Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Livable city :

Kota layak huni atau Livable City adalah kota dimana masyarakat dapat hidup dengan nyaman dan tenang
dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh
kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat. Menurut Evan (2002), konsep Livable City
digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup
membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasi

Livable City merupakan sebuah istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota yang
nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek baik
aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan social, aktivitas
ekonomi, dll). IAP 2011

Prinsip Livable city :

a. Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian yang layak, air bersih, listrik)

b. Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman kota, fasilitas
ibadah/kesehatan/ibadah)

c. Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi

d. Keamanan, Bebas dari rasa takut

e. Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya

f. Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik (IAP 2011)

Manfaat

Untuk mengetahui seberapa besar kelayakan huni di kota Bourgas dan untuk menjadi contoh bagi kota kota lain
di dunia

Tujuan

Untuk mengetahui kelayakan huni Kota Bourgas

Rumusan masalah

Salah satu permasalahan kota yang paling penting adalah banyak kota-kota yang tidak layak huni. Hal ini karena
aspek-aspek penting dalam suatu kota tidak terpenuhi dengan baik. berdasarkan permasalahan ini maka yang
menjadi pertanyaan adalah Apakah kota Bourgas di Bulgaria merupakan kota yang layak huni

Ruang Lingkup Teritorial


Dalam studi kami menggunakan ruang lingkup teritorial makro yaitu Negara Bulgaria dan ruang lingkup mikro
yaitu Kota Bourgas merupakan kota yang terletak di Bulgaria bagian timur. Penduduknya berjumlah 259.985
jiwa.

Latar belakang

1. Secara Makro

Menurut Marbun (1992), kota merupakan kawasan hunian dengan jumlah penduduk relatif besar,
tempat kerja penduduk yang intensitasnya tinggi serta merupakan tempat pelayanan umum. Kegiatan
ekonomi merupakan hal yang penting bagi suatu kota karena merupakan dasar agar kota dapat
bertahan dan berkembang (Jayadinata, 1992:110). Kedudukan aktifitas ekonomi sangat penting
sehingga seringkali menjadi basis perkembangan sebuah kota. Adanya berbagai kegiatan ekonomi
dalam suatu kawasan menjadi potensi perkembangan kawasan tersebut pada masa berikutnya. Istilah
perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu
yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan
sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik (Hendarto, 1997).
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prisipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu
kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas, yang dalam hal ini diindikasikan
oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut. Semakin besar
produksi berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat. Sedangkan perkembangan kota
mengacu pada kualitas, yaitu proses menuju suatu keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini
dapat dilihat pada struktur kegiatan perekonomian dari primer kesekunder atau tersier. Secara umum
kota akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas sumber daya
manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam kota yang bersangkutan
(Hendarto, 1997).
Pada umumya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu:
a) Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk baik disebabkan karena pertambahan alami
maupun karena migrasi.
b) Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat
c) Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat
pengaruh luar, komunikasi dan sistem informasi.

Saat ini perkotaan di seluruh dunia mempunyai permasalahan kota yang sulit di tuntaskan, mulai dari
kelayakan tempat tinggal, kelayakan kota dan taraf hidup masyarakat yang masih rendah. Untuk itu
untuk mengatasi permasalahan kota saat ini kota membutuhkan Konsep Livable City digunakan dalam
representasi sustainable city (Wheeler, 2004). Dalam konteks keberlanjutan yang tujuannya adalah
untuk mempertahankan kualitas hidup yang dibutuhkan oleh masyarakat di perkotaan. Dalam
mewujudkan konsep Livable City harus didukung dengan sustainable city, agar perencanaan ruang kota
dapat terwujud sesuai rencana. Dalam konteks keberlanjutan adalah kemampuan untuk
mempertahankan kualitas hidup yang dibutuhkan oleh masyarakat kota saat ini maupun masa depan.

Livable City adalah kota dimana ruang umum yang merupakan pusat kehidupan sosial
dan fokus keseluruh masyarakat (Salzano,1997). Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan
untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup
membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya.

2. Secara mikro

Bulgaria

Negara : Bulgaria
Ibu kota : Sofia
Luas wilayah : 8.547.404 km2
Bentuk pemerintahan : Republik Federasi
Jumlah penduduk : 184.101.110 jiwa
Bahasa : Bulgaria
Pemerintahan : Sistem parlementer
Mata uang : Lev Bulgaria
a) Pola Perkembangan Kota Secara Umum
Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke
keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Tekanan perubahan keadaan tersebut biasanya
didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang sama. Perkembangan kota
menurut J.H. Goode, dipandang sebagai fungsi jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan,
kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial (Daldjoeni, 1998).

Perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zone-zone yang berada dalam wilayah perkotaan. Dalam
konsep ini Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang
membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaan (Bintarto, 1978).

Bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya.
Pola perkembangan kota di atas tanah datar terlihat pada gambar berikut :

Gambar Model Umum Pola Perkembangan Kota


Sumber : Branch, 1996 : 52

Selanjutnya J.W. Alexander menyatakan bahwa karena keadaan topografi tertentu atau karena
perkembangan sosial ekonomi tertentu akan terjadi perkembangan kota yang mempunyai pola
menyebar, pola sejajar dan pola merumpun. Pola menyebar (dispersed pattern) dari perkotaan terjadi
pada keadaan topografi yang seragam dan ekonomi yang homogen. Pola sejajar (linier pattern) dari
perkotaan terjadi sebagai akibat adanya perkembangan sepanjang jalan, lembah, sungai atau pantai.
Pola merumpun (clustered pattern) dari perkotaan terjadi pada agak datar, tetapi terdapat beberapa
relief lokal yang nyata dan seringkali berkembang berhubungan dengan pertambangan (Jayadinata,
1999:179).
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada,
Hudson mengemukakan 7 (tujuh) alternatif bentuk kota (Yunus, 2001:133-141), yaitu :
a) Bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama dengan kota-
kota kecil akan dijalin hubungan fungsional yang efektif dan efisien,
b) Bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang
berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke dalam direncanakan
sebagai jalur hijau dan dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan oleh raga bagi
penduduk kota,
c) Bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama yang
melingkar, dan dibagian tengah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka,
d) Bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan
kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan kotanya hanya terbatas di sepanjang jalan utama,
sehingga pola umumnya linier, di pinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan di
belakangnya permukiman penduduk,
e) Bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi
oleh perkembangan vertikal, sehingga memungkinkan konsentrasi bangunan padaareal kecil,
f) Bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak
terdapat beberapa urban centre, dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi khusus
dan berbeda satu dengan yang lain,
g) Bentuk kota bawah tanah (underground city plans), struktur perkotaannya dibangun di bawah
permukaan bumi, sehingga kenampakan kotanya tidak dapat diamati di permukaan bumi, di daerah
atasnya berfungsi sebagai jalur hijau dan pertanian yang tetap hijau.

Perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini
disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi
(Firman, 1996). Kegiatan sekunder dan tersier seperti manufaktur dan jasa-jasa cenderung untuk
berlokasi di kota-kota karena faktor “urbanization economics” yang diartikan sebagai kekuatan yang
mendorong kegiatan usaha untuk berlokasi di kota sebagai pusat pasar, tenaga kerja ahli, dan
sebagainya. Perkembangan kota menurut Raharjo dalam Widyaningsih (2001), bermakna perubahan
yang dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan kota tersebut, dari
tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari kecil menjadi besar, dari ketersediaan lahan
yang luas menjadi terbatas, dari penggunaan ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi secara luas,
dan seterusnya. Dikatakan oleh Beatley dan Manning (1997) bahwa penyebab perkembangan suatu
kota tidak disebabkan oleh satu hal saja melainkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan seperti
hubungan antara kekuatan politik dan pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor sosial budaya.
Teori Central Place dan Urban Base merupakan teori mengenai perkembangan kota yang paling
populer dalam menjelaskan perkembangan kota-kota. Menurut teori central place seperti yang
dikemukakan oleh Christaller (Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang sebagai akibat dari fungsinya
dalam menyediakan barang dan jasa untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga menganggap
bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari fungsinya dalam menyediakan barang kepada daerah
sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas kota tersebut. Menurut teori ini, perkembangan
ekspor akan secara langsung mengembangkan pendapatan kota. Disamping itu, hal tersebut akan
menimbulkan pula perkembangan industri-industri yang menyediakan bahan mentah dan jasa-jasa
untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang selanjutnya akan mendorong
pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997).
Kota Secara umum kota adala tempat bermukimnya warga kota,tempat bekerja, tempat kegiatan dalam
bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain.
Kota yang telah berkemang maju mempunyai peranan yang lebih luas lagi antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai pusat pemukiman penduduk
2. Sebagai pusat kegiatan ekonomi
3. Sebagai pusat kegiatan social budaya
4. Pusat kegiatan politk dan administrasi pemerintah serta tempat kedudukan pemimpin pemerintahan.
Cirri-ciri fisik dan kehidupan kota
Cirri fisik kota meliput hal sebagai berikut :
a. Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan
b. Tersedianya tempat-tempat untuk parker
c. Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga
Cirri kehidupan kota adalah sebagai berikut :
1. Adanya pelapisanosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan
jenis pekerjaan.
2. Adanya jarak social dan kurangnya toleransi social diantara warganya.
3. Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalahdengan pertimbangan perbedaan
kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
4. Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
5. Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
6. Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan social disebabkan adanya
keterbukaan terhadap pengaruh luar.
7. Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong
sudah mulai tidak terasa lagi
Untuk itu , suatu kota membutuhkan konsep livable city yaitu untuk

Anda mungkin juga menyukai