Untuk mengetahui arti filsafat pendidikan kita perlu menggunakan 2 pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Tradisional
2. Pendekatan yang bersifat kritis
Pada pendekatan pertama, digunakan untuk memecah kan problem hidup manusia
,dan untuk pendekatan kedua, digunakan untuk problematik pendidikan masa kini.
Berbeda dengan filsafat kritis, pertanyaan yang di susun dapat di lepas kan dari ikatan waktu
(historis), sedangkan jawaban yang di perlukan dapat di cari dari masing-masing aliran, dengan
aliran yang bersangkutan.
Dalam perkembangan tradisi sejarah, filsafat memang sekedar program usulan atau
banding usulan, usulan metafisika yang di ajukan Thales mengenai substansi konkret sebagai
pemula dan eksistensi, dan usulan bandingan Anaximander mengenai masa heterogen.
Sebagaimana Thales (di anggap sebagai filsuf Eropa) pendiri Madzhab Nilesia.
Para filsuf Yunani lainnya, memberikan indikasi adanya masalah baru disertai jawaban
jawabannya. Dan berlanjut pada Plato, Aristoteles (pada periode Yunani klasik). Kemudian
berlanjut pula pada filsuf modern, seperti Descartes, Spinoza, Leibniz, Jhon Locke, Immanuel
Kant dan lainnya.
Ditinjau dari perspektif tersebut, filsafat merupakan suatu subjek spesialis yang
menggunakan alat yang sangat mendasar yaitu alat penalaran filosofis. Alat ini yang
membedakan filsafat dengan disiplin ilmu lainnya, contoh: filsafat matematika dengan tenaga
sosial.
Dua cara dalam mengadakan pendekatan dalam masalah hakikat kenyataan dan hakikat
manusia, melahirkan 2 kesempatan aliran filsafat pendidikan, yakni perenialisme teologis
(filsafat pendidikan keagamaan), dan perenialisme sekuler (filsafat pendidikan sekuler).
Dan lebih di kenal dalam perkembangannya dengan sebutan Esensialisme. Aliran tersebut
memandang manusia sebagai personalcautiousness (kesadaran pribadi), yang memiliki kemampuan
daya cipta terbatas, dan tuhan sebagai yang maha kesadaran mutlak ( Absolut conciousness) kedua
aliran tersebut bersumber tentang antropologi metafisika.