Anda di halaman 1dari 10

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

DINAS KESEHATAN
UPT. PUSKESMAS CERME
Jalan Raya Cerme Kidul No. 52 Tilp. 031 7990007 email : cermepkm@
yahoo.co.id KODE POS 61171 - GRESIK

PA/UKM/DBD/070

PANDUAN KEGIATAN PJB


DALAM UPAYA MENURUNKAN POPULASI DAN JENTIK
NYAMUK AEDES AEGYPTI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CERME

BAB I
DEFINISI

Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus Grup A dan B yang
bermasalah di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengurm chikungunya dan Japanesa
Encephalitis (JE) ketiga penyakit tersebut sama – sama ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk
tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara lain jenis / spesies nyamuk penularnya, pola
penyebaran, gejala penyakit, tatalaksana pengobatan maupun upaya pencegahannya.

Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta dan
setelah itu, jumlah kasus DBD terus bertambah seiring menimbulkan KLB, tetapi juga
menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain
karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya
usia harapan hidup penduuduk.

Pada tiga tahun terakhir (2008 – 2010) jumlah rata – rata kasus dilaporkan sebanyak 150 –
822 kasus dengan rata – rata kematian 1321 kematian. Situasi kasus DBD tahun 2011 sampai juni
2011 dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian sebanyak 142 orang (LFR = 0,85 %)
dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita DBD pada perempuan sebesar 50,33 % dan laki –
laki sebesar 49,67%. Di sisi lain angka kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi
dibanding laki – laki.

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Kegiatan Penanggulangan DBD adalah sebagai berikut :

A. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan Surveilans kasus secara aktif
maupun pasif, Surveilans Vektor (Aedes SP), Surveilans kegiatan Laboratorium dan
Surveilans terhadap faktor resiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan,
kenaikan suhu, dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate
change).
B. PENEMUAN DAN TATA LAKSANA KASUS
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan
penderita dipuskesmas dan rumah sakit.
C. PENGENDALIAN VEKTOR
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik
nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan
rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia.
Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3 M Plus.
1. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas
2. Secara kimiawi dengan larvasidasi
3. Secara biologis dengan pemberian ikan
4. Cara lainnya (menggunakan repelant, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat
kasa dll.
Kegiatan pengamatan vektor dilapangan dilakukan dengan cara :
1. Mengaktifkan peran dan fungsi jumantik dan dimonitor oleh petugas puskesmas
2. Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3 M” pada saat sebelum musim penularan.
3. Pemeriksaan jentik berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan oleh petugas
puskesmas.
4. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah
pada rapat bulanan POKJANAL DBD yang menyangkut hasil pemeriksaan angka
bebas jentik / ABJ
D. PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru,
tatanan institusi, kantor, tempat – tempat umum dan tempat ibadah. Berbagai upaya secara
politis telah dilaksanakan seperti instruksi Gubernur, Bupati, Wali Kota, Surat Edaran
MENDAGRI, MENDIKNAS, serta terakhir pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen
bersama pimpinan daerah Gubernur Bupati, Wali Kota untuk pengendalian DBD.

E. SISTEM KEWASPADAAN DIRI (SKD) DAN PENANGGULANGAN


KLB upaya SKD KLB ini sangat penting dilakukan untuk mencegah dan apabila
telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan tepat.
Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi
dan penanggulangan seperlunya meliputi fogging fokus penggerakan masyarkat, dan
penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat menampung pasien DBD, baik
penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis dan laboratorium
yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan pasien tidak
mampu.
F. PENYULUHAN
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan Leafleat dan
poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai
dengan kondisi setempat, metode ini antara lain dengan combi, PLA dsb.
G. KEMITRAAN / JEJARING KERJA
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan
saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar.
Wadah kemitraan telah berbentuk melalui SK KEPMENKES 581 / 1992 dan SK
MENDAGRI 441 / 1994 dengan nama kelompok Kerja Oprasional (POKJANAL)
Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam
pengendalian DBD
H. CAPACITY BUILDING
Peningkatan kapasitas dan sumber daya baik manusia maupun sarana dan prasarana
sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam pengendalian DBD.
Sehingga secara rutin perlu diadakan sosialisasi / penyegaran / pelatihan kepada
petugas dari tingkat kader, puskesmas sampai pusat.
I. PELATIHAN DAN SURVEI
Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus dilaksanakan
oleh berbagai pihak antara lain Universitas, Rumah Sakit, Litbang, LSM, dll
Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik vektor, penanganan kasus,
laboratorium, perilaku, obat herbal an saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin
DBD.
J. MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kelurahan /
Desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD.
Mulai dari input, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun
BAB III
TATA LAKSANA

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
pendarahan pasien bermanifestasi ringan dapat berobat jalan sedangkan pasien dengan tanda
bahaya dirawat. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Diagnosa dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda bahaya
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian, dipihak lain, perjalanan penyakit
DBD sulit diramalkan.

a. Tatalaksana Infeksi Dengue dengan Manifestasi Ringan.


Pasien dengan manifestasi ringan dapat berobat jalan tetapi jika ada perburukan harus
dirawat, pasien rawat jalan dianjurkan :
1. Tirah baring, selama masih demam
2. Obat anti piretik atau kempres hangat diberikan apabila diperlukan
3. Untuk menurunkan suhu menjadi < 390 C dianjurkan pemberian paracetamol, aetosal /
salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau
asidosis.
4. Dianjurkan pemberian cairan dan elektlorit per oral, jus buah, sirop, susu disamping air
putih dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5. Monitor suhu, urine dan tanda – tanda bahaya sampai melewati fase kritis
6. Monitor pemeriksaan laboratorium darah rutin berkala
Orang tua atau pasien dinasehati bila setelah demam turun didapatkan nyeri perut
hebat, BAB hitam atau terdapat pendarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan
gusi apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan
sehingga harus segera di bawah segera ke rumah sakit
b. Tata Laksana DBD dan SSD
1. Tatalaksana DBD
Patofisiologi DBD utama adalah kebocoran plasma karena adanya peningkatan
permeabilitas kaplier maka kunci tata laksana DBD terletak pada deteksi secara dini
fase kritis yaitu : saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
kebocoran plasma dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda – tanda bahaya secara awal dan
pemberian cairan larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti
volume plasma sesuai dengan berat ringan penyakit.
Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus
dan penurunan jumlah trombosit yang cepat, secara umum pasien DBD dapat dirawat
dipuskemas perawatan atau rumah sakit
a) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DBD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian carian oral untuk mencegah dehidrasi, apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidadk mau minum muntah atau nyeri anti
piretik, kadang – kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa anti piretik tidak
dapat mengurangi lama demam pada DBD
b) Fase kritis
Periode kritis ini adalah waktu transisi yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3 –
5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang
terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.
Hematoktorit harus diperiksa mnimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu
normal kembali.
Bila sarana pemeriksaan hemtokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemaglobin dapat
digunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif, untuk puskesmas yang
tidak ada alat pemeriksaan HT, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan HB Sahli
dengan estimasi nilai HT = 3x Kadar HB.
b1) Penggantian Volume Plasma
Dasar Patogenesis DBD adalah perembesan plasma yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase febris, fase krisis, fase syok, maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati – hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2 – 3 jam pertama.
Sedangkan pada kasus syok mungkin lebih disesuaikan dengan tanda vital,
kadar hematokrit, dan jumlah colume urin, secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5 – 8 %
b2) Cairan Intravena Diperlukan, Apabila
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok.
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan, Nacl 0,45%. Bila
terdapat asidosis diberikan Natrium Bicarbonat 7,46, 1 – 2 ml/kg BB
Intravena bolus perlahan – lahan pada saat pasien datang, berikan cairan
kristaloid/Nacl 0,9% atau dektrose 5% dalam RL/Nacl 0,9%, 6 – 7 ml/kg
BB/Jam. Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta
trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 – 24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu, anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar HT
cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut – turut maka
tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kg BB/Jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kg BB/Jam
dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24 – 48 jam.
b3) Jenis Cairan
- Kristaloid : Larutan RL, Larutan RL Asestat, larutan garam faali, dektrose
5% dalam larutan ringer laktat/D5/RL, Dektrose 5% dalam
larutan ringer acetat (D5/RA/,) Dektrose 5% dalam ½ larutan
garam faali (D5/1/2. GF) (catatan : untuk resuitasi syok di
pergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dektosa)
- Koloid : Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil Etil Starch 6%
gelafundin
c) Fase penyembuhan/konvalesan.
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesan akan muncul pada daerah extremitas.
Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan. Saat terjadi reaborsi
cairan extravaskuler kembali ke dalam intravaskuler, apabila pada saat itu cairan tidak
dikurangi akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.
2. Tatalaksana SSD
Syok merupakan keadaan kegawatan cairan pengganti adalah pengobatan pertama yang
utama. Berguna untuk mengobati kekurangan volume plasma, pasuen anak cepat
mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam pasien harus
dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda – tanda syok yaitu gelisah, latergi/lemah,
extremitas dingin, bibir sianosis, oliguri dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit ( ≤ 20
mmhg) atau hipotensi dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar
hematokrit meningkat terus – menerus walupun telah diberikan cairan intravena.
Pada penderita SSD dengan fensi tak terukur dan tekanan nadi ≤ 20 mmhg segera
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30 menit, bila syok teratasi
turunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Cairan resusitas awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kg BB secara intravena dalam
30 menit, pada anak dengan BB lebih diberikan cairan sesuai, berat BB ideal dan
umur, bila tak ada perbaikan pemberian cairan kristaloid ditambah cairan koloid.
Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10 – 20
ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit/ pada umumnya pemberian koloid tidak
melebihi 30 ml/kg BB /hari atau maksimal pemberian koloid 1500 ml/hr dan
sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
Setelah pemberian cairan resuitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap
sedangkan kadar hemaktorit turun maka pikirkan adanya perdarahan internal. Maka
dianjurkan pemberian transfusi darah segar/komponen sel darah merah. Apabila
nilai hematorit tetap tinggi maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg
BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kg BB/24 Jam, setelah keadaan klinik
membaik tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar
hematokrit
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik
dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB
/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi
selama 24 – 48 jam.
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun,
dibandingkan dengan nilai HT sebelumnya jumlah urine 1 ml/kg BB/jam atau lebih
merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik. pada umumnya cairan dapat
dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.
Apabila cairan tetap diberikan dalam jumlah yang berlebih pada saat terjadi
reabsorbsi plasma dari extravaskuler (ditandai dengan penurunan kadar HT setelah
pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat
edema paru dan gagal jantung. Penurunan HT pada saat reabsorbsi plasma ini
jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.
Nadi yang kuat tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik
merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.
c) Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit
Hiponatremia dan acidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka
analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.
Apabila asidosis tidak dikoreksi akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana
pasien menjadi lebih kompleks.
Pada umumnya apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan
dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bicarbonat, maka pendarahan sebagai
akibat KID, tidak akan terjadi sehingga heparin tidak diperlukan.
d) Pemberian oksigen
Terapy oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat
pula pada anak sering kali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen
e) Tranfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah eross. Matching harus dilakukan pada setiap pasien
syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock) pemberian
tranfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadang
kala sulit untuk mengetahui perdarahan internal (internal haemorrhage) apabila
hemokonsentrasi, penurunan HT (misal dari 50% menjadi 40% tanpa perbaikan
klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda adanya
perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi perdarahan
karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembeku trombosit
plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID (Koagulasi
Intrabascular Disseminata) dan perdarahan masif KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan hal – hal yang harus diperhatikan pada monitoring
adalah :
1. Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15 – 30 menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi
2. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4 – 6 jam sekali sampai keadaan klinis
pasien stabil
3. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemandtauan, mengenai jenis cairan,
jumlah dan tetesan untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi
4. Jumlah dan frekuensi divresis
Pada pengobatan syok kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah benar – benar terpenuhi dengan baik. Apabila divresis belum
cukup 1 ml/kg BB/jam.
Sedangkan jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda
overload antara lain edema, pernafasan meningkat, maka selanjutnya furosemid
1 mg/kg BB dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil bisa dirujuk ke RS
rujukan.
g) Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif maka pasien DBD seharusnya
dirawat diruang rawat khusus yaitu dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan
ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk
memeriksa kadar Hemoglobin, Hematokrit dan Trombosit yang tersedia selama 24
jam. pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan diruang perawatan DBD.
Paramedis dapat dibantu oleh orang tua pasien untuk mencatat jumlah cairan baik
yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urine dan
mencatat jumlahnya.
h) Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1) Tampak perbaikan secara klinis
2) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3) Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusipleura atau asidosis)
4) Hematokrit stabil
5) Jumlah trombosit > 50.000/ul
6) Tiga hari setelah syok teratasi
7) Nafsu makan membaik

Pelaporan Khusus

Laporan kasus atau tersangka infeksi dengue dari Puskesmas dan Rumah Sakit
perawatan menggunakan formulir KD – DBD dikirimkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dengan tembusan kepada Puskesmas sesuai dengan
domisili/tempat tinggal/pasien yang bersangkutan. Pelaporan dilakukan 24 jam
setelah diagnose kerja ditegakkan. Pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium DBD
dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan/Bagian Mikrobiologi/Bagian
Laboratorium RS setempat.
BAB IV
DOKUMENTASI

Bahwa semua kegiatan P2 DBD dicatat dan dilaporkan ke Dinkes Kabupaten.


Adapun pencatatan tersebut adalah :
1. Pencatatan pelaksanaan PJB
2. Pencatatan pelaksanaan PSN
Sedangkan pelaporan kegiatan DBD adalah sebagai berikut :
1. Penemuan kasus DBD
2. Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi
3. Pelaksanaan penanggulangan kasus (fogging)

Anda mungkin juga menyukai