Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari


kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Hal ini disebaabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan
semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti faktor penjamu yang diduga
berhubungan dengan PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok pada usia muda,
serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun diluar ruangan dan di tempat
kerja.1
Menurut GOLD (Global Burden of Disease), PPOK merupakan penyakit
paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat persisten
dan progresif, serta berhubungan dengan respon inflamasi kronis pada saluran
nafas dan paru akibat pajanan partikel dan gas yang beracun. Eksaserbasi dan
penyakit komorbid memiliki kontribusi terhadap tingkat keparahan pada setiap
pasien. Prevalensi dan angka mortalitas PPOK terus meningkat. Di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 115.000 kematian pada tahun 2000. Pada tahun
2020, The Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan
menduduki peringkat ketiga penyakit penyebab kematian dan peringkat kedua
belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat keempat penyakit penting
yang menimbulkan kecacatan.1,2
Di Asia, penderita PPOK sedang sampai berat pada tahun 2006 mencapai
56,6 juta pasien dengan prevalensi 6,3%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8
juta pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka ini dapat terus meningkat dengan
makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok dan
mantan perokok. Selain itu seiring pesatnya kemajuan industri menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan tingginya angka PPOK di Indonesia yang terutama
banyak dialami laki-laki dengan usia 45 tahun keatas.1,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi paru


Cavum thoracis adalah ruangan bagian tubuh yang terletak diantara leher
dan abdomen, Dibatasi oleh sternum dan costa bagian depan didepannya, columna
vertebralis dibelakang, lengkung costa dilateral, apertura thoracis superior diatas
dan diafragma dibawah. Didalam Cavum thoracis terdapat: cavum pleura (paru-
paru kanan dan kiri beserta pleuranya masing-masing) dan mediastinum.
Pleura adalah suatu kantong cairan serous tertutup untuk melicinkan
permukaan yang beraposisi, yang menyelubungi hampir seluruh permukaan paru.
Pada keadaan normal cavum pleura merupakan ruang potensial untuk ditempati
paru saat inspirasi. Ruang potensial yang tak ditempati paru pada keadaan normal
dan hanya ditempati paru bila inspirasi dalam disebut recesssus. Terdapat 6
recessus yaitu recessus phrenicocostalis kanan kiri, recessus costomediastinalis
anterior kanan kiri, recessus costomediastinalis posterior kanan kiri.
Pulmo terdiri dari apex pulmonis, basis pulmonis, facies costalis dan facies
medialis, margo anterior dan margo inferior serta hilus pulmonalis. Apex
pulmonis setinggi costa I. Basis pulmonis sesuai lengkung diafragma. Hilus
pulmonis adalah suatu area berbentuk triangular pada facies medialis pulmonis
tempat keluar masuknya radix pulmonis (dari depan kebelakang susunannnya : v.
pulmonalis, a. pulmonalis, bronchus dengan vasa bronkialisnya diaspek dorsal.
Paru kanan mempunyai 3 lobus, yaitu lobus superior, lobus medius, lobus inferior.
Sedang paru kiri terbagi 2 lobus: superior dan inferior.
Setelah melalui saluran hidung dan faring udara inspirasi berjalan
menuruni trakea, bronkus, bronkiolus, bronkiolus respiratorius, ductus alveolaris
sampai kealveoli. Dinding trakea dan bronkus terbentuk oleh tulang rawan dan
sedikit otot polos. Dindingnya dilapisi oleh epitel bersilia yang mengandung
kelenjar mucus dan serosa. Paru-paru dan dinding dada merupakan struktur yang
elastis. Paru dapat dengan bebas bergeser tapi sukar untuk dipisahkan dari dinding
dada karena daya recoil untuk menjauhi dinding diimbangi oleh recoil dinding
dada kearah berlawanan. Inspirasi merupakan proses aktif yang diawali oleh

2
kontraksi otot-otot inspirasi yang meningkatkan volume intrathorakal. Tekanan
intrapleura lalu menurun sehingga jaringan paru didalamnya teregang, tekanan
dalam saluran udara sedikit lebih negatif sehingga udara dapat mengalir kedalam
paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada kembali
ke posisi ekspirasi sampai terjadi keseimbangan kembali antara daya recoil
jaringan paru dengan dinding dada. Takanan dalam saluran udara sedikit lebih
positif dan udara mengalir keluar meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang
ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan volume intrathorakal.

2.2 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai
oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif
dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun/ berbahaya.1,3
Penyakit paru obstruksi kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dua tahun berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan
anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal
disertai kerusakan dinding alveoli.3
Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai
penyakit PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi cendrung progresif. Penyakit
bronkitis kronik dan emfisema dapat dimasukan ke dalam kelompok PPOK jika
keparahan penyakit telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Kedua
penyakit ini pada fase awal belum dapat di golongkan kedalam PPOK.1
PPOK eksaserbasi akut merupakan suatu kondisi perburukan dari gejala
penyakit PPOK yang bersifat akut dan menetap dengan gejala yang lebih berat
dibandingkan dengan varian gejala harian normal sehingga memerlukan
perubahan dari obat-obatan

2.3 Faktor Risiko

3
Faktor resiko penyakit PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau
mempengaruhi/ menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang. Menurut
American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK, yaitu :2.3
1. Faktor host : Faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas.
2. Faktor exposure : Merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi
lingkungan, dan infeksi bronkopulmoner berulang.

Faktor risiko tersebut meliputi:1,3,4


1. Faktor pejamu (host)
Faktor resiko PPOK yang meliputi faktor host dapat disebabkan oleh
faktor genetik, hiperresponsif nafas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik
yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu serin protease inhibitor.
Hiperresponsif jalan nafas akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pada
gangguan pertumbuhan paru yang dikaitkan pada masa kehamilan, berat lahir
dan pajanan semasa anak-anak memiliki kaitan terhadap penurunan fungsi
paru (VEP1) sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk mendapatkan PPOK.
2. Faktor perilaku (kebiasaan) merokok
Merokok merupakan faktor resiko terjadinya PPOK. Pada perokok akan
tejadi gangguan respirasi dan penurunan faal paru. Perokok aktif yang
berhubungan dengan usia mulai merokok, jumlah rokok perbungkus, serta
perokok pasif juga merupakan faktor risiko PPOK.
Hubungan rokok dengan PPOK menunjukan dose response. Hubungan
dose response dapat dilihat melalui Indeks Brinkman (IB) yang menilai
derajat berat merokok. IB merupakan perkalian jumlah rata-rata batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Untuk klasifikasi
berdasarkan IB: ringan (0-200), sedang (200-600), berat (>600).
3. Faktor lingkungan (polusi udara)
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan seperti asap rokok, asap
kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain. Polusi diluar ruangan meliputi gas
buangan industri, kendaraan bermotor, debu jalanan, serta polusi di tempat
kerja meliputi bahan kimia, debu/zat iritasi, dan gas beracun. Pajanan yang
terus menerus oleh zat dari lingkungan tersebut akan menyebabkan
penurunan faal paru dan berisiko untuk terjadinya PPOK.
4. Stress oksidatif

4
Paru selalu terpajan zat endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul
dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan
dan asap rokok. Oksidan endogen seperti derivate electron mitokondria
transport termasuk dalam selular signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh
oxidative chalange yang berkembang secara sistem enzimatik atau
nonenzimetik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan atau deplesi
antioksidan akan menimbulkan stress oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya
menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktivitas
molekuler sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara
oksidan dan antioksidan memegang peran penting pada PPOK.

2.4 Etiologi PPOK Eksaserbasi Akut


Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan
dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang sudah biasa digunakan.4
Beberapa faktor pencetus eksaserbasi akut pada PPOK yaitu: infeksi
(virus, bakteri), pajanan dengan polutan/polusi udara, penghentian pengobatan,
bronkospasme, dan perubahan diet. Infeksi virus didapatkan pada 30% kasus.
Infeksi virus selanjutnya mempermudah peningkatan jumlah kolonisasi kuman
yang sudah ada sebelumnya dalam lumen bronkus, sehingga menyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri. Pada 25 % pasien PPOK yang stabil dapat ditemukan
kolonisasi kuman, dan pada umumnya yang terbanyak yaitu Hemophilus
influenza dan Streptococcus pneumonia. Peningkatan jumlah kuman yang sudah
ada sebelumnya dalam lumen bronkus dapat berperan sebagai faktor pencetus dari
51,7% pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi akut. Pada eksaserbasi akut
yang berat dapat ditemukan kuman yang lebih beragam yaitu basil enteric gram
negatif, Pseudomonas, Chlamidia pneumonia, dan Mycoplasma pneumonia.
Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Merokok
merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.3,4

2.5 Patogenesis

5
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari
PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia
ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan. Obstruksi saluran napas pada PPOK
bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas
kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas.

Gambar 1. Definisi PPOK

6
Gambar 2. Patogenesis PPOK

Gambar 3. Manifestasiklinis PPOK


Pada bronkhitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang
kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal
(emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,

7
terperangkapnya udara, dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi
sesak napas. Pada saluran napas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan
pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran
napas, sehingga menghambat pembukaan saluran napas. Lumen saluran napas
kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang
meningkat sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK
disebabkan oleh beberapa derajat penebalan dan hipertofi otot polos pada
bronkiolus respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO 2 meningkat
dan dorongan respirasi bergeser dari CO 2 ke hipoksemia, dorongan pernapasan
juga mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal napas.4,5
Menurut Hipotesis Elastase-Anti Elastase, di dalam paru terdapat
keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah
terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.
Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya rangsangan pada paru antara lain
oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau
oleh adanya defisiensi alfa-1 antitripsin.3,5
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran napas dan keterbatasan aliran
udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan,
dan vasokontriksi otot polos bronkus, seperti terlihat pada gambar 1.2
Saluran napas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama
ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru.
Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan
jalan napas ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan
hiperinflasi. Saluran napas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena
proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran napas tertutup oleh sekresi mukus
yang terjebak akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.1

2.6 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi

8
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai
ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK
dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti berikut ini : 3,4
1. Sesak
Sesak yang bersifat progresif dimana semakin bertambah berat seiring
berjalannya waktu (kronik), bertambah berat atau dipicu dengan aktivitas,
persisten dan menetap sepanjang hari, keluhan bernafas berat, sukar bernafas
dan terengah-engah saat bernafas.
2. Bat uk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengidentifikasikan PPOK. Batuk
kronik dengan dahak (pada bronkitis kronik keadaan ini terjadi setiap hari
selama ≥ 3 bulan dalam 1 tahun pada sedikitnya 2 tahun berturut-turut.
3. Riwayat terpajan faktor risiko
Riwayat pajanan terhadap faktor rosiko yang dialami pasien seperti asap
rokok, debu, bahan kimia ditempat kerja dan termasuk juga asap dapur.

Tabel 1. Klasifikasi PPOK menurut GOLD (Global Initiative for Chronic


Obstructive Lung Disease) 2011.2,3

GOLD 2011
Derajat Klinis Faal paru
Gejala klinis Normal
(batuk, produksi suptum)
Derajat I: Gejala batuk kronik dan produksi VEP1/KVP <70%
PPOK ringan sputum tapi tidak sering. Pada VEP1≥ 80% prediksi
derajat ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru mulai
menurun
Derajat II: Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1/KVP <70%
PPOK sedang aktivitas dan kadang ditemukan 50%<VEP1<80%
gejala batuk dan produksi sputum. prediksi
Pada derajat ini biasanya pasien
mulai memeriksa kesehatannya.

9
Derajat III: Gejala sesak lebih berat, VEP1/KVP <70%
PPOK berat penurunan aktivitas, rasa lelah dan 30%<VEP1<50%
serangan eksaserbasi semakin prediksi
sering dan berdampak pada
kualitas hidup pasien
Derajat IV: Gejala diatas ditambah tanda- VEP1/KVP <70%
PPOK sangat tanda gagal napas atau gagal VEP1<30% prediksi atau
berat jantung kanan dan ketergantungan VEP1<50% prediksi
oksigen. Pada derajat ini kualitas disertai gagal nafas
hidup pasien meburuk dan jika kronik
eksaserbasi dapat mengancam
jiwa

2.7 Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. PPOK klinis didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto toraks. Sedangkan diagnosis derajat PPOK
dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.1,6,7
Diagnosis PPOK klinis ditegakan apabila:
1. Anamnesis
- Ada faktor resiko: usia pertengahan, dan riwayat pajanan (asap rokok,
polusi udara, dan polusi tempat kerja).
- Gejala:
 Batuk kronik (batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak
hilang dengan pengobatan yang diberikan).
 Berdahak kronik (kadang tanpa disertai batuk).
 Sesak nafas (terutama pada saat melakukan aktifitas dan
semakin mengalami perburukan yang progresif).
2. Pemeriksaan fisik
- Inpeksi : Bentuk dada barrel chest, penampilan pink puffer, terdapat
cara bernafas purse lip breathing, terlihat penggunaan dan hipertrofi
otot bantu nafas, pelebaran sela iga.
- Palpasi : Fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi : Hipersonor, batas jantung mengecil, letak diagframa rendah,
hepar terdorong kebawah.

10
- Auskultasi: Suara nafas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi
memanjang, mengi (pada saat eksaserbasi), dan ronki
- Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing.
- Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer.
- Pursed - lips breathing : Sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
- Laboratorium
Peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (polisitemia sekunder)
dan Defisiensi kadar alfa-1 antitripsin (kongenital).

2.8 Gambaran Radiologi


- Foto toraks
Pada emfisema akan didapatkan gambaran paru hiperinflasi atau
hiperlusen, diafragma mendatar dan letak rendah, corakan
bronkovaskuler meningkat, bulla, dan jantung menggantung (jantung
pendulum/eye drop appearance). Sedangkan pada bronkitis kronis
akan terlihat gambaran paru normal, namun terlihat corakan
bronkovaskular meningkat.

11
Gambar 4. Pada gambaran foto toraks diatas terlihat gambaran
hiperinflasi pada paru dan hemidiafragma yang mendatar. Pada
proyeksi lateral terlihat peningkatan diameter
anteroposterior“barrel chest” karena peningkatan udara di
ruang retrosternal.7
Posisi Diafragma Pada Foto X-ray Toraks

Hemidiafragma tidak sama tingginya pada foto x-ray toraks proyeksi


postero-anteriorposisi tegak dengan inspirasi yang cukup, tetapi umumnya dalam
jarak ketingian ± 1 spasium interkostalis tulang dada (2 cm) antara satu dan
lainnya. Hemidiafragma kiri biasanya lebih rendah daripada kanan.
Bila hemidiafragma kiri lebih tinggi dibandingkan hemidiafragma
kanan atau hemidiafragma kanan lebih tinggi dibandingkan sebelah kiri melebihi
3 cm, mungkin dapat dipikirkan penyebabnya, antara lain:
1. Kelainan di atas diafragma: atelektasis / kolaps paru, pasca lobektomi /
pneumonektomi, hipoplasia pulmoner
2. Kelaianan di diafragma: kelumpuhan saraf frenikus, abnormalitas kubah
diafragma / eventrasi diafragma, kontralateral stroke
3. Kelainan di bawah diafragma: tumor abdomen, abses subfrenik, distensi
lambung atau kolon Pada keadaan fisiologis seperti bentuk tubuh hiperstenikus
atau bulat pendek, kubah diafragma tinggi dan batas bawah tulang dada berada
pada level yang tinggi dengan sudut lebar, menjadikan bagian terluas dari
abdomen menjadi bagian atasnya. 8
Pada bentuk tubuh astenikus atau kurus dan tinggi, rongga dada yang
cenderung sempit dan panjang dengan sudut tulang dada yang sempit
berhubungan dengan kubah diafragma yang letaknya rendah.Rongga abdomen
dangkal, menjadikan bagian terluas dari abdomen menjadi bagian bawahnya.
Berdasarkan tipe destruksi dan distribusi dari kerusakan yang timbul, emfisema
dibagi menjadi 4 tipe yang dapat saling tumpang tindih yaitu :
1. Emfisema setrilobular
Emfisema sentrilobular merupakan emfisema yang paling sering
ditemukan.Tipe ini sering ditemukan pada penderita dengan riwayat merokok.

12
Emfisema sentrilobular biasanya mengenai lapangan paru atas dan
tengah.Tipe ini biasanya sulit dideteksi dengan pemeriksaan foto toraks,
kecuali sudah menimbulkan kerusakan yang berat.9

Gambar 5. foto toraks seorang pria dengan riwayat merokok lama.


Gambar di atas merupakan foto toraks seorang pria dengan riwayat
merokok lama. Terlihat gambaran lusen pada lapangan atas paru kiri dan
kanan.9
2. Emfisema bulosa
Emfisema bulosa ditandai dengan adanya bula yang menyebabkan
hilangnya sebagian struktur paru. Pada pemeriksaan radiologis dinding
bula hanya terlihat sebagian seperti garis lengkung.9

Gambar 6. Gambar foto toraks penderita emfisema bulosa

13
Gambar 7. Emfisema bulosa yang berat

3. Emfisema paraseptal
Emfisema paraseptal didefenisikan berdasarkan distribusi kelainan
bukan tipe kelainan. Gambaran emfisema pareseptalsama dengan
gambaran emfisema sentrilobular dan emfisema bulosanamun lokasinya
adalah di regio subpleura. Emfisema paraseptal sulit dideteksi melalui
pemeriksaan foto toraks.9
4. Emfisema panasinar
Emfisema panasinar merupakan tipe langka dari emfisema.Tipe ini
disebabkan oleh defisiensi Alpha-1 anti-trypsin. Gambaran emfisema
panasinar pada foto toraks sulit dibedakan dengan emfisema sentrilobular,
namun umumnya emfisema panasinar merusak lapangan paru bagian
bawah.

Gambar 8. foto toraks emfisema panacinar

14
Gambar di atas menunjukkan foto toraks penderita emfisema panasinar.
Terlihat gambaran lusen di lapangan bawah paru kiri dan kanan.9

Gambar 9. Gambar barrel chest pada CT Scan.


Gambar di atas menunjukkan gambaran barrel chest pada CT Scan. Rasio
diameter anteroposterior dan transversal normal berkisar antara 0.7-0.75
pada dewasa, pada barrel chest rasio tersebut bisa meningkat mencapai
0.9.10

2.9 Diagnosis Banding

Tabel 2. PPOK dan diagnosis banding3


,4
Diagnosis Gambaran klinis
PPOK 1. Onset pada usia pertengahan
2. Gejala semakin progresif
3. Terdapat riwayat merokok atau terpajan oleh
polusi yang berbahaya.
Asma 1. Onset pada awal usia dini
2. Gejala bervariasi dari hari ke hari
3. Gejala memburuk pada malam atu dini hari
4. Riwayat alergi, rhinitis, atau eksim
5. Riwayat keluarga asma
Gagal jantung 1. Ronki halus di basal paru
2. Foto thorak memperlihatkan pembesaran
kongesti
jantung, edema paru
3. Riwayat hipertensi
4. Pemeriksaan faal paru: indikasi restriksi volume
Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah yang banyak
2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

15
3. Foto thoraks: Dilatasi bronkus dan penebalan
dinding bronkus
Tuberkulosis 1. Onset semua usia
2. Gambaran thoraks : Infiltrasi paru
3. Konfirmasi mikrobiologi (BTA +)
4. Lokasi prevalensi TB tinggi
Panbronkiolitis difuse 1. Dominan pada keturunan etnis asia
2. Umumnya laki-laki, riwayat sinusitis kronis

Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK antara lain :2,4
1. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) adalah penyakit obstruksi
saluran nafas yang ditemukan pada pasien pasca tuberkulosis dengan lesi paru
minimal.
2. Pneumothoraks dimana keadaan cembung ditempat kelainan, perkusi
hipersonor, auskultasi saluran nafas melemah.
3. Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misalnya destroyed lung.

BAB III
KESIMPULAN

16
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Menurut GOLD (Global Burden of Disease), PPOK merupakan
penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat
persisten dan progresif, serta berhubungan dengan respon inflamasi kronis pada
saluran nafas dan paru akibat pajanan partikel dan gas yang beracun. Penyakit
paru obstruksi kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan. 2008. Pedoman pengendalian penyakit paru obstruksi


kronik. Keputusan Menteri kesehatan Nomor: 1022/MENKES/SK/2008.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK) Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia.
3. PB. PABDI. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departeman IPD FKUI.
4. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease,(GOLD) Pocket Guide
To COPD Diagnosis, management, and Prevention. 2011
5. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi. Konsep-konsep klinis proses
penyakit. Ed.6. Jakarta. EGC

17
6. Djojodibroto, RD. 2009. Respirologi: Penyakit paru obstruksi kronik. Jakarta;
EGC.
7. Bartolome R. Celli, M.D., Claudia G. Cote, M.D., et al. 2004. The Body-Mass
Index, Airflow Obstruction, Dyspnea, and Exercise Capacity Index in Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. New England Journal Med 350;10
8. Whitley AS, Sloane C, Hoadley G et-al. The abdomen and pelvic cavity in
Clark’s Positioning in Radiography. CRC Press. 2005;12: 333 9.
9. Gupta PP. High Resolution Computed Tomography and Chronic Obstructive
Pulmonary Disease, Bronchitis. Intech. 2011. dari
http://www.intechopen.com/books/bronchitis/high-resolution-
computedtomography-and-chronic-obstructivepulmonary-disease 10.
10. World Health Organization. Emphysema in The WHO Manual of Diagnostic
Imaging The Chest and The Pulmonary System. 2006; 88-90

18

Anda mungkin juga menyukai