Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Rabu/ 27 Maret 2019

Teknologi Bioindustri Golongan : P1


Dosen
: Dr. Purwoko, S.TP,M.Si
Asisten :
1. Wiwit Indrayani (F34150030)
2. Christoper Prananta (F34150089)

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA (KULTIVASI CAIR DAN PADAT)

Disusun oleh
Dhani Dharmawan F34160024
M. Yusuf Fahrur F34160025
Sri Rejeki F3416003

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2019
METODOLOGI

Alat dan Bahan

Pada praktikum kali ini alat yang digunakan adalah autoklaf, inkubator
goyang, labu erlenmeyer, pH meter, spektrofotometer, petri dish, oven. Sementara
bahan yang digunakan adalah Nutrien broth, Bacillus thuringiensis aizawai, urea,
MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, ZnsO4.7H2O, MnSO4.7H2O, CaCO3.

Metode

Tahap Propagasi

Nutrient Broth

Nutrient Broth steril

diinokulasi dengan satu lup Bacillus


thuringiensis aizawai

diinkubasi padainkubator goyang 150 rpm


selama 12 jam

Bacillus thuringiensis
aizawain dalam nutrient broth
Tahap Fermentasi
media fermentasi

diatur pH hingga 7,00 + 0,1

disterilisasi pada suhu 121 oC


selama 15 menit

media fermentasi
steril

penambahan glukosa

media fermentasi +
glukosa

diinokulasi dengan hasil


tahap propagasi

diinkubasi pada suhu kamar

bioinsektisida

Pengambilan Sampel
pH

sampel

diukur dengan pH meter

nilai pH
OD 660 nm
sampel

diukur dengan spektrofotometer

nilai OD

Biomassa Kering

sampel

disentrifugasi 13.000
rpm selama 15 menit

endapan

diambil dan dikeringkan


pada oven suhu 50 oC
selama 24 jam

biomassa kering
Viable Spore Count (VSC)

sampel

dilakukan renjatan panas pada


suhu 70 oC selama 15 menit

dilakukan pengenceran berseri

diinokulasi 0,1 ml ke dalam


Nutrient Agar

diinkubasi selama 24 - 48 jam

dihitung jumlah koloni yang


tumbuh

nilai vsc
Produksi Bioetanol dengan Teknik Kultivasi Substrat Padat
onggok + limbah cair

ditambah kapur hingga pH 6 -


8

diratakan dalam erlenmeyer


dan ditutup dengan
alumunium foil

diotoklaf pada suhu 120 oC


selama 15 menit

media steril

diinokulasi dengan 10% media


propagasi

diinkubasi pada suhu ruang

dipanen pada jam 0, 24, 48,


72, 96

dikeringkan dalam oven suhu


50 oC

dihaluskan dengan alat


penumbuk

produk kering
bioinsektisida
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
[Terlampir]

Pembahasan
Bioinsektisida (insektisida mikrobial) merupakan produk yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang dapat membunuh hama serangga dan vektor pembawa penyakit. Insektisida
mikrobial didefinisikan juga sebagai racun biologis yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
dapat membunuh serangga (entomopathogen). Sebagai entomopathogen, insektisida mikrobial
dapat dikembangkan dari bakteri, virus, fungi, dan protozoa (Ignoffo dan Anderson 1979). Bacillus
thuringiensis merupakan bioinsektisida mikrobial yang cukup banyak digunakan dibandingkan
yang berasal dari mikroba yang lain. Bakteri ini adalah bakteri Gram positif, berbentuk batang,
dan memiliki kemampuan menghasilkan kristal protein selama masa sporulasinya. Sebagai
pengendali hayati, spora dan kristal protein ini dapat bersifat racun pada sistem pencernaan
serangga (Valicente et al. 2010).
B. thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang yang memproduksi kristal
protein pada saat sporulasi. Kristal protein tersebut dinamakan δ-endotoksin (protein Cry) yang
bersifat lethal jika dimakan oleh serangga yang peka. Ketika masuk ke dalam pencernaan, δ-
endotoksin masih dalam bentuk molekul yang besar dan masih dalam bentuk protoksin yang tidak
aktif dan akan aktif pada lingkungan basa. Kristal ini sebenarnya hanya merupakan protoksin yang
jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi poli-peptida yang lebih pendek (27-149 kd)
serta mempunyai sifat insektisidal. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium
di midgut serangga. Toksin B. Thuringiensis menyebabkan terbentuknya pori-pori (lubang yang
sangat kecil) di sel membran di saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari
selsel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan
menyebabkan matinya serangga. Kristal protein yang dihasilkan oleh B. thuringiensis juga
menyebabkan pembengkakan, pengelupasan, dan kerusakan pada sel-sel epitel usus tengah ulat
grayak. Perubahan yang mendasar pada sel-sel usus tengah yang terinfeksi, yaitu adanya
pembesaran inti, perubahan retikulum endoplasma hingga konfigurasinya menyerupai vakuola,
serta peluruhan atau tidak bersatunya mikrofili. Sebagian strain dapat digunakan untuk
bioinsektisida pada larva Ordo Lepidoptera ( Mafazah dan Zulaika, 2017).
Keunggulan bioinsektisida menurut Behle (1999) yaitu spesifik terhadap hama serangga,
aman dan ramah lingkungan, dan tidak mengakibatkan residu pada hasil pertanian dan tanah.
Proses infeksi bakteri Bacillus thuringiensis pada hama tanaman dimulai dengan larva ulat
memakan tanaman yang telah mengandung spora dan kristal protein Bacillus thuringiensis. Lalu
dalam beberapa menit kristal protein berikatan dengan reseptor spesifik pada dinding usus dan ulat
berhenti makan. Beberapa menit kemudian dinding usus pecah sehingga spora dan bakteri masuk
ke dalam jaringan tubuh, toksin pun larut dalam darah, maka dalam 1-2 hari ulat akan mati.
Bioinsektisida memiliki kelebihan dan kelemahan dibanding dengan insektisida kimia.
Kelebihan tersebut diantaranya aktifitas dengan spektrum luas, tidak memberikan efek negatif
pada vertebrata termasuk manusia serta tanaman, mudah diproduksi, memiliki respon cepat
terhadap serangga target, sifat relatif stabil selama penyimpanan, dan sejauh ini belum dilaporkan
adanya resistensi. Sementara kelemahan bioinsektisida dibanding dengan insektisida kimia yaitu
tidak tahan terhadap sinar ultraviolet dan spora dan kristal harus termakan agar berefek insektisida.
Cara produksi bioinsektisida terdiri dari media pertumbuhan, kondisi kultivasi, dan
pemanenan. Media merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi
Bacillus thuringiensis. Menurut Dulmage et al. (1990) medium basal untuk pertumbuhan Bacillus
thuringiensis terdiri dari garam, glukosa, dan asam amino seperti asam glutamat, asam aspartat dan
alanin dalam konsentrasi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan sporulasi Bacillus
thuringiensis. Karbon adalah bahan utama untuk mensintesis sel baru atau produk sel. Beberapa
sumber karbon yang dapat digunakan untuk memproduksi bioinsektisida dari Bacillus
thuringiensis dengan fermentasi terendam adalah glukosa, sirup jagung, dekstrosa, sukrosa,
laktosa, gula, minyak kedelai, dan molase dari bit dan tebu (Dulmage dan Rhodes 1971).
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji pH menggunakan pH meter pada media kultivasi
cair selama 5 hari. Hasil pembacaan pH yang didapatkan untuk media kultivasi cair antara 6,9-8,1
untuk semua kelompok. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971), pH merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan produk bioinsektisida. Hal ini dikarenakan Bacillus
thuringiensis dapat tumbuh pada kisaran standar pH 5.5-8.5 dan tumbuh optimal pada pada pH
6.5-7.5. Berdasarkan literatur tersebut dapat dinyatakan bahwa hasil uji telah sesuai dengan
literatur dimana pH 6,9 dan 8,1 termasuk kedalam rentang tumbuh dari bakteri tersebut. Walaupun
secara keseluruhan bakteri tidak mendapatkan pH optimum untuk pertumbuhannya, namun hasil
uji menunjukan medium yang kami sediakan dapat digunakan dengan baik karena memiliki pH
dalam kisaran standar.
Uji selanjutnya adalah uji biomassa. Menurut Gumbira (1987), semakin lama produk
terfermentasi maka akan terbentuk hasil biomassa yang banyak pula hingga mulai memasuki tahap
stasioner, dimana pertumbuhan mulai statis. Hasil uji menunjukkan peningkatan biomassa terjadi
pada hari ke 0 sampai hari ke 2 dengan nilai 0.09g. Sedangkan pada hari ke 3 terdapat penurunan
yang tidak wajar dengan nilai 0.01g. Pada hari ke 4 dan ke 5 didapatkan nilai 0.01 dan 0.05. Hasil
uji menunjukkan kesesuaian dengan literatur dimana terjadi peningkatan biomassa seiring lamanya
waktu fermentasi yang terjadi pada hari ke 0 sampai hari ke 2. Hari ke 3 didapatkan hasil yang
tidak wajar, hal ini dikarenakan media yang digunakan mungkin terkontaminasi dengan bakteri
lain sehingga biomassanya menjadi tidak maksimal. Hari ke 4 dan ke 5 mulai memasuki fase statis
sehingga perbedaan nilai biomassanya menjadi tidak berbeda jauh karena nutrisi pada media sudah
mulai habis.
Pengukuran kekeruhan atau Optical Density (OD) merupakan salah satu metode langsung
untuk mengetahui pertumbuhan sel. Semakin tinggi nilai OD menunjukkan bahwa semakin keruh
larutan tersebut. Hal ini disebebkan adanya pertumbuhan sel yang membuat kandungan sel di
dalam laruan menjadi meningkat (Darwis et al, 2004).Berdasrkan data hasil praktikum nilai OD
terus mengalami fluktuasi. Pada hari pertama mengalami kenaikan kemudian pada hari – hari
berikutnya nilai OD terus mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur
Darwis et al, 2004 yang menyatakan bahwa nilai kekeruhan akan terus mengalami kenaikan
sampai pada jam ke-30. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena kurang sesuainya lingkungan
tempat tinggal bagi sel, sehingga nilai OD yang dihasilkan mengalami fluktuasi.
Viable Spore Count (VSC) merupakan Analisa untuk mengetahui jumlah spora hidup yang
terkandung dalam serbuk campuran spora kristal. VSC ditentukan dengan melakukan sederetan
pengenceran dan dicawankan pada medium nutrient agar. Cepat lambatnya pembentkan spora
tergantung pada kondisi lingkungan kultur. Biasanya spora akan terbentuk pada lingkungan yang
kurang sesuai bagi sel, misalnya nilai pH yang ekstrim, suhu yang ekstrim dan kurangnya suplai
makanan bagi sel atau kemungkinan lain yang menyebabkan kondisi lingkungan tidak sesuai bagi
sel (Darwis et al, 2004).
Data hasil praktikum menunjukkan bahwa nilai VSC bioinsektisida hasil praktikum
mempunyai nilai TBUD semua kecuali pada saat hari ke-2 yang menghasilkan TSUD. Menurut
Darwis et al, (2004) spora baru terbentuk pada jam ke-9 kemudian terus meningkat sampai jam
ke-30, dan kemudian mengalami fase stasioner sampai jam ke-48. Hal ini berarti hasil praktikum
tidak terlalu sesuai dengan literatur Darwis et al, (2004). Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena
kurang sesuainya lingkungan bagi sel, misalnya nilai pH yang ekstrim, suhu yang ekstrim dan
kurangnya suplai makanan bagi sel, sehingga sel dengan cepat membuat spora.

PENUTUP
Simpulan
Bioinsektisida (insektisida mikrobial) merupakan produk yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang dapat membunuh hama serangga dan vektor pembawa penyakit.
Bioinsektisida bekerja spesifik sehingga hanya akan menyerang serangga yang menjadi sasaran.
Praktikum kali ini melakukan beberapa uji paramater, pH, OD (optical density), biomassa, VSC
(Viable Spore Count), dan kadar air. Uji pH dilakukan untuk melihat kesiapan media, sementara
uji OD, biomassa, dan VSC untuk melihat perkembangan sel. Berdasarkan praktikum yang
dilakukan, uji pH telah sesuai dengan literatur karena pH media berada dalam rentang 5.5-8.5.
Pada pengujian lainnya juga seperti uji OD, biomassa, VSC, telah didapatkan hasil yang sesuai
literatur. Namun, pada beberapa kelompok seperti kelompok 3 pada uji biomassa dan kelompok 5
pada uji OD dan VSC didapatkan hasil yang tidak sesuai literatur karena terjadi kontaminasi.
Diharapkan penggunaan bioinsektisida dapat mengurangi pemakaian insektisida kimia yang telah
banyak menimbulkan kerugian bagi lingkungan.
Saran
Penyiapan media kultivasi harus dilakukan secara aseptis agar tidak terjadi kontaminasi
dan pengamatan harus rutin dilakukan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan literatur
DAFTAR PUSTAKA

Behle. 1999. Makalah Formulations Forum ’99 Formulating Bionsecticides To Improve Residual
Activity. Illinois (UK): University Peoria.
Darwis AA, Syamsu K, & Salamah U. 2004. Kajian produksi bioinsektisida dari
bacillus thuringiensis subsp israelensis pada media tapioka. Journal of
Agroindustrial Technology. 14(1):1-5.
Dulmage HT, Rhodes RA. 1971. Production of Pathogens in Artificial Media. New York (US):
Acad Press.
Gumbira SE. 1987. Bioindustri. Jakarta (ID): Mediatama Sarana Perkasa.
Mafazah A, Zulaika E. 2017. Potensi Bacillus thuringiensis dari Tanah Perkebunan Batu Malang
sebagai bioinsektisida terhadap Larva Spodoptera litura F. Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(2) : 82 –
86.
LAMPIRAN
Tabel 1 Hasil pengamatan bioinsektisida kultivasi cair

Biomassa VSC
Kelompok Hari ke- pH OD
(g) (Spora/ml)
6 0 6.9 - 0.000 TBUD
5 1 0.161 TBUD
4 2 7 0.09 - TSUD
3 3 0.109 TBUD
2 4 7.8 0.01 0.456 TBUD
1 5 8.1 0.05 0.131 TBUD

Tabel 2 Hasil pengamatan bioinsektisida kultivasi padat

Kelompok Hari ke - Kadar air (%)


6 0
5 1
4 2
3 3
2 4 38,5
1 5

Anda mungkin juga menyukai