Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang radiologi terutama
radiodiagnostik sangat berperan penting dalam peningkatan pelayanan kesehatan.
Dengan ditemukannya sinar-X oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895,
merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil
penemuan tersebut dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya
belum pernah dapat dicapai dengan cara pemeriksaan biasa. Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia radiologi telah mengalami
beberapa perubahan yaitu dengan ditemukan alat dan metode yang dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosa terhadap penderita yang dilakukan berbagi cara antara
lain: pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan secara
radiologi. Salah satunya yang dapat kita ketahui adalah begitu beragamnya
pemeriksaan radiologi yang dilakukan guna memberikan hasil yang maksimal
(Rasad, 2005).
Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang
gelombang yang sangat pendek. Sinar-X bersifat heterogen, panjang gelombangnya
bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara sinar-X dan dengan sinar
elektromagnetik lainnya juga terletak pada panjang gelombang, dimana panjang
gelombang sinar-X sangat pendek, dimana hanya 1/10000 panjang gelombang
cahaya yang kelihatan. Karena panjang gelombang yang pendek itu, maka sinar-X
dapat menembus benda-benda. (Sjahrial Rasad, 2005).
Sinar-X merupakan salah satu gelombang elektromagnetik yang mempunyai
energy yang relative besar sehingga daya tembusnya tinggi, bahkan dapat
menembus lapisan logam. Sinar-X dapat menembus bahan-bahan lunak seperti
daging dan kulit tetapi tidak dapat menembus benda-benda keras seperti tulang, dan
gigi. Sinar-X ini banyak digunakan dalam bidang kedokteran untuk memotret
kedudukan tulang atau organ dalam tubuh manusia. Meskipun besar manfaatnya,
penggunaan sinar-X harus memperhatikan prosedur keadaan pasien. Karena daya
tembusnya cukup besar, jaringan tubuh manusia dapat rusak terkena paparan sinar-
X terlalu lama. Oleh karena itu, pemancaran sinar-X pada pasien diusahakan

1
sesingkat mungkin (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional,
2006).
Manfaat Sinar-X digunakan untuk mengambil gambar foto yang dikenal
sebagai radiograf. Sinar-X boleh menembusi badan manusia tetapi diserap oleh
bahagian yang lebih tumpat seperti tulang. Gambar foto sinar-X digunakan untuk
mengesan kecacatan tulang, mengesan tulang yang patah dan menyiasat keadaan
organ-organ dalam badan. Sinar-X keras digunakan untuk memusnahkan sel-sel
kanker. Kaedah ini dikenal sebagai radioterapi (Kemenkes, 2007).
Radiologi merupakan salah satu dari bidang kedokteran yang mempelajari
teknik dari pengambilan gambar foto rontgen dengan menggunakan sinar-x,
pelayanan radiologi di rumah sakit sangat dibutuhkan sekali untuk menegakkan
diagnosa sebagai penunjang pelayanan medis. Bahan kontras merupakan senyawa-
senyawa yang digunakan untuk meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-
struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostic medik. Bahan kontras dipakai
pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X (Bahan
kontras positif) atau menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negative
dengan bahan dasar udara atau gas). Ada berbagai macam jenis kontras tergantung
dari muatannya, cara pemberian dan lain sebagainya (Kemenkes, 2007).
Radiofgrafer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan
tanggung jawab oleh pejabat yarig berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi
dan imejing di unit Pelayanan Kesehatan. Radiografer merupakan tenaga kesehatan
yang memberi kontribusi bidang radiografi dan imejing dalam upaya peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2007)
Radiografer lebih banyak di dayagunakan dalam upaya pelayanan kesehatan
rujukan dan penunjang, utamanya pelayanan kesehatan yang menggunakan
peralatan / sumber yang mengeluarkari radiasi pengion dan non pengion. Saat ini
radiografer di dalam menerapkan kompetensinya masih difokuskan pada pelayanan
radiologi, yaitu meliputi pelayanan kesehatan bidang radiodiagnostik, imejing,
radioterapi dan kedokteran nuklir (Kemenkes, 2007).
Tanggung jawab Radiografer secara umum adalah menjamin terselenggaranya
pelayanan kesehatan bidang radiologi / radiografi dengan tingkat keakurasian dan
keamanan yang memadai. Tanggung jawab dan tugas tersebut meliputi semua
sarana pelayanan kesehatan bidang Radiologi mulai dari Puskesrnas sampai dengan
Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan Radiodiagnostik, Radioterapi dan

2
Kedokteran Nuklir. Kompetensi ini penting bagi Radiografer Indonesia dan
bertujuan untuk menjadi acuan dalam menjalankan tugas dan fungsinya disarana
pelayanan kesehatan serta dalam mengembangkan pengetahuan dan keahlian dalam
rangka meningkatkan profesionalisme Radiografer (Kemenkes, 2007).
Kompetensi Radiografer ini mencakup kompetensi umum yaitu kompetensi
yang harus dimiliki dan dikuasai dalam rangka globalisasi dan kompetensi
khususnya, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan fungsl yang dimiliki
oleh radiografer Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya baik secara mandiri
maupun dalam satu tim dengan tenaga kesehatan lainnya (Dokter, Dokter Spesialis,
Dokter Spesialis Radiologi, Dokter Kedokteran Nuklir, dll ) memberikan pelayanan
kesehatan bidang radiasi kepada masyarakat umum maupun ilmiah sesuai dengan
tugas dan fungsinya sebatas kewenangan yang di landasi oleh Etika Profesi
(Kemenkes, 2007).
Beragamnya pemeriksaan radiologi yang dilakukan memicu perkembangan
teknologi terbaru yang dapat menghasilkan teknik dan prosedur pencitraan yang
kompleks dan membingungkan. Namun demikian, prinsip dasar pencitraan adalah
tetap, yaitu memberikan gambaran anatomi bagian tubuh tertentu yang
membedakan jaringan-jaringan yang tidak dapat dilihat dalam radiografi dan
kelainan-kelainan yang berhubungan dengan tubuh tersebu dan mampu
memberikan informasi secara radiologi yang optimal baik keadaan anatomis
maupun fisiologi dari suatu organ di dalam tubuh yang tidak dapat diraba dan dilihat
oleh mata secara langsung serta mampu memberikan informasi mengenai kelainan-
kelainan yang mungkin dijumpai pada organ-organ yang akan diperiksa (Pradip,
2007).
Alasan penggunaan kontras media pada pemeriksaan radiografi adalah karena
organ-organ yang diperiksa seperti pembuluh darah, organ saluran kemih, organ
saluran cerna,dan saluran empedu tidak terlihat jika tidak mengunakan kontras
media. Untuk itu diperlukan kontras media sehingga organ yang dimasukkan
tampak lebih radioopaque atau lebih radiolucent pada organ tubuh yang akan
diperiksa (Karnegis dan Heinz, 1979 dkk., 1987; Greenberger dan Patterson, 1998).
Ada dua jenis bahan baku dasar dari bahan kontras positif yang digunakan
dalam pemeriksaan dengan sinar-X yaitu barium dan iodium. Sebuah tipe bahan
kontras lain yang sudah lama adalah Thorotrast dengan senyawa dasar thorium
dioksida, tapi penggunaannya telah dihentikan karena terbukti bersifat karsinogen.

3
Bahan kontras ditemukan pertama kali pada tahun 1896 dan salah satu contohnya
dipakai untuk pemeriksaan pada traktus digestivus (Price, 2006).
Efek Samping Bahan Kontras iodium yang modern merupakan obat-obat yang
aman; reaksi-reaksi berbahaya bisa terjadi tapi tidak umum. Efek samping utama
dari radiokontras adalah reaksi anafilaktif dan nefropati. Reaksi-Reaksi Anafilaktif
Reaksi-reaksi anafilaktif jarang terjadi, tapi bisa terjadi sebagai respon terhadap
bahankontras yang disuntikkan atau yang diberikan lewat mulut dan rectal dan
bahkan memperburuk pyelografi. Gejalanya mirip dengan reaksi-reaksi anafilaksis,
tapi tidak diakibatkan oleh respon kekebalan yang diperantarai IgE. Pasien-pasien
yang memiliki riwayat reaksi-reaksi kontras, berisiko tinggi untuk mengalami
reaksi-reaksi anafilaktif. Pengobatan dini dengan kortikosteroid telah terbukti dapat
mengurangi kejadian reaksi-reaksi yang berbahaya (Lasser dkk., 2008).
Striktur esofagus merupakan salah satu penyebab keluhan disfagia. Sekitar 30%
keluhan disfagia ini disebabkan oleh penyempitan lumen esofagus. Disfagia adalah
sensasi subjektif akan adanya abnormalitas organik selama pasase makanan cair
atau padat dari rongga mulut ke lambung. Keluhan disfagia ini bervariasi mulai dari
ketidakmampuan menelan (orofaringeal disfagia) sampai adanya sensasi
terhambatnya makanan melewati esofagus sampai ke lambung (esophageal
disfagia). Stiktur esofagus berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi striktur
esofagus maligna dan benigna. Striktur esofagus maligna terutama disebabkan oleh
keganasan pada esofagus, tapi juga dapat disebabkan oleh keganasan di luar
esofagus sedangkan striktur esofagus benigna disebabkan oleh berbagai penyebab
seperti Gastro Esophageal esophagus yang dapat menyebabkan gangguan menelan
(Price, 2006).
Fungsi esofagus selain sebagai saluran makan, juga dalam proses menelan.
Terdapat 3 fase proses menelan yaitu fase oral (bucal), fase faringeal dan fase
esophageal. Pada fase oral, makanan yang masuk ke dalam mulut dikunyah,
dilubrikasi oleh saliva dan dirubah menjadi bolus kemudian didorong masuk ke
faring dengan bantuan elevasi lidah ke palatum. Fase faringeal dimulai bila bolus
makanan ini telah berkontak dengan mukosa faring. Adanya reflek akan mendorong
bolus memasuki orofaring, laringofaring dan terus ke esofagus (Price, 2006).
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan
yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan
phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat

4
gangguan dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua
kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan atau
kondisi medis tertentu. Kesulitan menelan ini yang dapat pula disertai dengan nyeri
menelan. Esofagus normal merupakan suatu aktifitas terkoordinasi yang rumit
dimana cairan dan makanan padat diteruskan dari mulut kelambung. Mekanisme ini
juga mencegah aspirasi makanan ke dalam paru, regurgitasi kehidung, dan refluks
melalui sfingter esophagus bawah. Oleh sebab itu disfagia menyebabkan dua
masalah yang berbeda yaitu: pertama, seringkali ada penyebab dasar yang serius.
Dan kedua, menyebabkan konsekuensi berbahaya (misal, aspirasi atau malnutrisi)
(Walsh, 2009).
Dari hasil praktik kerja lapang, sering kali menemukan berbagai variasi
pemeriksaan yang kontras maupun yang non kontras. Dan di setiap rumah sakit
bermacam-macam cara pemeriksaan dan sesuai prosedur rumah sakit, terutama
pada pemeriksaan dengan media kontras yang jarang menggunakan buku panduan
bontrager tetapi melihat keadaan pasian dan sesuai kebutuhan pasien. Tetapi
sebelum melakukan pemeriksaan pasien di suruh mengurus adeministrasi dan
sebagainya agar bisa melakukan pemeriksaannya. Pasien di beri penjelasaan oleh
radiografer tentang pemeriksaan esofagogram walaupun pemeriksaan ini tidak ada
persiapan khusus tetapi tetap di beri arahan agar hasilnya bisa di evaluasi, pasien
disuruh mengisi surat persetujuan dan baru pasien di suruh melpaskan segala benda
asing yang dapat mengganggu gambaran radiograf, misalnya kalung, peniti,
pakaian dengan kancing logam, pakaian dalam atas (wanita). Baru pemeriksaan bisa
dilakukan tetapi, sebelum media kontras diberikan pertama di lakukan adalah foto
plain untuk evaluasi persiapan pasien, evaluasi faktor eksposi, evaluasi patologi
awal. Baru dimulai dengan teknik periksaan dengan sambil menelan media kontras
dan beberapa proyeksi antara lainnya yaitu proyeksi AP/PA, Lateral, RAO, LAO.
Setelah itu barulah hasilnya diketahui klinis yang di alami oleh pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut maka peneliti dapat menarik permasalahan yang
akan dibahas adalah sebagai berikut :
Bagaimana pemeriksaan esofagogram dengan klinis disfalgia di Instalasi
Radiologi RSUD Gambiran Kediri ?

5
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1. Untuk mengetahui pemeriksaan esofagogram dengan klinis disfalgia di


Instalasi Radiologi RSUD Gambiran Kediri.
1.3.2. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan esofagogram dengan klinis
disfalgia di Instalasi Radiologi RSUD Gambiran Kediri.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Bagi peneliti


Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti bagaimana teknik
pemeriksaan esofagogram dengan klinis disfalgia di Instalasi Radiologi
RSUD Gambiran Kediri.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan masukan dan saran yang berguna bagi rumah sakit,
dalam hal ini Instalasi Radilogi pada umumnya mengenai tentang teknik
pemeriksaan esofagogram dengan klinis disfalgia di Instalasi Radiologi
RSUD Gambiran kediri.
1.4.3 Bagi Institusi
Dapat menambah kepustakaan dan referensi tentang teknik pemeriksaan
esofagogram dengan klinis disfalgia di Instalasi Radiologi RSUD
Gambiran Kediri.
1.4.4 Bagi Pembaca
Memberikan gambaran yang jelas mengenai teknik pemeriksaan
esofagogram dengan klinis disfalgia diInstalasi Radiologi RSUD
Gambiran Kediri.

Anda mungkin juga menyukai