Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah


Kala 3 selesai.(1) Diperkirakan bahwa 3–5 % pasien obstetri di seluruh dunia
mengalami perdarahan post partum. Sebanyak 140.000 wanita di dunia meninggal
akibat perdarahan post partum setiap tahunnya. Perdarahan post partum merupakan
penyebab tingginya angka kematian Ibu di Indonesia pada tahun 2012 hingga
2013.(2) Penyebab kematian maternal di Kabupaten Tegal pada tahun 2016 adalah
perdarahan sebesar 18,51%, eklamsia sebesar 3,70%, Pre Eklamsia Berat (PEB)
sebesar 29,62%, dan penyebab lainnya sebesar 48,14%.(3) Penyebab dari
perdarahan post partum disebabkan oleh perdarahan dari tempat implantasi
plasenta, perdarahan karena robekan jalan lahir, dan perdarahan karena gangguan
koagulasi.(1)

Perdarahan post partum yang merupakan faktor resiko stroke pasca


persalinan umumnya terjadi dari 5 hari hingga 2 minggu setelah persalinan, dimana
ini merupakan waktu yang rentan ketika sakit kepala akibat sindrom vasokonstriksi
serebral dapat disalahartikan sebagai sindrom pungsi pasca epidural.(4) Stroke
menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak baik fokal
maupun global yang berlangsung dengan cepat, dengan gejala berlangsung >24
jam, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.(5)
Center for Disease Control and Prevention yang dilaporkan oleh Chang dkk (2003)
menyebutkan bahwa stroke menyebabkan 5% dari 4200 kematian ibu terkait
kehamilan di Amerika Serikat tahub 1991-1997 dan merupakan penyebab 2,5%
rawat inap untuk morbiditas berat pada ibu hamil di Amerika Serikat dari tahun
1991 sampai 2003.(1)

Angka kejadian perdarahan post partum yang tinggi dan stroke yang
merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian dan sequele yang tinggi
serta hubungan antara kejadian perdarahan pasca partum dengan kejadian stroke
yang cukup tinggi membuat penulis mengambil judul penulisan stroke pasca
perdarahan post partum.

1
BAB II

PERDARAHAN POST PARTUM

2.1 Definisi

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah


bayi lahir.(6) Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml
setelah Kala 3 selesai(1). Perdarahan post partum bukan suatu diagnosis melainkan
suatu kejadian yang harus dicari penyebabnya. Sifat perdarahan post partum bisa
banyak, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau merembes sedikit demi
sedikit tanpa henti.(6)

2.2 Epidemiologi

Diperkirakan bahwa 3–5 % pasien obstetri di seluruh dunia mengalami


perdarahan post partum. Sekitar 50-60% perdarahan post partum disebabkan oleh
atonia uteri, 16-17% disebabkan oleh retensio plasenta, 23-24% disebabkan oleh
sisa plasenta, 4-5% disebabkan oleh laserasi jalan lahir, dan 0,5-0,8% disebabkan
oleh gangguan pembekuan darah atau faktor koagulasi.(7,8)

Data mengenai perdarahan post partum sendiri di Indonesia masih sangat


sulit ditemukan. Namun perdarahan post partum merupakan penyebab tingginya
angka kematian Ibu di Indonesia pada tahun 2012 hingga 2013. Menurut hasil
penelitian Mu’minatunnisa M et al yang dilakukan di Bandung, dari 3429 jumlah
ibu bersalin di RSUD Kota Bandung tahun 2011 yang mengalami perdarahan post
partum, sebanyak 51% disebabkan oleh retensio plasenta, serta angka kejadian
perdarahan post partum ditemukan paling banyak pada pasien yang berusia diatas
35 tahun (14%).(9)

Sebanyak 140.000 wanita di dunia meninggal akibat perdarahan post


partum setiap tahunnya (1 kematian setiap 4 menit). Perdarahan post partum yang
dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi
lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu

2
setelah bayi lahir.(6) Menurut WHO, kematian ibu di kawasan Asia Tenggara
menyumbang hampir sepertiga jumlah kematian ibu dan anak secara global. Di
Indonesia sendiri, angka kematian Ibu masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup,
dengan penyebab terbanyak adalah perdarahan post partum.(7,8,10) Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal jumlah kematian maternal pada tahun 2014
terdapat 47 kasus. Pada tahun 2015 terdapat 33 kasus dan di tahun 2016 terdapat 27
kasus kematian maternal. Penyebab kematian maternal di Kabupaten Tegal pada
tahun 2016 adalah perdarahan sebesar 18,51%, eklamsia sebesar 3,70%, Pre
Eklamsia Berat (PEB) sebesar 29,62%, dan penyebab lainnya sebesar 48,14%.(3)

2.3 Etiologi(1,6,11)

Penyebab dari perdarahan post partum disebabkan oleh perdarahan dari


tempat implantasi plasenta, perdarahan karena robekan jalan lahir, dan perdarahan
karena gangguan koagulasi. Istilah lain yang dikenal sebagai penyebab perdarahan
post partum adalah 4T, yakni tonus, tissue, trauma, dan thrombin.

 Perdarahan dari tempat implantasi plasenta :


1. Tonus :
Hipotonia sampai atonia uteri yang dapat disebabkan oleh akibat
anastesi, distensi berlebihan (seperti pada gemili, anak besar, dan
hidramnion), partus lama, partus terlalu cepat, persalinan karena induksi
oksitosin, multiparitas, dan riwayat atonia uteri sebelumnya.
2. Tissue :
Akibat sisa plasenta seperti kotiledon atau selaput ketuban yang tersisa
dan retensio plasenta.
 Perdarahan karena robekan jalan lahir :
3. Trauma :
Umumnya terjadi robekan pada uterus, serviks, vagina, perineum,
pecahnya varises pada vulva. Dpat pula terjadi karena episiotomy yang
melebar, dan rupture uteri.

3
 Perdarahan karena gangguan koagulasi :
4. Thrombin
Kelainan pada thrombin yakni gangguan faktor koagulasi atau
pembekuan darah seperti pada penyakit hemofilia A, penyakit Von
Willebrand, purpura trombositopenik idiopatik, koagulasi intravaskular
diseminasi (disseminated intravascular coagulation/ DIC) dan
penggunaan obat-obat antikoagulan.

2.4 Klasifikasi

2.4.1 Berdasarkan Waktu(6)

1. Perdarahan post partum Primer

: yaitu perdarahan post partum yang terjadi dalam 24 jam pertama


kelahiran. Penyebab utama perdarahan post partum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan Pasca post partum

: yaitu perdarahan post partum yang terjadi setelah 24 jam pertama


kelahiran. Perdarahan post partum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

2.4.2 Berdasarkan Penyebab(1,6)


2.4.2.1 Atonia Uteri
 Definisi
Lemahnya tonus / kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir.
 Faktor Predisposisi
- Regangan Rahim berlebihan, dapat disebabkan karena
kehamilan gemili, polihidroamnion, dan anak terlalu besar.
- Kelelahan karena persalinan lama

4
- Kehamilan grande-multipara
- Terdapat mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
- Infeksi intrauterine
- Riwayat atonia uteri sebelumnya
 Penegakan Diagnosis
- Perdarahan aktif > 500 ml pasca bayi dan plasenta lahir dengan
perdarahan banyak, bergumpal, dan palpasi didapatkan fundus
uteri masih setinggi pusat atau lebih
- Kontraksi uterus lembek
 Tatalaksana
- Masase fundus uteri dan merangsang putting susu
- Pastikan plasenta lahir lengkap
- Pemberian Agen Uterotonik , yaitu senyawa yang digunakan
untuk menginduksi kontraksi uterus pasca partum. Diantaranya
adalah :
 Oksitosin, dosis 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9% / RL dengan kecepatan 60 tetes/menit
dan 10 unit IM . Lalu lanjutkan infus oksitosin 20 unit
dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% / RL dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
 Turunan Ergot, jika dengan oksitosin tidak berhasil.
Dosis 0,2 mg methylergonovine secara intramuscular.
Pemberian turunan ergot secara intravena dapat
memberikan efek samping hipertensi.
 Analog Prostaglandin, diantaranya :
o Turunan 15-metil prostaglandin F2α (Carboprost
tromethamine) dengan dosis awal 0,25 mg secara
intramuscular. Dosis ini dapat diulangi dengan
interval 15 – 90 menit dengan dosis maximal 8x
pemberian. Obat ini memiliki efek samping

5
berupa diare, hipertensi, muntah, demam,
flushing, dan takikardi.
o Suposutoria Prostaglandin E2 dengan dosis 20 mg
yang diberikan per rektal.
o Suposutoria Prostaglandin E1 Sintestis
(Misoprostol / Cytotec) dengan dosis 400µg per
rektal. Namun menurut penelitian Gerstenfeld
dan Wing (2001) menyatakan bahwa pemberian
misoprostol per rektal tidak lebih efektif
dibandingkan oksitosin intravena dalam
mencegah perdarahan post partum. Selain itu,
dalam ulasan sistematis Villar dkk (2002)
melaporkan bahwa sediaan oksitosin dan turunan
ergot yang diberikan saat persalinan kala tiga
lebih efektif dibandingkan misoprostol dalam
mencegah perdarahan post partum.
- Jika langkah diatas tidak berhasil maka segera lakukan kompresi
bimanual uterus interna / eksterna / kompresi aorta abdominalis
- Panggil bantuan
- Pasang kanula intravena diameter besar kedua untuk persiapan
transfuse darah
- Eksplorasi kavitas uteri secara manual untuk mencari fragmen
plasenta yang tertinggal/laserasi
- Inspeksi serviks dan vagina secara menyeluruh untuk mencari
laserasi
- Pasang kateter Foley untuk memantau keluar urin
- Resusitasi volume
- Apabila tidak berhasil juga makan persiapan untuk tindakan
operatif dengan pemasangan tampon kondom, kondom dalam
kavum uteri disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet
gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan mengurangi

6
perdarahan dan menghindari tindakan operatif. Ini merupakan
tindakan temporer sebelum tindakan bedah ke Rumah Sakit.
- Tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau dengan histerektomi.
Alternatifnya berupa :

- Ligasi A.Uterina / A.Ovarika

- Operasi ransel B Lynch

- Histerektomi supravaginal

- Histerektomi total abdominal

 Pencegahan
- Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua
wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens
perdarahan post partum akibat atonia uteri.
- Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 mikrogram)
segera setelah bayi lahir.

Gambar 1. Kompresi Bimanual Interna

7
Gambar 2. Kompresi Bimanual Externa

Gambar 3. Kompresi Aorta Abdominlis

2.4.2.2 Retensio Plasenta

 Definisi
Retensio plasenta adalah plasenta yang tetap tertinggal dalam uterus
setelah 30 menit bayi lahir.
 Etiologi
- Plasenta belum lepas dari dinding uterus
- Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi


perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi

8
perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
disebabkan :

- Plasenta Akreta : Implantasi melekat terlalu erat secara abnormal


ke dinding uterus. Akibat ketiadaan total/parsial desiuda basalis
dan ketidaksempurnaan perkembangan lapisan Nitabuch atau
fibrinoid maka vili plasenta melekat ke myometrium.
- Plasenta Inkreta : Keadaan vili plasenta menginvasi sampai
myometrium
- Plasenta Perkreta : Vili korialis menembus seluruh myometrium
sampai perimetrium

Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum


keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta).

Gambar 4. Jenis Retensio Plasenta

 Faktor predisposisi
- Plasenta previa (33% dari 622 kasus)

9
- Bekas seksio sesarea (25 % dari 622 kasus)
- Riwayat kuret berulang (25 % dari 622 kasus)
- Multiparitas (25 % dari 622 kasus)
 Penegakan Diagnosis
- Plasenta tidak lahir 30 menit pasca bayi dilahirkan
- Terdapat perdarahan aktif pasca plasenta dilahirkan dan
kotiledon yang tidak lengkap
- Masih terdapat perdarahan dari ostium uretra eksternum saat
kontraksi rahim baik dan saat robekan jalan lahir telah terjait
 Tatalaksana
- Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%
/ Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit
secara intramuscular. Lanjutkan infus oksitosn 20 unit dalm
1000 ml larutan NaCl 0,9% / Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
- Lakukan tarikan tali pusat terkendali
- Lakukan plasenta manual bila tarikan tali pusat terkendali gagal
- Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (Ampisilin 2 gr IV
dan Metronidazole 500mg IV)
- Atasi / Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat / infeksi.

Gambar 5. Manual Plasenta


10
2.4.2.3 Inversi Uterus

 Definsi
Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum yang
dapat bersifat inkomplit dan komplit.
 Etiologi
- Atonia Uteri
- Serviks yang masih terbuka lebar
- Plasenta akreta / Inkreta / Perkreta
- Penarikan tali pusat terlalu keras
- Tekanan pada fundus uteri, contohnya pada Manuver Crede
- Tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba contohnya
pada batuk keras dan bersin
 Penegakan Diagnosis
- Perdarahan banyak dan bergumpal
- Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa
plasenta yang masih melekat
 Tatalaksana
- Panggil bantuan segera mencakup petugas anastesi dan dokter
lain
- Memasang infus untuk cairan / darah pengganti dan obat
- Plasenta sudah terlepas  Uterus dikembalikan ke posisi semula
dengan mendorong fundus ke atas menggunakan telapak tangan
dan jemari sesuai arah sumbu panjang vagina
- Plasenta belum terlepas  Berikan anestetika perelaksasi uterus
seperti agen inhalasi terhalogenasi dan obat tokolitik
(terbutaline/ritodrine/magnesium sulfat/nitrogliserin) untuk
relaksasi dan reposisi uterus.
- Dilakukan reposisi manual yaitu dengan mendorong
endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati

11
serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi
normalnya.
- Melepaskan plasenta secara manual di dalam uterus
- Setelah mengeluarkan plasenta, berikan tekanan konstan pada
fundus yang mengalami inversi menggunakan kepalan tangan,
dalam upaya mendorong fundus ke atas ke dalam serviks yang
berdilatasi.
- Alternatif lain ekstensikan dua jari tangan secara kaku dan
gunakan jari tersebut untuk mendorong bagian tengan fundus ke
atas.
- Segera setelah uterus berhasil dikembalikan ke posisi
normalnya, hentikan pemberian agen tokolitik
- Mulai infus oksitosin sementara operator mempertahankan
fundus dalam posisi anatomis normalnya dan memantau uterus
secara transvaginal untuk mencari tanda-tanda inversi berulang
- Intervensi bedah dilakukan bila reposisi manual gagal dan
dilakukan laparotomi / histerektomi.

Gambar 6. Reposisi Manual Inversi Uterus

2.4.2.4 Robekan Jalan Lahir


 Definisi
Robekan jalan lahir adalah robekan yang terjadi bisa ringan (lecet,
laserasi), luka episiotomy, robekan perineum, rupture perinei totalis,

12
robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah klitoris,
dan uretra, serta rupture uteri.
 Etiologi
- Akibat episiotomy
- Robekan spontan perineum
- Trauma forceps
- Vakum ekstrasi
 Klasifikasi
- Laserasi Perineum
Semua laserasi pada perineum disertai oleh cedera pada bagian
bawah vagina dalam derajat yang bervariasi. Robekan ini dapat
mencapai kedalam sampai m.sfingter ani dan dapat meluas
hingga menebus dinding vagina.
- Laserasi Vagina
Laserasi terisolasi yang melibatkan sepertiga tengah atau atas
vagina tetapi tidak berkaitan dengan laserasi perineum atau
serviks. Laserasi ini umumnya memanjang dan terjadi karena
cedera yang diperoleh saat persalinan dengan menggunakan
forcep atau vakum namun tetap dapat timbul pada persalinan
spontan.
- Cedera Musculus Levator Ani
Cedera pada m.levator ani dapat terjadi akibat distensi yang
berlebihan. Serat otot terpisah dan terjadi penurunan tonisitas
sehingga mengganggu fungsi diaphragma pelvis. Jika cedera
melibatkan musculus pubocoxygeus dapat pula terjadi
inkontinuitas uri.
- Cedera pada Serviks
Serviks dapat mengalami robekan pada > 50% persalinan per
vagina. Sebagian besar robeka ini < 0,5 cm meskipun robekan
dalam serviks dapat meluas sampai dengan sepertiga atas
vagina. Robekan serviks yang berukuran < 2 cm dapat sembuh

13
dengan cepat dan jarang menyebabkan komplikasi. Pada kasus
yang jarang serviks dapat teravulsi sebagian atau seluruhnya dari
vagina yang dinamakan sebagai kolporeksis. Cedera seperti ini
biasanya terjadi pada rotasi forceps yang sulit dan persalinan
yang dilakukan pada saat serviks belum membuka lengkap.
 Derajat Ruptur Perineum
- Derajat I : Robekan sampai mukosa vagina tanpa mengenai kulit
perineum
- Derajat II : Robekan mengenai mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, dan otot perineum
- Derajat III : Robekan sampai m.sfingter ani
 -Derajat III A : Mengenai sfingter ani < 50%
 -Derajat III B : Mengenai sfingter ani > 50%
 -Derajat III C : Mengenai sfingter ani internum
- Derajat IV : Robekan sampai dinding depan rectum

 Penegakan Diagnosis
- Terdapat perdarahan dengan darah warna merah segar dan
pulsatif sesuai denyut nadi
- Melakukan inspeksi vulva, vagina, dan serviks dengan spekulum
untuk mencari sumber perdarahan
 Tatalaksana
- Anastesi local
- Semua sumber perdarahan harus diklem, diikat, dan luka ditutup
dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan
berhenti.

14
-

Gambar 7. Teknik penjaitan Ruptur Perineum

2.4.2.5 Gangguan Pembekuan Darah


 Kausal gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab
yang lain dapat disingkirkap dan bila ada riwayat pernah mengalami
hal yang sama pada persalinan sebelumnya.
 Faktor Presdisposisi
- Solusio Plasenta
- Kematian janin dalam kandungan
- Eclampsia
- Emboli cairan ketuban
- Sepsis
 Penegakan Diagnosis
- Mudah terjadinya perdarahan setiap dilakukan penjahitan,
perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas
jahitan.
- Pada pemeriksaan penunjang ditemukaan faal hemostasis yang
abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan yang
memanjang, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan terdeteksi
adanya FDP (Fibrin degradation product), perpanjangan test
prothrombin dan PTT (partial thromboplastin time).
 Tatalaksana
- Transfusi darah

15
2.5 Faktor Resiko

Tabel 1. Faktor Resiko Perdarahan post partum(12)


ANTEPARTUM INTRAPARTUM PASCA PARTUM
FAKTOR ETIOLOGI FAKTOR ETIOLOGI FAKTOR ETIOLOGI
RESIKO RESIKO RESIKO
Usia >35 thn Tonus Partus Trauma & Sisa Tissue
presipitatus Tonus Konsepsi
Obesitas Tonus Persalinan Tonus & DIC Thrombin
(BMI >35) memanjang Tissue
Grande Tonus & Korioamnionitis Tonus & Hipotonia Tonus
Multipara Tissue Thrombin yang di
induksi
obat
Abnormalitas Tonus Induksi / Tonus Distensi Tonus
Uterus Augmentasi kandung
Kelainan Thrombin Emboli cairan Thrombin kemih
darah amnion
maternal
Riwayat PPP Tonus & Inversio Uteri Trauma &
& Retensio Tissue Tonus
Plasenta
Anemia Trauma saluran Trauma
dengan Hb < genital
9mg/dl
Perdarahan Tissue & Persalinan Trauma &
ante partum Tonus pervaginam Tonus
(Plasenta dibantu
previa &

16
Solusio
Plasenta)
Overdistensi Tonus Sectio Caesaria Trauma &
Uterus Tonus
Intrauterine Thrombin
Fetal Death

2.6 Manifestasi Klinis & Diagnosis

Tabel 2. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Perdarahan Post Partum


GEJALA & TANDA YANG GEJALA & TANDA KEMUNGKINAN
SELALU ADA YANG TERKADANG DIAGNOSIS
ADA
-Uterus tidak berkontraksi & -Syok Atonia Uteri
lembek
-Perdarahan segera setelah
anak lahir
-Perdarahan segera -Pucat Robekan Jalan Lahir
-Darah segar yang mengalir -Lemah
segera setelah bayi lahir -Menggigil
-Kontraksi uterus baik
-Plasenta lengkap
-Plasenta belum lahir setelah -Tali pusat putus akibat traksi -Retensio Plasenta
30 menit berlebihan
-Perdarahan segera -Inversio uteri akibat tarikan
-Kontraksi uterus baik -Perdarahan lanjut
-Plasenta tidak lengkap -Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya
-Perdarahan segera tinggi fundus tidak berkurang sebagian plasenta

-Uterus tidak teraba -Syok neurogenic Inversio Uteri


-Lumen vagina terisi massa -Pucat & limbung
-Tampak tali pusat
-Perdarahan segera
Nyeri ringan/berat
-Perdarahan segera -Syok Ruptur Uteri
-Nyeri perut berat -Nyeri tekan perut
-Ibu takikardi

17
-Subinvolusi Uterus -Anemia Perdarahan pasca
-Nyeri tekan perut bawah -Demam persalinan tertunda /
-Perdarahan >24 jam setelah endometritis/ sisa
persalinan plasenta

2.7 Alogaritma Penatalaksanaan(12)

18
BAB III
STROKE

3.1 Definisi

Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak
baik fokal maupun global yang berlangsung dengan cepat, dengan gejala
berlangsung >24 jam, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain
selain vaskuler.(5)

3.2 Epidemiologi

Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut,


dan salah satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di beberapa negara di
dunia. Di negara berkembang, secara umum angka kecacatan dan kematian stroke
cukup tinggi, yakni 81% dan 75,2%. Menurut RISKESDAS 2013 prevalensi stroke
di Indonesia meningkat dari 8,3% pada tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun
2014.(13)

American Heart Association (AHA) tahun 2016 melaporkan sebanyak 87%


stroke iskemik, dan sisanya adalah hemoragik (intraserebral, dan subaraknoid). Hal
ini sesuai dengan data Stroke Registry 2012-2014 yang menyebutkan dari 5411
pasien stroke di Indonesia, 67% nya adalah pasien dengan stroke iskemik.(13)

Center for Disease Control and Prevention yang dilaporkan oleh Chang dkk
(2003) menyebutkan bahwa stroke menyebabkan 5% dari 4200 kematian ibu terkait
kehamilan di Amerika Serikat tahub 1991-1997 dan merupakan penyebab 2,5%
rawat inap untuk morbiditas berat pada ibu hamil di Amerika Serikat dari tahun
1991 sampai 2003.(1)

3.3 Faktor Resiko

Faktor resiko stroke dibagi atas modified dan unmodified. Faktor resiko
modified dibagi menjadi mayor; hipertensi, DM, dan riwayat merokok. Sedangkan
faktor resiko modified minor; anemia, hiperkolestrolemia, hiperurisemia, obesitas,

19
dll. Faktor resiko unmodified terdiri dari usia (>50tahun), jenis kelamin, genetik,
dan ras.(5)

3.4 Klasifikasi(5,13)

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu:

A. Stroke iskemik
: yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena
obstruksiatau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan
gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan
dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
- Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam
pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga
bisa terlepas daridinding arteri dan mengalir di dalam darah,
kemudian menyumbat arteri yanglebih kecil.
- Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan
darah yang berasal dari tempat lain,misalnya dari jantung atau
satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral
(emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani
pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

20
- Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang
pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung
di dalam sebuah arteri.
- Peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh
darah yang menuju ke otak.
- Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa
mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan
stroke.
- Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah
rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena
cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung
yang abnormal.

Jenis Stroke Iskemik :

- TIA (Transient Ischemic Attack)


: Episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak yang terjadi dalam waktu kurang
dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko
terjadinya stroke di masa depan.
- RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
: Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam.
- Stroke in Evolution
: ditandai dengan gejala dan tanda neurologis fokal terus
memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau defisit neurologik yang
timbul berlangsung secara bertahap dari bersifat ringan menjadi
lebih berat.
- Completed Stroke

21
: yaitu kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap,
tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang timbul
bermacam-macam, tergantung pada daerah otak mana yang
mengalami infark.
B. Stroke Hemoragik
: Lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan
ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Pembuluh darah yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal. Contoh jenis Stroke Hemoragik adalah :
- Perdarahan Intraserebral
- Perdarahan Subaraknoid
- Aneurisma Intraserebrum
- Malformasi Arteriovena (MAV/AVM)
3.5 Penegakan Diagnosis
 Anamnesis
- Karakteristik gejala dan tanda fungsional (misalnya tidak bisa
berdiri, tidak bisa mengangkat tangan)
- Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurolgis
- Apakah ada kemungkinan presipitasi (apa yang pasien sedang
lakukan pada saat onset dan tidak lama sebelum onset)
- Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai (misalnya: nyeri
kepala, kejang epileptic, panik dan anxietas, muntah, nyeri dada)
- Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit
keluarga yang relevan.(riwayat TIA/stroke terdahulu, hipertensi,
hypercholesterolemia, DM, infark miokard, arteritis, riwayat
penyakit vaskular atau trombolitik pada keluarga)
- Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan (merokok,
konsumsi alkohol,diet, aktivitas fisik, obat-obatan seperti:
kontrasepsi oral, obat trombolitik,antikoagulan, amfetamin).
 Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran dengan Glasgow Coma Scale

22
- Tanda Vital
- Pemeriksaan Generalis terutama :
 Sistem pembuluh perifer. Lakukan asukultasi pada
arteria karotis untuk mencariadanya bising.
 Jantung, lakukan pemeriksaan aukultasi jantung untuk
mencari murmur dandisritmia, serta EKG.
 Retina, lakukan pemeriksaan ada tidaknya cupping
diskus optikus, perdarahanretina, kelainan diabetes.
 Ekstremitas, lakukan evaluasi ada tidaknya sianosis dan
infark sebagai tanda-tandaembolus perifer.
- Pemeriksaan Neurologik :
 Kesadaran
 Pemeriksaan Motorik
 Pemeriksaan Sensorik
 Pemeriksaan Reflek Fisiologis
 Pemeriksaan Reflek Patologis
 Pemeriksaan Nervus Kranialis
 Pemeriksaan Koordinasi & Keseimbangan
- Pemeriksaan Penunjang :
 Analisis laboratorium: urianalisi, HDL, LED, panel
metabolik dasar (Na, K, Cl,bikarbonat, glukosa, nitrogen
urea darah, dan kreatinin), profil lemak serum.
 Pemeriksaan Rongsen toraks untuk mendeteksi
pembesaran jantung.
 Pemeriksaan EKG
 CT – Scan Kepala

23
3.6 Sistem Skoring Stroke
 Siriraj Stroke Score(13)
PARAMETER KATEGORI SKOR
Tingkat Kesadaran Compos Mentis 0
Somnolen – Sopor 1
Koma 2
Muntah Ada 1
Tidak 0
Nyeri Kepala Ada 1
Tidak 0
Ateroma Ada 1
Tidak 0
Total Skor Lebih dari 1 : Hemoragik
Kurang dari 1 : Iskemik
-1 s/d 1 Meragukan

 Rumus Perhitungan Skor :

Jumlah Score Siriraj =

(2,5 x Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri Kepala)


+ (0,1 x Tekanan Diastolik) + (3 x Ateroma) – 12

24
 Alogaritma Stroke Gajah Mada

25
3.7 Tatalaksana(5)
Prinsip Tatalaksana Stroke Iskemik :
- Antitrombus : Antiplatelet miniaspi 1 x 80mg Per Oral
- Neuroprotektif : Citicoline 2 x 500mg IV yang kemudian
dilanjutkan secara peroral dapat dikombinasikan dengan
Vitamin B 1 x 1 Per Oral
- Tatalaksana faktor sistemiknya
- Tatalaksana neurorehabilitasi

26
BAB IV

STROKE PASCA PERDARAHAN POST PARTUM

4.1 Definisi
Stroke pasca perdarahan post partum adalah stroke yang terjadi dan
disebabkan akibat perdarahan yang melebihi 500 ml setelah Kala 3
selesai dan tanpa adanya sebab lain.(1)
4.2 Epidemiologi

Angka kejadian stroke pada kehamilan berkisar 15-35 kasus / 10.000


kehamilan. Menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention
yang dilaporkan oleh Chang dkk (2003) stroke menyebabkan 5% dari 4200
kematian ibu terkait kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991-1997.
Dalam penelitian James, dkk (2005) mengenai 2850 kejadian stroke terkait
kehamilan , melaporkan bahwa 10% pasien stroke terjadi antepartum, 40%
intrapartum, dan 50% pascapartum.(1)

Studi menggunakan data dari 46 rumah sakit di daerah Baltimore-


Washington DC (AS) menyimpulkan bahwa risiko stroke iskemik dan
perdarahan intraserebral (ICH) meningkat pada periode postpartum, tetapi
tidak selama kehamilan, dengan risiko relatif stroke iskemik pada 8.7 dan
28.3 untuk ICH. Namun angka tersebut meningkat ketika resiko dimasukan
pada keadaan masa kehamilan sampai post partum dimana insidensi
menjadi 17,7 per 100.000 untuk stroke dan 11,4 per 100.000 untuk CVT
(Cerebral Venous Trombosis). Studi lain juga menunjukan pada sampel
rawat inap Nasional dari tahun 2000 hingga 2001 menemukan insiden
keseluruhan 34,2 stroke per 100.000 kelahiran, yang mencakup kejadian
iskemik dan hemoragik.(14)

Studi pada populasi Asia menunjukkan bahwa ICH mungkin lebih


umum dibandingkan dengan populasi Barat. Liang et al. menemukan
insiden 13,5 stroke dan 25,4 perdarahan per 100.000 kelahiran di rumah
sakit Taiwan, dan juga merangkum data dari total sembilan studi baru-baru

27
ini, yang menghasilkan insiden rata-rata 21,3 stroke per 100.000 kelahiran.
Data dari studi berbasis populasi Baltimore-Washington DC dan studi
Kanada keduanya menunjukkan bahwa periode risiko tertinggi untuk stroke
adalah postpartum.(14)

Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa


stroke dapat terjadi tanpa faktor resiko yang dapat di modifikasi dan tidak
dapat di modifikasi, khususnya pada pasien wanita dalam keadaan hamil.
Kondisi tertinggi wanita hamil untuk terjadinya stroke adalah pada masa
persalinan sampai 2 minggu post partum.(15)

4.3 Faktor Resiko(1)

Faktor resiko tersering terkait stroke pada kehamilan ada beberapa


bentuk seperti :
- Hipertensi-kronik
- Hipertensi gestasional
- Preeklampsia
- Perdarahan
- Anemia
- Bedah Caesar
- Sepsis masa nifas

4.4 Klasifikasi(1)

Penyebab dan tipe stroke pasca perdarahan post partum sama dengan
tipe stroke pada umumnya. Namun, angka kejadian tiap tipe stroke yang
berbeda seperti yang akan diuraikan dibawah ini.

A. Stroke Iskemik

Stroke iskemik biasanya terjadi karena thrombosis arteri / vena /


embolisasi arteri. Pada kehamilan telah terkumpul bukti bahwa sebagian
wanita dengan eclampsia mengalami infark di bagian-bagian tertentu otak.
Wanita-wanita ini memperlihatkan lesi substansia alba yang menetap

28
beberapa tahun kemudian. Sindrom vasokontriksi otak reversible atau yang
biasa disebut dengan angiopati pasca partum dapat menyebabkan edema
otak luas disertai nekrosis dan infark luas dengan daerah-daerah perdarahan.

Resiko kekambuhan stroke iskemik yang berkaitan dengan


kehamilan adalah rendah kecuali jika terdapat penyebab spesifik yang
menetap. Menurutu penelitian Lamy dkk (2000) meneliti 489 wanita usia
produktif dengan stroke ditemukan 37 wanita dengan stroke iskemik selama
kehamailan / massa nifas dan pada 24 kehamilan berikutnya tidak ada yang
mengalami penyulit stroke berulang.

Stroke iskemik terbagi menjadi 3 jenis yaitu thrombosis arteri


serebri, embolus otak, dan thrombosis vena serebri. Trombosis arteri serebri
disebabkan oleh aterosklerosis dan arteri karotis interna yang paling sering
terkana. Embolus otak paling sering terjadi di arteri serebri media dan lebih
sering terjadi pada paruh terakhir kehamilan dan awal masa nifas. Penyebab
lain embolus otak ada aritmia, fibrilasi atrium, kerusakan katup jantung, dan
endocarditis. Trombosis vena serebri paling sering terjadi di sinus sagitalis
superior dan lateral. Trombosis vena serebri biasanya terjadi pada masa
nifas dan sering berkaitan dengan preeklampsia, sepsis, dan trombofilia.
Meskipun demikian, thrombosis vena serebri terkait kehamilan jarang
terjadi khususnya di negara maju. Insidennya dilaporkan 1 dalam 11.000
kehamilan.

B. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik dibagi menjadi dua ketegori perdarahan, yaitu


perdarahan intraserebrum dan perdarahan subaraknoid. Perdarahan
intraserebrum adalah perdarahan ke dalam substansia otak yang paling
sering disebabkan oleh ruptut spontan pembuluh-pembuluh kecil yang
mengalami kerusakan akibat hipertensi kronik. Pada stroke hemoragik
ternkait kehamilan sering terdapat hipertensi kronik yang mengalami
penyulit preeklampsia. Hipertensi kronik juga berkaitan dengan

29
mikroaneurisma charcot-bouchard di cabang-cabang penetrans arteri
serebri media. Perdarahan subaraknoid lebih sering disebabkan oleh
malformasi serebrovaskular yang sebenarnya normal. Ruptur aneurisma
sakular / berry aneurisma merupakan 80 % penyebab jenis ini. Menurut
Zeeman dkk (2003) melaporkan bahwa aliran darah otak menurun sebesar
20% dari pertengahan kehamilan hingga aterm untuk melindungi otak dari
perdarahan. Namun pada hipertensi gestasional memperlihatkan bahwa
aliran darah ke otak meningkat secara bermakna dan diperkirakan
berbahaya bagi anomaly vascular.

4.5 Patofisiologi

Kejadian stroke pasca perdarahan post partum dapat dijelaskan


dengan keadaan anemia yang terjadi. Dimana perdarahan post partum yang
beresiko untuk terjadinya stroke jika perdarahan post partum tersebut
sampai menyebabkan anemia. Hal ini dapat terjadi karena, anemia adalah
kelainan darah yang paling umum dan telah terbukti sangat terkait dengan
penyakit kardiovaskular serta serebrovaskular. Anemia dianggap sebagai
keadaan hiperkinetik yang mengganggu gen molekul adhesi endotel yang
dapat menyebabkan pembentukan trombus. Selain itu, augmentasi dan
turbulensi aliran darah dapat menyebabkan migrasi trombus ini, sehingga
menghasilkan emboli arteri ke arteri.(15)

Anemia juga merupakan faktor resiko stroke post partum umumnya


terjadi karena perdarahan post partum yang hebat. Anemia subtipe sel sabit
yang dilaporkan sangat terkait dengan angka kejadian stroke. Anemia
subtipe sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan
struktur haemoglobin. Pada anemi jenis ini terjadi deoksigenasi karena
eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat
dibandingkan eritrosit normal. Eritrosit Hb S melekat pada endotel yang
kemudian memperlambat aliran darah. Peningkatan deoksigenasi dapat
mengakibatkan sel darah merah berada dibawah titik kritis dan
mengakibatkan pembentukan sabit di mikrovaskular. Karena kekakuan dan

30
ketidak teraturan sel sabit sehingga sel berkelompok dan menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, iskemik, dan infark yang dapat mengenai serebri
dan menyebabkan thrombosis serebri.(16)

Namun penelitian baru-baru ini juga menunjukan bahwa anemia


jenis defisiensi besi juga dapat menyebabkan kejadian stroke. Walaupun
anemia jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak, namun tidak menutup
kemungkinan anemia ini terjadi pada dewasa dan anemia defisiensi besi
merupakan kasus anemia terbanyak di dunia.(17) Anemia jenis ini
disebabkan oleh asupan makanan yang tidak mencukupi dan penyerapan zat
besi, dan / atau kehilangan zat besi akibat pendarahan yang dapat berasal
dari berbagai sumber seperti usus, rahim atau saluran kemih.

4.6 Tatalaksana(5)

Untuk penatalaksanaan stroke pasca perdarahan post partum sama


dengan penatalaksaan pada kasus stroke pada umumnya. Hal yang paling
utama adalah dengan menjaga suplai darah cerebri agar memiliki perfusi
yang cukup. Cara untuk menjaga suplai darah serebri agar tetap baik adalah
dengan :

- Primary Surver : Airway , Breathing, Circulation


- Menghentikan perdarahan secepatnya
- Mengganti volum darah yang hilang dengan transfusi darah
sesuai yang dibutuhkan
- Secondary Survey : Pemeriksaan generalis menyeluruh
- Ketika keadaan umum stabil, baru tatalaksan stroke sesuai
dengan prinsip tatalaksana :
- Antitrombus : Antiplatelet miniaspi 1 x 80mg Per Oral
- Neuroprotektif : Citicoline 2 x 500mg IV yang kemudian
dilanjutkan secara peroral
- Tatalaksana faktor sistemiknya
- Tatalaksana neurorehabilitasi

31
BAB V
KESIMPULAN

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah


Kala 3 selesai. Perdarahan post partum bukan suatu diagnosis melainkan suatu
kejadian yang harus dicari penyebabnya. Penyebab perdarahan post partum dapat
dibagi menjadi 4 istilah lain yang dikenal sebagai tonus, tissue, trauma, dan
thrombin. Sekitar 50-60% perdarahan post partum disebabkan oleh atonia uteri, 16-
17% disebabkan oleh retensio plasenta, 23-24% disebabkan oleh sisa plasenta, 4-
5% disebabkan oleh laserasi jalan lahir, dan 0,5-0,8% disebabkan oleh gangguan
pembekuan darah atau faktor koagulasi. Menurut beberapa penelitian perdarahan
post partum dapat menjadi salah satu faktor resiko stroke. Penyebab perdarahan
post partum dapat menyebabkan stroke salah satunya karena pasca perdarahan post
partum akan terjadi anemia. Anemia yang berat ini yang dapat menyebabkan
deoksigenasi pembuluh darah serebral sehingga menjadi faktor resiko terjadinya
stroke. Untuk itu penanganan aktif persalinan yang tepat dan penanganan segera
jika terjadi perdarahan post partum sangat penting untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya stroke yang sebagai efek dari perdarahan post partum dan dapat
meninggalkan sequele menetap pada pasiennya.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Gary F C,et al.William Obstetrics. Mc.Graw Hill.2018
2. 12 ALO
3. HIGEIA JURNAL
4. Reece A. Stroke in pregnancy and the postpartum period: University of
Arkansas;2005. Available at:
https://www.mdedge.com/obgyn/article/51034/stroke-pregnancy-and-
postpartum-period. Accessed on 25th April 2019.
5. Munir B. Rianawati SB. Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Sagung Seto; 2017
6. Prawirhadjo S. Perdarahan Pasca Persalinan dalam ilmu kebidanan.Jakarta:
PT Bina Sarwono Prawirhadjo. 2010
7. 2 ALO
8. 3 ALO
9. 12 ALO
10. 13 ALO
11. 9 ALO
12. Persatuan OBGYN INDO
13. Anindhita T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi Jilid 2. Jakarta:
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
14. Tate J, Bushnell C. Womens Health Lead:Pregnancy and stroke risk in
women: NIH Public Access ;2011.p363-74. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3137888/. Accessed on
25th April 2019.
15. Kaiafa G, Savopoulos C, Kanellos I, Mylonas KS, Tsikalakis G, Tegos T,
et all. Anemia and stroke : Where do we stand ?:NCBI:2017. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27480069. Accessed on 25th April
2019.
16. Price S, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. 6th ED.
2nd Vol:EGC;2013
17. Chang Y, Hung S, Ling W, Lin H, Li H, Chung S. Association between
ischemic stroke and iron deficiency anemia: A population based study:
NCBI; 2013. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3857285/pdf/pone.00829
52.pdf. Accessed on 25th April 2019

33

Anda mungkin juga menyukai