Anda di halaman 1dari 10

28.

Cuci Tangan

Terdapat penelitian yang menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara


kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan dengan pertumbuhan panjang badan anak
dan kejadian stunting. Maka dapat dikatakan jika kebersihan/hygiene dan sanitasi
lingkungan baik didalam rumah dan dilingkungan sekitar (termasuk cuci tangan)
diperhatikan maka akan memberikan dampak positif pada keadaan status gizi anak,
dimana digambarkan pada hasil penelitian ini yang menjawab cukup menunjukan
67,3% panjang badan anak normal di Kecamatan Tallo. Data dari Water Sanitation
Program (WSP) World Bank tahun 2008 menunjukkan bahwa masih tingginya angka
kematian bayi dan balita, serta kurang gizi sangat terkait dengan masalah kelangkaan
air bersih dan sanitasi. Telah dibuktikan bahwa cuci tangan dengan air bersih dan sabun
mengurangi kejadian diare 42-47 persen. Dengan demikian program air bersih dan
sanitasi tidak diragukan sangat sensitif terhadap pengurangan resiko infeksi. Kualitas
lingkungan hidup terutama adalah ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, perilaku
hidup sehat seperti kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban,
tidak merokok, sirkulasi udara dalam rumah dan sebagainya.55

Penelitian lain menyebutkan bahwa faktor hygiene merupakan salah satu faktor
determinan stunting. Perilaku mencuci tangan sebelum menyiapkan atau memberi
makan anaknya berpengaruh dengan proporsi kejadian stunting yang lebih rendah yaitu
sebesar 16,7 % dibandingkan dengan kebiasaan tidak mencuci tangan. Hasil yang
sejalan diperlihatkan pula oleh penelitian Rah yang menunjukan bahwa kebiasaan ibu
atau pengasuh anak mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan atau
setelah buang air besar terkait dengan penurunan 15 % resiko stunting (Oktarina, 2013).

29. Akses Air Minum


Jumlah konsumsi air, jarak dan waktu tempuh ke sumber air, jenis sarana air, dan
kemudahan mendapatkan air berpengaruh terhadap kejadian diare. Faktor jarak dan
waktu tempuh menurut WHO masuk sebagai kriteria akses terhadap air minum, di
mana responden pada rumah tangga dengan jarak ke sumber air lebih dari 1 km atau
waktu tempuh lebih dari 30 menit mempunyai risiko masing-masing 1,5 kali lebih besar
untuk terkena diare dibandingkan responden dengan rumah tangga berjarak kurang dari
1 km atau waktu tempuh kurang dari 30 menit. Diare menyebabkan efek mulai dari
dehidrasi hingga malnutrisi sehingga memperlemah imunitas penderita dan makin
berisiko untuk sakit kembali. Pada anak-anak diketahui dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan seperti stunting dan mengurangi perkembangan intelektualnya.56
Disebutkan bahwa balita dari keluarga yang memiliki sumber air minum tidak
terlindung 1,35 kali lebih beresiko mengalami stunting dibandingkan dengan balita dari
keluarga dengan sumber air minum terlindung. Sumber air minum yang bersih
merupakan factor penting untuk kesehatan tubuh dan mengurangi resiko berbagai
penyakit seperti diare, kolera dan tipes. Anak – anak merupakan subjek yang rentan
terhadap infeksi karena secara alami kekebalan anak tergolong rendah. Kematian dan
kesakitan pada anak umumnya dikaitkan dengan sumber airt minum yang tercemar dan
sanitasi yang tidak memadai. Beberapa penelitian di berbagai negara menunjukan
kualitas sumber air minum memiliki hubungan positif dengan kejadian diare dan
kematian pada anak (Adewara et al. 2011). Hasil ukur dari penelitian ini antara lain
akses air minum yang terjangkau seperti berasal air sumur, air galon, PAM, artetis, air
sungai dan akses air minum tidak terjangkau.

30. Pengetahuan Ibu


Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek. Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua,
khususnya ibu merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada balita (Balawati,
2004). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di Kelurahan Baledono
Kecamatan Purworejo, dengan p=0,001, RP=3,003, 95% CI=1,846<RP<4,887. Jadi
hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu tentang gizi dengan status gizi balita secara
statisik dinyatakan bermakna (Erni, 2011). Hal ini sejalan dengan penelitian Ni’mah
dan Siti Rahayu (2015) yang menunjukkan bahwa ibu balita stunting (61,8%) memiliki
pengetahuan gizi yang lebih rendah daripada ibu balita normal (29,4%). Hasil analisis
Chi-Square menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada balita (p=0,015) dengan OR sebesar 3,877.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pengetahuan bukan merupakan faktor
langsung yang mempengaruhi status gizi anak balita, namun pengetahuan gizi ini
memiliki peran yang penting. Karena dengan memiliki pengetahuan yang cukup
khususnya tentang kesehatan, seseorang dapat mengetahui berbagai macam gangguan
kesehatan yang mungkin akan timbul sehingga dapat dicari pemecahannya
(Notoatmodjo, 2003).

31. Sikap Ibu

Berdasarkan penelitian Dewi (2010), menunjukkan hasil ada hubungan sikap ibu
dengan pemenuhan kecakupan gizi pada balita (p= 0,038). Hal ini di dukung pula pada
penelitian yang dilakukan oleh Prof Dr. Ir. Faisal Anwar, et al (2014) dalam bukunya
yang menunjukkan hasil bahwa sikap ibu balita stunting jika anak menolak makanan
cenderung memaksa agar anak tersebut mau makan (40,4%), tetapi cukup banyak pula
ibu yang tetap memberikan makanan tetapi di waktu yang lain (34,0%) ataupun
mengenalkan makanan lain pada anak (25,5%). Di sisi lain, pada balita normal, sikap
ibu lebih memilih untuk mengenalkan makanan lain (39,5%) maupun memberikan
makanan tetapi diwaktu lain (37,2%). Hanya sedikit ibu (23,3%) yang memaksa anak
untuk mau makan pada balita normal.

32. IMD

Penurunan prevalensi stunting di Indonesia sangat rendah setiap tahunnya dan


kejadian stunting pada usia di bawah 2 tahun berhubungan dengan banyak faktor
diantaranya praktik pemberian Inisiasi Menyusui Dini (IMD), ASI eksklusif, penyakit
infeksi dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Perilaku memberikan kesempatan IMD
pada bayi akan mengurangi kejadian penyakit infeksi dan menyukseskan pemberian
ASI eksklusif.

Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa inisiasi menyusui dini dan ASI
eksklusif berhubungan dengan kejadian stunting pada anak 6-24 bulan di Kabupaten
Boyolali. Penelitian yang dilakuan oleh Aini (2013) pada 50 anak stunting dan tidak
stunting disimpulkan bahwa pemberian IMD saat lahir berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita 0-24 bulan. Inisiasi menyusui dini merupakan faktor yang dapat
mencegah kejadian stunting pada balita. Penelitian yang menganalisis hubungan
pemberian ASI dengan status gizi di Naerobi Kenya menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara penundaan pemberian IMD dengan kejadian stunting
pada anak usia 0-24 bulan (Muchina, 2010).

33. Ayah Merokok


Salah satu faktor risiko yang berkaitan dengan stunting adalah ayah merokok.
Seperti yang dipaparkan dalam penelitian Semba RD, dkk. bahwa dalam rumah tangga
di mana sang ayah adalah seorang perokok, 22% dari belanja mingguan per kapita
dihabiskan untuk rokok, sedangkan proporsi biaya pengeluaran untuk membeli
makanan seperti makanan hewani, sayuran, buah-buahan, beras, makanan ringan,
makan bayi, gula minyak, dan mie instan lebih kecil dibandingkan dengan keluarga
dengan ayah tidak merokok. Ayah merokok berpotensi menyebabkan anak menjadi
malnutrisi seperti wasting, underweight dan stunting akibat kelaparan karena uang yang
seharusnya dibelanjakan untuk kebutuhan makanan berkurang, sebab dialihkan untuk
membeli rokok.60

34. Penanganan Luka


Pendampingan gizi berkaitan dengan meningkatnya praktik pengasuh anak
khususnya kesehatan anak yang dapat menurunkan terjadinya infeksi atau luka seperti
ISPA dan diare, sehingga dapat mencegah atau menurunkan terjadinya stunting pada
balita, pemberian makanan atau gizi secara langsung dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas makanan pada balita yang mempengaruhi petumbuhan dan kekebalan tubuh
terhadap penyakit, infeksi atau luka pada balita yang akan terjadi, apakah akan terjadi
stunting atau tidak.61

35. Tempat Persalinan

Tempat mempengaruhi stunting pada balita, yaitu di perkotaan dan diperdesaan.


Faktor yang mempengaruhi yaitu pengetahuan ibu mengenai gizi yang baik dan
seimbang, pendapatan yang diperoleh guna untuk membeli kebutuhan atau kecukupan
makan dan lain lain, pengetahuan pemberian ASI eksklusif terhadap bayi yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan balita ( stunting atau tidak). Faktor stunting di perdesaan
dan diperkotaan sama yaitu tingkat kecukupan zinc.62

36. Penolong Persalinan

Diwilayah perkotaan dan perdesaan paritas merupakan determinan utama inisiasi


ASI segera setelah dikontrol dengan faktor umur ibu, status ibu. Petugas pemeriksa
kehamilan dan petugas penolong Persalinan. penolong persalinan berperan dalam
membantu pemberian IMD, yang dapat mempengaruhi petumbuhan bayi apakah bayi
dapat berkembang dengan baik atau tidak( stunting).63
(Yang akses air minum bingung ver, dia gak ada di DO, berarti takmasukin di variabel ya...?)

1. Kebiasaan cuci Kebiasaan yang Kuesioner 1. Mencuci Ordinal


tangan berhubungan dengan tangan
kebersihan perorangan sebelum dan
untuk mencuci tangan sesudah
dengan sabun,sebelum melakukan
atau sesudah melakukan kegiatan = 1
2. Tidak mencuci
kegiatan
tangan = 0

2. Akses air Tersedianya akses/ Kuesioner 1) Tidak Terjangkau Ordinal


2) Terjangkau,
minum keterjangkauan air
meliputi sumber
minum yang aman
air :
melalui Sistem
- Sumur
Penyediaan Air Minum - air galon
- PAM
dengan jaringan
- Artetis
perpipaan dan bukan - sungai
jaringan perpipaan
terlindungi

3. Pengetahuan Pengetahuan Ibu adalah Wawancara Baik, apabila nilai Ordinal


Ibu hasil dari tahu dan yang diperoleh 76 % -
Kuesioner
terjadi setelah orang 100 % dari nilai
melakukan tertinggi
Sedang, apabila nilai
penginderaan terhadap
yang diperoleh 56%-
objek
75% dari nilai
tertinggi
Kurang,apabila nilai
yang diperoleh ≤ 55
% dari nilai tertinggi.
4. Sikap Sikap merupakan Kuesioner Pada pernyataan
kesiapan seseorang favourable (baik), jika
untuk bereaksi atau responden menjawab
berespon terhadap sangat setuju skor 4,
objek atau stimulus. setuju skor 3, tidak
setuju skor 2, dan
sangat tidak setuju skor
1.
Pada pernyataan
unfavourable (tidak
baik), jika responden
menjawab sangat
setuju skor 1, setuju
skor 2, tidak setuju
skor 3, dan sangat
tidak setuju skor 4.
5. IMD Inisiasi menyusu Dini Wawancara 1. Ya Ordinal
2. Tidak
(IMD) adalah proses
Kuesioner 3. Tidak tahu
menyusu segera setelah
dilahirkan, dimana bayi
dibiarkan mencari
puting susu ibunya
sendiri (tidak langsung
didekatkan ke puting
susu).
6. Ayah Merokok Tindakan atau aktifitas Wawancara 1. Merokok Ordinal
2. Tidak Merokok
menghisap rokok yang
Kuesioner
dilakukan oleh ayah
minimal 1 batang setiap
harinya pada saat
penelitian dilakukan.
7. Tempat Tempat untuk Wawancara , 1. F Ordinal
Persalinan melahirkan kuesioner asilitas Kesehatan
2. L
ainnya
1.Rumah
2.Dukun
8. Penolong Sarana pelayanan Wawancara, 1. Petugas Kesehatan Ordinal
persalinan kesehatan yang dipilih Kuesioner 2. Lainnya
oleh ibu untuk 3. Dukun
menolong 4. Kader
persalinannya. 5. Saudara / teman

Tenaga yang dapat


memberikan
pertolongan persalinan
dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu
tenaga profesional
(dokter spesialis
kebidanan, dokter
umum, bidan, pembantu
bidan, dan perawat
bidan) dan dukun bayi
(dukun bayi terlatih dan
tidak terlatih) (Retna,
2009).

1. Skoring

a. Cuci Tangan
Cuci tangan diukur dengan kuesioner apakah anggota keluarga sudah
melakukan cuci tangan sebelum makan. Penilaian cuci tangan
dikategorikan menjadi :
1) Cuci tangan : Apabila melakukan cuci tangan
2) Tidak cuci tangan : apabila tidak melakukan cuci tangan

b. Akses Air Minum


Penilaian Akses air minum dinyatakan sebagai berikut :
1) Terjangkau = apabila akses air mudah dan aman.
2) Tidak Terjangkau = apabila akses air sulit.
c. Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi menyusu Dini (IMD) adalah proses menyusui segera setelah
dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri
(tidak langsung didekatkan ke puting susu). Dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1) Dilakukan = apabila ibu melakukan IMD
2) Tidak Melakukan = Apabila ibu tidak melakukan IMD.
d. Pengetahuan Gizi Ibu
Skor pengetahuan gizi ibu dapat diperoleh dari jawaban ibu terhadap
pertanyaan pengetahuan yang diberikan, jika benar diberi skor 1 dan jika
salah diberi skor 0. Selanjutnya untuk perhitungan persentase digunakan
rumus sebagai berikut :

Selanjutnya dikategorikan menurut (Arikunto, 2006) yaitu :


1) Pengetahuan baik : jika pertanyaan di jawab benar ≥ 76 % dari total
skor.
2) Pengetahuan sedang : jika pertanyaan di jawab benar 56% - 75% dari
total skor.
3) Pengetahuan kurang : jika pertanyaan di jawab benar ≤ 55 % dari total
skor.

e. Sikap Ibu
Penilaian data sikap ibudengan memberi skor pada kuesioner, yaitu
jika pernyataan yang tepat adalah sangat setuju maka pernyataan sangat
setuju diberi skor 4, setuju 3, tidak setuju 2, sangat tidak setuju 1. Tetapi
jika penyataan yang tepat sangat tidak setuju maka, pernyataan sangat
setuju diberi skor 1, setuju 2, tidak setuju 3, dan sangat tidak setuju
4.Selanjutnya untuk perhitungan pengkategorian digunakan rumus sebagai
berikut :

Sikap dikategorikan menjadi dua yaitu :


1) Tidak mendukung bila total skor yang diperoleh< 50% dari skor
maksimum.
2) Mendukung bila skor yang diperoleh>= 50 % dariskormaksimum
(Azwar, 2005)
f. Sikap Ayah
Sikap Ayah salah satunya yaitu Tindakan atau aktifitas menghisap
rokok yang dilakukan oleh ayah minimal 1 batang setiap harinya pada saat
penelitian dilakukan. Dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Merokok = Apabila ayah merokok minimal 1 batang setiap hari.
2) Tidak Merokok = apabila ayah tidak merokok
2. Coding

a. Pengetahuan Ibu
Menurut Arikunto (2006) tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3
yaitu baik, sedang dan kurang,
1) Baik : jika pertanyaan di jawab benar ≥ 76 % dari total skor, diberi
kode 2
2) Sedang : jika pertanyaan di jawab benar 56% - 75% dari total skor,
diberi kode 1
3) Kurang : jika pertanyaan di jawab benar ≤ 55 % dari total skor.
b. Sikap Ibu balita
1) Tidak mendukung : jika skor total <50%, diberi Kode 0
2) Mendukung : jika skor total ≥50%, diberi Kode 1

c. Sikap Ayah
1) Merokok : Apabila ayah merokok minimal 1 batang setiap hari, diberi
Kode 0
2) Tidak merokok : apabila ayah tidak merokok, diberi Kode 1
d. Cuci Tangan
1) Cuci Tangan : Apabila melakukan cuci tangan, diberi Kode 1
2) Tidak cuci tangan : apabila tidak melakukan cuci tangan Kode 0
e. Akses Air Minum
1) Terjangkau : apabila akses air mudah dan aman, diberi Kode 1
2) Tidak Terjangkau : apabila akses air sulit, diberi Kode 0
f. Inisiasi Menyusui Dini
1) Dilakukan : apabila ibu melakukan IMD, diberi Kode 1
2) Tidak Melakukan : Apabila ibu tidak melakukan IMD, diberi Kode 0
NB :

Kepada :

Yth. PJ PPG

ditempat,

Sebelumnya maaf pj, kami dari kelompok 4 utk variabel SIKAP IBU tidak menemukan cara
skoring dari jurnal, adanya dari sumber TESIS, dan itu sama dengan punya kakak tingkat.
Jadi, dengan terpaksa kelompok kami memakai sumber yang sama yakni TESIS. Dan pada
bagian Tinjauan Pustaka (VARIABEL SIKAP) kami menemukan hasil penelitian mengenai
hubungan sikap dgn stunting, namun dalam penelitian tersbeut hanya menginformasikan
HASIL PENELITIAN saja secara singkat, dan tidak ada metode penelitian maupun alat
ukurnya. Sekian

Sincerely,

Kelompok 4

Anda mungkin juga menyukai