Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu perkembangan gejala klinis akibat gangguan fungsi


serebral otak secara fokal maupun global, dimana gejala dapat berlangsung 24 jam
atau lebih yang dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
gangguan vaskular.1 Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria,
yaitu berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya (stroke iskemik dan stroke
hemoragik), berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu (serangan iskemik
sepintas atau TIA, Reversible Ischemic Neurologic Deficit, Progressing Stroke
atau Stroke in evolution).1-3
Secara global, sekitar 5,8 juta orang meninggal karena stroke dan dua
pertiga dari semua kematian akibat stroke terjadi di negara-negara berkembang.
Di Amerika Serikat didapatkan 700.000 orang mengalami stroke baru atau
berulang tiap tahunnya.2 Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per
1.000 penduduk.3 Pada tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia adalah sebesar
7 per mil. Menurut wilayahnya, prevalensi stroke tertinggi terdapat di Sulawesi
Utara sebesar 10,8 per 1000 penduduk, diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 10,3
per 1000 penduduk, sementara prevalensi stroke di Bangka Belitung dan DKI
Jakarta masing-masing adalah 9,7 per 1000 penduduk.4
Stroke iskemik bisa disebabkan oleh berbagai macam masalah, yaitu
masalah pembuluh darah, jantung dan substrat darah itu sendiri.5 Faktor risiko
stroke secara umum di bedakan menjadi faktor risiko yang tidak bisa diubah (non-
modifiable risk factors) dan faktor risiko yang dapat diubah (modifiable risk
factor). Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain adalah usia, jenis
kelamin, dan suku bangsa. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah adalah
hipertensi arterial, TIA, penyakit jantung dan lain sebagainya.5,6
Komplikasi stroke selama rawat inap adalah neurologis – stroke rekuren (9%
pasien), kejang (3%); infeksi – infeksi saluran kemih (24%), infeksi dada (22%),
lain-lain (19%); jatuh yang berhubungan dengan gerakan (25%), jatuh dengan
cedera berat (5%), dekubitus (21%); tromboemboli – DVT (2%), emboli paru
(1%); nyeri – nyeri bahu (9%), nyeri lain (34%); dan psikologis – depresi (16%),

1
ansietas (14%), emosional (12%), dan penurunan kesadaran (56%).6 Prognosis
stroke iskemik akut dipengaruhi oleh derajat keparahan stroke dan faktor
komorbid pasien, usia, dan komplikasi stroke.7
Faktor-faktor resiko yang semakin mudah dijumpai di sekitar kita dan
banyaknya komplikasi yang dapat timbul membuat stroke menjadi penyakit yang
membutuhkan perhatian khusus untuk pencegahan dan penanganannya.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.Amril Alamiah
Umur : 52 Tahun
Jenis kelamin : Laki Laki
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Bugenvil RT. 22, Kel. Kel.kenali Besar, Kec.
Alam Barajo Kota Jambi.
Pekerjaan : Satrpam
MRS : 11 Agustus 2019

DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1. Hemiparese Sinistra 11 Agustus 2019
2. Parase N.VII Sinistra 11 Agustus 2019

3 Parase N.XII Sinistra 11 Agustus 2019


4. Hipertensi 11 Agustus 2019

II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis Tanggal 11 Agustsus 2019)


1. Keluhan utama
Kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : Anggota gerak atas dan bawah sebelah kiri
Onset : Tiba-tiba (mendadak) saat pasien duduk menonton TV
Kualitas : Kelemahan Anggota gerak atas dan bawah sebelah kiri
Kuantitas : Dibantu oleh keluarga saat melakukan aktivitas

3
Kronologis
Pasien laki-laki 52 tahun datang ke IGD Rumah Sakit H.Abdul
Manap dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri sejak 1 hari
SMRS. Keluhan muncul mendadak pada saat pasien sedang duduk
menonton TV. Awalnya pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa,
namun setelah itu pasien tiba-tiba merasakan anggota gerak sebelah
kirinya melemah, mulut mencong ke kiri. Pasien mengaku masih dalam
kondisi sadar. Dan tidak mengalami penurunan kesadaran. Kemudian
pasien kemudian hampir terjatuh dan dituntun oleh saudaranya. Bicara
pelo (+), nyeri tengkuk (+), sulit menelan (-), suara parau (-), mulut
mencong(+), nyeri kepala (-). Riwayat trauma kepala (-), kejang (-),
penglihatan kabur (-), penglihatan dua (-), gangguan pendengaran (-),
gangguan penciuman (–), gangguan pengecapan disangkal, anggota
badan mengalami penurunan sensasi disangkal. Buang air kecil dan
buang air besar tidak ada keluhan. Lalu pasien dibawa ke IGD RSUD
H.Abdul Manap pada tanggal 11 Agustus 2019 dan di rawat . Keluhan
lemah pada anggota gerak kiri ini merupakan keluhan yang kedua
kalinya. Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya,
tapi tidak rutin minum obat.

Faktor yang memperberat : Hipertensi


Faktor yang memperingan : (-)
Gejala penyerta : mulut mencong ke kiri, bicara pelo (+)

3. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat keluhan yang sama (+) sejak 3 tahun yang lalu
 Riwayat Hipertensi (+)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
4. Riwayat penyakit keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien.

4
 Riwayat Hipertensi (+) adik pasien
 Riwayat DM (-)

5. Riwayat kebiasaan sosial dan ekonomi


 Pasien seorang Satpam
 Pasien memiliki 2 orang anak
 Pasien seorang perokok Aktif (2 bungkus 1 hari)
 Pasien berobat menggunakan BPJS.

III. OBYEKTIF
1. Status Present (10 Agustus 2019)
Kesadaran : Compos mentis, E:4 M:6 V:5
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 73 x/menit
Suhu : 36,6oC
Respirasi : 24 x/menit

2. Status Internus
Kepala : Mata : CA-/-, SI -/-,
Pupil : isokor, refleks cahaya (+)
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar,
tidak ada deviasi trakhea
Dada : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, 2 jari medial
LMC sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V, 2 jari medial
LMC sinistra
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra

5
Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru :
Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan
whezzing (-/-), Ronkhi (-/-)
Perut :
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien
tidak teraba
Perkusi : tymphani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik

3. Status Psikitus
Cara berpikir : Sulit dinilai
Perasaan hati : Sulit dinilai
Tingkah laku : Sulit dinilai
Ingatan : Sulit dinilai
Kecerdasan : Sulit dinilai

4. Status neurologikus
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (-)

6
c. Susunan Saraf Pusat
Kanan Kiri
 N. I (Olfaktorius) Baik Baik
Subjektif Baik
Dengan Bahan Baik

 N. II (Optikus)
Visus 6/60 6/60
Lapangan penglihatan Dbn Dbn
Melihat warna Dbn Dbn
Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

 N. III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis: - -
Pergerakan bola mata: Normal Normal
Strabismus: - -
Nistagmus: - -
Eksoftalmus - -
Pupil; besarnya: 3mm 3mm
Bentuknya: bulat isokor bulat isokor
Reflek thd sinar + +
Reflek konsensual - -
Reflek konvergensi - -
Melihat kembar - -

 N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(kebawah – keluar) Dbn Dbn
Sikap bulbus Dbn Dbn
Melihat kembar - -

 N. V (Trigeminus)
Membuka mulut: Normal Normal
Mengunyah: Normal Normal
Menggigit: Normal Normal
Reflek kornea Normal Normal
Sensibilitas wajah: Normal Normal

7
 N. VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata
(lateral): Dbn Dbn
Sikap bulbus Dbn Dbn
Melihat kembar - -

 N. VII (Fascialis)
Mengerutkan Dahi: Simetris Normal
Menutup mata: Normal Normal
Memperlihatkan gigi: Normal Normal
Bersiul: Normal Normal
Perasaan lidah (depan) Normal Normal
Senyum Normal Sudut mulut
tertarik kekiri

 N. VIII (Vestibulo-cochlearis)
Detik arloji Terdengar Terdengar
Suara berbisik Terdengar Terdengar
Test Weber - -
Test Rinne - -

 N. IX (Glosofaringeus)
Perasaan Lidah (blkg) Dbn Dbn
Sensibilitas faring Dbn Dbn

 N. X (Vagus)
Arkus faring: Dbn Dbn
Berbicara: - -
Gangguan menelan: - -
Reflek muntah: - -
Nadi Normal Normal

 N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala Dbn Dbn
Mengangkat bahu: Dbn Dbn

 N. XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah: - Deviasi kekiri
Tremor lidah - -
Atropi papil: - -
Artikulasi: Tidak jelas Tidak jelas
Disatria: - -

8
d. Badan dan Anggota Gerak
a. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
vertebralis
Pergerakan kolumna Normal Normal
vertebralis

Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminan - -
Lokalis - -

Reflek
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Reflek kremaster Tidak dilakuan Tidak dilakukan

b. Anggota Gerak atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Lemah
Kekuatan 5 2
Tonus Meningkat Normal
Trofi Eutropi Eutropi

Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminan - -
Lokalis - -

Refleks
Biseps (+) (+)
Triseps (+) (+)
Radius (+) (+)
Ulna (+) (+)
Hoffman-Tromner (-) (-)

9
c. Anggota gerak bawah
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Lemah
Kekuatan 5 3
Tonus Meningkat Normal
Trofi Eutropi Eutropi

Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminan - -
Lokalis - -

Refleks
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Babinsky (-) (+)
Chaddock (-) (-)
Rosolimo (-) (-)
Mendel-Bechtrew (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Gordon (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Test Laseque (-) (-)
Test Kernig (-) (-)
Test Leg 1 (-) (-)
Test Leg 2 (-) (-)
Test Patrick- (-) (-)
kontra patrick

e. Koordinasi, Gait, Keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismteria : Tidak dilakukan

f. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)

10
Rigiditas : (-)

g. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak dilakukan
Defekasi : Tidak dilakukan
Ereksi : Tidak dilakukan

h. Test Tambahan
Test Nafziger : (-)
Test Valsava : (-)

 Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin : (11 Agustus 2019)
- WBC : 10,6 103/mm3
- RBC : 5,98 106/mm3
- HGB : 17,5 g/dl
- MCV : 90,2 fL
- MCH : 29,8 pg
- MCHC : 325 g/L
- HCT : 53,9 %
- PLT : 421 103/mm3
- PCT : 0,33 %
- GDS : 83 mg/dl

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: Diagnosis Neurologi
 Diagnosis Klinis : Hemiparese Sinistra
 Diagnosis Topis : Hemisfer Dextra
 Diagnosis Etiologi : Stroke Non Hemoragic

11
V. RINGKASAN
S:
• Pasien laki-laki 52 tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kiri sejak 1 hari SMRS ( 11 Agustus 2019).
• Keluhan muncul mendadak pada saat pasien sedang duduk menonton TV
• Pasien mengaku masih dalam kondisi sadar. Dan tidak mengalami
penurunan kesadaran.
• Bicara pelo (+), mulut mencong(+), nyeri kepala (-), kejang (-), sakit
tengkuk (+), gangguan penglihatan (-), anggota badan mengalami
penurunan sensasi disangkal.
• Buang air kecil dan buang air besar tidak ada gangguan.
• Keluhan tidak dapat menggerakkan anggota gerak kiri ini merupakan
keluhan yang kedua kalinya.
• Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya.
• Riwayat Pengobatan Penyakit Dahulu : hipertensi (+), penyakit jantung (-)
• Riwayat Penyakit keluarga : (-)
• Riwayat merokok (+), sehari 2 bungkus

O: Kesadaran : Compos mentis, E:4 M:6 V:5


Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 73x/menit
Suhu : 36,6oC
Respirasi : 24x/menit

a. Nn.Caranialis:
Nervus Cranialis VII : Paresis N. VII Sinistra sentral
Sudut mulut Sinistra tertinggal
Nervus Cranialis XII : Paresis N. XII Sinistra sentral
Lidah deviasi ke Sinistra

12
b. Anggota Gerak atas
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Baik Menurun
Kekuatan 5 2
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks Fisiologis
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
Radius ++ ++
Ulna ++ ++
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -

Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Baik Menurun
Kekuatan 5 3
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks Fisiologis
Patella ++ ++
Achilles ++ ++

Refleks Patologis
Babinsky - +
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Bing - -

13
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

A:
Diagnosa Klinis : Hemiparese Sinistra
Diagnosa Topis : Hemisfer Dextra
Diagnosa Etiologi : Stroke Non Hemoragik

Siriraj Stroke Score (SSS)


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
tekanan diastolic) – (3 x petanda ateroma) -12

Keterangan :
Derajat kesadaran : 0=kompos mentis
1=somnolen
2=sopor/koma
Vomitus : 0=tidak ada ; 1=ada
Nyeri kepala : 0=tidak ada ; 1=ada
Ateroma : 0=tidak ada ; 1=salah satu atau lebih : diabetes,
angina, penyakit pembuluh darah
Skor > 1 : perdarahan
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
Skor < -1 : infark cerebri

Siriraj Stroke Skor pada Tn. A:


1. Kesadaran : 0x 2,5= 0
2. Muntah : 0x 2 = 0
3. Nyeri Kepala : 0x 2 = 0
4. Tekanan darah : diastolic 70 x 0,1 = 7
5. Ateroma (Hipertensi) : 1x -3 = -3
6. Konstante : -12
Jumlah : 0 + 0+ 0+ 7+ -3 – 12 = - 8 (Interpretasi skor -8 berarti stroke non hemoragik)

14
Algoritme Gadjah Mada
Penurunan Nyeri kepala Babinski Jenis
kesadaran stroke
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik

P: Non Medikamentosa :
 Bed Rest
 Elevasi kepala 30 derajat
 Latihan anggota gerak (Fisioterapi)
 Pasang kateter urin
Medikamentosa :
 O2 3L Nasal Canul
 IVFD Asering 20 tpm
 Citicolin 1gr/12jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Inj. Mecobalamin 2x500mg
 Aspilet 1x80 mg
 Inj. Ceftriaxone 2gr

Mx: Pantau tanda-tanda vital dan Status Neurologi


Ex:
Memberi penjelasan kepada keluarga mengenai keadaan pasien dan terapi
yang akan diberikan, mengatur pola makan yang sehat, penanganan stress dan
istirahat yang cukup dan kontrol pemeriksaan secara teratur.

15
VI. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad malam

VII. RIWAYAT PERKEMBANGAN


(12 Agustus 2019)
S : kelemahan anggota gerak sebelah kiri (+), sulit berbicara (+)
O : TD : 140/80 mmHg T : 36,2oC N : 90x/menit RR : 22x/menit
SpO2: 98%
Kekuatan motorik :
5 2
5 3

A : Stroke Non Hemoragik


P: - O2 3L Nasal Canul
- IVFD Asering 20 tpm
- Citicolin 1gr/12jam
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Mecobalamin 2x500mg
- Aspilet 1x80 mg
- Inj. Ceftriaxone 2gr
- Latihan Anggota gerak (Fisioterapi)

(13 Agustus 2019)


S : Kelemahan anggota gerak sebelah kiri (+), bicara berat(+)
O : TD : 120/70 mmHg T : 36oC N : 88 x/menit RR : 20x/menit
SpO2 : 98%
Kekuatan Motorik :
5 3
5 3

A : Stroke Non Hemoragik

16
P:
- IVFD Asering 20 tpm
- Citicolin 1gr/12jam
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Mecobalamin 2x500mg
- Aspilet 1x80 mg
- Inj. Ceftriaxone 2gr
- Latihan Anggota gerak (Fisioterapi)

(14 Agustus 2019)


S : Kelemahan anggota gerak sebelah kiri (+), bicara berat (+)
O : TD : 140/80 mmHg T : 36oC N : 75 x/menit RR : 20x/menit
SpO2 : 99%
Kekuatan Motrik :
5 3
5 4

A : Stroke Non Hemoragik


P :  Pasien Pulang

17
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Otak

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum,
mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak,
sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian
lobus temporalis.8

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis.8

Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan


otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
sitem vertebral, yaitu:8

 Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh


arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang

18
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri
media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan
arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini
terletak di dasar otak.

 Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di


daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke
arteri maksilaris eksterna.

 Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh


darah ekstrakranial).

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri


tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries)
dalam jaringan otak.8

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena


interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke
jantung.8

3.2 Fisiologi Otak

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama
3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa
darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer)
pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu
viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).8

Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik


(faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus

19
pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik
naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang
berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).8

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di


antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi.8

Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO.


Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis,
aliran darah lambat, akibat ADO menurun.8

3.3 Stroke Non Hemoragik


3.3.1 Definisi
Menurut WHO, definisi stroke adalah suatu perkembangan gejala klinis
akibat gangguan fungsi serebral otak secara fokal maupun global, dimana gejala
dapat berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain selain gangguan vaskular.1 Stroke diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria, yaitu berdasarkan patologi anatomi dan
penyebabnya (stroke iskemik dan stroke hemoragik), berdasarkan stadium atau
pertimbangan waktu (serangan iskemik sepintas atau TIA, Reversible Ischemic
Neurologic Deficit, Progressing stroke atau stroke in evolution).3
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan
darah dan oksigen di jaringan otak.5

3.3.2 Epidemiologi
Setiap tahunnya ada sekitar 5,8 juta orang yang meninggal karena stroke dan
dua per tiga dari semua kematian akibat stroke terjadi di negara-negara
berkembang. Di Amerika Serikat didapatkan 700.000 orang mengalami stroke

20
baru atau berulang tiap tahunnya. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka
8,3 per 1.000 penduduk.2 Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah
Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2008, stroke
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di
Indonesia.4

3.3.3 Faktor Resiko


Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor
resiko stroke non hemoragik, yakni:9,10
 Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade).
 Hipertensi
 Merokok
 Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,
dan fibrilasi atrium kiri)
 Hiperkolesterolemia
 Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi megalami stroke non hemoragik.9,10

3.3.4 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:8
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
 Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND).
 Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
 Gejala neurologik makin lama makin berat.

21
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
 Gejala klinis sudah menetap.

3.3.5 Etiologi
Stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik
juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.9
Stroke iskemik bisa disebabkan oleh berbagai macam masalah, yaitu
masalah pembuluh darah, jantung dan substrat darah itu sendiri.5

Kelainan vascular Kelainan jantung Kelainan darah


Aterosklerosis Trombus mural Trombositosis
Displasia fibro muskular Penyakit jantung rematik Polisitemia
Gang. Inflamasi Aritmia Penyaklit sel sikle
Arteritis sel giant Endokarditis Leukositosis
SLE Prolap katub mitral Status
hiperkoagulasi
Polyarteritis nodosa Paradoxic embolus
Granulomatous Atrial myxoma
angiitis
Syphilitic Arteritis Prosthetic heart valves
AIDS
Diseksi arteri carotis/
vetebralis infark lakuner
Drug abuse
Migrain
Trombosis sinus atau vena

22
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.10
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.9

2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.9
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap

23
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).9

3.3.6 Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.12,13,14
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau peredaran
darah aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak
selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :12,13,14
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan thrombosis.
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik,

24
sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang
terkena.15

3.3.7 Diagnosis

Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga
mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan
terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat
tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang
telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut
ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien
tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada
satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain

25
yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa
stroke meliputi:
o Tumor otak
o Abses otak
o Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
o Meningitis atau encephalitis
o Overdosis karena obat tertentu
o Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama.
Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan
fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes
darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan
skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu
pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan
menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin
diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.

Klinis :
Sama seperti kegawatdaruratan lainnya, anamnesis yang menyeluruh dan
terfokus yang memunculkan faktor risiko spesifik dan kejadian sebelumnya
sangat penting untuk setiap pasien yang mengalami gejala mirip stroke. Meskipun
faktor risiko dan komorbiditas pasien memiliki implikasi untuk pengelolaan dan
keluaran klinis, presentasi klinis saja tidak cukup untuk membedakan secara tepat
stroke dari entitas klinis lainnya. Kesulitan bagi sebagian besar dokter terletak
pada kemampuan untuk membedakan stroke dari yang menyerupai sroke seperti
sinkop, sepsis dan kejang. Untuk memperbaiki akurasi diagnostik dalam diagnosis

26
stroke, alat seperti ROSIER Scale telah dikembangkan untuk membantu
mengurangi jumlah rujukan yang tidak perlu untuk kasus non-stroke. Skala
ROSIER adalah alat penilai cepat yang menggunakan tanda klinis untuk
membantu menyingkirkan dugaan stroke. Skala ROSIER berkisar antara -2
sampai +5 poin, dengan angka penilaian pasien lebih besar dari 0 yang memiliki
kemungkinan stroke 90%. Skala ROSIER memiliki sensitivitas 92%, spesifisitas
86%, nilai prediksi positif (PPV) sebesar 88%, dan nilai prediksi negatif (NPV)
sebesar 91%.

Tabel Skala Rosier

A. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik

27
B. Pemeriksaan Klinis Neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Tanda-Tanda)

Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan:
a. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 2. Algoritma Stroke Gadjah Mada

28
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score
Tabel. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

1. Pencitraan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang


Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke
yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
 jenis patologi
 lokasi lesi
 ukuran lesi
 menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis
depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu
waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama
perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada
daerah magneti kuat suatu MRI.

29
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan
pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (Magnetic Resonance
Angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI)
ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area
abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam
dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi
pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat
warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di
otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous
malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi
dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-
kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun
angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,
tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-
benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber
perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang
dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan
untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa
injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri
utama di leher yang mensuplai darah ke otak).
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering
dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram

30
adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan
peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama
24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari
infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga
perlu dipertimbangkan.13,16

Tabel. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

3.3.8 Penatalaksanaan11,17
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah
pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya

31
intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan
dari pemberian terapi trombolitik.
1.Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek
samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak
besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol
intravena untuk mengurangi edema serebri.
Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau
pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah
adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.

b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena
dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami
aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.

c. Pengontrolan gula darah


Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien
dengan normoglikemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung
glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan
memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan
secara ketat dengan pemberian insulin.Target gula darah yang harus dicapai
adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan
hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.

32
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring telentang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak
dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang
dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.

e. Pengontrolan tekanan darah


Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator
sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output
(CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif
untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang
nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa
pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah
yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke
non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg,
dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan
organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi)
dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama
1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang
setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif
dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga
mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit
hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi
ini adalah nilai tekanan darah berkurang 20% dari MAP (Mean Arterial Pressure).

33
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih
185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi.
Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian
trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan
darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah
selama opname maka agen berikut dapat diberikan.
1) TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-
20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8
mg/menit.
2) TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam
hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3) Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena
dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.

f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan
trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa
hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.

g. Pengontrolan edema serebri


Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik
dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi
dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dengan cepat.

34
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap
sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan.

2. Penatalaksanaan Khusus
a.Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik
yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis
tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau
hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat
pengakuan FDA pada tahun 1996.
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke
Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg)
diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset.
Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil
dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian
kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien
yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral
dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di
Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar
sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela

35
waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti
rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute
Stroke Trial-Europe Study Group(MAST-E) dengan menggunakan streptokinase
1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata
meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke
iskemik akut tidak dianjurkan.

b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin
adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya
perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40
mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat
pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses
pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma:
50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg
(50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter
garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting
Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15
menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat
dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan

36
perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk
menetralisir.Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1
mg heparin (100 unit).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan
kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan
gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi
hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma.
Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari
dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.

d.Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)


1) Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis
atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat
ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)
memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari
dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma:
50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung
pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana

37
alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain
adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini
memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase).
Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa
aspirin tidak efektif untuk wanita.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka
fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup
tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen
dengan penggunaan tiklopidin.

e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel
yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik
dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka
berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun
pada manusia.

38
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral
maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat maka kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans
out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi
dan aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau
oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi
berkisar 1-5 persen.

Gambar 2. Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan


plak dari lapisan arteri

2) Angioplasti dan Sten Intraluminal


Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar

39
3.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak
jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah indikator
independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain
untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,
meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut
belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark
mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma
yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke
iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami
serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari
stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain
yang timbul sebagai akibat neurologis injury. 7,13
Komplikasi selama rawat inap termasuk: neurologis – stroke rekuren (9%
pasien), kejang (3%); infeksi – infeksi saluran kemih (24%), infeksi dada (22%),
lain-lain (19%); jatuh yang berhubungan dengan gerakan (25%), jatuh dengan
cedera berat (5%), dekubitus (21%); tromboemboli – DVT (2%), emboli paru
(1%); nyeri – nyeri bahu (9%), nyeri lain (34%); dan psikologis – depresi (16%),
ansietas (14%), emosional (12%), dan penurunan kesadaran (56%). Setelah pasien
keluar dari rawat inap, infeksi, jatuh, penurunan kesadaran kesadaran, nyeri, dan
gejala depresi dan ansietas tetap sering.7

3.3.10 Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan

40
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekitar 35%.
Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana
biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional.7,13

3.3.11 Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan
yang dapat dilakukan adalah: 13
1. Mengatur pola makan yang sehat
2. Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
3. Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan
obat
4. Melakukan olah raga yang teratur
5. Menghentikan rokok
6. Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
7. Memelihara berat badan yang layak
8. Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
9. Pemakaian antiplatelet
Pada pencegahan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.

41
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien laki-laki 52 tahun datang ke IGD Rumah Sakit H.Abdul Manap


dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri sejak 1 hari SMRS. Keluhan
muncul mendadak pada saat pasien sedang duduk menonton TV. Awalnya pasien
masih bisa beraktivitas seperti biasa, namun setelah itu pasien tiba-tiba merasakan
anggota gerak sebelah kirinya melemah, mulut mencong ke kiri. Pasien mengaku
masih dalam kondisi sadar. Dan tidak mengalami penurunan kesadaran.
Kemudian pasien kemudian hampir terjatuh dan dituntun oleh saudaranya. Bicara
pelo (+), nyeri tengkuk (+), sulit menelan (-), suara parau (-), mulut mencong(+),
nyeri kepala (-). Riwayat trauma kepala (-), kejang (-), penglihatan kabur (-),
penglihatan dua (-), gangguan pendengaran (-), gangguan penciuman (–),
gangguan pengecapan disangkal, anggota badan mengalami penurunan sensasi
disangkal. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Lalu pasien
dibawa ke IGD RSUD H.Abdul Manap pada tanggal 11 Agustus 2019 dan di
rawat . Keluhan lemah pada anggota gerak kiri ini merupakan keluhan yang
kedua kalinya. Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya, tapi
tidak rutin minum obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 (E4M6V5), TD 120/70 mmHg
dan tanda vital lain dalam batas normal. Pemeriksaan nervus kranialis didapatkan
pada nervus VII pada saat pasien senyum, bagian kiri tertinggal minimal, dan
pada nervus XII lidah deviasi ke kiri. Pada pemeriksaan motorik, pada lengan dan

42
tungkai kiri pergerakan menurun, kekuatan lengan 2 dan tungkai 3, tonus baik,
eutrofi, refleks fisiologis normal dan refleks patologis pada tungkai (+) Babinsky.
Pada pemeriksaan sensibilitas dalam batas normal. Dari anamnesis tersebut sesuai
teori, maka dibuat diagnosis klinis hemiparesis sinistra, paresis nervus VII sinistra
dan nervus XII sinistra tipe sentral.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan serta
untuk membedakan stroke dari yang menyerupai stroke seperti sinkop, sepsis dan
kejang maka dilakukan penilaian dengan skala Rosier dimana didapatkan nilai 4
sehingga disimpulkan Tn.A sedang mengalami stroke (nilai skala Rosier > 0).

1+1+1+1 = 4

Selanjutnya ditentukan apakah stroke yang dialami Tn. A adalah stroke


iskemik dan stroke hemmoragik berdasarkan tanda dan gejala klinis yang telah
diamati.

Gejala dan tanda Stroke perdarahan Stroke Iskemik


Saat kejadian/onset Sedang aktif Saat istirahat
Peringatan TIA Tidak ada Ada
Nyeri kepala Hebat Ringan/sangat ringan
Kejang Ada Tidak ada
Penurunan kesadaran Sangat nyata Ringan/ sangat ringan
Nadi bradikardia/lambat ++ (sejak awal) +/-
Edema papil mata + (sering) -
Muntah Ada Tidak ada
Kaku kuduk Ada Tidak ada
Kernig, Bridzinski ++ -

Berdasarkan tanda dan gejala klinis pada pasien Tn. A diketahui lebih
banyak mengarah pada stroke non hemoragik. Selain itu berdasarkan algoritma
stroke Gajah Maka pasien ini termasuk dalam stroke infark, yaitu : didapatkan

43
satu gejala yaitu dari penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-) dan refleks
babinski (+).

Berdasarkan Siriraj Score, pasien ini juga termasuk stroke non hemoragik
dengan skor (-8) jika disesuaikan dengan teori Siriraj score, yaitu :

Skor Siriraj :
( 2,5 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 0,1 x 70 ) – ( 3 x 1 ) – 12 = -8

44
Dapat disimpulkan dari hasil perhitungan skor siriraj pasien ini mengarah ke
stroke non hemoragik
Pasien didiagnosis etiologik yaitu, Strok Non Hemoragik. Stroke menurut
WHO merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda
dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak.
Diagnosis pasien ini didasarkan karena dari anamnesis kelemahan terjadi
terjadi secara mendadak, tidak adanya nyeri kepala, dan tidak ada penurunan
kesadaran dan tidak adanya muntah, reflek patologis (+) Babinsky. Adanya
kelemahan pada anggota gerak siniatra disebabkan karena adanya gangguan
peredarahan darah otak berupa iskemik, infark salah satunya disebabkan karena
adanya oklusi. Oklusi bisa disebabkan karena embolus ataupun thrombus. Oklusi
akibat emboli sering mengenai cabang superior dan inferior, sementara oklusi
pada cabang-cabang yang lebih dalam disebabkan oleh aterotrombotik. Emboli
bisa berasal dari jantung ataupun plak ateroma. Proses pembentukan ateroma ini
dapat terjadi pada beberapa kondisi, yaitu hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes.
Diduga terjadi kerusakan di daerah motorik hemisfer kanan sehingga pasien
mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri.
Pasien disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu kimia
darah lengkap dan CT Scan.
Pada pasien ini dirawat, kepala diposisikan 30 derajat, dan dilakukan
fisioterapi. Obat yang diberikan IVFD Asering 20 gtt/i, Inj. Citilcoline 1gr/12 jam,
inj. Mecobalamin 1 amp, inj. Omeprazole 1 x 40mg, PO Aspilet 1x80mg, inj.
Cefriaxone 1gr. Citicoline adalah bentuk eksogen dari citydine-5-dihoshokoline
yang digunakan pada biosintesis membran, membatasi kematian/ disfungsi neuron
setelah lesi SSP dan mencoba untuk mempertahankan interaksi seluler di dalam
otak sehingga fungsi neuronal tidak terganggu dan meminimalkan lesi dengan
menstabilkan membran dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Terapi ini
sudah sesuai dengan teori penatalaksanaan stroke non hemoragik.

45
BAB V
KESIMPULAN

Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Pada kasus ini stroke yang terjadi
adalah stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh menurunnya aliran darah ke otak akibat obstruksi pada pembuluh
darah pada suatu area otak sehingga area tersebut kekurangan nutrisi dan oksigen.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global status report on noncommunicable disease.


2014. Available from : http://wwww.who.int/nmh/publications/ncd-status-
report-2014/en/.
2. World Health Organization, 2010-b. Global Burden of Stroke. Available from:
http://www.who.int/cardiovascular_dis eases/en/cvd_atlas_15_burden_stroke.
pdf .
3. Ritarwan, Kiking. 2002. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita
Stroke yang Dirawat di RSUP H. Adam Malik. Available.
4. Hasnawati Sugito, Purwanto H, dan Brahim R.Profil Kesehatan Indonesia
2008. Dalam: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2009. [cited 5 Januari 2012] Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/do wnload/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia- 2008.pdf
5. RA Dongoran, 2007 stroke iskemik, available
http://www.eprints.undip.ac.id/29401/3/Bab_2.pdf
6. Silvermen, I.E, Rymer, M.M 2009. Ischemic Stroke An Atlas of Investigation
and Treatment. USA: Clinical Publishing.
7. PERDOSSI. 2012. Guideline Stroke. Hal. 40-55.
8. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal:
81-115.
9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
10. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.
11. Setyopranoto I. 2011. Stroke:Gejala dan penatalaksanaan in CDK 185/Vol.38
no.4/Mei-Juni 2011

47
12. Wijaya AK. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat thrombus.
Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
13. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2011.
14. Misbach, Jusuf. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
15. Price, S. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6, Vol. 2.
Jakarta: EGC, 2005.
16. Hassman KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 22 Oktober 2015 available
from: http:/emedicine.medscape.com/article/793904-overview.
17. Wibowo, S dan Gofir A. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam farmakoterapi dan neurologi. Jakarta: Salemba.
Hal:53-73.

48

Anda mungkin juga menyukai