Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Ketubah Pecah Dini


1. Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu (Kemenkes RI,
2013). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm
lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu
banyak (Manuaba, 2013). KPD adalah pecahnya ketuban sebelum
mulainya persalinan yaitu bila pada primipara pembukaan < 3 cm dan
pada multipara < 5 cm (Mochtar, 2011).
Ketuban pecah dini didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari
waktu pecah ketuban sampai awal persalinan yaitu interval periode
laten yang dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih (Helen,
2014). Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum 37 minggu disebut
KPD pada kehamilan prematur. KPD yang memanjang adalah ketuban
pecah dini yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan. Dalam keadaan normal 8–10% perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2010).

2. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkaan anamnesa
dan pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita
merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba. Kemudian lakukan
satu kali pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat
adanya cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks
posterior. Jika tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin atau
minta pasien untuk mengedan/batuk (Kemenkes RI, 2013).
Pastikan bahwa cairan tersebut adalah cairan amnion dengan
memperhatikan seperti bau cairan ketuban yang khas, tes nitrazin (lihat
apakah kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru (harap ingat
bahwa darah, semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif
palsu), gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika mengamati
sekret servikovaginal yang mengering dan tidak ada tanda-tanda
inpartu. Setelah menentukan diagnosis ketuban pecah dini, perhatikan
tanda-tanda korioamnionitis. Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak
dilakukan kecuali akan dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi)
karena dapat mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan
infeksi (Kemenkes RI, 2013).

3. Faktor Predisposisi
Menurut (Kemenkes RI, 2013) terdapat beberapa faktor predisposisi
terjadinya ketuban pecah dini diantaranya:
a) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian
KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi
kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara
singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran
sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah
preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan
lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya (Helen, 2008).
b) Infeksi traktus genital
c) Perdarahan antepartum
d) Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas
tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok
mengandung lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi
termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan
lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguan gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini,
dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2008).

4. Penatalaksanaan
a) Tatalaksana Umum
- berikan antibiotik ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 10 hari.
- rujuk ke fasilitas yang memadai.
b) Tatalaksana Khusus
- ≥ 34 minggu
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada
kontraindikasi. Bila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 25 µg - 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik
dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5,
lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor
pelvik > 5, induksi persalinan.
- 24-33 minggu
Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta dan kematian janin
lakukan persalinan segera. Berikan deksametason 6 mg IM tiap
12 jam selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam
selama 48 jam. Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai
kondisi ibu dan janin. Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34
minggu atau di usia kehamilan 32-33 minggu, bila dapat
dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan
bahwa paru sudah matang lakukan komunikasi dan sesuaikan
dengan fasilitas perawatan bayi preterm.
- < 24 minggu
Pertimbangkan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
Lakukan konseling pada pasien, terminasi kehamilan dapat
menjadi pilihan. Jika terjadi infeksi (korionamnionitis) berikan
antibiotika kombinasi yaitu ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah
gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam, terminasi kehamilan
dengan menilai serviks, jika persalinan dilakukan pervaginam,
hentikan antibotika setelah persalinan namun jika persalinan
dilakukan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan
tambahkan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam sampai bebas
demam selama 48 jam.

5. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada
usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden secsio sesarea, atau gagalnya persalinan
normal (Prawirohardjo, 2010).
a) Infeksi
Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada kasus ketuban
pecah dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat
terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Pada umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini
prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
b) Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
c) Hipoksia dan Afiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat sehingga terjadi afiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan derajad oligohidramnion,
semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
d) Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka
dan anggota badan serta hipoplasi pulmonar.

B. Oligohidramnion
1. Definisi
Cairan ketuban adalah salah satu bagian dari sistem pendukung
kehidupan bayi yang terbentuk sekitar 12 hari setelah pembuahan.
Cairan ini bisa melindungi bayi dan membantu pertumbuhan dan
perkembangan otot, kaki, paru-paru dan sistem pencernaan bayi,
menjadi bantalan untuk melindungi janin terhadap trauma dari luar,
menstabilkan perubahan suhu, pertukaran cairan, sarana yang
memungkinkan janin bergerak bebas, sampai mengatur tekanan dalam
rahim. Tak hanya itu air ketuban juga berfungsi melindungi janin dari
infeksi.
Pada awalnya cairan ketuban berisi air yang berasal dari ibunya,
tapi pada usia kehamilan 20 minggu cairan ketuban berisi urin janin.
Cairan ketuban ini bisa terlalu rendah atau terlalu tinggi, jika terlalu
rendah disebut dengan oligohidramnion dan jika terlalu tinggi disebut
dengan polihidramnion. Cairan ketuban ini tidak boleh sedikit, tapi
beberapa komplikasi bisa menyebabkan cairan ketuban ibu hamil habis
yang bisa membahayakan ibu hamil dan bayinya.
Saat usia kehamilan 25-26 minggu, jumlahnya rata-rata 239 ml.
Lalu meningkat jadi+ 984 ml pada usia kehamilan 33-34 minggu dan
turun jadi 836 ml saat janin siap lahir.
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. VAK (Volume Air Ketuban)
meningkat secara stabil saat kehamilan, volumenya sekitar 30 cc pada
10 minggu dan mencapai puncaknya 1 Liter pada 34-36 minggu, yang
selanjutnya berkurang. Rata-rata sekitar 800 cc pada akhir trisemester
pertama sampai pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml
pada kehamilan 42 minggu, dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu.
Tingkat penurunan sekitar 150 ml/minggu pada kehamilan 38-43
minggu.

2. Karakteristik
Definisi oligohidramnion yang digunakan beragam oleh karena tidak
ada titik potong yang ideal sewaktu dilakukan pengukuran.
Oligohidramnion mempunyai karakteristik seperti di bawah ini:
- Berkurangnya volume cairan amnion
- Volume cairan amnion < 500 mL pada usia kehamilan 32-36
minggu
- Single deepest pocket (SDP) < 2 cm
- Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5 percentile dari umur
kehamilan
- Tidak ditemukan kantong yang bebas dari tali pusat pada
pengukuran minimal 1 cm pada pengukuran SDP

3. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui.
Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius janin atau
renal agenesis. Adapun penyebab terjadinya oligohidramnion menurut
beberapa ahli yaitu :
Fetal: Maternal :

Kromosom Dehidrasi

Congenital Insufisiensi uteroplasental

Hambatan pertumbuhan janin Preeklamsia

Kehamilan poster Diabetes

Premature ROM (Rupture of Hypoxia kronis


amnioticmembranes)

Sumber :
From Peipert and Donnenfeld (2001)

4. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala klinis yang timbul pada kasus oigohidramnion yaitu:
a) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
b) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
c) Sering berakhir dengan partus prematurus.
d) Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan
terdengar lebih jelas.
e) Persalinan lebih lama dari biasanya.
f) Sewaktu his akan sakit sekali.
g) Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada
yang keluar.

Gejala lain yang muncul yaitu

1. Ibu merasakan nyeri saat janin melakukan gerakan di dalam rahim

2. Ketika ketuban pecah maka cairan yang keluar sangat sedikit atau
bahkan tidak ada sama sekali serta merasa sangat sakit pada saat
kontraksi.
Selain itu, terdapat beberapa faktor-faktor yang sangat berisiko
pada wanita yang dapat meningkatkan insidensi kasus oligohidramnion
yaitu:

a. Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal, sindrom potter).


b. Retardasi pertumbuhan intra uterin.
c. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
d. Sindrom paska maturit

5. Penatalaksaaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan
dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat
prognosis janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses
persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu
persalinan dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada
kasus oligohidramnion. Selain itu, pertimbangan untuk melakukan SC
karena :
a) Index kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang
b) Deselerasi frekuensi detak jantung janin
c) Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.

6. Terapi
a) Tindakan Konservatif
b) Tirah baring.
c) Hidrasi

Perbaikan nutrisi.

a) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST,


Bpp).
b) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
c) Amnion infusion.
d) Induksi dan kelahiran
7. Pemeriksaan Penunjang
a) USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal
janin atau ginjal yang sangat abnormal)
b) Rontgen perut bayi
c) Rontgen paru-paru bayi
d) Analisa gas darah.

8. Akibat Oligohidramnion
a) Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita
cacat bawaan dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa
terjadi partus prematurus yaitu picak seperti kertas kusut karena
janin mengalami tekanan dinding rahim.
b) Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat
bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit
jadi tenal dan kering (lethery appereance).

9. Penanganan
Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan
penanganan aktif dengan cara induksi persalinan atau penanganan
ekspektatif dengan cara hidrasi dan pemantauan janin, dan atau USG
reguler untuk menilai volume cairan amnion. Ketika kedua pilihan
tersedia, penanganan aktif adalah pendekatan yang umum dilakukan
pada wanita hamil aterm dengan atau tanpa faktor resiko pada ibu atau
fetus. Induksi persalinan pada wanita resiko rendah dengan
oligohidramnion paling umum dilakukan, meskipun tidak ditemukan
perbaikan pada keluaran neonatal. Pada sebuah penelitian prospektif
(N=54), Ek dkk, menemukan bahwa penanganan aktif dibandingkan
dengan ekspektatif pada wanita dengan oligohidramnion tanpa
penyulit lain tidak ditemukan perbedaan pada keluaran maternal dan
neonatal. Karena jumlah sampel yang kecil pada penelitian ini, maka
penelitian ini tidak punya kekuatan untuk menentukan hubungan yang
bermakna antara oligohidramnion dan keluaran neonatal. Sebaliknya,
penelitian prospektif oleh Alchabi dkk, membagi 180 wanita
kehamilan antara 37 dan 42 minggu yang dimasukkan untuk induksi
persalinan kedalam 2 grup: satu grup dengan ICA ≤ 5 cm, dan grup
yang lain dengan ICA > 5 cm. Meskipun kedua grup dapat
dibandingkan demografi dan karakteristik obstetrik sebelum induksi,
wanita dengan ICA yang rendah, angka SC meningkat sekunder akibat
fetal disstres.
BAB II
TINJAUAN KASUS

Tanggal : 19 September 2016 No. RM : 02-26-62-35

Tempat : RSUP Persahabatan Pukul : 21.00 WIB

I. Identitas
Istri Suami
Nama : Ny. L Nama : Tn. R
Umur : 26 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK
Pekerjaan : I.R.T Pekerjaan : Pegawai swasta

II. Subjektif
1. Keluhan utama :
ibu datang atas rujukan dari RB Puri Astuti dengan keluhan mules dan ,
keluar blood slym disertai dengan keluar air-air berwarna keruh keluar air-
air sejak jam 03.00 WIB
2. Riwayat menstruasi : menarche : 12 tahun
lamanya : 5-7 hari
siklus : 28-30 hari
gangguan haid : tidak ada
haid teratur/bulan : teratur
HPHT : 06-06-2016
TP : 13-03-2017
usia kehamilan : 39-40 minggu
3. Riwayat penyakit : tidak pernah mengalami sakit berat dan tidak ada
penyakit keturunan
 riwayat dirawat di RS : tidak pernah
 riwayat operasi : tidak pernah
 riwayat kecelakaan : tidak ada
4. Riwayat perkawinan : status : kawin
perkawinan ke : 1x, suami : 1x
umur menikah pertama kali : 25 th, suami : 26 th
5. Riwayat persalinan, nifas yang lalu :
Tahun JK BB UK Persalinan Alasan SC Penolong Tempat Hidup/Mati
2017 hamil ini

6. Riwayat kehamilan ini : pergerakan janin dalam 24 jam : >10 kali


periksa hamil rutin di RB Puri Astuti
7. Riwayat KB : belum pernah memakai alat kontrasepsi
8. Pola nutrisi : sebelum hamil : makan 3x/hr, minum ±8-10 gelas
setelah hamil : makan 4-5x/hr, minum ±8-10 gelas
9. Riwayat Psikososial : kehamilan direncanakan
keluarga dan suami mendukung selama kehamilan
III. Objektif
1. Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Keadaan Emosional : stabil
2. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36˚C
3. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Muka : tidak ada oedema
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Mulut : tidak ada caries
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
- Payudara : simetris, tidak terdapat benjolan, putting susu menonjol
- Abdomen : pembesaran sesuai masa kehamilan, terdapat luka bekas
operasi
terdapat striae gravidarum, terdapat linea nigra
Palpasi : TFU : 32 cm
TBJ : 3530 gr
 Leopold I : teraba bulat, lunak, tidak melenting (bokong)
 Leopold II : bagian kiri teraba keras, memanjang (punggung)
bagian kanan teraba ekstremitas
 Leopold III : teraba bulat, keras, melenting (kepala)
 Leopold IV : kepala sudah masuk PAP, 4/5 bagian
Auskultasi : DJJ : (+) 142x/menit, teratur
punctum maks ± 3 jari di bawah pusat satu tempat di
sebelah kiri
His : Ada, frekuensi 1x10’20” tidak teratur, kekuatan lemah
- Anogenital :
Periksa dalam pukul 21.00 WIB oleh dr. Anggara, didapatkan :
vulva tidak ada kelainan, portio teraba tebal lunak, belum
ada pembukaan, selaput ketuban (-), presentasi belakang
kepala, UUK kiri depan, penurunan H I+, penyusupan
tidak ada, terdapat blood slym
- Ekstremitas : tidak ada oedema, tidak ada varises
4. Pemeriksaan Penunjang (19/03/2017 pukul 22.00 WIB)
Darah Perifer Lengkap
 Hemoglobin : 13,2 g/dL
 Hematokrit : 29,0 %
 Trombosit : 3,89 10̂6/µL
 VER : 74,6 fL
 HER : 22,9 pg
 KHER : 30,7 g/dL
 Jml Trombosit : 324 10̂3/µL
 Jml Leukosit : 8,59 10̂3/µL
Hitung Jenis
 Basofil : 0,1%
 Eosinofil : 0,3%
 Netrofil : 66,6%
 Limfosit : 26,8%
 Monosit : 6,2%
 Eritrosit : 3,64juta/uL
Glukosa Sewaktu : 75 mg/dL

Data pemberian obat

Tanggal 19-03-2017

 ceftriaxon 2x2 g secara IV


 misoprostol I 25 mcg/6 jam (22.00 wib)
 infus RL 500 ml/8 jam

Tanggal 20-03-2017

 Ceftriaxon 1x2 g secara IV


 misoprostol II 25 mcg/6 jam (07.00 wib)

Hasil ICA ulang tanggal 20-03-2017 pukul 10.00 WIB

 ICA 0,9 cm

IV. Analisa
G1P0A0 hamil 39-40 minggu JPKTH dengan KPD 1 hari, oligohidramnion,
serviks belum matang (belum inpartu)

V. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan ibu dan keluarga hasil pemeriksaan. Ibu dan keluarga
mengerti.
2. Menjelaskan tentang keadaannya bahwa akan di operasi agar ibu dan
keluarga dapat mengerti dengan keadaan yang dialaminya saat ini. Ibu dan
keluarga mengerti.
3. Memastikan informed consent beserta surat persetujuan untuk tranfusi
darah (jika diperlukan tranfusi) sudah ditanda tangani oleh keluarga. Sudah
disetujui dan ditanda tangani oleh suami.
4. Memastikan pasien dalam keadaan sadar. Pasien dalam keadaan sadar.
5. Melakukan observasi tanda-tanda vital. Hasil pemeriksaan normal yaitu
TD 100/70 mmHg, nadi 87 kali/menit, suhu 36 ºC, respirasi 20 kali/menit.
6. Memastikan ibu tidak memakai gigi palsu dan perhiasan. Ibu tidak
memakai perhiasanan gigi palsu.
7. Menggantikan baju pasien dengan baju operasi. Ibu bersedia
8. Membawa pasien ke ruang OK 11. Pasien telah diruangan.
9. Menganjurkan ibu agar bersikap tenang dan santai serta berdoa dalam hati.
Ibu telah berdoa.
10. Membantu ibu untuk berpindah ke meja operasi. Ibu telah pindah.
11. Memastikan kateter terpasang dengan baik. Kateter terpasang dengan baik.
12. Membantu mempersiapkan alat untuk tindakan. Alat telah tersedia.
13. Mengamati petugas instrument mempersiapkan instrumaen operasi.
14. Mengamati berjalannya operasi dan bertindak sebagai tim circular.

INTRA OPERASI

1. Indentifikasi Petugas OK
Dokter Bedah : dr. Hj Lucky (SpOG)
 Asisten 1 : dr. Tika
 Asisten 2 : dr. Anggara

Anastesiolog : dr. Dewa

Perawat Scrub I : Vera

Perawat Sircular : Navi

Penata Anastesi : Lola

2. Waktu Tindakan
Masuk OK : 11.45 WIB
Anastesi : 11.50 WIB
Mulai Insisi: 12.00 WIB
3. Klasifikasi
Jenis luka : Bersih
Jenis tindakan : Besar
Jenis anastesi : Spinal
Status ASA :I
4. Penatalaksanaan Tindakan
Set instrumen : SC Set
Perlengkapan/aksesoris milik pribadi/dokter : tidak ada
Pemberian antibiotik : ceftriaxon 2 gr
Jam pemberian : 12.00 WIB
Peralatan Penunjang : ESU/Cauter, suction
Penunjang habis pakai : monopolar
5. Persiapan Tindakan Operasi
Posisi pasien : terlentang
Kateter : sudah terpasanh kateter dari VK
Pencucian abdomen : Providone Iodine 10%
Lokasi pemasangan ground diatemi di : kaki kanan
Lokasi pemasangan saved belt : kaki
6. Penggunaan Kassa dan Benda Tajam
Big kassa : 2
Depper :3
Kassa x-ray : 30
Jarum operasi :3
Pisau operasi inplant:1
7. Penggunaan Cairan
Puncican luka : cairan masuk 500 cc, cairan keluar 500 cc
Keterangan : NaCl 500 ml
I. Subjektif
Ibu merasa sedikit cemas dan pasrah akan dioperasi.

II. Objektif
Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, emosional stabil, TD
125/70 mmHg, N 70 x/m, RR 16 x/m, suhu 36,0 OC, jumlah urine 100 cc,
warna urine kuning jernih konsistensi cair, jumlah perdarahan ±500 cc.

III. Analisa
G1P0A0 hamil 39-40 minggu JPKTH dengan KPD 1 hari, oligohidramnion,
serviks belum matang (belum inpartu)

IV. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan ibu bahwa proses operasi seksio sesarea akan segera
dimulai. Ibu mengerti.
2. Memberitahu ibu untuk rileks dan berdoa untuk menghadapi operasi. Ibu
merasa lebih tenang.
3. Mengamati proses Anastesi yang dilakukan dr. Anestesi.
4. Memberikan obat ceftriaxon 2 gr secara bolus.
5. Mengamati proses operasi yang dilakukan dr. SpOG dan bertindak sebagai
circuler.
6. Menerima bayi dan menilai bayi. Bayi lahir pukul 12.15 WIB, menangis
kuat, tonus otot baik, kulit kemerahan, jenis kelamin perempuan. A/S 8/9
7. Mengamati proses pemasangan IUD.
8. Menimbang dan mengukur tinggi badan bayi. BB 3200 gram PB 50 cm
9. Melakukan cap kaki bayi dan cap jari ibu.
10. Segera menghangatkan bayi dengan dikeringkan dan dibedong.
11. Memberikan gelang identitas pada ibu.
12. Mengamati dokter menjahit lapisan abdomen sampai kulit abdomen.
13. Memberitahukan ibu bahwa tindakan seksio sesarea sudah selesai. Ibu
merasa lega dan senang.
14. Membantu instrumentator untuk membersihkan ibu.
15. Mendorong ibu ke ruang recovery room (RR) dengan menggunakan
brankar.

POST OPERASI

Selesai : 13.10 WIB

Keluar OK: 13.30 WIB

I. Subjektif
Ibu mengatakan sangat lega dan senang karena proses opersai seksio sesarea
telah selesai dilakukan. Ibu mengeluh mengigil kedinginan.

II. Objektif
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, emosional stabil, TD 120/70
mmHg, N 80 x/m, RR 16 x/m, Sh 36,5ºC, saturasi 100%, jumlah urine 100 cc,
warna urine kuning jernih, perdarahan pervaginam 200 cc, perdarahan luka
bekas operasi (-), kontrkasi uterus baik, infus RL 20 tetes/menit di tangan kiri.

III. Analisa
P1 Post SC a/i KPD dan oligohidramnion+IUD

IV. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan kepada ibu hasil pemeriksaan. Hasil dalam batas normal.
2. Memberikaan konseling kepada ibu dan keluarga bahwa rasa menggigil dan
kedinginan merupakan efek dari obat bius/anastesi yang diberikan pada saat
operasi. Ibu dan keluarganya mengerti.
3. Memberitahukan kepada keluarga agar dapat membantu ibu untuk
menggerak-gerakkan kaki dan badannya setelah 12 jam post operasi.
Keluarga mengerti dan bersedia membantu ibu.
4. Memberitahu kepada keluarga agar ibu harus mampu bangun dan duduk 24
jam post operasi. Keluarga mengerti.
5. Memberitahu ibu tanda bahaya nifas dan menganjurkan ibu untuk segera
memanggil petugas kesehatan jika tanda bahaya nifas terjadi pada ibu. Ibu
mengerti.
6. Memberikan dukungan pada ibu untuk memberikan ASI Eksklusif. Ibu
mengerti dan bersedia memberikan ASI Eksklusif.
7. Memberitahu ibu untuk membersihkan dan mengganti pembalut saat terasa
lembab serta mengeringkan daerah genetalianya agar terhindar dari infeksi.
Ibu mengerti.
8. Kolaborasi dengan konsulen jaga dr. Hj. Lucky. SpOG untuk memberikan
ibu therapy asam mefenamat 500 mg 3x1, profenide 100 mg 3x1, tablet sf
1x1 dan infus RL+oxytocin 20 IU 500 ml/ 8 jam. Sudah diberikan.
9. Memberitahukan keluarga agar ibu bersedia makan makanan yang bergizi
yang diperkaya protein seperti makan telur 6 butir setiap harinya agar
mempercepat proses penyempuhan luka operasi. Keluarga mengerti dan
bersedia melakukannya.
10. Memberitahukan kepada keluarga agar ibu bersedia Merencanakan 1 jam
kemudian akan memindahkan ibu ke ruang nifas dan bayi ke ruang
perinatal.
Daftar Pustaka

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo
Kementerian kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di
Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Jakarta: Bina Kesehatan Ibu.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=326252&val=7676&title=HI
DRASI%20MATERNAL%20PADA%20KASUS%20OLIGOHIDRAMN
ION
http://oligohidramnion.co.id/2015/03/oligohidramnion.html

Anda mungkin juga menyukai