Referat Desma 2
Referat Desma 2
Pembimbing:
dr. Desi Nuraini Justika, Sp.S
Disusun Oleh
Desmawita Lestari 030.13.051
Disusun oleh:
Desmawita Lestari
(030.13.051)
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah mengizinkan referat ini terlaksana, karena
Disease Dan Gangguan Memori”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Desi Nuraini Justika, Sp.S, sebagai
pembimbing, dokter dan staf-staf Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah
Kota Tegal, teman-teman sesama koasisten Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah Kota Tegal, dan semua pihak yang turut serta memberikan bantuan, doa, semangat,
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, namun besar
pengharapan penulis bagi pembaca untuk memberikan masukan dan kritikan yang akan saya
pertimbangkan untuk memperbaiki referat ini menjadi lebih baik. Terima kasih dan Tuhan
memberkati.
Desmawita Lestari
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................v
2.1.1 Definisi........................................................................................8
2.1.2 Epidemiologi.............................................................................. 8
2.2.1 Definisi......................................................................................30
2.2.2 Demensia.................................................................................. 30
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
Cerebrovascular Disease atau yang pada umumnya disebut Stroke menurut definisi
World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. Stroke adalah suatu keadaan darurat medis yang serius. Sekitar 30% dari penderita
stroke meninggal dalam jangka waktu tiga bulan. Namun, lebih dari 50% pasien yang selamat
bisa memulihkan kemampuan perawatan diri mereka dan kurang dari 20% pasien yang menderita
cacat berat. Faktor yang memengaruhi pemulihan tergantung pada tingkat keparahan kerusakan
otak (termasuk jenis stroke dan area tubuh yang terpengaruh), komplikasi yang terjadi, dan
kemampuan perawatan diri pasien sebelum stroke terjadi. Selain itu, sikap pasien dan dukungan
dari keluarga/perawat mereka serta perawatan rehabilitasi yang sesuai juga bisa memberikan efek
yang signifikan.(1)
Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, menjadi penyebab kematian ketiga
setelah penyakit jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama. Belum ada data
pasti stroke di Indonesia, namun riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan
Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di rumah-
rumah sakit di Indonesia.29 Prevalensi stroke di India diperkirakan 203 pasien per 100.000
penduduk, sedangkan di China insidennya 219 per 100.000 penduduk. Kemajuan teknologi
kedokteran berhasil menurunkan angka kematian akibat stroke, namun angka kecacatan akibat
stroke cenderung tetap bahkan meningkat. Diperkirakan terdapat 2 juta penderita pasca stroke di
Amerika dengan biaya perawatan 65,5 miliar dolar pada tahun 2008. Secara umum, angka kejadian
Stroke semakin meningkat. Berdasarkan data RISKESDAS Kemenkes Republik Indonesia terdapat
peningkatan Prevalensi Stroke dari 8,3 Juta (tahun 2007) menjadi 12,2 Juta (tahun 2013) (2)
Angka Kejadian stroke hemoragik di Asia lebih tinggi dibandingkan di negara barat. Hal
ini disebabkan tingginya anmgka kejadian hipertensi pada populasi asia. Berdasarkan data Stroke
Registry di Indonesia, yang dimulai sejak tahun 2012 sebagai kerjasama antara PERDOSSI dengan
6
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, tahun 2014
didapatkan 5411 kasus stroke akut dari 18 RS dengan angka kejadian stroke hemoragik sebanyak
33%.(1)
Prevalensi gangguan memori, terutama Demensia Alzheimer yang meningkat cepat sesuai
dengan meningkatnya umur harapan hidup. Saat ini diperkirakan setiap detik dapat ditemukan
tujuh kasus demensia baru di dunia, dan sebagian besar orang dengan demensia ini tinggal di
negara dengan pendapat rendah dan menengah termasuk Indonesia. Demensia menyebabkan
gangguan kognisi, perilaku dan aktivitas fungsional keseharian dengan konsekuensi berat pada
aspek fisik, mental, psikososial baik pada pasien maupun keluarga dan masyarakat. Walaupun
demikian, pengenalan kasus demensia pada tahap dini oleh masyarakat dan juga tenaga kesehatan
masih merupakan tantangan saat ini. Disamping itu, kasus-kasus demensia yang terdiagnosis
sering tidak mendapat penatalaksanaan yang memadai sehingga tidak tercapai kualitas hidup
(3)
optimal.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Cerebrovascular Disease atau yang pada umumnya disebut Stroke menurut WHO adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak baik fokal maupun global yang berlangsung
dengan cepat, dengan gejala berlangsung >24 jam, dapat menyebabkan kematian, tanpa
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut, dan salah
satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di beberapa negara di dunia. Di negara
berkembang, secara umum angka kecacatan dan kematian stroke cukup tinggi, yakni 81%
dan 75,2%. Menurut RISKESDAS 2013 prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 8,3%
American Heart Association (AHA) tahun 2016 melaporkan sebanyak 87% stroke
iskemik, dan sisanya adalah hemoragik (intraserebral, dan subaraknoid). Hal ini sesuai
dengan data Stroke Registry 2012-2014 yang menyebutkan dari 5411 pasien stroke di
Center for Disease Control and Prevention yang dilaporkan oleh Chang dkk
menyebutkan bahwa stroke menyebabkan 5% dari 4200 kematian ibu terkait kehamilan di
Amerika Serikat tahub 1991-1997 dan merupakan penyebab 2,5% rawat inap untuk
morbiditas berat pada ibu hamil di Amerika Serikat dari tahun 1991 sampai 2003.
Faktor resiko stroke dibagi atas modified dan unmodified. Faktor resiko modified dibagi
8
menjadi mayor, hipertensi, DM, dan riwayat merokok. Sedangkan faktor resiko modified
minor dibagi menjadi anemia, hiperkolestrolemia, hiperurisemia, obesitas, dll. Faktor resiko
unmodified terdiri dari usia (>50tahun), jenis kelamin, genetik, dan ras.
2.1.4 Klasifikasi
A. Stroke iskemik
karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan
gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena plak
Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju
ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. (5)
- Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri
serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas
yanglebih kecil.
- Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa
juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain,misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli
serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering
9
terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
- Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan
menuju ke otak.
terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi
jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
otak yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta
- Stroke in Evolution
: ditandai dengan gejala dan tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48
jam. Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap
- Completed Stroke
: yaitu kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap, tidak berkembang
10
lagi. Kelainan neurologis yang timbul bermacam-macam, tergantung pada daerah
otak karena trombus yang makin menebal, sehingga aliran darah tidak lancar,
yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
proteoglikan melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel
bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang rusak,
pembuluh darah.
perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang
11
pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme
tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit
aktivitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak
Bila aliran darah jaringan otak berhenti, oksigen dan glukosa yang
Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun di bawah ambang batas
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga di bawah 0,10
ml/100 g/menit.
jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi
12
Gambar 2.1 Patofisiologi Stroke Iskemik
2. Emboli serebri(8)
infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
atheromatus yang terletak pada pembuluh darah yang lebih distal. Gumpalan-
gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke
tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang
terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen
kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke.
bakteri, dan benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri
13
adalah arteri serebri media, terutama bagian atas.
Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh
umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah.
3. Hipoperfusi sistemik(8)
B. Stroke Hemoragik
dan disebabkan oleh kelainan vascular akibat pecahnya pembuluh darah pada
negara barat. Hal ini disebabkan tingginya anmgka kejadian hipertensi pada
populasi asia. Berdasarkan data Stroke Registry di Indonesia, yang dimulai sejak
tahun 2012 sebagai kerjasama antara PERDOSSI dengan Badan Penelitian dan
didapatkan 5411 kasus stroke akut dari 18 RS dengan angka kejadian stroke
dinding arteriol dan rupture tunika intima, sehingga terbentuk mikro aneurisma
yang disebut Charcot- Bouchard. Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat
darah serebral untuk mempertahankan aliran darah ke otak. Jika tekanan darah
darah serebral. Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, akan terjadi
meningkat cukup tinggi selama berbulan – bulan atau ber tahun – tahun. Hal ini
karena pembuluh darah serebral tidak lagi bisa menyesuaikan diri dengan
menyebabkan peningkatan TIK. Hal ini akan memperburuk kondisi klinis pasien
yang umumnya berlangsung dalam 24-48 jam onset, akibat perdarahan yang
terus berlangsung dengan edema disekitarnya, serta efek desak ruang hematom
garis tengah (midline shift) dan herniasi otak yang pada akhirnya mengakibatkan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus,
sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan
A. Perdarahan Intraserebral(15)
setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah,
sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan
satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung.
Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang
kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.
17
Perdarahan Talamus. Defisit neurologis yag biasa dijumpai adalah hemihipestesia,
hemiparese/hemiplegi, gaze palsy keatas (pada waktu istirahat posisi mata kea
bawah), pupil kecil, tidak berekasi terhadap cahaya, bila sisi dominan yang terkenan
maka akan dapat dijumpai afasia atau disfasia global, sedangkan pada sisi non
dominan akan didapatkan anosognosia.
Perdarahan pada lobus hemisfer serebri. Terjadi paling sering di daerah temporo-
oksipital. Defisit neurologis yang terjadi bervariasi tergantung lobus mana yang
terkena.
2. Sistem Vertebrobasiler
Perdarahan mesensefalon. Defisit neurologis yang didapatkan seperti kelumpuhan
N III ipsilateral dan ganguan traktis kortikospinalis kontralateral (Sindrom Weber).
Perdarahan Pons. Defisit neurologis yang terjadi diantaranya onset koma yang
dalam tanpa didahului nyeri kepala atau gejala prodormal lainnya, gangguan traktus
piramidalis bilateral, desrebrasi, refleks gerakan mata hilang, pinpoin pupil tetapi
bereksi terhdap cahaya dan kematian terjadi dalam beberapa jam.
Perdarahan Medula Oblongata
Perdarahan Serebelum. Biasanya berjalan cepat dan fatal. Namun dapat juga
ditemukan gejala-gejala berupa nyeri kepala, dizzines, vertigo, muntag berulang,
ataksia, gangguan gerakan mata, gangguan keseimbangan, nistagmus. Jarang
dijumpai hemiparese atau hemiplegia.
Perdarahan lobus oksipitalis. Gejalanya berupa nyeri kepala, hemianopia dengan
atau tanpa gejala traktus kortikospinalis yang minimal pada sisi yang sama dengan
gangguan lapang pandang.
18
B. Perdarahan Subaraknoid (16)
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
Penglihatan ganda
parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti
berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa
bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita
leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri
pinggang.
beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
koordinasi terganggu.
seminggu.
prognosis pada Perdarahan Subarachnoid seperti skala Hunt dan Hess yang
20
bisa digunakan.
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
21
2.1.5 Penegakan Diagnosis(18)
Anamnesis
- Apakah ada kemungkinan presipitasi (apa yang pasien sedang lakukan pada
- Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang
infark miokard, arteritis, riwayat penyakit vaskular atau trombolitik pada keluarga)
- Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan (merokok, konsumsi
trombolitik,antikoagulan, amfetamin).
Pemeriksaan Fisik
22
- Tanda Vital: pada Stroke hemoragic dapat ditemukan trias cushing yaitu
hipertensi, bradikardi, dan pernafasan irregular yang merupakan tanda tanda dari
peningkatan TIK
- Pemeriksaan Neurologik :
penurunan kesadaran
Upper Motor Neuron maka pada pada stroke akan didapatkan reflex
- Pemeriksaan Penunjang :
-
- Gambar 2.3 pencitraan CT-Scan pada perdarahan Intraserebral
24
Analisis laboratorium: Darah rutin, urianalisis , HDL, LED, panel
Pemeriksaan EKG
25
2.1.6 Sistem Skoring Stroke (18)
Kesadaran Somnolen – 1
Sopor
Koma 2
Muntah Ada 1
Tidak 0
Tidak 0
Ateroma Ada 1
Tidak 0
-1 s/d 1 Meragukan
26
Alogaritma Stroke Gajah Mada
27
Skor Djonaedi
28
Skor Hasanudin
Interpretasi:
< 15 Stroke Iskemik
≥ 15 Stroke hemoragic
2.1.7 Tatalaksana(19)
Jika terdapat pasien dengan gejala stroke maka pasien tersebut harus dibawa
ke IGD yang memiliki fasilitas untuk CT Scan kepala secepatnya dikarenakan semakin
cepat ditangani maka semakin banyak sel otak yang dapat terselamatkan. Oleh karena
itu prinsip penatalaksanaan stroke adalah “Time is Brain”. CT scan kepala dilakukan
A. Stroke Iskemik
29
Apabila terjadi gangguan ventilasi, dapat dilakukan pemasakan pipa
menelan atau jika pasien dalam keadaan tidak sadar, perlu dilakukan
Stabilisasi Hemodinamik
seperti glukosa
memantau kecukupan cairan serta sebagai sarana memasukan cairan dan nutrisi
- Penatalaksanaan Khusus
Trombolisis
kecepatan melisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah otak pada saat
reperfusi dan lisisnya thrombus dan perbakan sel serebral yang bermakna.
30
merekomendasikan penggunaan rTPA sebagai trombolisis untuk terapi stroke
dalam 3 jam setelah onset gejala pada pemberian intravena dan 6 jam setelah
(maksimal 90 mg), 10% dari dosis total diberikan sebagai bolus inisial dan
diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset (AHA/ASA, class 1, level of
Antikoagulan
emboli pada arteri kolateral dan tidak bisa melisis thrombus pada
Antiplatelet
31
termasuk antiplatelet diantaranya aspirin, clopidogrel dan
Neuroprotektan
merusak sel saraf dan sel glia pada area penumbra. Citicoline
mg selama 3 minggu.
B. Stroke Hemoragic
32
- Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
jika pasien dalam keadaan tidak sadar, perlu dilakukan pemasangan pipa nasogastrik
Stabilisasi Hemodinamik
2. Pemberian cairan kristaloid atau koloid IV, hindari cairan hipotonik seperti glukosa
kecukupan cairan serta sebagai sarana memasukan cairan dan nutrisi dengan target
tekanan 5-12mmHg
5. Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah,suhu, dan saturasi oksigen dalam
72 jam
3. Mannitol 0,25- 0,5g/kgBB, selama 20 menit, diulangi setiap 4-6jam dengan target
Tatalaksana cairan
- Penatalaksanaan Khusus
Koreksi Koagulopati
Tekanan darah
1. Pada rentang tekanan darah sistolik 150 – 220 target sistoliknya 140 mmHG
Penatalaksanaan bedah:
2. Hematom serebelar dengan diameter >3cm yang disertai penekanan batang otak
4. Perdarahan lobaris dengan ukuran sedang besar yang terletak dekat dengan korteks
semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Rehabilitasi sosial merupakan
upaya bimbingan sosial berupa bantuan sosial guna memperoleh lapangan kerja
cacat menjadi tenaga produktif serta dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
kemampuannya
Tahap Rehabilitasi:
stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali perdarahan. Sejak awal Speech terapi
stadium akut. Psikolog dan Pekerja Sosial Medik untuk mengevaluasi status psikis
Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah
dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih banyak
dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif. Mobilisasi adalah hal
Program mobilisasi segera dijalankan dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam
subarachnoid dimulai 2-3 minggu sesudah serangan. Pasien dengan stroke harus
dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin, bila kondisi klinis neurologis
35
dan hemodinamik stabil. Untuk Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke fisioterapi pasif
pada klien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam
untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali
2.2.2 Demensia(20)
cukup berat sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional yang tercermin dalam
aktivitas hidup keseharian, biasanya ditemukan juga perubahan perilaku dan tidak
disebabkan oleh delirium maupun gangguan psikiatri mayor. Diagnosis klinis demensia
gangguan kognisi. Pemeriksaan biomarka spesifik dari likuor serebrospinalis untuk penyakit
neurodegeneratif hanya untuk penelitian dan belum disarankan dipakai secara umum di
praktik klinik. Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu
gangguan kognisi dan gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri dari gangguan memori
terutama kemampuan belajar materi baru yang sering merupakan keluhan paling dini.
Memori lama bisa terganggu pada demensia tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami
disorientasi di sekitar rumah atau lingkungan yang relatif baru. Kemampuan membuat
keputusan dan pengertian diri tentang penyakit juga sering ditemukan. Keluhan non-kognisi
dementia (BPSD). Komponen perilaku meliputi agitasi, tindakan agresif dan nonagresif
seperti wandering, disihibisi, sundowning syndrome dan gejala lainnya. Keluhan tersering
adalah depresi, gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan halusinasi. Gangguan
36
motorik berupa kesulitan berjalan, bicara cadel dan gangguan gerak lainnya dapat ditemukan
Usia
Riwayat keluarga
Apolipoprotein e genotipe
Down syndrome
A. Penyakit Alzheimer(19)
episodik dan fungsi kortikal lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap
akhir penyakit. Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian
menyusul gangguan memori episodik mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini
mengenai terutama lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih
muda. Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%)
walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan adanya plak
pemeriksaan biomarka neuroimaging (MRI struktural dan fungsional) dan cairan otak (β-
B. Demensia Vaskular(19)
kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai demensia yang dihubungkan
dengan faktor risiko vaskuler.5 Penuntun praktik klinik ini hanya fokus pada demensia
vaskuler (DV). DV adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk
37
infark tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan,
gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan stroke / lesi
dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang merupakan
faktor risiko untuk terjadinya DV. 7 CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy 4
with subcortical infarcts and leucoensefalopathy), adalah bentuk small vessel disease usia
dini dengan lesi iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang bersifat herediter
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering ditemukan. Sekitar
15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria demensia ini.8,9 Gejala inti demensia
ini berupa demensia dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan
terjadi pada awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung
diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi
dan atau halusinasi modalitas lain yang sistematik. Juga terdapat tumpang tindih temuan
patologi antara DLB dan PA. 10 Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung
verbalnya relatif baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal.
Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga sering ditemukan.
Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi umum (3-4%). Secara klinis,
sulit membedakan antara DLB dan DPP. Pada DLB, awitan demensia dan Parkinsonism
harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada DPP gangguan fungsi motorik terjadi
D. Demensia Frontotemporal(19)
Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset dementia/EOD) sebelum umur
65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan
38
progresif perilaku dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang
menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau
hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan
atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi frontal atau hipometabolism
pada SPECT atau PET. Dua jenis DLFT lain yaitu Demensia Semantik (DS) dan Primary
Non-Fluent Aphasia (PNFA), dimana gambaran disfungsi bahasa adalah dominan disertai
gangguan perilaku lainnya. Kejadian DFT dan Demensia Semantik (DS) masing-masing
adalah 40% dan kejadian PNFA sebanyak 20% dari total DLFT.
orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi.12 Pada umumnya pasien demensia
tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit
Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan 50% orang dengan DLB memiliki
patologi PA
demensia dapat terjadi bersamaan, demensia harus dibedakan dari delirium dan depresi.
39
Gambar 2.5 Diagnosis Banding Demensia
Pasien dengan gangguan memori dan gangguan kognitif, baik yang dilaporkan
oleh dokter pada saat pemeriksaan, walaupun subjek tidak mengeluhkan adanya
Pasien yang memiliki risiko tinggi demensia (adanya riwayat keluarga dengan
demensia)
40
Pemeriksaan status mental harus terlebih dulu dilakukan sebelum melakukan
pemeriksaan fungsi kognisi. Ada banyak tes fungsi kognitif singkat yang dapat digunakan
Merupakan tes fungsi kognisi yang paling sering digunakan. Skor MMSE
dan nilai cut off dipengaruhi beberapa faktor seperti tingkat pendidikan, usia dan
diagnosis daripada skor total. Nilai cut off untuk MMSE harus disesuaikan menurut
tingkat pendidikan. Nilai cut off 27 memberikan sensitivitas 0.9, spesitifitas 0.9,
PPV 0.8, NPV 0.9. Nilai cut off 28 (sensitivitas 0.78, spesifisitas 0.8, PPV 0.6, NPV
0.9) pada subjek dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memberikan akurasi
diagnostik yang lebih tinggi, baik pada subjek dengan kognisi intak maupun
terganggu di etnis Kaukasia yang menggunakan bahasa Inggris. Nilai area under the
curve (AUC) MMSE berkisar antara 0.9 sampai 1.0, mengindikasikan akurasi yang
baik dalam mengidentifikasi demensia pada populasi dengan beragam usia dan
tingkat pendidikan.
dapat diandalkan namun dipengaruhi usia, jenis kelamin dan edukasi. Pada subjek
usia lanjut dengan tingkat pendidikan kurang dari 4 tahun kurang valid untuk
dijadikan alat penapisan demensia. Tes ini dapat dilakukan dengan cara menggambar
mengikuti perintah atau meniru gambar yang ada. Kedua cara ini menunjukkan
AUC-Receiver Operating Characteristic (ROC) yang tinggi yaitu 84% dan 85%
secara berurutan. Tes ini memiliki akurasi yang cukup baik dalam membedakan DFT
dari DA dan subjek normal, dapat mengidentifikasi 88,9% kasus DFT dan 76%
41
kasus DA dengan prediksi akurasi 83,6%. (Level III, good)71
sederhana yang lebih baik dalam mengidentifikasi MCI (Sn 90%, Sp 87%) dan awal
DA (Sn 100%; Sp 87%) dibandingkan dengan MMSE (MCI (Sn 18%) dan DA (Sn
78%)). MoCA juga cukup sensitif untuk mendeteksi MCI pada pasien dengan
Penyakit Parkinson (PP). Nilai cut off untuk MCI adalah 26/27, pada populasi di
negara Barat dengan pendidikan minimal 12 tahun. Angka ini harus divalidasi sesuai
latar belakang pendidikan subjek, seperti yang didapatkan di Korea bahwa akurasi
yang lebih baik didapatkan pada nilai cut off yang lebih rendah (22/23; Sn 89% dan
98% untuk MCI dan DA secara berurutan, dengan Sp 84%). Nilai normal MoCA
dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Sebaiknya tes ini
dipakai pada mereka dengan pendidikan > 6 tahun. Median nilai MoCA INA untuk
tingkat pendidikan >6 tahun berkisar antara 22 – 27. Maka untuk penggunaan praktis
sebaiknya dipakai cut off 24. Bila nilai kurang dari 24 dianggap ada gangguan.
spikososial untuk memperbaiki kognisi, fungsi dan perilaku. Setelah terapi dimulai,
pasien harus dinilai secara berkala setiap 6 bulan. Pemeriksaan kognisi, fungsi secara
global dan perilaku harus dilakukan berkala. Penilaian keluarga terhadap kondisi
pasien baik saat sebelum mulai terapi dan saat follow up harus diperhatikan.
Mekanisme lain adalah dengan stimulasi terus-menerus pada reseptor NMDA. 126
reseptor NMDA disetujui untuk demensia sedang hingga berat 38 Menurut NICE
a. Alzheimer:
Donepezil
Rivastigmin
Galantamin
Memantin
b. Demensia Vaskular
Selain diberikan penguat kognisi juga diberikan obat yang mengontrol factor riziko
vascular
Rivastigmin
d. Demensia Frontotemporal
Kolinesterase inhibitor
Memantin
43
Gambar 2.6 Algoritma Tatalaksana Demensia
Sindrom amnestik mengacu pada kehilangan memori episodik baru yang sangat
banyak atau jangka pendek. Pasien-pasien sindrom amnestik, sebagian besar memiliki
kerusakan hippocampal bilateral, memiliki rentang memori segera dan bekerja normal dan
sebagian besar memiliki kemampuan normal untuk mengingat memori jangka panjang dan
seperti pendidikan dan masa kecil mereka. Fungsi kognitif atau kortikal yang lebih tinggi
lainnya mungkin sepenuhnya utuh (Perhatian, fungsi eksekutif, bahasa), yang membedakan
pasien ini dari mereka yang menderita demensia seperti penyakit Alzheimer. Memori
prosedural atau motorik cenderung tetap dipertahankan pada pasien dengan sindrom
44
amnestik, yang mungkin diajarkan untuk melakukan keterampilan motorik baru seperti
menulis di cermin. Ketika diminta untuk melakukan keterampilan yang baru dipelajari lagi,
pasien biasanya tidak akan ingat mengetahui cara melakukannya, tetapi keterampilan
motorik tetap ada dan pasien dapat dengan mudah menunjukkan keterampilan tersebut.
Gejala lain yang lebih bervariasi dari sindrom amnestik termasuk potensi disorientasi ke
waktu dan tempat. Sindrom amnestik dapat mencakup perundingan, atau membuat informasi
yang tidak disediakan oleh sistem memori. Pasien amnestik dapat berinteraksi, berbicara
dengan cerdas, dan bernalar dengan tepat, tetapi mereka tidak mengingat apa pun tentang
Tatalaksana pada pasien ini merupakan terapi pada etiologi yang mendasarinya.
Transient Amnesia adalah versi sementara dari sindrom amnestik. Contoh amnesia
transien yang paling umum adalah sindrom transient amnesia global, yang berlangsung
hingga 24 jam. Dalam sindrom ini, seseorang yang secara kognitif masih utuh secara tiba-
tiba kehilangan ingatan untuk peristiwa baru-baru ini, mengajukan pertanyaan berulang
mengalami amnesia anterograde dan retrograde, seperti pada sindrom amnestik permanen.
meninggalkan celah permanen dalam memori amnesia retrograde singkat sebelum episode
dan periode tidak belajar selama episode. Sindrom ini tidak diketahui penyebabnya tetapi
dapat ditiru secara cermat oleh gangguan etiologi yang diketahui seperti kejang kompleks
parsial, migrain, dan kemungkinan iskemia sementara dari hippocampus di satu atau kedua
sisi. Beberapa pasien terakhir dengan amnesia global sementara yang diamati di rumah sakit
kami telah memiliki studi MRI tertimbang difusi normal, kecuali untuk dua pasien yang
memiliki pemulihan tidak lengkap; kedua pasien ini telah meninggalkan infark temporal
medial. Migrain konfusional, epilepsi , keracunan obat, "pemadaman" alkoholik, dan cedera
45
kepala ringan juga dapat menghasilkan amnesia sementara.
Tatalaksana pada pasien ini merupakan terapi pada etiologi yang mendasarinya.
46
DAFTAR PUSTAKA
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
3. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi Pembuluh Darah
Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline Stroke 2007.
Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart
Association / American Stroke Association. Journal of the American Heart Association.
(http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108. Diakses Maret 18, 2017).
6. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, Indonesia.
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar cetakan ke-13.
Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
47
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis cetakan ke-4.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8. BAB 4. Major
Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.
12. Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
13. Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
14. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major
Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005.
18. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan intraserebral
supratentorial dari infark. (Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Diakses
Maret 18, 2017).
48
19. Basuki, Andi dan Dian Sofiati (ed.). Neurology in Daily Practice. 2010. Bandung: Bagian Ilmu
Pena Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD
20. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Neurologi. Jakarta :EGC
49