Anda di halaman 1dari 30

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Usia : 37 tahun
Pekerjaan : IRT
Nama Suami : Tn. M
Usia : 35 tahun
MRS : 21 Juni 2012, jam 17.30 WIB

II. Keluhan Utama


Nyeri perut hingga ke pinggang sejak 3 jam SMRS

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 3 jam sebelum masuk RS os mengeluh nyeri perut hingga ke
pinggang, nyeri dirasakan hilang timbul, semakin lama semakin sering. Os
mengaku hamil 9 bulan. Keluar lendir dan darah (-), keluar air-air banyak (-).
BAB dan BAK normal.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi, Riwayat Diabetes dan Asma disangkal pasien

V. Riwayat Sosial/Obstetri
HPHT : Lupa
TP :-
UK : aterm

1
G2P1A0
 Riwayat Persalinan : I/perempuan/normal/bidan/aterm/2008/3000
 Riwayat Perkawinan
Pasien menikah satu kali, lama 7 tahun

VI. Pemeriksaan Fisik


TD : 130/70 mmHg
N : 78x/menit
RR : 20x/menit
BB : 50 kg
Suhu : 36,60C
Mata : Ca -/- , Si -/-
Leher : dbn
Paru : vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Jantung : BJ I & II normal. murmur (-), gallop (-)
Abdomen : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral dingin, oedema (-)

VII. Status Obstetri/Ginekologi


Periksa Luar
a. Inspeksi :
Abdomen : membesar simetris
b. Palpasi :
Leopold I : teraba massa besar lunak, tdk melenting (bokong), 2
jari di bawah PX
Tinggi fundus uteri : 32 cm
Leopold II : teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan
Djj : 139 x/mnt
Leopold III : teraba bagian bulat besar melenting (kepala)
Leopold IV : divergen
Turun kepala : 5/5

2
His : 1x10’/10”
Gerak : (+)
TBJ : 3100 gr

VIII. Pemeriksaan dalam


Pembukaan : 2 cm
Pendataran : 10%
Portio : tebal
Ketuban : (+)
Terbawah : kepala
Kepala : H1
Penunjuk : UUK

IX Laboratorium
-
HB : 10 gr/dl
-
WBC : 6.9. 103/mm3
-
RBC : 4,2 juta/mm3
-
HT : 30,4%
-
PLT : 232.103/mm3

X. Diagnosis :
G2P1A0 gravida aterm inpartu kala I fase laten JTH intrauterin preskep

XI. Penatalaksanaan
Observasi TTV dan DJJ
Observasi kemajuan persalinan
Rencana lahir pervaginam

XII FOLLOW UP
22/06/2012. Jam 06.00
S : mules (+)

3
O : Kesadaran : CM TD : 90/70 mmHg
N: 80x/mnt RR : 20x/mnt S: 36,50C
DJJ : 129 x/i His : 1x10’/10”
PD : Pembukaan: 2 cm
Portio : tebal
Ketuban : (+)
Terbawah : kepala
Kepala : H-I
Penunjuk : UUK
A : G2P1A0 gravida aterm inpartu kala I fase laten dengan kala 1
memanjang, JTH intrauterin preskep
P : Observasi TTV dan DJJ
Observasi kemajuan persalinan
Konsul dr spesialis Obgyn advise :
drip defenitif oksitosin ½ amp pitogin dalam RL I kolf

Jam 09.00 drif definitif terpasang

22/06/2012. Jam 11.00


S : perut os mules (+)
O : Kesadaran : CM KU : sedang TD : 110/70 mmHg
N: 80 x/mnt RR : 20 x/mnt S: 36,50C
DJJ : 135 x/i His : 3x10’/30”
PD : Pembukaan: 6 cm
Portio : tipis
Ketuban : (+) merembes
Terbawah : kepala, Kepala: H1, Penunjuk : UUK
A : G2P1A0 gravida aterm inpartu kala I fase aktif JTH intrauterin
preskep
P : Observasi TTV dan DJJ

4
Observasi kemajuan persalinan

22/06/2012. Jam 11.15


S : os ingin mengeran
O : Kesadaran : CM KU : sedang TD : 100/70 mmHg
N: 84x/mnt RR : 20 x/mnt S: 36,50C
DJJ : 132 x/i His : 4x10’/35”
PD : Pembukaan: 10 cm, Portio : tipis. Ketuban : (+) merembes
Terbawah : kepala, Kepala: HIII, Penunjuk : UUK
A : G2P1A0 gravida aterm inpartu kala II JTH intrauterin preskep
P : Observasi TTV dan DJJ
Pimpin persalinan

Jam 11.37 anak lahir spontan segera menangis.


BB : 3200 gr. PB : 48 cm, cacat (-) A/S : 8/9/10. Melakukan IMD

22/06/2012. Jam 11.40


S : perut os mules (+)
O : Kesadaran : CM Ku : sedang TD : 90/70 mmHg
N: 84x/mnt RR : 20 x/mnt S: 36,50C
TFU : setinggi pusat, tidak ada janin kedua
Kontraksi : baik
A : P2A0 post partum kala III
P : inj oksitosin 10 mg
PTT

Jam 11.42 plasenta dan selaput ketuban lahir lengkap. Perdarahan ± 150cc,
perineum utuh.

22/06/2012 Jam 12.00

5
S : nyeri setelah melahirkan
O : Kesadaran : CM Ku : sedang TD : 90/70 mmHg
N: 80x/mnt RR : 20 x/mnt S: 36,50C
TFU : setinggi pusat
Kontraksi : baik
A : P2A0 post partum kala IV
P : observasi perdarahan

22/06/2012 Jam 13.30


S : keluar darah yang banyak dari jalan lahir, gelisah
O : Kesadaran : apatis Ku : sedang GCS : 14
TD : 90/60 mmHg N: 92x/mnt
RR : 20 x/mnt S: 36,50C
TFU : setinggi pusat
Kontraksi : jelek
Perdarahan : ± 600cc
Explorasi : inspekulo tdk ada sisa plasenta
Tampak ruptur portio ± 2cm  hecting
Perdarahan masih aktif ± 600cc
A : P2A0 post partum kala IV dengan atonia uteri + robekan jalan lahir
P :
- O2 nasal kanul 4 L/i
- Masase fundus uteri
- RL + 2 amp syntocinon + 2 amp metergin cor
- Pasang infus 2 jalur + misoprostol 3 tab perectal
- Mengompres dengan es di fundus uteri
- Cek DR dan crossmatch
Jam 13.50 lapor dr spesialis obgin dan lapor dr jaga rawat inap
Jam 14.15 dr rawat inap datang

22/06/2012 Jam 14.25


S : keluar darah dari jalan lahir, gelisah

6
O : Kesadaran : somnolen Ku : tampak sakit berat
GCS : 9 TD : 70/40 mmHg N: 120x/mnt
RR : 16 x/mnt S: 36,50C
TFU : setinggi pusat Kontraksi : jelek
Perdarahan : total ± 1500cc
A : P2A0 post partum kala IV dengan syok hemorragik et causa atonia
uteri + robekan jalan lahir
P : konsul dr spesialis obgin advise :
Inform konsent
IVFD 2 line, dextrosa 5 % + cor NaCl 0.9
O2 sungkup 10L/i
Tampon ulang
Observasi TTV
Inj cefotaxim 3x1 gr
Laboratorium : HB : 7,5 g/dlTransfusi PRC 3 kolf tidak ada
BT : > 8 dtk
Rencana operasi histerektomi cito

22/06/2012 Jam 14.50


S : keluar darah dari jalan lahir, kesadaran menurun, sulit bernapas
O : Kesadaran : koma Ku : tampak sakit berat
GCS : 7 TD : 70/palpasi
N: tak teraba RR : 8 x/mnt S: 36,50C
TFU : setinggi pusat
Kontraksi : jelek, uterus lembek
Perdarahan : total ± 2500cc
A : P2A0 post partum kala IV dengan syok hemorragik et causa atonia
uteri + robekan jalan lahir
P : observasi TTV
O2 NRM 15 L/mnt

7
IVFD HES 2 kolf
Terapi lain teruskan

22/06/2012 Jam 15.35


S : keluar darah dari jalan lahir, tidak bernapas
O : Kesadaran : koma Ku : tampak sakit berat
GCS : 3 TD : 50/palpasi
N: tak teraba RR : - x/mnt
TFU : setinggi pusat
Kontraksi : jelek, uterus lembek
Perdarahan : total ± 3500cc
A : P2A0 post partum kala IV dengan apnue et causa syok hemorragik
akibat atonia uteri + robekan jalan lahir
P : RJP + bagging  tidak ada respon
Jam 16.00 meninggal

BAB II
Tinjauan Pustaka

A. PERDARAHAN POST PARTUM


I. Definisi

8
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal1,2,3. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan
jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital,
antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb <
8 g/dL 2.
Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5:
a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early
postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama setelah kala III.
b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late
postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan
yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama
setelah kala III.

II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2:
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah

III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi
Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju
maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5.

Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut5:

9
- Atonia uteri 50 – 60 %
- Sisa plasenta 23 – 24 %
- Retensio plasenta 16 – 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
- Kelainan darah 0,5 – 0,8 %

Tabel II.I. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab


Perdarahan Post Partum2
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
- Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek. Bekuan darah pada
Perdarahan segera setelah anak serviks atau posisi
lahir telentang akan
menghambat aliran darah
keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
setelah bayi lahir Lemah
Uterus berkontraksi dan keras Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibatRetensio plasenta
menit traksi berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat
Uterus berkontraksi dan keras tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksiRetensi sisa plasenta
tidak lengkap tetapi tinggi fundus tidak
Perdarahan segera berkurang
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa

10
Nyeri tekan perut bawah dan Demam fragmen plasenta
pada uterus (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan sekunder

IV. Kriteria Diagnosis1


 Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus
menerus
 Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan
mungkin karena luka jalan lahir
 Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada
pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan
retensi sisa plasenta

V. Pemeriksaan Penunjang1,2,3
a. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang
buruk1,3.
 Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal3.
 Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan2,3.

b. Pemeriksaan radiologi
 Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat
membantu untuk melihat adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta1,3.

11
 USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya
perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat
pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya1,2,3.

VI. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen,
yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post
partum3.
 Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan.
Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu
dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post
partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui
akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena
biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi
darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan
dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah
banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat3.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di
ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini
bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada
hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi

12
kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang
normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat
tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan
transfusi sel darah merah3.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan
efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik
dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan
pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan3.

 Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-
tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat
indikasi. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan
pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC
bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat
diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit.

Tabel II.2. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya


Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 IM atau IV (lambat):Oral atau rektal 400
pemberian awal L larutan garam0,2 mg mg
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1LUlangi 0,2 mg IM400 mg 2-4 jam
larutan garam setelah 15 menit setelah dosis awal
fisiologis dengan 40Bila masih
tetes/menit diperlukan, beri

13
IM/IV setiap 2-4 jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 LTotal 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3
per hari larutan fisiologis dosis
Kontraindikasi Pemberian IV secaraPreeklampsia, vitiumNyeri kontraksi
atau hati-hati cepat atau bolus kordis, hipertensi Asma

VII. Penyulit1
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
 Syok ireversibel
 DIC

VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan
kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum 3.
Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
 Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
 Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
 Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus
berkontraksi dengan baik

IX. Penilaian Klinik derajat syok

Tabel II.3. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok3


Volume
Tekanan Darah
Kehilangan Tanda dan Gejala Derajat Syok
(sistolik)
Darah
500-1.000 mL Palpitasi,
Normal Terkompensasi
(10-15%) takikardia, pusing
1000-1500 mL Penurunan ringan (80-Lemah, takikardia,
Ringan
(15-25%) 100 mm Hg) berkeringat
1500-2000 mL Penurunan sedang (70-Gelisah, pucat,
Sedang
(25-35%) 80 mm Hg) oliguria
2000-3000 mL Penurunan tajam (50-Pingsan, hipoksia,Berat

14
(35-50%) 70 mm Hg) anuria

15
Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan berbagai
macam hal, diantaranya adalah atonia uteri, laserasi jalanlahir dan

A. ATONIA UTERI

I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah
persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah
pada terjadinya syok hipovolemik3.

II. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko
mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan
ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus
berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi
akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir3.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan
stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang
disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat
antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin.
Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis,
endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio plasenta dan

16
hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa
grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya
perdarahan post partum3.

PREDISPOSISI TERHADAP ATONIA UTERI

1. Grandemultipara.

2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ BB >

4000 gram).

3. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).

4. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).

5. Partus lama

6. Partus presipitatus.

7. Hipertensi dalam kehamilan.

8. Infeksi uterus.

9. Anemia berat.

10. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).

11. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.

12. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong

uterus sebelum plasenta terlepas.

III. Penatalaksanaan2,3
 Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
 Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada
perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.

17
 Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian
dipasang tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil,
dipertahankan selama 24 jam.
 Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau
aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan,
pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum
berhasil dilakukan kompresi bimanual internal
 Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju
tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan
perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan
berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali.
Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi aorta abdominalis
 Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat
mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan
memperhatikan perdarahan yang terjadi
 Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa
dicoba prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung
pada miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat
diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.
 Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang
terjadi tetap > 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri

18
uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya anak
atau muda sekali)
 Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.

Bagan II.2. Penilaian Klinik Atonia Uteri2

19
B. LASERASI JALAN LAHIR

I. Klasifikasi2
- Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam6:
o Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau
kulit perineum
o Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina
dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma
urogenital
o Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang
menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan
- Robekan serviks

II. Faktor Resiko1


- Makrosomia
- Malpresentasi
- Partus presipitatus
- Distosia bahu

III. Penatalaksanaan2
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
 Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator

20
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum)
dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
 Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga ujung
robekan
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa, menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl)
hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit
dengan benang no. 2/0
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan
subkutikuler
 Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per
oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor
atau dibubuhi ramuan tradisional atau
 terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas

Robekan serviks
 Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang
terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh
kepala bayi
 Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyakmaka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
 Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak
dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas
robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
 Setelah tindakan, periksa tanda vital psien, kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri dan perdarahan pasca tindakan
 Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
 Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%,
berikan transfusi darah

21
Bagan II.4. Penilaian Klinik Perdarahan Oleh Karena Persalinan Trumatika2

C. KELAINAN DARAH

I. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet
biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada
kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan
plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa
hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post
partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma3.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau
sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet
dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit
sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis3.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang
berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang
didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan
dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis.
Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran
normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu,
koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang
mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC3.

22
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada
kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam,
serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).

II. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya
perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada
kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien
dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat.
Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 –
10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala
perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi
trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm 3, jika
direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan
suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh
trombosit hanya 3 – 4 hari4.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII,
IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan
adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel
penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium,
plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris4.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan
fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit
von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya
suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis4.

23
BAB III
ANALISA KASUS

Dilaporkan Ny. S datang dengan nyeri perut hingga ke pinggang sejak 3 jam
SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul, semakin lama semakin sering. Os mengaku
hamil 9 bulan. Keluar lendir dan darah (-), keluar air-air banyak (-). BAB dan BAK
normal. Os mengaku ini anak kedua, tidak pernah keguguran dan riwayat persalinan
sebelumnya normal.
Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum baik dan tanda tanda vital dalam batas
normal, dari pemeriksaan obstetri tidak ada kelainan, pada pemeriksaan dalam
dijumpai adanya presentasi kepala dengan TBJ 3000 – 3200 gram. Pembukaan 2 cm,
portio tebal dan Ketuban (+). Pasien masih merasakan gerakan bayi dan Denyut jantung bayi
normal. Dari pemeriksaan laboratorium darah rutin pasien ini normal hingga di diagnosis
G2P1A0 gravida aterm inpartu kala I fase laten JTH intrauterin preskep.
Setelah dilakukan pemantauan terhadap pasien yaitu pemantauan tanda tanda vital si
ibu dan denyut jantung bayi serta kemajuan persalinan berupa kontraksi baik frekuensi
maupun lamanya, pemeriksaan dalam terutama pembukaan dan penurunan kepala didapatkan
hasil tanda-tanda vital ibu dan bayi baik, kontraksi ibu dan pemeriksaan dalam tidak ada
kemajuan, evaluasi ini dilalukan lebih dari 8 jam. Pembukaan masih 2 cm sama seperti awal
sehingga ini disebut partus tak maju atau kala I memanjang.
Kemudian dilaporkan pada konsulen spesialis obstetri dan ginekologi, disarankan
untuk dilakukan induksi oksitosin sebanyak 5 IU mulai tetesan 8 didalam infus RL. Jam 9

24
pagi drip oksitosin terpasang. Setelah 2 jam drip oksitosin terpasang dilakukan pemeriksaan
dalam pembukaan menjadi lengkap. Tetesan drip tersebut adalah 40 tetes/ menit. Kemajuan
pembukaan yang terlalu cepat tersebut merupakan partus precipitatus. Kemudian dilalukan
tindakan pimpin persalinan.
Pada kasus ini kemungkinan terjadi pembukaan dan kemajuan his ibu yang
terlalu cepat akibat penggunaan dosis oksitosin yang berlebihan. Memang seharusnya
pemberian drip oksitosin disesuaikan dengan kontraksi ibu, jika kontraksi ibu sudah
bagus, maka dipertahankan pada saat tetesan tersebut, tidak perlu sampai tetesan
maksimal 40 tetes.
Induksi persalinan
Definisi : tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu secara mekanik atau
medisinal untuk merangsang kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan
Cara :
1. Medis :
 Infus oksitosin
 Pg
 Cairan hipertonik intrauteri
2. Manipulatif/dengan tindakan :
 Amniotomi
 Stripping of the membran
 Rangsangan listrik
 Rangsangan puting susu
Indikasi :
Janin :
 Postterm
 KPSW
 Janin mati
Ibu :
 PEB/eklamsi/hipertensi
 Hamil dengan DM
Kontraindikasi :
 Malposisi/malpresentasi
 Insufisiensi plasenta
 DKP
 Cacat rahim : bekas SC/enukleasi mioma
 Grande multipara
 Gemeli
 Distensi rahim berlebihan misal hidramnion
 Plasenta previa

25
Syarat :
 Aterm
 DKP
 Preskep
 Serviks matang (BS>8)
Prosedur :
 Malam harinya ibu cukup tidur, pagi klisma/beri pencahar
 Induksi hendaknya dilakukan pagi hari dengan obs yang baik
 Pasang infus D5% +oksitosin 5 IU dengan kanul 20 G
 Atur tetes sehingga kadar 2 mU/menit
 Naikan tetes tiap 15 menit
 Bila : his timbul teratur & adekuat, tetes dipertahankan
 Ibu harus di observasi ketat terhadap timbulnya ruptur uteri interna/gawat
janin
 PD harus untuk dievaluasi kemajuan persalinan dilakukan bila his adekuat
 Bila inpartu, tetes diteruskan sampai pembukaan lengkap
 Kala II, tetes dipertahankan, ibu dipimpin/tindakan tergantung indikasi
 Bila selama pemberian tetesan, timbul komplikasi ibu/janin, tetes stop  SC
 Postpartum, tetes dipertahankan sampai 1 jam setelah lahirnya plasenta
Komplikasi :
 Tetani, RUI, RU
 Gawat janin

Setelah dilakukannya drip oksitosin, bayi Ny. S lahir spontan, dengan BB 3200 gram,
PB 48 cm, cacat (-), A/S : 8/9 dan tak lama setelah itu plasenta dan selaput ketuban
lahir secara legkap. Dari proses persalinan Ny.S tidak ditemukan penyulit sehingga
bayi dan plasenta dapat lahir spontan dan lengkap, dan setelah lahir bayi langsung
dirawat gabung.
Setelah dilakukan pemantauan ± 1-2 jam, ternyata KU Ny. S memburuk,
perdarahan (+) ± 600 cc dan segera dilakukan inspekulo dengan hasil tidak ada sisa
plasenta, dan terdapat ruptur portio dan segera dilakukan heacting dan dilakukan
pemberian O2 nasal kanul 4 L/I, Masase fundus uteri, RL + 2 amp syntocinon + 2

26
amp metergin cor , Pasang infus 2 jalur + misoprostol 3 tab perectal, Mengompres
dengan es di fundus uteri, Cek DR dan crossmatch.
Dari hasil pemantauan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Ny. S
mengalami perdarahan postpartum dengan perdarahan ± 600 cc, disertai dengan
atonia uteri dan robekan jalan lahir yang mengakibatkan KU dari Ny. S memburuk.
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal1,2,3.
Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5:
1. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala
III.
2. Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late
postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang
terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala
III.
Setelah dilakukan pemantauan, os mengalami perdarahan postpartum disertai
syok hemoragik ec atonia uteri dan robekan jalan lahir, kemudian dilakukan konsul ke
dokter spesialis obgyn dengan advise IVFD 2 line, dextrosa 5 % + cor NaCl, O2
sungkup 10L/i, tampon ulang, observasi TTV, Inj cefotaxim 3x1 gr, laboratorium : HB
: 7,5 g/dl, Transfusi PRC 3 kolf (tidak ada), BT : > 8 dtk, rencana operasi histerektomi
cito.

Pemasangan infus 2 line dilakukan untuk memasukan D5% dan cor NaCl,
pemasangan tampon dan rencana operasi histerektomi dilakukan bertujuan untuk
menghentikan perdarahan yang ada, kemudian karena pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 7,5 g/dl dan BT > 8 dtk menunjukan bahwa perlunya tranfusi PRC
sebanyak 3 kolf dan ada kelainan faktor pembekuan darah pada os.
Pada jam 14.50, Kesadaran : koma, Ku : tampak sakit berat, GCS : 7, TD :
70/palpasi, N: tak teraba, RR : 8 x/mnt, S: 36,50C, TFU : setinggi pusat, Kontraksi
uterus: jelek dan lembek, perdarahan : total ± 2500cc. dari hasil yang didapat

27
menunjukan bahwa os mengalami syok hemorragik berat disertai adanya penurunan
kesadaran, maka dilakukan RJP+bagging namun perdarahan tidak terkontrol, keadaan
semakin memburuk, dan tepat jam 16.00 os meninggal dengan perdarahan postpartum
dengan atonia uteri dan robekan jalan lahir.

KESIMPULAN

1. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih,

sesudah anak lahir. perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi 2, yaitu ppp

dini dan masa nifas

28
2. Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan oleh

Atonia uteri, Robekan (laserasi, luka) jalan lahir., retensio plasenta dan sisa

plasenta, Gangguan pembekuan darah (koagulopati).

3. Gejala klinis yang ditemui adalah Perdarahan pervaginam yang terus-menerus

setelah bayi lahir., Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah

menurun, denyut nadi cepat dan halus, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan

lain-lain.

4. Prinsip penanganan adalah menghentikan perdarahan, cegah/ atasi syok., dan

ganti darah yang hilang .

5. Pada kasus ini terjadi perdarahan pasca persalinan disertai atonia uteri dan

robekan jalan lahir.

DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalam
Standar Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

29
2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002,
Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR – POGI bekerjasama
dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com/View/32111143.html
4. Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit
Widya Medika
5. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi
Obstetri Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Angsar, M. D., 1999, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan,
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

30

Anda mungkin juga menyukai