Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Maret 2019

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan penulisan ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................... 3
A. Definisi Lansia ................................................. Error! Bookmark not defined.
B. Gangguan Pendengaran Pada Lansia ................................................................. 3
C. Faktor Resiko dan Etiologi .............................. Error! Bookmark not defined.
D. Perubahan Sistem pendengaran Pada Lansia ..................................................... 7
E. Teknik Berkomunikasi dengan Orang Gangguan Pendengaran ...................... 10
F. Penatalaksanaan ............................................................................................... 11
G. Pengobatan ................................................... Error! Bookmark not defined.
H. Alat Bantu Dengar………………………………………………………….12
I. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………………………....12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................... 11
A. Kasus ................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 190

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia, menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua.
Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki
usia tua berarti akan mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, figure tubuh yang tidak
proporsional, dan gangguan pendengaran (Nugroho, 2008).
Gangguan pendengaran pada lanjut usia merupakan keadaan yang
menyertai proses menua dan utama dengan hilangnya pendengaran terhadap nada
murni berfrekuensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan
dengan lanjut usia yang bersifat simetris dengan perjalanan yang progresif lambat
(Nugroho, 2008). Jumlah lansia semakin lama semakin banyak. Diseluruh dunia
terdapat sekitar 500 juta lansia dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan
pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliar. Di Negara maju seperti Amerika
Serikat pertambahan orang lanjut usia diperkirakan 1.000 orang per hari pada
tahun 1985. Pada tahun 2000 kurang lebih dua diantara tiga orang dari 600 juta
orang lansia berada di Negara berkembang (Mubarak dkk, 2009). Jumlah
penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta jiwa
dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah
lansia sebesar 23,9 juta (9,77 %) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun.
Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34
%) dengan usia harapan hidup 71,1 jiwa (Efendi, F dan Makhfudli, 2009).
Prevalensi penurunan pendengaran akibat proses penuaan juga meningkat
yaitu sekitar 12 % pada kelompok umur 65 - 74 tahun, 16 % pada umur 75 - 84

1
tahun dan 30 % pada umur lebih dari 85 tahun. Dari data lain menunjukkan
penurunan pendengaran oleh berbagai sebab lebih tinggi lagi yaitu 44 % dan
meningkat menjadi 66 % pada usia 70-79 tahun dan akan menjadi 90 % pada
umur lebih dari 80 tahun (Setiati dan Laksmi, 2015).
Faktor resiko perubahan kemampuan mendengar pada lansia seperti proses
penyakit, medikasi ototoksik, dan pengaruh lingkungan. Dampak fungsional dan
komplikasi dari gangguan tersebut berpengaruh pada pemahaman dalam
berbicara, gangguan komunikasi, kebosanan aptis, rendah diri atau rasa malu,
isolasi sosial atau menarik diri dari aktivitas sosial dan isolasi yang berlebih dapat
menimbulkan efek psikologis dan fisik serta ketakutan dan kecemasan yang
berhubungan dengan bahaya keamanan lingkungan (Widyanto, 2014).
Perawat memiliki peranan yang penting dalam memberikan asuhan
keperawatan pada para lansia dengan melakukan pengkajian pada aspek
biopsikososiospiritual. Asuhan keperawatan untuk mengatasi gangguan
pendengaran adalah dengan berbicara dengan jarak dekat, berhadapan, suara
agak keras, dan menggunakan gerakan tangan dan kepala, tulisan yang ditulis
dikertas serta menggunakan alat bantu dengar bagi lansia yang mengalami
gangguan tuli ketika berada dirumah ataupun ditempat ramai (Padila, 2013).

B. Tujuan penulisan
Agar mahasiswa/i mengetahui secara umum tentang Asuhan Keperawatan
Pada Lansia Dengan Gangguan Pendengaran.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Lansia
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas. Lebih lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia sebagai seseorang
yang telah berusia lanjut dan telah terjadi perubahan-perubahan dalam sistem
tubuhnya.
Namun berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo et al. (2006),
peneliti asal Jepang, yang menjelaskan bahwa lansia merupakan orang yang berusia
lebih dari 75 tahun. Definisi tersebut berdasar pada hasil riset yang telah
dilakukannya dengan menemukan fakta bahwa:
1. Lansia di Jepang yang berusia 65 tahun atau lebih ternyata masih bisa
melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan dan hambatan berarti.
2. Arteri serebral pada lansia tampak belum mengalami penuaan dan
penurunan fungsi.
3. Lansia penderita diabetes mellitus yang berumur 65 tahun masih
menunjukkan tingkat kemandirian yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya.
Tetapi definisi lansia dari penelitian tersebut memang tidak bisa digunakan
secara global karena faktor budaya dan lingkungan juga berpengaruh terhadap
proses penuaan.

B. Gangguan Pendengaran pada Lansia


Gangguan pendengaran pada lansia sering juga disebut dengan presbikusis.
Presbikusis merupakan gangguan pendengaran sensorineural yang terjadi pada
orang-orang usia lanjut. Gangguan pendengaran ini ditandai dengan hilangnya
kemampuan telinga dalam mendengar suara-suara berfrekuensi tinggi yang
biasanya terjadi secara bilateral atau mengenai kedua buah telinga. Presbikusis

3
menjadi masalah penting di lingkungan sosial. Akibat dari gangguan ini, biasanya
para lansia memutuskan untuk mengurangi penggunaan telepon yang akhirnya
menyebabkan menurunkan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain serta
semakin menurunkan fungsi pengindraan (Roland, 2014).

C. Faktor Risiko dan Etiologi


Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
presbikusis, yaitu : usia, jenis kelamin laki-laki, diabetes melitus, serta gangguan
pendengaran yang diturunkan. Faktor risiko lain yang juga disebut-sebut dapat
menyebabkan presbikusis adalah penyakit-penyakit jantung, merokok, penggunaan
obat ototoksik serta konsumsi alkohol (Sousa, dkk, 2009).
Walaupun penyebab pasti presbikusis masih belum diketahui secara pasti,
namun telah diterima secara umum bahwa penyebab presbikusis adalah
multifaktorial. Berikut beberapa penyebab yang dipercaya dapat menyebabkan
terjadinya presbikusis:
1. Aterosklerosis
Pada keadaan arterosklerosis, dapat terjadi berkurangnya sampai
hilangnya perfusi serta oksigenasi ke koklea. Keadaan hipoperfusi ini
menyebabkan terbentuknya metabolit berupa reactive oxygen dan juga radikal
bebas. Akibat dari penumpukan oksidan ini, menyebabkan terjadinya
kerusakan pada struktur telinga dalam serta DNA mitokondria yang berada
pada sel-sel di telinga dalam. Akibat dari kerusakankerusakan inilah
berkembang presbikusis (Roland, 2014).
2. Diet dan metabolism
Diabetes diketahui dapat mempercepat proses pembentukan
aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan gangguan perfusi serta
oksigenasi dari koklea. - Pada keadaan diabetes juga didapati proliferasi dan
hipertropi dari tunika intima di endotel yang juga nantinya akan menyebabkan
gangguan perfusi ke koklea. - Penelitian yang dilakukan oleh Le dan Keithley

4
mendemonstrasikan bahwa diet tinggi antioksidan seperti vitamin C dan E
dapat mengurangi progresifitas presbikusis pada tikus (Roland, 2014).
3. Paparan terhadap bising
Dari penelitian yang dilakukan menggunakan model dari tikus yang
memiliki struktur telinga menyerupai manusia, didapati bahwa paparan
terhadap bising mampu meningkatkan kejadian presbikusis. Paparan bising
menyebabkan rusaknya sel-sel di telinga termasuk di dalamnya sel yang berasal
dari spiral ligament, sel fibrosit tipe IV. Dari penelitian sebelumnya didapati
bahwa kerentanan terhadap kerusakan fibrosit tipe IV dapat menyebabkan
perubahan ambang batas pendengaran yang bermakna. Gambaran histopatologi
pada tikus yang terpapar bising menunjukkan bahwa terjadi hilangnya sel-sel
spiral ganglion, yang merupakan badan sel dari saraf aferen di koklea, yang
bersinaps dengan sel-sel rambut dalam (inner hair cells). Intinya, paparan bising
pada usia muda dapat meningkatkan risiko terjadinya presbikusis seiring
dengan bertambahnya usia seseorang (Kujawa dan Liberman, 2006).
Fokus utama penelitian adalah pada kondisi yang dapat dimodifikasi
seperti merokok dan paparan kebisingan, yang dapat diatasi melalui intervensi
promosi kesehatan. Para peneliti juga sedang menjajaki potensi keterkaitan
antara dua atau lebih faktor risiko. Misalnya, orang yang secara genetic
cenderung mengalami gangguan pendengaran, ia mungkin lebih rentan
terhadap efek dari paparan kebisingan atau obat-obatan ototoxic, karena
perubahan terkait usia meningkatkan risiko gangguan pendengaran, penting
untuk mengidentifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada orang
dewasa yang lebih tua sehingga risiko tersebut dapat diatasi. Kemungkinan
besar, beberapa gangguan pendengaran yang disebabkan oleh perubahan terkait
usia sebenarnya hasil dari faktor risiko, seperti paparan kebisingan atau zat
ototoxic.
Faktor risiko yang biasa terjadi untuk gangguan pendengaran adalah
kontak yang terlalu lama atau terputus-putus terhadap kebisingan, yang dapat
dikenali sebagai pilihan gaya hidup dan faktor lingkungan. Meskipun

5
perubahan yang berkaitan dengan usia bertanggung jawab atas jumlah
gangguan pendengaran yang lebih besar dibandingkan dengan paparan
kebisingan di tempat kerja, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
kebisingan (NIHL) adalah jenis gangguan pendengaran yang penting yang
dapat dicegah. Sebuah tinjauan penelitian oleh Sliwinska-Kowalska dan Davis
(2012) menemukan bahwa paparan yang terlalu lama terhadap kebisingan
intensitas tinggi dikaitkan dengan semua hal berikut:
1) Kerusakan pada sel-sel rambut sensorik pada telinga bagian dalam
2) Pergeseran pendengaran secara permanen o Gangguan pendengaran
yang terganggu
3) Tinnitus diskriminasi Studi telah menemukan peningkatan risiko untuk
NIHL terkait dengan pekerjaan orang-orang berikut: petani penambang,
pekerja konstruksi, musisi, pekerja bar dan casting dan penempaan
pekerja industri
Kegiatan rekreasi yang terkait dengan peningkatan risiko NIHL
termasuk menggunakan pemutar MP3 dan sistem suara untuk musik, berburu,
atau menembak sasaran. mengendarai kendaraan segala medan atau sepeda
motor, dan alat-alat listrik yang beroperasi (mis. gergaji rantai, blower daun,
bor) (Humann Sanderson, Gerr. dkk., 2012; Neitzel, Gershon, McAlexan der,
dkk. 2012).

4. Genetik
Disebut-sebut bahwa genetik berperan penting dalam menentukan
kerentanan seseorang terhadap faktor-faktor lingkungan seperti bising, obat-
obat ototoksik dan bahan-bahan kimia, serta stress. Pada penelitian lain didapati
bahwa terdapat beberapa gen yang mengalami mutasi pada penderita
presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen SLC26A4. Selain itu, didapati bahwa
orang-orang yang mengalami dua mild mutations pada gen GJB2 akan terjadi
peningkatan risiko berkembangnya presbikusis dini (Roland, 2014 dan
Rodriguez-Paris, dkk, 2008).

6
D. Perubahan Sistem Pendengaran Pada Lansia
Fungsi pendengaran tergantung pada urutan proses, dimulai dari tiga
kompartemen telinga dan berakhir dengan pemrosesan informasi di korteks
pendengaran otak. Suara dikodekan menurut intensitas dan frekuensi. Intensitas,
atau amplitudo, mencerminkan kenyaringan atau kelembutan suara dan diukur
dalam desibel (dB). Frekuensi, yang diukur dalam siklus per detik (cps) atau hertz
(Hz), menentukan apakah nada tinggi atau rendah. Intensitas dan frekuensi suara
dapat diubah jika faktor risiko tertentu ikut berperan. Bahkan dengan tidak adanya
faktor risiko, perubahan yang berhubungan dengan usia normal mempengaruhi
frekuensi, menyebabkan masalah pendengaran bagi banyak orang dewasa yang
lebih tua.
1. Pendengaran Pada Telinga Luar
Pendengaran Telinga Luar dimulai dari telinga luar, yang terdiri dari pinna
dan kanal pendengaran eksternal. Struktur tulang rawan ini melokalisasi suara
sehingga sumbernya dapat diidentifikasi. Pinna mengalami perubahan dalam
ukuran, bentuk, kelenturan, dan pertumbuhan rambut dengan bertambahnya
usia, tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi konduksi gelombang suara pada
orang dewasa yang sehat dan lebih tua. Saluran pendengaran ditutupi oleh kulit
dan berjajar dengan folikel rambut dan kelenjar yang memproduksi serumen.
Serumen, atau kotoran telinga, adalah zat alami yang secara genetik
ditentukan menjadi kering (palsu dan abu-abu) atau basah (lembab dan cokelat
atau cokelat). Fungsi cerumen adalah untuk membentuk, melindungi, dan
melumasi saluran telinga. Cerumen secara alami dikeluarkan, tetapi perubahan
yang berkaitan dengan usia seperti peningkatan konsentrasi keratin,
pertumbuhan rambut yang lebih panjang dan lebih tebal (terutama pada pria),
dan penipisan dan pengeringan kulit yang melapisi kanal dapat
menyebabkannya menumpuk. Penurunan aktivitas kelenjar keringat yang
berkaitan dengan usia semakin meningkatkan potensi cerumen untuk

7
menumpuk dengan membuat cerumen lebih kering dan lebih sulit untuk
dihilangkan.

2. Telinga Tengah
Membran timpani adalah lapisan transparan dari jaringan yang fleksibel,
berwarna abu-abu mutiara, sedikit berbentuk kerucut, yang memisahkan telinga
luar dan tengah. Fungsi utamanya adalah untuk mentransmisikan energi suara
dan melindungi telinga tengah dan dalam. Dengan bertambahnya usia, jaringan
kolagen menggantikan jaringan elastis, sehingga gendang telinga lebih tipis dan
lebih kaku. Getaran suara melewati membran timpani ke tiga pendengaran
pendengaran maleus, incus. dan stapes. Tulang-tulang ini terhubung satu sama
lain tetapi bergerak secara independen, bertindak sebagai tuas untuk
memperkuat suara. Fungsi utamanya adalah untuk mentransmisikan getaran
melintasi telinga tengah yang dipenuhi udara, melalui jendela oval, dan ke
telinga dalam yang berisi cairan. Transmisi suara tergantung pada frekuensi
masing-masing suara dan yang terbaik untuk kisaran frekuensi menengah dari
suara normal dan kurang efektif untuk suara frekuensi rendah dan tinggi.
Otot dan ligamen telinga tengah berkontraksi sebagai respons terhadap
suara bising, merangsang refleks akustik, yang melindungi telinga bagian
dalam yang halus dan menyaring gangguan pendengaran yang berasal dari
suara dan gerakan tubuh sendiri. Dengan bertambahnya usia, otot-otot telinga
tengah dan ligamen menjadi lebih lemah dan kaku dan memiliki efek yang
merugikan pada refleks akustik. Selain itu, perubahan degeneratif ini
mengurangi elastisitas membran timpani tulang okular dapat mengganggu
transfer getaran suara dari membran timpani ke jendela oval.

3. Bagian dalam telinga


Di telinga bagian dalam, getaran ditransmisikan ke koklea, di mana
mereka diubah menjadi impuls saraf dan diberi kode untuk intensitas dan
frekuensi. Impuls saraf merangsang serabut saraf kranialis kedelapan dan

8
mengirim pesan pendengaran ke otak. Proses ini terjadi terutama di sel-sel
rambut sensorik organ Corti di koklea. Perubahan yang berkaitan dengan usia
pada telinga bagian dalam meliputi hilangnya sel-sel rambut, pengurangan
suplai darah, berkurangnya produksi endolimfa, penurunan fleksibilitas
membran basilar, degenerasi sel-sel ganglion spiral, dan hilangnya neuron pada
inti koklea. Perubahan degeneratif koklea dan struktur telinga bagian dalam ini
adalah penyebab fisiologis utama dari gangguan pendengaran terkait usia yang
mempengaruhi orang dewasa yang lebih tua (Lin, Chien, Li, et al., 2012)

4. Sistem Saraf Pendengaran


Dari telinga bagian dalam, serabut saraf pendengaran melewati meatus
pendengaran internal dan memasuki otak. Fungsi jalur saraf pendengaran
termasuk melokalisasi arah suara, menyesuaikan rangsangan pendengaran, dan
mentransfer informasi dari korteks pendengaran primer ke daerah asosiasi
pendengaran.
Sistem saraf pendengaran dipengaruhi oleh semua perubahan yang
berkaitan dengan usia sebagai berikut: perubahan degeneratif di telinga bagian
dalam, penyempitan meatus pendengaran dari aposisi tulang, berkurangnya
pasokan darah, dan perubahan sistem saraf pusat. Studi baru-baru ini
menunjukkan bahwa perubahan terkait usia dalam struktur pendengaran pusat
(misalnya, korteks pendengaran primer, pendengaran batang otak)
menyumbang komponen signifikan dari gangguan pendengaran pada orang
dewasa yang lebih tua, terutama yang berkaitan dengan persepsi bicara
(Anderson, Parbery-Clark, White - Schwoch, dkk., 2012; Eckert, Cute, Vaden,
dkk., 2012; Konrad-Martin, Dille, McMillan, dkk., 2012).

5. Dampak Serumen
Dampak dari serumen adalah umum pada orang dewasa yang lebih tua
sebagai penyebab utama gangguan pendengaran, dengan hingga 57% dari
penghuni panti jompo yang lebih tua mengalami serumen impaksi (Roland,

9
Smith, Schwartz, et al., 2008). Perubahan terkait usia, yang membuat pengering
cerumen dan lebih terkonsentrasi, meningkatkan risiko impaksi. Penggunaan
alat bantu dengar juga meningkatkan kemungkinan serumen yang terkena
dampak, yang dapat merusak atau mengganggu fungsi alat bantu dengar. Selain
itu, serumen yang terkena dampak dapat menyebabkan rasa sakit, otitis, pusing
tinnitus, kenyang, atau batuk. Akumulasi cerumen dapat dicegah dan diobati,
dan yang paling penting, mudah menerima intervensi keperawatan yang
mengarah pada peningkatan pendengaran.

E. Teknik Berkomunikasi dengan Orang Memiliki Gangguan Pendengaran


Menurut Miller, C.A. (2012), teknik berkomunikasi dengan orang memiliki
gangguan pendengaran, sebagai berikut :
1. Berdiri atau duduk tepat di depan dan dekat dengan orang tersebut.
2. Bicaralah ke arah telinga yang lebih baik, tetapi pastikan bibir Anda dapat
dilihat.
3. Pastikan orang tersebut memperhatikan dan menatap wajah Anda.
4. Sampaikan kalimat ke orang tersebut dengan nama, jeda, dan kemudian mulai
berbicara.
5. Bicaralah dengan jelas, perlahan, dan langsung ke orang tersebut.
6. Jangan membesar-besarkan gerakan bibir karena ini akan mengganggu
pembacaan bibir.
7. Hindari mengunyah permen karet, menutupi mulut Anda, atau memalingkan
kepala Anda.
8. Jika orang tersebut tidak mengerti, ulangi pesan dengan menggunakan kata-
kata yang berbeda.
9. Hindari atau hilangkan kebisingan.
10. Hindari menaikkan volume suara, cobalah untuk menurunkan nada sambil
tetap berbicara dengan suara yang cukup keras.
11. Simpan semua instruksi sederhana dan minta umpan balik untuk menilai apa
yang orang itu dengar.

10
12. Hindari pertanyaan yang mendapat jawaban ya atau tidak.
13. Buat kalimat yang singkat.
14. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan apa yang Anda coba
komunikasikan.
15. Gunakan komunikasi tertulis yang besar dan gambar untuk melengkapi
komunikasi verbal.
16. Pastikan hanya satu orang berbicara pada satu waktu; mengatur komunikasi
satu lawan satu jika memungkinkan.
17. Jika orang dengan gangguan pendengaran biasanya memakai kacamata untuk
meningkatkan penglihatan, pastikan kacamata itu bersih.
18. Berikan pencahayaan yang memadai sehingga orang tersebut dapat melihat
bibir Anda.

F. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa pilihan terapi untuk penderita presbikusis, diantaranya:
1. Kurangi paparan terhadap bising
2. Gunakan pelindung telinga (ear plegs atau ear muffs) untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
3. Gunakan alat bantu dengar
4. Lakukan latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir dan
latihan mendengar
5. Berbicaralah kepada penderita presbikusis dengan nada rendah dan jelas.
Dengan memahami kondisi yang dialami oleh para lansia dan memberikan
terapi yang tepat bagi mereka, diharapkan kita dapat membatu mengatasi
masalah sosial yang mungkin mereka alami akibatadanya keterbatasan fungsi
pendengaran mereka.

G. Pengobatan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh

11
adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan
pembuangan cairan dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi,
maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.

H. Alat Bantu Dengar


Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:
1. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
2. Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
3. Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman
percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian pada lansia yang mengalami gangguan pada sistem
pendengaran meliputi hal-hal sebagai berikut ini:
a. Meminta untuk mengulang pembicaraan
b. Jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan
c. Memalingkan kepala terhadap pembicraan
d. Kesulitan membedakan pembicaraan serta bunyi suara orang lainyang
parau atau bergumam.
e. Masalah pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar
belakang yang bisisng, berdering / berdesis yang konstan.
f. Volume bicara meningkat
g. Sering merasa sedih, di tolak lingkungan, malu, menarik diri, bosan,
depresi, dan frustasi.

12
h. Ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-
hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAB/BAK, serta
berpindah) .

2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pendengaran
adalah sebagai berikut ini :
a. Gangguan persepsi sensorik : pendengaran
b. Resiko cedera
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
d. Kurang pengetahuan
e. Cemas
f. Gangguan Komunikasi
g. Gangguan sosialisasi

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem
pendengaran adalah sebagai berikut ini :
Diagnosis Keperawatan : Perubahan fungsi sensori/persepsi : pendengaran
Hasil Yang Diharapkan : Pasien mampu mendengar percakapan
a. Kaji penyebab adanya gangguan pendengaran
b. Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi
c. Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu
keras
d. Berbicara secara perlahan-lahan jelas, dan tidak terlalu panjang
e. Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan
f. Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi klien
g. Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan
h. Beri motivasi dan reinforcoment
i. Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran

13
j. Gunakan kalimat sederhana
k. Turunkan intonasi nada suara
l. Waspadai komunikasi nonverbal (misalnya : ekspresi wajah)

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Tn. H. pada usia 89 tahun. Tn. H. adalah duda berusia 89 tahun yang menderita
penyakit Parkinson selama 17 tahun. Presbicusis terdaftar sebagai diagnosis
tambahan pada catatan medisnya. Dia dirawat di panti jompo karena kondisinya
telah menurun ke titik bahwa putrinya, Ms. D, tidak dapat lagi mengelola
perawatannya di rumahnya, tempat dia tinggal selama beberapa tahun. Secara
medis ia stabil, tetapi membutuhkan bantuan dalam semua kegiatan kehidupan
sehari-hari.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian :
a. Mr. H. mengalami kesulitan mendengar pertanyaan Anda dan bahwa ia
sering meminta putrinya untuk memberikan informasi yang diminta.
b. Dia tidak menunjukkan defisit kognitif yang signifikan, tetapi dia
tampaknya mengalami kesulitan memahami komunikasi verbal.
c. Ketika Anda bertanya tentang gangguan pendengaran, Ms. D. memberi tahu
Anda bahwa ayahnya telah menggunakan alat bantu dengar selama 5 tahun
dan telah dievaluasi ulang secara berkala di pusat bicara dan pendengaran.
Dua bulan lalu, ia memperoleh alat bantu dengar baru, tetapi hanya
memakainya untuk percakapan empat mata dengannya.
d. Ms. D. telah mendorong ayahnya untuk memakai alat bantu dengar selama
pertemuan keluarga, tetapi dia mengatakan suara dari anak-anak kecil
terlalu menjengkelkan. Kecuali untuk pertemuan keluarga. Dia dulu
menikmati kesempatan untuk interaksi sosial, dan dia sekarang menjadi
semakin menarik diri.

15
e. Ia biasa menikmati bermain poker, tetapi belum bermain dalam beberapa
tahun karena semua teman-temannya telah meninggal. Sekarang dia
menghabiskan banyak waktunya menonton program televisi.
f. Nn. D. berharap bahwa ayahnya akan menanggapi untuk berinteraksi sosial
yang disediakan di panti jompo dan berharap kualitas hidupnya akan
meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensorik : pendengaran
b. Gangguan Interaksi Sosial terkait dengan efek gangguan pendengaran.

3. Intervensi Keperawatan dan Implementasi Keperawatan


a. Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensorik : pendengaran
Hasil Yang Diharapkan : Pasien mampu mendengar percakapan
Intervensi :
1) Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi
2) Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu
keras, Gunakan kalimat sederhana.
3) Berbicara secara perlahan-lahan jelas, dan tidak terlalu panjang
4) Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan
5) Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi
klien
6) Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan
7) Beri motivasi dan reinforcoment
8) Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran

c. Diagnosa 2 : Gangguan Interaksi Sosial terkait dengan efek gangguan


pendengaran.
Tujuan : Meningkatkan interaksi sosialnya melalui penggunaan
perangkat yang tersedia (Alat Bantu Dengar).

16
Hasil yang Diharapkan :
1) Tn. H. akan mengembangkan teknik komunikasi yang efektif untuk
interaksi ke orang lain.
2) Bpk. H. akan terlibat dalam interaksi sosial dengan orang lain.
3) Bpk. H. akan melakukan kegiatan kelompok kecil dengan penghuni
lain.
Intervensi:
1) Jelakan pentingnya komunikasi verbal yang baik dengan orang lain
dan staff dipanti, tekankan perlunya staf untuk mengenal Bpk. H
sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi.
2) Minta Bpk. H. untuk mengenakan alat bantu dengar setiap interaksi
satu lawan satu dengan staf
3) Gunakan teknik komunikasi yang efektif ketika berbicara dengan Bpk.
H.
4) Sertakan pemeliharaan alat bantu dengar Bpk H
5) Identifikasi beberapa penghuni lain yang memungkinan dapat
berbicara dengan Tn. H.
6) Meminta staf untuk mendorong percakapan satu sama lain antara Tn. H.
dengan orang yang terpilih (misalnya menyarankan agar mereka
menonton program televisi tertutup bersama-sama).
7) Tanya Tn. H. untuk memakai alat bantu pendengarannya selama
interaksi empat mata dengan orang tersebut.
8) Menyediakan lingkungan yang tenang.
9) Setelah tindakan diatas sudah terlaksana, selanjutnya mintalah staf
kegiatan untuk mengajak Tn.H. bermain permainan poker dengan 2
atau lebih penghuni panti jompo di sebuah ruangan.
10) Pastikan kebisingan lingkungan terkontrol sebanyak mungkin.

17
4. Evaluasi Keperawatan
a. Bpk. H. akan mengenakan alat bantu pendengarannya ketika bercakapan
dengan orang lain.
b. Bpk. H senang akan berinteraksi dengan orang lain dan menambah
temannya

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut
tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut
penyakit degeneratif.
Presbiskusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi
organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara
progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi serta tidak ada
kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.
Beberapa dari tanda dan gejala yang paling umum dari penurunan pendengaran
yaitu Kesulitan mengerti pembicaraan, Ketidakmampuan untuk mendengarkan
bunyi-bunyi dengan nada tinggi, Kesulitan membedakan pembicaraan, bunyi
bicara lain yang parau atau bergumam, Masalah pendengaran pada kumpulan yang
besar, terutama dengan latar belakang yang bising, dan Latar belakang bunyi
berdering atau berdesis yang konstan.
Masalah keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pendengaran yang
sering muncul adalah sebagai gangguan persepsi sensorik : pendengaran, resiko
cedera, gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kurang pengetahuan, cemas,
gangguan komunikasi, dan gangguan sosialisasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bandiyah, siti. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. 2009.Yogjakarta : Nuha


Medika.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61915/Chapter%20II.pdf;jsess
ionid=07D216CF01DBC4174DD3D3D0DC4D3066?sequence=4

Maryam Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika.

Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults: theory and practice (Hal 311-
329)

Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. 2008. Jakarta : EGC.

Panduan diagnosa keperawatan NANDA

Wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.

Widyanto, F. C. (2014). Buku keperawatan komunitas dengan pendekatan praktis.


Yogyakarta: Nuha Medika.

20

Anda mungkin juga menyukai