Pembimbing :
Disusun oleh :
Pratiwi Sudarsono
201710401011006
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2019
1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA
2
D. INTERAKSI DALAM KELUARGA
Status Keterangan
Nama Usia Pekerjaan Hubungan Keluarga
No Sex Perkawinan Domisili Serumah
(Inisial) (Bln/Th) (deskripsi lengkap) (S, I, AK, AA)
(TK, K, J, D)
Ya Tdk
1 Tn. K L Kakek dari ibu
2 Ny. A P 70 th Tidak bekerja Nenek dari ibu K √
3 Tn. M L Kakek dari ayah
4 Ny. D P 73 th Tidak bekerja Nenek dari ayah K √
5 Ny. J P 45 th Berjualan Ibu kandung K √
6 Tn. H L 48 th Pegawai swasta Ayah kandung K √
7 Tn. T L 45 th Pegawai swasta Paman K √
8 Tn. K L 38 th Pegawai swasta Paman K √
9 Ny. T P 35 th Pegawai swasta Tante K √
10 Tn. F L 25 th Pegawai swasta Kakak ipar K √
11 Ny. R P 23 th Tidak bekerja Kakak kandung K √
12 Sdr. D L 21 th Tidak bekerja Kakak kandung TK √
13 An. R P 7 th Tidak bekerja Pasien TK -
14 An. A L 9 th Tidak bekerja sepupu TK √
3
C. GENOGRAM (minimal 4 generasi)
Ny. A Ny. D
70 th 73 th
Penghasilan Rp
1.000.000 – 1.500.000
Ny. J Tn. H Tn. Y Tn. K Ny. T
45 th 48 th 45 th 38 th 35 th
Penghasilan Rp
1.500.000 – 2.000.000
Penghasilan Rp 0
Tn. F Sdr. D
Penghasilan Rp Ny. R
25 th 21 th An. R
2.000.000 – 2.500.000 23 th
7 th
Penghasilan Rp 0
Laki-laki
An. A
Perempuan
9 th
Meninggal
Serumah
Pasien
4
II. DATA DASAR KESEHATAN
STATUS MEDIS (Klinis)
KU : Demam
Anamnesis :
Malang diantar oleh kedua orang tuanya. Keluarga pasien mengeluhkan anaknya
demam sudah 5 hari ini. Panas awal nya mendadak tinggi, lalu beberapa hari ini
turun sumer-sumer dan hanya merasa menggigil saja. Keluhan lain disertai mual
dan muntah, setiap kali makan selalu muntah sudah 3 hari ini. Selain itu pasien
juga mengeluhkan nyeri kepala cekot-cekot. Nafsu makan pasien menurun. BAB
dan BAK pasien normal. Saat ditanya apakah ada perdarahan spontan seperti
mimisan, gusi berdarah keluarga menjawab tidak ada. Keluarga pasien sudah
memeriksakan ke klinik di daerah malang dan dilakukan cek darah dan disarankan
RPD :
- RPK :
pasien hanya bersekolah dan bermain dengan teman dan keluarga nya dirumah.
Pasien sering bermain dengan tetangga nya yang sebaya. Pola makan pasien baik,
yaitu makan tiga kali sehari, selain makan masakan ibu, pasien juga suka membeli
5
Pem. Fisik :
Palpasi : Pelebaran ics (-), krepitasi (-), expansi dinding dada normal,
fremitus taktil normal.
Perkusi : Sonor/sonor
Jantung :
6
Perkusi : Batas kanan ics IV sternal line dextra, batas kiri ics V
midclavicula line sinistra, punggung jantung dbn
Abdomen :
Ekstremitas :
Akral hangat, + +
+ +
Edem - -
- -
Pem Penunjang :
Darah lengkap :
- Hb : 13,6 g/dl
- Leukosit : 3.800 /mm3
- Trombosit : 73.000 /mm3
- Eritosit : 5.110.000 sel/mm3
- Hct : 35,8 %
Widal Test :
- Typhus, Antibodi O : 1/80
7
- Para Typhus B-O : Negatif
a. Rw Imunisasi : Pasien mendapatkan imunisasi yang lengkap saat balita dan rutin
8
Riwayat Sosial, Budaya, Ekonomi, Lingkungan dll
2 Preventif penolak nyamuk sebelum tidur dan saat main bersama teman namun terkadang R
pasien lupa melakukan hal tersebut
Pasien dibawa ke fasilitas kesehatan oleh keluarga karena keluarga
3 Kuratif R
mengawatirkan keadaan pasien semakin memberat
Pasien beristirahat lebih banyak, dengan semua perawatan intensif dan
4 Rehabilitatif R
memenuhi semua advice dokter
9
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
Pasien adalah seorang anak berumur 7 tahun, dimana kegiatan hariannya adalah sekolah dan bermain
1 Aktifitas sehari-hari dengan teman dan keluarganya. Sering kali bermain hingga lupa waktu dan mengurangi waktu
istirahat pasien selama sebelum sakit.
BB : 17 kg, TB : 120 cm
Pasien biasanya tidak ada masalah dengan nafsu makan, tetapi karena sakitnya ini nafsu makan
2 Status Gizi
menurun, makan dan minum hanya sedikit dan sering terlihat lemas. Selain itu pasien juga sering
merasakan mual dan setiap kali makan selalu muntah.
3 Pekerjaan Pelajar
10
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
- Tanah dan bangunan rumah milik sendiri
- Luas bangunan 5x5 m2
- Jenis lantai : keramik
- Jenis dinding : tembok
1 Fisik
- Atap terbuat dari genteng dengan asbes
- MCK : 1 didalam rumahnya
- Sumber penerangan : Listrik
- Ventilasi : Kurang
11
- Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan Rp. 1.500.000 – 2.000.000
7 Ekonomi sedangkan ibu pasien bekerja berjualan di pasar dengan penghasilan Rp. 1.000.000 – 1.500.000
- Pasien masih kecil dan belum bekerja
12
III. DIAGNOSIS HOLISTIK (Lima ASPEK)
Aspek 1:
- Keluhan utama : Demam
- Pihak keluarga takut akan terjadi sesuatu yang serius dan segera mencari
pertolongan ke rumah sakit agar anaknya dapat diselamatkan
Aspek 2:
Diagnosis klinis : Dengue Fever (A.90)
Aspek 3:
Pasien suka membeli makanan diluar rumah disamping makan masakan ibu
pasien, selain itu pasien juga suka bermain dengan tetangga dan lupa
memakai lotion pelindung dari gigitan nyamuk walau sudah di ingatkan oleh
ibu nya.
Aspek 4:
Pasien suka bermain dengan tetangga sebayanya sehingga sering kali lupa
waktu dan mengganggu waktu istirahat nya
Aspek 5:
Tingkat 1
13
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:
14
- Inj Paracetamol 170mg/kali
- Monitoring selama 12-24 jam
Rehabilitatif:
- Istirahat yang cukup
- Banyak mengkonsumsi makanan bergizi dan mengkonsumsi air
putih mineral
15
V. RESUME KASUS
1. Epidemiologi
Demam dengue atau Dengue Fever (DF) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun
sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya
adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik memiliki angka tertinggi kasus DBD, yaitu 1,2
juta lebih kasus di tahun 2008, dan lebih dari 2,3 juta kasus di tahun 2010. Pada tahun
2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37,687 kasus
Demam berdarah dengue (DBD) telah terjadi di lebih dari 100 negara dan
mengancam kesehatan lebih dari 2,5 miliar orang di perkotaan, pinggiran perkotaan dan
daerah pedesaan serta di daerah tropis dan subtropis. Sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD di Indonesia
pertama kali ditemukan di Kota Surabaya pada tahun 1968 di mana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang di antaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK): 41,3%).
Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Zumaroh, 2015).
16
Di Indonesia sendiri pada tahun 2015 tercatat sebanyak 126.675 kasus penderita
DBD di 34 provinsi, dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD
dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada tahun 2014 (Kemenkes RI, 2016).
menunjukkan 3 provinsi tertinggi yaitu Bali (208,7 per 100.000 penduduk), Provinsi
Kalimantan Timur (183,12 per 100.000 penduduk), dan Provinsi Kalimantan Tenggara
2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk. Virus ini termasuk kelompok B Arthropod virus (arbovirus) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe
terbentuk untuk serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh ¾ serotipe yang berbeda selama hidupnya. DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan manifestasi klinis berat
17
Gambar 2.1
Struktur Virus Dengue
Virus dengue memiliki satu untaian genom RNA disusun di dalam satu unit
protein yang dikelilingi dinding icosahedral yang tertutup oleh selubung lemak. Genom
virus ini terdiri dari 11-kb + RNA yang berkode dan etrdiri dari 3 struktur capsid (C)
membran (M) envelope (E) protein non structural (NS1,NS2A, NS2B, NS3, NS4,
NS4B, dan NS5). Sintesa protein virus dan RNA terjadi sebagian besar di dalam
sitoplasma dari sel penjamu. Pelipat gandaannya pelan-pelan dan mulai terjadi dalam
Gambar 2.2
Genom Virus Dengue
Virus dengue mampu berkembangbiak di dalam tubuh manusia, monyet,
simpanse, kelinci, mencit, marmur, tikus, hamster, serta serangga, khususnya nyamuk
(Dewi, 2006). Penularan virus ini terutama diperantai oleh nyamuk Aedes aegypti.
Morfologi dan daur hidup nyamuk vektor demam berdarah dengue ini yaitu :
18
1. Telur : berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti
2. Jentik : ukuran 0,5-1 cm, selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-
ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas. Pada waktu istirahat
posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Setelah itu jentik akan
3. Nyamuk dewasa : ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
Gambar 2.3
Daur Hidup Nyamuk Vektor Virus Demam Berdarah Dengue
berulang yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat dan
secara tidak langsung akan mempermudah pemindahan virus. Nyamuk ini akan aktif
menggigit saat pagi sampai petang dengan puncak aktivitas pukul 09.00-10.00 dan
16.00-17.00. Selain itu, nyamuk ini memiliki kemampuan terbang 40-100 meter pada
betina, namun masih bisa terbawa lebih jauh lagi apabila terkena angin. Kebiasaan
istirahat serta menggigit di dalam rumah memudahkan nyamuk hinggap pada barang-
barang yang bergantungan seperti baju, gorden, tas, dan lain-lain. Nyamuk ini juga
cenderung senang dengan suasana gelap dibandingkan dengan suasana terang (Inge,
2008).
19
Gambar 2.4
Nyamuk Aedes Aegypti Betina
3. Faktor Risiko
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan
yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi
terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang
tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat,
pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain pihak, DBD
juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa bepergian. Dari
kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah,
keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta
mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan jentik tidak menjadi
Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue yang
Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi. Sedangkan faktor risiko
terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis kelamin lakilaki,
20
riwayat pernah terkena DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke daerah
4. Patofisiologi
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue
akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limpatikus, sumsung tulang, serta paru-paru. Sel monosit dan makrofag memiliki peran
pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel
dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen
struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.
Infeksi ini menimbulkan reaksi imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi
tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya (Candra, 2010).
bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue
yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
berikatan dengan reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena
antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisir oleh tubuh, sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (Depkes RI 2016 dan WHO 2014).
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe
lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka saat pasien tergigit
21
oleh nyamuk Aedes yang membawa virus dengue yang berbeda dari yang menginfeksi
sebelumnya, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
anti bodi IgG anti dengue. Selain itu, replikasi dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi mengakibatkan virus dalam jumlah banyak hal ini akan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3a dan C5a
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien yang dengan syok
berat volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam (Depkes RI, 2016). Sebagai respon terhadap virus dengue, komplek antibodi
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
satu sama lain. Hal ini menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi
lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagamen sehingga tejadi
aktivasi sistem kinin yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
22
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok
Pada teori kedua, yaitu hypothesis antibody dependent enchancement (ADE), jika
terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat. Namun, teori ini kurang banyak dianut karena dianggap belum cukup untuk
Gambar 2.5
Patofisiologi perdarahan pada DBD
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
23
infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile
illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue
5. Penatalaksanaan
Gambar 2.6
Penanganan Infeksi Dengue
Kegawatan dapat terjadi pada pasien yang terinfeksi virus dengue. Tanda
kegawatan tersebut dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi
dengue, seperti tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa
transisi ke fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit, muntah yg menetap,
tidak mau minum, nyeri perut hebat, letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku
ingin terjatuh), pucat, tangan - kaki dingin dan lembab, serta, diuresis kurang/tidak ada
24
Dalam penanganan DBD, monitoring sangatlah penting. Parameter yang harus
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain.
Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap
2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien
Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
(WHO, 2011).
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah.
1. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik dan cairan rumatan / atau cairan
oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam.
Medikamentosa
dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali (tidak lebih dari 6 kali dalam 24 jam).
25
Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Supportif
2. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan
dan deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam (WHO,
2011).
Sedangkan untuk manajemen DBD derajar III dan IV dapat dilihat pada
26
Gambar 2.7
Tatalaksana DBD Derajat III
Gambar 2.8
Tatalaksana DBD Derajat IV
DBD ensefalopati dpaat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak. Apabila
harus diulang setelah syok teratasi. Apabila kesadaran membaik setelah syokteratasi,
maka kesadaran menurun atau kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada
27
syok. Pada saat ini pertahankan oksigenasi jalan napas yang adekuat dengan terapi
oksigen.
Namun apabila ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa kritis sudah
Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit terus meningkat
dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus dengan perembesan plasma
yang hebat.
Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan cairan
5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare osmotik, Namun pemberian antibiotic
Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang dianjurkan
vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5
atau diazepam IV. Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen
darah lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan karena
28
kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Terapi antibiotik empirik
proton untuk mencegah perdarahan saluran cerna. Hindari obat yang tidak diperlukan
karena sebagai besar obat dimetabolisme di hati. Hemodialisis pada kasus perburukan
3. Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor
tiap 12-24 jam. Dan apabila pasien telah mengalami perbaikan klinis, maka pasien
dibolehkan pulang.
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur.
Diuresis baik.
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites.
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari
(WHO, 2011).
6. Komplikasi
2. Periode Afebris
Syok hipovolemik
29
Perdarahan masif, akibat penurunan trombosit dan perubahan permeabilitas
Ensephalitis
intrakranial
Gangguan elektrolit
3. Periode Konvalense
7. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada
40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian
30
KEPUSTAKAAN
1. Aryu Candra. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic Fever and
5. Holiday MA, Segar WE. Maintenance Need for Water in Parenteral Fluid Therapy.
6. Inge Sutanto dkk. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2008.
8. Khetarpal, Niyati. 2016. Dengue Fever: Causes, Complications, and Vaccine Strategies.
10. Mulya Rahma Karyanti. Diagnosis dan Tatalakasana Terkini Dengue, Departemen Ilmu
31
12. Raihan, 2010. Faktor Prognosis Terjadinya Syok pada Demam Berdarah Dengue. Divisi
13. Soegeng Soegijanto. Demam Berdarah Dengue Edisi II, Surabaya. Universitas
Airlangga. 2006.
14. Soegeng Soegijanto. Patogenesa Infeksi Virus Dengue, Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cabang Jawa Timur. SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Gambiran Kota Kediri. 2013.
15. Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan. 2010. Demam
Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid I. Jakarta : Internal
16. World Health Organization. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock
17. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Dengue Guidelines for
19. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of Dengue. 2012.
20. Zumaroh. 2015. Evaluation Of Surveillance Of Dengue Fever Cases In The Public
32
Lampiran:
33
34
35