Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“WAKAF DAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN”

Disusun Oleh :
Kelompok 11
Muhammad Hafiz Atthariq (5193351022)
Randy Arie Prayudha (5193151020)
Ferdi Setiawadi (5193351018)
Yuli Hariani (5193151021)

Dosen Pengampu : Sugianto, S.Ag M.Ag


Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam

PRODI PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN KOMPUTER


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kasih-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang mengenai tentang "Wakaf dan Pembagian Harta
Warisan" dengan baik dan tepat waktu.

Kami juga berterima kasih kepada orang-orang yang telah mendukung kami dalam
menyelesaikan tugas ini dan juga kepada dosen pengampu Bapak Sugianto, S.Ag,M.Ag. selaku
pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Kami sadar bahwasannya makalah yang kami buat ini masih belum sempurna dan memiliki
penulisan kata dan tata yang salah. Oleh karena itu, sangat diharapkan kepada pembaca sekalian
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan makalah dilain
waktu.

Kami berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membaca makalah yang
kami buat ini.

Medan, Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima‟iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah,
maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari
ridhaNya. Salah satu alasan pembentukan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf adalah praktik wakaf yang ada di masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan
efisien, salah satu buktinya adalah di antara harta benda wakaf tidak terpelihara dengan baik,
terlantar, bahkan beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Di samping itu,
karena tidak adanya ketertiban pendataan, banyak benda wakaf yang karena tidak diketahui
datanya, jadi tidak terurus bahkan wakaf masuk dalam siklus perdagangan. Keadaan demikian itu
tidak selaras dengan maksud dari tujuan wakaf yang sesungguhnya dan juga akan mengakibatkan
kesan kurang baik terhadap Islam sebagai ekses penyelewengan wakaf, sebab tidak jarang
sengketa wakaf terpaksa harus diselesaikan di Pengadilan.
Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan hal
utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan hal
terpenting yang harus mampu dijalankan. Kesepakatan dalam musyawarah merupakan suatu
nilai dasar kebersamaan dalam kehidupan keluarga yang harus dikedepankan. Kebersamaan
tanpa harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan merupakan
hal terpenting, karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan seharusnya mampu
menjadi pijakan tanpa harus mengedepankan ego dan kepentingan masing-masing pihak. Secara
sederhana pewaris dapat diartikan sebagai seorang peninggal warisan yang pada waktu wafatnya
meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Sedangkan ahli waris adalah
anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam
bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris. Pengertian warisan sendiri adalah soal
apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada
waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Hukum Waris
sendiri adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris. Keberadaan hukum waris sangat
penting dalam proses pembagian warisan, karena dengan keberadaanya tersebut mampu
menciptakan tatanan hukumnya dalam kehidupan masyarakat.
2. Tujuan

1. Untuk mengetahui secara jelas orang yang berhak menerima harta Warisan dan
berapa pembagian nya
2. Untuk menentukan pembagian harta warisan secara adil dan benar.
3. Untuk
4. Untuk

3. Manfaat
Diharapkan dapat bermanfaat dan dapat memahami betul tentang Wakaf dan
Pembagian Harta Warisan serta menambah wawasan pembaca dan semoga dapat
meningkat kan iman dan taqwa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Dalam kompilasi hukum islam, wakaf adalah perbuatan hukum seorang atau
kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta benda
miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.
Wakaf menurut Undang-undang republic Indonesia No. 41 tahun 2004 adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut
syariah.

2. Dasar hukum wakaf


a. Dasar umum wakaf
Hukum wakaf adalah sunah. Berdasarkan dalil-dalil wakaf bagi kepentingan
umat, wakaf merupakan perbuatan yang terpuji dan sangat dianjurkan oleh islam.
Salah satu dalil yang menjadi dasar amalan wakaf adalah Al-Qur’an yang
memerintahkan agar manusia selalu berbuat kebaikan, seperti yang terdapat dalam
surah al-Hajj Ayat 77.

Artinya :
Dan berbuat kebaikan, agar kamu beruntung. (Q.S. al-Hajj/22: 77)
b. Dasar khusus wakaf
Dasar khusu mengenai amalan wakaf dapat dijumpai dalam kisah sahabat
Rasullullah saw. Yang mewakafkan hartanya, yakni Umar bin Khattab,
sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nailul Autar karya seorang ulama al-azhar
(kairo) Syekh Faisal bin Abdul Azis al-Mubarak.

Maka apa yang Tuan perintahkan tentang tanah tersebut?" Maka Beliau
berkata: "Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara) pepohonannya lalu kamu dapat
bershadaqah dengan (hasil buah) nya". Ibnu 'Umar radliallahu 'anhu berkata:
"Maka 'Umar menshadaqahkannya dimana tidak dijualnya, tidak dihibahkan dan
juga tidak diwariskan namun dia menshadaqahkannya untuk para faqir, kerabat,
untuk membebaskan budak, fii sabilillah, ibnu sabil dan untuk menjamu tamu.
Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan
cara yang ma'ruf (benar) dan untuk memberi makan orang lain bukan bermaksud
menimbunnya. Perawi berkata; "Kemudian aku ceritakan hadits ini kepada Ibnu
Sirin maka dia berkata: "ghoiru muta'atstsal maalan artinya tidak mengambil harta
anak yatim untuk menggabungkannya dengan hartanya" (H.R. al-Bukhari: 2532)
Maksud dari pernyataan jika engka suka, tahanlah pangkalnya dan
sedekahkanlah hasilnya, adalah bahwah tanah tersebut boleh diambil manfaatnya.
3. Macam-macam wakaf
a. Wakaf ahly (wakaf keluarga)
Wakaf ahly adalah wakaf yang diserahkan untuk kepentingan pembinaan
anggota keluarga atau kerabatnya. Misalnya, wakaf sesuatu yang produktif untuk
kepentingan pendidikan seluruh anggota jeluarga sampai mereka sukses.
b. Wakaf khairy (wakaf yang baik) atau wakaf social
Wakaf khairy adalah wakaf yang dikeluarkan untuk kepentingan bersama.
Misalnya, wakaf tanah untuk membangun masjid dan madrasah. Wakaf seperti ini
dapat dirasakan oleh masyarakat banyak, tidak seperti wakaf ahly yang
keuntungannya hanya dimiliki oleh keluaragnya saja.

4. Syarat dan rukun wakaf


Untuk sahnya amalan wakaf, kita sebaiknay memperhatikan ketentuan syarat-
syarat berikut.
1. Wakaf tidak dibatasi oleh waktu atau keadaan.
2. Harta wakaf harus dapat dimanfaatkan tanpa mengurangi nilai asetnya.
3. Harta wakaf merupakan harta yang dapat diperjualbelikan sehingga dapat
dinilai dengan mudah.
4. Harta wakaf bukan sesuatru secara alam akan berkurang atau menyusut
melalui proses pembusukan ataupun penguapan.
5. Wakaf bersifat kontan. Artinya, apabila seseorang telah menyatakan
mewakafkan berarti secara kontan harus dipenuhi saat itu juga, tidak boleh
ditunda, atau menunggu keadaan tertentu.
6. Wakaf hendaknya harus jelas kepada siapa benda itu diberikan atau
diwakafkan.
Dalam ibadah wakaf, ada beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu
sebagai berikut.
1. Al-Waqif
Orang yang mewakafkan hartanya disebut waqih, dengan syarat-syarat
sebagai berikut.
- Mampu mempertimbangkan segala sesuatu dengan jernih.
- Tidak punya utang.
- Dengan kemauan sendiri atau bukan karena terpaksa.
- Wakaf tidak boleh dibatalkan.
2. Al-Mauquf
Harta yang sudah diwakafkan disebut mauquf, syarat-syarat mauquf adalah
sebagai berikut.
- Zat benda yang diwakfkan adalah tetap, tidak cepat habis, atau rusak
agar dapat digunakan dalam waktu lama.
- Batas-batasnya harus jelas.
- Milik sendiri/bukan milik orang lain.
3. Al-Mauquf alaih
Penerima wakaf disebut mauquf alaih, syarat-syarat mauquf alaih adalah
sebagai berikut.
- Dewasa, bertangung jawab, dan mampu melaksanakan amanat.
- Sanagat mebutuhkan. Tidak sah berwakaf kepad pihak yang tidak
membutuhkannya.
4. Sighah
Sighah wakaf adalah pernyataan orang yang mewakafkan dan merupakan
tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan. Sighah dapat
dinyatakan dengan lisan atau tulisan. Sighah wakaf harus dinyatakan secara
jelas bahwa ia telah melepaskan haknya atas benda tersebut untuk
diwakfkan.

5. Pengelolaan harta wakaf


Para pengelola wakaf disebut nazir. Pengelola benda wakaf sebaiknya
diserahkan kepada nazir yang memiliki kriteria, yaitu
1. Harus berakal sehat.
2. Dewasa.
3. Harus dapat dipercaya.
4. Profesional, yakni paham dengan pengurusan harta wakaf.
5. Cakap dalam keadministrasian.
Badan pengelola wakaf berhak mendapat imbalan jasa untuk kepluan hidupnya.
Imbalan jasa diambil dari harta wakaf itu sendiri. Imbalan jasa sangat penting karena
dapat meningkatkan kinerja nadir lebih baik. Kenolehan mengambil imbalan jasa
wakaf berdasarkan sabda Nabi Saw. Yang artinya “Dan tidak ada halangan bagi
orang yang mengurusinnya untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang
makruf.”
Nazir berhak mengatur benda wakaf untuk kepentingan komersial sehingga
memberi keuntungan yang besar dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan orang
banyak. Saat ini, banyak orang mewakafkan tanahnya agar dimanfaatkan untuk
kepentingan umum, seperti sekolah, masjid, rumah sakit, atau panti-panti.

6. Hikmah wakaf
Hikmah wakaf, antara lain mendidik manusia agar tidak kikir dan tolong-
menolong sesame manusia unntuk mencari rida Allah Swt. Berbuat baik kepada
orang lain dengan cara memberikan harta kekayaan dalam bentuk benda apa pun
dapat berupa tanah, tidak akan pernah disia-siakan oleh Allah Swt. Sebagai mana
dilakukan oleh Khalifah Umar atau Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kurma
yang paling dicintainya atau Usman yang mewakafkan mata air dan seekor kuda
untuk berburu atau berperang untuk kaum muslim.
B. PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT ALQURAN

Dalam Alquran sangat jelas di cantumkan berapa pembagian harta waris yang harus di
terima oleh setiap ahli waris dan siapa saja yang berhak menerima nya,sebagaimana di dalam
fIrman Allah SWT dalam Alquran surat AnNisa ayat 11, yang Artinya : Allah mensyari'atkan
bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki
sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksan Bagian
laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari
perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah.

Jika saudara laki- laki dan perempuan yang ditinggalkan oleh pewaris dengan jumlah
yang banyak. Pada pembagian saudara- saudara tersebut Sayyid Qutb berpendapat kalau yang
menerima waris beberapa saudara lakilaki dan perempuan , maka saudara laki- laki mendapat
bagian dua kali bagian perempuan , sesuai dengan pedoman umum dalam warisan . pendapat
Qutb tersebut memiliki persamaan dengan mufassir lainnya, baik ulama sebelum maupun
penerusnya. Yakni diantaranya al- Syanqiti berpendapat didalam tafsir jika mereka ( ahli waris itu
terdiri dari ) saudara laki-laki dan saudara perempuan , maka bahagian seorang saudara laki- laki
sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Berikutnya imam Syafi’i berpendapat jika
mereka ( ahli waris itu terdiri dari ) saudara –saudara lakilaki dan perempuan, maka bagian
seorang saudara laki- laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.
C. AHLI WARIS DALAM ALQURAN

Ahli waris adalah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang
yang meninggal. Golongan-golongan ahli waris yang berhak menerima waris dengan sebab yang
telah disepakati seperti di atas, berjumlah 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Mereka
adalah:

1. Golongan laki-laki yang berhak menerima waris


a. Anak laki- laki
b. Cucu laki- laki
c. Ayah
d. Kakek
e. Saudara kandung
f. Saudara seayah
g. Saudara seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung
i. Anak laki-laki saudara se ayah
j. Paman kandung
k. anak dari paman lakilaki se kandung
l. anak dari paman lakilaki se ayah
m. paman se ayah
n. suami
o. orang laki-laki yang memerdekakan budak.

2. Golongan perempuan yang berhak menerima waris

a. Anak perempuan

b. Cucu perempuan dari anak laki-laki

c. Ibu

d. Ibu dari pihak ayah

e. Ibu dari pihak ibu

f. Saudara perempuan kandung


g. Saudara perempuan se ayah

h. Saudara perempuan se ibu

i. Istri

j. Seorang perempuan yang memerdekakan budak

Zawi al-Furud adalah ahli waris yang harta warisannya telah ditentukan di dalam Al
qur'an, yaitu: 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6. Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:

1. Yang mendapat setengah

a. Anak perempuan jika dia sendiri

b. Anak perempuan dari anak laki-laki atau tidak ada anak

c. saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja, kalau saudara perempuan
sebapak seibu tidak ada, dan dia seorang saja.
d. Suami jika tidak punya anak (keturunan).

2. Yang mendapat seperempat

a. Suami, jika istri meninggalkan anak laki-laki/perempuan atau cucu.

b. Isteri, jika suami tidak ada anak dan tidak ada cucu. Kalau isteri lebih dari satu maka
dibagi rata.
3. Yang mendapat seperdelapan Istri yang ditinggal mati suaminya dengan meninggalkan anak
lakilaki perempuan dan selanjutnya / menurun.
4. Yang mendapat dua pertiga

a. Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.

b. Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada.

5. Yang mendapat sepertiga

a. Ibu, jika tidak ada anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak ada pula dua
orang saudara.
b. Dua orang saudara atau lebih dari saudara seayah atau seibu.
6. Yang mendapat seperenam

a. Ibu, jika beserta anak dari anak laki laki atau dua orang saudara atau lebih.

b. Bapak, jika jenazah mempunyai anak atau anak dari laki-laki.

c. Nenek yang shahih atau ibunya ibu/ibunya ayah.

d. Cucu perempuan dari anak laki-laki (seorang atau lebih) jika bersama seorang anak
perempuan. Bila anak perempuan lebih dari satu maka cucu perempuan tidak
mendapat harta warisan.

e. Kakek, jika bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, dan bapak tidak ada.

f. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih). jika beserta saudara perempuan
seibu sebapak. Bila saudara seibu sebapak lebih dari satu, maka saudara perempuan
sebapak tidak mendapat warisan.

Al-Qurtubi menjelaskan, kata furud al muqaddarah: bagian-bagian dari harta warisan


yang telah ditentukan oleh syara' kepada ahlinya atau kepada yang berhak telah tertera
dalam Al qur’an surah an-Nisa dan bagian itu ada enam, yakni setengah (1/2),
seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (23), sepertiga (1/3), dan seperenam
(I/6).

Anda mungkin juga menyukai