih banyak pada kelompok intervensi
yaitu 20 anak (91,0%) dan pada kelompok control lebih banyak yang
kooperatif namun angkanya tidak sebesar pada kelompok intervensi yaitu
14 anak (62,60%). Anak lebih kooperatif ketika disekitarnya lebih
menyenangkan dan situasinya tidak menegangkan atau menakutkan.
Responden pada kelompok intervensi memiliki respon tenang
sebanyak 18 anak (81,8%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 17 anak
(77,2%). Hal ini menunjukkan respon yang positif ketika dilakukan
implementasi lingkungan terapetik. Mood gembira anak didominasi
kelompok intervensi dan mood sedih didominasi kelompok intervensi.
Anak anak yang menerima petugas kesehatan sebesar 18 anak (81,8%) dan
13 anak (49%) anak menerima petugas kesehatan pada kelompok kontrol.
Desain ruang yang terapetik di ruang rawat anak diantaranya penggunaan
sprei bergambar, hiasan bergambar kartun, restrain infuse bergambar,
permainan terapetik, dan komunikasi perawat yang terapetik. Disamping
itu kombinasi musik dan seni dapat juga diterapkan. Terapi musik dapat
dilakukan dengan diperdengarkannya musik yang disukai anak, sedangkan
terapi seni dapat diterapkan dengan menggambar bebas. Nesbit dan
5
Tabatt-Haussmann (2008), meneliti tentang peran kreatif terapi seni dan
musik untuk anak kanker dan kelainan darah. Kombinasi kedua terapi
tersebut dinilai sangat efektif di lingkungan pasien onkologi dan
hematologi sebab dapat membantu mengurangi nyeri dan mempengaruhi
emosi secara non-farmakologis.
Simpulan
Lingkungan terapetik efektif untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi.
Reaksi hospitalisasi ditunjukkan dengan angka signifikansi dari variabel
reaksi hospitalisasi yang meliputi kecemasan anak (p-value=0,004), sikap
kooperatif (p-value= 0,000), respon anak (p-value= 0,000), mood anak (p-
value= 0,000), dan sikap penerimaan pada petugas (p-value=0,000).
6
value=0,000), mood anak (pvalue= 0,000), dan sikap penerimaan pada
petugas (p-value=0,000) adalah efektif.
7
sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan (Supartini,
2004).
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi penurunan tingkat
stres hospitalisasi pada anak sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
terapi bermain menggambar dan mewarnai. Permainan yang dilakukan
akan berdampak pada terlepasnya anak dari ketegangan dan stres yang
dialami karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakit (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangan saat
melakukan permainan (Supartini, 2004).
Perbedaan penurunan tingkat stres hospitalisasi pada anak yang diberikan
terapi bermain dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat
adaptasi anak terhadap stres yang berbeda, umur anak, minat anak
terhadap permainan, kreativitas dan ketrampilan anak, tingkat pendidikan
orang tua serta dukungan orang tua anak.
Pada pemberian intervensi terapi musik didapatkan bahwa terdapat
penurunan tingkat stres hospitalisasi pada anak sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi terapi musik. Hal ini berarti pemberian terapi musik
berpengaruh terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak.
Terapi musik dapat meningkatkan ketrampilan berkomunikasi,
mengurangi perilaku yang tidak selaras, memperbaiki prestasi anak didik,
memperbaiki gerakan psikomotorik, menambah perhatian, memperbaiki
hubungan interpersonal, pengelolaan nyeri dan pengurangan stres (Esge,
2004).
Perbedaan penurunan tingkat stres hospitalisasi pada anak yang diberikan
terapi musik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat
adaptasi anak terhadap stres, pendidikan orang tua anak, dukungan orang
tua, serta lingkungan perawatan yang kurang mendukung.
8
Tidak terdapat penurunan stres hospitalisasi pada kelompok kontrol. Hal
ini disebabkan karena pada kelompok kontrol anak bersifat pasif, sehingga
dalam diri anak dapat timbul perasaan bosan yang menyebabkan anak
bertambah stres selama menjalani perawatan. Dalam kelompok kontrol
tidak diberikan intervensi terapi bermain maupun terapi musik. Anak
hanya mengamati lingkungan sekitar atau teman yang sedang bermain
tanpa ada inisiatif untuk ikut dalam permainan yang menurut karakteristik
sosialnya termasuk dalam onlooker play (Supartini, 2004).
Efektifitas terapi bermain dan terapi musik menunjukkan tidak terdapat
perbedaan terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Keduanya
efektif dalam menurunkan stres hospitalisasi pada anak.
Jadi salah satu tindakan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pilihan
untuk menurunkan tingkat stres hospitalisasi pada anak. Tidak adanya
perbedaan efektifitas antara terapi bermain dan terapi musik disebabkan
karena pada prinsipnya kedua intervensi tersebut merupakan terapi yang
dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan dan stres.
Responden pada penelitian ini berada pada tahap perkembangan yang
sama yaitu usia prasekolah. Anak usia prasekolah sudah memiliki
perkembangan kognitif yang baik, jadi dalam pelaksanaan terapi bermain
dan terapi musik anak lebih mudah memahami maksud dari terapi yang
diberikan sehingga mempercepat proses penurunan stres hospitalisasi pada
anak.
Simpulan
Terapi bermain dan terapi musik dapat menurunkan stres hospitalisasi
pada anak secara efektif. Kedua jenis terapi tersebut dapat membuat tubuh
menjadi rileks dan membuat perubahan emosi menjadi lebih positif dan
koping anak menjadi lebih baik sehingga dapat menurunkan tingkat stres
hospitalisasi pada anak
9
Hospitalisasi atau menjalani perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan
stres pada anak. Seperti pada anak usia 4-6 tahun yang menjalani perawatan di
ruang anak sal C Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo.
Intervention
Terapi bermain (berupa menggambar dan mewarnai dengan tema bebas sesuai
keinginan responden) dan terapi musik (dengan tema lagu anak-anak yang
berirama riang dilakukan selama 30 menit sampai dengan 1 jam selama 2 hari.
Comparison
Terdapat kelompok control dalam penelitian ini
Outcome
Dari hasil penelitian ini terbukti tidak ada perbedaan efektivitas antara terapi
bermain dan terapi musik.
10
independent untuk menurunkan stres akibat hospitalisasi pada anak usia
prasekolah adalah dengan terapi bermain. Mewarnai buku gambar yang
merupakan salah satu terapi permainan kreatif untuk mengurangi stres
akibat hospitalisasi serta meningkatkan komunikasi pada anak. Mewarnai
buku gambar sebagai permainan yang kreatif merupakan metode untuk
merubah perilaku anak selama di rawat di rumah sakit. Melalui mewarnai
tersebut anak dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, fantasi, dan dapat
mengembangkan kreativitasnya. Dengan bermain dapat menjadikan diri
anak lebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan
dapat dihindarkan mengingat bermain dapat menghibur diri anak terhadap
dunianya (Supartini, 2004).
Pembahasan
Berdasarkan uji statistik didapatkan bahwa aktifitas mewarnai gambar
dapat menurunkan tingkat stres hospitalisasi anak usia 4-6 tahun di ruang
anggrek RSUD Gambiran Kota Kediri.
Hal ini sesuai dengan supartini (2004), menyatakan bahwa bermain
memungkinkan anak terlepas dari ketegangan dan stres yang dialami
selama hospitalisasi. Ketika anak melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan.
Satu permainan yang cocok untuk anak pra sekolah (4-6 tahun) yaitu
mewarnai gambar, merupaka salah satu alat permainan edukatif (APE)
karena dapat mengembangkan aspek perkembangan anak dan mendorong
aktifitas dan kreatifitas anak. Metode bermain yang sesuai, pendekatan
perawat dan dukungan orang tua selama pemberian terapi bermain juga
berpengaruh terhadap reaksi anak selama tindakan dilakukan.
Permainan yang disukai anak akan membuat anak merasa senang
melakukan permainan tersebut. Permainan mewarnai gambar adalah satu
dari aspek yang paling penting dalam kehidupan seorang anak, dan
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menghadapi dan
mengatasi stress. Menggambar atau mewarnai adalah sebagai suatu
permainan yang ”nondirective” memberikan kesempatan anak untuk bebas
11
berekspresi dan sangat “therapeutic”. Mengekspresi “feeling”nya dengan
menggambar/mewarnai gambar, berarti memberikan pada anak suatu cara
untuk berkomunikasi, tanpa menggunakan kata.
Pada umumnya anak usia prasekolah yang rawat inap di rumah sakit
mengalami stress hospitalisasi . Sebelum diberikan aktifitas mewarnai
gambar tingkat stress anak masih tinggi karena mereka masih belum
beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Salah satu cara untuk
menurunkan stress yaitu dengan permainan. Selain itu dengan melalui
mewarnai gambar anak dapat mengungkapkan perasaannya sebagai salah
satu bentuk komunikasinya. Dan dengan mewarnai gambar pula anak
dapat berkomunikasi dengan orang lain terutama perawat sehingga stres
anak menjadi berkurang karena anak tidak lagi beranggapan bahwa
perawat tidak selalu menyakitinya akan tetapi bisa juga bermain
dengannya.
Simpulan
Sebelum diberi aktivitas mewarnai gambar sebagian besar anak
mengalami stres hospitalisasi pada tingkat berat. Setelah diberi aktivitas
mewarnai gambar anak mengalami stres hospitaliasi tingkat ringan sampai
dengan sedang. Tingkat stres hospitalisasi dapat diturunkan dengan
aktifitas mewarnai gambar.
12
gambar. Mengobservasi kembali tingkat stres responden setelah selesai
mewarnai gambar.
Comparison
Tidak ada pembanding atau intervensi lain
Outcome
Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa tingkat stres hospitalisasi dapat
diturunkan dengan aktifitas mewarnai gambar.
BAB 3
PENUTUP
13
3.1 Kesimpulan
Reaksi hospitalisasi dalam bentuk anak rewel, tidak mau didekati oleh
petugas kesehatan, ketakutan, tampak cemas, tidak kooperatif, bahkan tamper
tantrum. Reaksi hospitalisasi pada anak diasumsikan dapat diminimalisir
dengan keberadaan lingkungan yang terapetik, terapi bermain dan aktivitas
mewarnai gambar yang terbukti efektif dapat menurunkan reaksi dari
hospitalisasi.
3.2 Saran
Penyusun berharap agar terapi-terapi ini dapat diaplikasikan diseluruh
rumah sakit maupun puskesmas yang ada di Indonesia guna meningkatkan
kreatifitas perawat dalam menangani dampak hospitalisasi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aizah, Siti& Wati, Sui Erna. (2014). Upaya Menurunkan Tingkat Stres
Hospitalisasi Dengan Aktifitas MewarnaiGambar Pada Anak Usia 4-6
TahunDi Ruang Anggrek Rsud Gambiran Kediri. Jurnal Universitas
Nusantara PGRI Kediri. Vol 1, No 25; hal. 6-10.
Apriany, Dyna. (2013). Hubungan Antara Hospitalisasi Anak Dengan Tingkat
KecemasanOrang Tua. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal of Nursing), Vol 8, No.2; hal. 92-104.
Esge. 2004. Terapi Musik, (Online), (http://www.pikiranrakyat.com., diakses
tanggal 26 November 2006, jam 10.26 WIB).
Hastuti, Apriyani Puji. 2015. Konsep Hospitalisasi pada Anak dan Keluarga.
Ebook Modul Kuliah Keperawatan AnakPOLITEKNIK Kesehatan RS
DrSoepraoen. hal: 1-20.
Huraerah, Abu, M. Si., 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit
Nuansa.
Indrawaty,Lina. (2014).Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Bermain Terhadap
Tingkat Kecemasan Anak Usia Toddler Akibat Hospitalisasi Di Ruang
Rawat Inap Anak Rsud Kota Bekasi Tahun 2013. Jurnal STIKes MI.. hal. 1-
23.
Kozier, Barbara.2010. Buku ajar Fundamental Nursing. Jakarta:EGC
Solikhah, Umi. (2013). Efektifitas Lingkungan Terapetik Terhadap Reaksi
Hospitalisasi Pada Anak. Jurnal Keperawatan Anak. Vol 1, No 1; hal. 1-9.
Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta : EGC
Utami, Yuli. (2014). Dampak Hospitalisasi Terhadap Perkembangan Anak. Jurnal
Ilmiah WIDYA. Vol 2, No 2; hal. 9-20.
Wong, DL. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Ed.4. Jakarta: EGC
15