Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL

BLUD UPTD PUSKESMAS PURWAHARJA 2

BAB I
DEFINISI

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan


oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.
Prinsip kewaspadaan universal (Universal Precaution) di pelayanan
kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan,
serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi
virus lewat darah seperti HIV dan HIB tidak menunjukkan gejala fisik. Kewaspadaan
universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan)
apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan universal berlaku untuk darah,
sekresi ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir.
Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan
mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui (misalnya pasien,
benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem
pelayanan kesehatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan
pokok yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat
pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan
darah serta cairan infeksius lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat
tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah.
Penerapan Kewaspadaan Universal diharapkan dapat menurunkan risiko
penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui
maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di
semua fasilitas pelayanan kesehatan (FPK).
Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari Kewaspadaan
Universal dan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah
penularan patogen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Selain
kebersihan tangan, pemilihan alat pelindung diri (APD) yang akan dipakai harus
didahului dengan penilaian risiko pajanan dan sejauh mana antisipasi kontak
dengan patogen dalam darah dan cairan tubuh.
Untuk mendukung praktik yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan saat
memberikan pelayanan perawatan, semua individu (termasuk pasien dan
pengunjung) harus mematuhi program pencegahan dan pengendalian infeksi di
FPK. Pengendalian penyebaran patogen dari sumber yang infeksius merupakan
kunci program pengendalian sumber penularan infeksi. Salah satu langkah
pengendalian sumber penularan infeksi adalah kebersihan pernapasan dan etika
batuk yang dikembangkan saat munculnya severe acute respiratory syndrome
(SARS), kini termasuk dalam Kewaspadaan Universal.
Peningkatan penerapan Kewaspadaan Universal ini di seluruh dunia akan
secara signifikan menurunkan risiko yang tidak perlu dalam pelayanan kesehatan.
Peningkatan lingkungan kerja yang aman sesuai dengan langkah yang dianjurkan
dapat menurunkan risiko transmisi. Dibutuhkan kebijakan dan dukungan pimpinan
untuk pengadaan sarana, pelatihan untuk petugas kesehatan, dan penyuluhan
untuk pasien serta pengunjung. Hal tersebut penting dalam meningkatkan
lingkungan kerja yang aman di tempat pelayanan kesehatan.
BAB II
RUANG LINGKUP

Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang


dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran
infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat
berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan (Nursalam, 2007).

Semua sarana kesehatan adalah termasuk rumah sakit, puskesmas dan


praktek dokter dan dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau
tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat
menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan
pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan
penularan terjadi. Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus
ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi
terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain
yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular.

Berikut ruang lingkup kewaspadaan universal :


1. Cuci Tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
pencegahan dan pengontrolan infeksi.
Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme
yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total
pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan
dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora transien. Flora residen
adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari
tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanisme
yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora transien
yang flora tansit atau flira kontaminasi, yang jenisnya tergantung dari
leingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat
dihilangkan dari permukaan dengan gerakan mekanis dan pencucian
dengan sabun. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan
sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung
tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit
dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci
sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
digantikan oleh pemakaian sarung tangan. Mencuci tangan dilakukan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun
memakai sarung tangan dan alat pelindung lain. Tindakan ini untuk
menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan
sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja tetap
terjaga. Cuci tangan dilakukan pada saat sebelum: memeriksa (kontak
langsung denagn pasien), memakai sarung tangan ketika akan
melakukan penyuntikan dan pemasangan infus. Cuci tangan harus
dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman.
2. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau
ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan
yang berisiko mencakup tindakan rutin. Jenis alat pelindung: sarung
tangan, masker dan gaun pelindung. Tidak semua alat pelindung tubuh
harus dipakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan
dikerjakan.
a) Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari
kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit
yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi.
Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum
kontak dengan darah atau semua jenis cairan tubuh.
b) Pelindung Wajah (Masker)
Pemakaian pelindung wajah ini dimaksudkan untuk melindungi
selaput lendir hidung, mulut selama melakukan perawatan pasien
yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain.
Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya
merawat pasien tuberkulosa terbuka tanpa luka bagian kulit ataupun
perdarahan. Masker kacamata dan pelindung wajah secara
bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu
melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan
cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka,
mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai. Bila ada
indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka
masker selalu dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung
atau sarung tangan, bahkan sebelum melakukan cuci tangan bedah.
c) Gaun Pelindung (Celemek/ jas pelindung)
Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis
bahan sedapat mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun
pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain. Gaun pelindung
harus dipakai apabila ada indikasi seperti halnya pada saat
membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase,
menuangkan cairan terkontaminasi kedalam wc, mengganti pembalut,
menangani pasien dengan perdarahan masif. Sebaiknya setiap kali
dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun
pelindung. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena kotoran,
darah atau cairan tubuh.
3. Pengelolaan Alat-Alat Kesehatan
Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran
infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam
kondisi steril dan siap pakai. Semua alat, bahan dan obatyang akan
dimasukkan kedalam jaringan dibawah kulit harus dalam keadaan steril.
Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan
yaitu dekontaminasi, pencucian, strerilisasi atau DTT dan penyimpanan,
pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan tergantung pada kegunaan
alat tersebut dan berhubungan dengan tingkat risiko penyebaran infeksi.
4. Pengelonaan Benda Tajam
Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah.
Penularan infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatan,
sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu
tertusuk jarum suntik dan perlukaan alat tajam lainnya. Untuk
menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam
harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak
boleh digunakan lagi. Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan yang
lain yang menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan
steril tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut didaur ulang walaupun
sudah di otoklaf. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas
pertimbangan penghematan karena 17% kecelakaan kerja disebabkan
oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi sesudah
pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan.
Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan
kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah
penggunaannya.
5. Pengelolaan Limbah
Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
a) Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak
kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko
rendah, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang
tunggu pasien, administrasi.
b) Limbah medis bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari
bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh
lainnya disebut sebagai limbah berisiko tinggi. Beberapa limbah medis
dapat berupa: limbah klinis, limbah laboratorium, darah atau cairan
tubuh lainnya, material yang mengandung darah seperti perban,
kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah organik, misalnya
potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misalnya
jarum suntik.
6. Kecelakaan Kerja
Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi secara parenteral melalui
tusukan, luka, percikan pada mukosa mata, hidung atau mulut dan
percikan pada kulit yang tidak utuh, misalnya pecah, terkikis atau kulit
eksematosa. Kejadian seperti tersebut harus dicegah dan keselamatan
petugas harus diutamakan. Apabila kecelakaan terjadi harus
didokumentasikan dan dilaporkan kepada atasan, kepada panitia
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan pada panitia infeksi
nosokomial secepatnya, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya.
Imunisasi dapat dilakukan apabila tersedia, diberikan kepada semua staf
yang berisiko mendapat perlukaan karena benda tajam. Setelah terjadi
kecelakaan harus diberikan konseling.
7. Kewaspadaan Khusus
Kewaspadaan khusus merupakan tambahan pada kewaspadaan
universal, yang terdiri dari tiga jenis kewaspadaan, yaitu:
a) Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (airborne)
b) Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet)
c) Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak
Dalam penerapannya maka dapat berupa kombinasi dari kewaspadaan
universal dan salah satu jenis kewaspadaan khusus tersebut sesuai
dengan indikasinya.
BAB III
TATALAKSANA

Tatalaksana kewaspadaan Universal meliputi :


1. Cuci Tangan
Cuci tangan selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung
tangan, ujung jari dan ibu jari digosok menyeluruh) dengan sabun di air
mengalir setelah berhubungan dengan pasien.
Sarana cuci tangan :
a. Air mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran
pembuangan atau bak penampung yang memadai. Denga guyuran
air mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena
gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan
tidak menempel lagi di permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat
berupa kran atau dengan cara mengguyur drngan gayung, namun
cara mengguyur drngan gayung memiliki risiko cukup besar untuk
terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun
percikan air bekas cucian kembali ke bak penampung air bersih. Air
kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara
sederhana dengan tangki berkran di ruang pelayanan / perawatan
kesehatan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang
memerlukannya. Selain air mengalir ada 2 jenis bahan pencuci
tangan yang dibutuhkan, yaitu: sabun atau deterjen dan larutan
antiseptik.
b. Sabun dan deterjen
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat
dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi
tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari
permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme
semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan,
namun dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau
deterjen maka lapisan kemak dan kulit akan hilang dan membuat kulit
menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan
memberi peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme.
c. Larutan Antiseptik
Larutan antispetik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada
kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau
membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan
kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput
mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas,
aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan
keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing- masing
individu. Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin
dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara
maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah
sbb:
1) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak
mikroorganisme secara luas (grampositif dan gram negatif, virus
lipofilik, basilus dan tuberkulosis, fungi, endospora)
2) Efektifitas
3) Kecepatan aktifitas awal
4) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan
5) Tidak mengakibatkan iritasi kulit
6) Tidak menyebabkan alergi
7) Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
8) Dapat diterima secara visual maupun estetik
2. Alat Pelindung
a. Sarung tangan
Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah
atau terkontaminasi dengan cairan tubuh.
Dikenal tiga jenis sarung tangan, yaitu:
1) Sarung tangan bersih
Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan
digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir
misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka
terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan
bedah bila tidak ada sarung tangan steril.
2) Sarung tangan steril
Adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan
pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril
baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat
tinggi.
3) Sarung tangan rumah tangga
Sarung tangan tersebut dari latex atau viril yang tebal, seperti
sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu
membersihkan alat kesehatan, dan permukaan meja kerja, dll.
Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci
dibilas bersih.
b. Pelindung wajah (masker)
Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya
merawat pasien tuberkulosis terbuka tanpa luka di bagian
kulit/perdarahan. Masker digunakan bila berada dalam jarak 1 meter
dari pasien. Masker, kacamata dan pelindung wajah secara
bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu
melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan
cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka,
mengganti kateter atau dekontaminasi alat bebas pakai. Bila ada
indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka
masker selalu dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung
atau sarung tangan, bahkan sebelum melakukan cuci tangan bedah.
c. Gaun pelindung
Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas
dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh
lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Adapun jenis gaun
pelindung tersebut berbagai macam bila dipandang dari berbagai
aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air dan gaun pelindung
kedap air, gaun pelindung steril dan non steril. Gaun pelindung steril
dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat melakukan
pembedahan, sedang gaun pelindung non-steril dipakai di berbagai
unit yang berisiko tinggi, misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang
pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat, dan
kamar bayi. Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci
dan dapat dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan
kertas kedap air yang hanya dapat dipakai sekali saja (disposable).
Gaun pelindung sekali pakai ini biasanya dipakai dalam kamar bedah,
karena lebih banyak terpajan cairan tubuh yang dapat menyebabkan
infeksi. Gaun pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang
dapat dicuci melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai ulang,
seperti misalnya plastik. Biasanya dipakai sebagai pelapis di bagian
dalam gaun pelindung steril tidak kedap air, untuk mencegah
tembusnya cairan tubuh kepada pemakai atau untuk keperluan lain,
seperti pembersihan, pemulasaran jenazah, dsb. Gaun pelindung
harus dipakai apabila ada indikasi, misalnya pada saat membersihkan
luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan
cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan / WC / toliet,
mengganti pembalut, menangani pasien dengan perdarahan masif,
melakukan tindakan bedah termasuk otopsi, perawatan gigi, dsb.
Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih,
termasuk gaun pelindung, atau celemek. Gaun pelindung harus
segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.
3. Pengelolaan Alat Kesehatan
Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 3 tahap kegiatan, yaitu:
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan, yaitu
suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme pada benda mati, dan tidak digunakan untuk kulit dan
jaringan mukosa. Dapat dijumpai berbagai macam disinfektan di pasaran
dengan daya kerja masing-masing. Salah satu yang biasa dipakai
terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah larutan klorin
0,5% atau 0,05% sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau
permukaan yang akan didekontaminasi.
b. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan alternatif penatalaksanaan
alat kesehatan apabila sterilisator tidak tersedia atau tidak mungkin
dilaksanakan. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme termasuk
virus hepatitis B dan HIV, namun tidak dapat membunuh endospora
dengan sempurna seperti tetanus atau gas gangren. Pada situasi dimana
tetanus masih kering ditemukan, semua peralatan harus disterilisasi.
Ada beberapa cara melakukan disinfeksi tingkat tinggi, diantaranya
adalah dengan cara:
1) Merebus dalam air mendidih selama 20 menit
Merebus tidak memerlukan peralatan yang mahal dan selalu tersedia
maka cara tersebut adalah cara yang lebih disukai di klinik kecil atau
daerah terpencil.
2) Rendam dengan desinfektan kimiawi seperti glutaraldehid,
formaldehid 8%.
3) DTT dengan uap (steamer)
Cara ini adalah yang terbaik untuk DTT sarung tangan.
c. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pengelolaan suatu alat atau bahan dengan tujuan
mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora. Sterilisasi adalah
cara yang paling aman dan paling efektif untuk pengelolaan alat kesehatan
yang berhubungan langsung dengan darah atau jaringan di bawah kulit
secara normal bersifat steril.
Strerilisasi dapat dilakykan dengan 2 cara:
1) Fisik, seperti pemanasan atau radiasi, fitrasi.
2) Kimiawi, menggunakan bahan kimia dengan cara merendam (mis:
dalam larutan glutaraldehid) dan menguapi dengan gas kimia
(diantaranya dengan gas etilin oksida)
4. Pengelolaan Benda Tajam
Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda
tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas
tidak boleh digunakan lagi. Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain
yang menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak
dapat dijamin jika alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah diotoklaf.
Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan
penghematan karena 17 % kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan
sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan
sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan. Hampir 40%
kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat
melakukan penyarungan jarum suntik setelah penggunaannya. Kecelakaan
yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada saat petugas
berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya.
Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik
tersebut melainkan langsung saja dibuang ke tempat penampungan
sementaranya, tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya
seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa
ditutup kembali (recaping), gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu
tangan (single handed recapping method) untuk mencegah jari tertusuk
jarum.
5. Pengelolaan Limbah
Limbah yang berasal dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
a. Limbah rumah tangga, atau limbah non-medis, yaitu limbah yang tidak
kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko
rendah. Semua limbahn yang tidak kontak dengan tubuh pasien
umumnya dikenal sebagai sampah non-medik, yakni sampah-sampah
yang dihasilkan dari kegiatan di ruang tunggu pasien atau penunjang,
raunag administrasi dan kebun. Sampah jenis ini meliputi sisa makanan,
sisa pembungkus makanan, plastik dan sisa pembungkus obat. Sampah
jenis ini dapat langsung dibuang melalui pelayanan pengelolaan sampah
kota.
b. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah kesehatan yang berasal dari
bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien
dan dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat menularkan
penyakit, limbah medis dapat berupa:
1) Limbah klinis
Limbah klinis merupakan tanggung jawab sarana kesehatan lain dan
memerlukan perlakuan khusus. Karena berpotensi menularkan
penyakit, maka dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi. Cara
penanganan limbah klinis ini yaitu dengan cara sebelum dibawa
ketempat pembuangan akhir / pembakaran (insenerator) semua jenis
limbah klinis ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna
kuning, dan ikat secara rapat kantong yang sudah berisi 2/3 penuh.
2) Limbah laboratorium
Setiap jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan
sebagai limbah berisiko tinggi. Cara penanganan limbah laboratorium
ini dengan cara sebelum keluar dari ruang laboratorium dilakukan
strerilisasi dengan otoklaf selanjutnya ditangani secara prosedur
pembuangan limbah klinis, cara penanganan terbaik untuk limbah
medis adalah dengan insenerasi, dan cara lain adalah menguburnya
dengan metode kapurisasi.
3) Limbah berbahaya, adalah limbah kimia yang mempunyai sifat
beracun. Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, disinfektan,
obat-obatan sitotoksik dan senyawa radio aktif.
Upaya penanganan limbah di pelayanan kesehatan meliputi penanganan
limbah cair dan limbah padat (sampah). Adapun teknik penanganan
sampah meliputi pemisahan, penanganan, penampungan sementara dan
pembuangan.
6. Kecelakaan Kerja
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum
suntik bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan
yang cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin
terjadinya infeksi nosokomial yang tidak diinginkan. Yang terpenting disini
adalah segera mencucinya dengan sabun antiseptik, dan usahakan untuk
meminimalkan kuman yang masuk ke dalam aliran darah dengan menekan
luka hingga darah keluar. Bila darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-
kumur dengan air beberapa kali, bila mengenai mata cucilah mata dengan
air mengalir (irigasi) atau garam fisiologis, atau bila percikan mengenai
hidung hembuskan keluar hidung, dan bersihkan dengan air.
7. Kewaspadaan Khusus
Kewaspadaan khusus terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Udara
Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara digunakan untuk
pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan
penularan melalui percikan halus diudara.Kewaspadaan ini bertujuan
untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara, baik yang berupa
bintik percikan di udara (airborne droplet ruclei) atau partikel debu yang
berisi agen infeksi.
2. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Percikan
Sebagai tambahan dari kewaspadaan universal, kewaspadaan terhadap
penularan melalui percikan ditujukan untuk pasien yang diketahui atau
diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan
partikel besar. Transmisi percikan terjadi bila partikel percikan yang
benar dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut
atau konjungtiva mata orang yang rentan. Percikan dapat terjadi pada
waktu seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu
pemeriksaan jalan nafas seperti intubasi atau bronkoskopi. Transmisi
melalui percikan besar berbeda dengan transmisi penularan melalui
udara karena pada transmisi percikan memerlukan kontak yang dekat
antara sumber dan penerima, karena percikan besar tidak dapat
bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat
yang dekat.
3. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Kontak
4. Sebagai tambahan dari kewaspadaan terhadap penularan melalui
kontak digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung (misalnya kontak
tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama perawatan rutin, atau
kontak tak langsung (persinggungan) dengan benda di lungkungan
pasien. Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri bila mungkin.
Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada
kewaspadaan universal terhadap kontak dengan darah dan bahan
tubuh. Pada kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak ini sarung
tangan harus diganti setelah menyentuh bahan yang mengandung
mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (misalnya tinja atau cairan
luka). Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan ruangan dan
kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci antiseptik. Gaun
pelindung yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi
kontak yang cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat
menahan buang air besar (inkontinensia) atau bila ada luka basah yang
tidak dapat ditahan dengan pembalut. Gaun pelindung harus dilepas
sebelum meninggalkan ruangan.
Pasien terinfeksi atau tidak, setiap petugas layanan kesehatan harus
menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan
semua pasien (Menurut pusat informasi penyakit infeksi nosocomial tahun
2009).
BAB III
PENUTUP DAN DOKUMENTASI

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan


kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/ kota.
Sedangkan Kewaspadaan Universal bertanggungjawab hanya untuk sebagian
upaya pembangunan kesehatan di tingkat desa dalam tanggung jawab Puskesmas
yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/ kota sesuai dengan
kemampuannya. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
nasional. Yakni meningkatkan kesadaran, peran serta masyarakat, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja
Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL
BLUD UPTD PUSKESMAS PURWAHARJA 2

PEMERINTAH KOTA BANJAR


DINAS KESEAHATAN
BLUD UPTD PUSKESMAS PURWAHARJA
Jl. Siliwangi No. 149 Telp. (0265) 2731713 Kota Banjar 46333
Email : puskesmaspurwaharja2@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai