Anda di halaman 1dari 88

Skripsi

RAGAM STRUKTUR KALIMAT TASYBIH DALAM TERJEMAHAN

KITAB BALAGHOTUL HUKAMA

(Studi Analisis: Struktur Kalimat Tasybih)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Sastra

Disusun oleh :

Khildah Shulhiyyah

1111024000012

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016
PRAKATA

Segala puji bagi Allah swt, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya. Skripsi ini

akhirnya dapat terselesaikan. Shalawat serta salam terlimpah pada junjungan kita

Nabi Muhammad saw, sahabat dan semua pengikutnya hingga hari kemudian,

semoga kita mendapatkan pertolongan melalui beliau atas izin Allah swt di hari

tiada pertolongan dari siapapun.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

mendapatkan gelar sarjana sastra di jurusan Tarjamah, Fakultas Adab dan

Humabiora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan

saran yang membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak. Peneliti sampaikan

semoga perhatian, bantuan, dukungan dan doa yang diberikan dengan tukus ikhlas

mendapatkan balassan dari Allah SWT, amin.

Selanjutnya ucapan syukur dan hormat peneliti kepada:

1. Prof. Dr. Syukron Kamil, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora, kepada Dr. Moch Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku Ketua

Jurusan Tarjamah, dan kepada Rizqi Handayani, M.A, sebagai Sekretaris

Jurusan Tarjamah.

2. Ahmad Syatibi M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan banyak masukan dan waktunya di tengah kesibukannya serta

kesabaran membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

iv
3. Segenap Dosen Jurusan Tarjamah yang tidak peneliti sebutkan namanya

satu-persatu tanpa mengurangi rasa hormat saya. Terima kasih atas

ketulusan dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu dan pengalaman

yang telah diajarkan, semoga menjadi amal bagi mereka semua dan

senantiasa membawa berkah dan manfaat bagi masa depan peneliti.

4. Kepada Drs. Nawawi M.Ag dan Drs. Ikhwan Azizi M.A sebagai penguji

sidang munaqosyah yang menyempatkan waktu dan kesempatannya dalam

membimbing dalam penelitian ini.

5. Dan tidak lupa kepada orang tua yang selalu mendoakan peneliti dalam

segala kegiatan.

Semoga skripsi yang amat sederhana ini membawa manfaat bagi khasanah ilmu

pengetahuan, terutama bagi diri pribadi peneliti sendiri dan umumnya bagi

masyarakat umum. Akhir kata peniliti ucapkan mohon maaf akan kekurangan

skripsi yang ditulis dan terimakasih.

v
DAFTAR ISI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................ .... . i

PERNYATAAN ................................................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... .. iii

PRAKATA .................................................................................................... .. ... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... ... ..vi

ABSTRAK ....................................................................................................... .. . ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1

B. Pembatasan Rumusan Masalah ........................................................5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. .......5

D. Tinjauan Pustaka........................................................................ .......5

E. Metodologi Penelitian................................................................ .......6

F. Sistematika Penulisan ................................................................... ....7

BAB II KERANGKA TEORI

A. Penerjemahan.....................................................................................9

1. Definisi Terjemahan ............................................................ .......9

2. Jenis-jenis Terjemahan ........................................................ .....11

3. Syarat-syarat penerjemah .........................................................17

B. Balaghah ..........................................................................................19

1. Pengertian Balaghah .................................................................19

2. Cabang-cabang Balaghah ........................................................21

3. Tasybih ....................................................................................23

vi
a. Konsep Tasybih ....................................................................23

b. Rukun Tasybih ......................................................................24

c. Macam-macam Tasybih .......................................................24

1) BerdasarkanSudut Pandang Ada dan Tidaknya Adat .....26

a. Mursal ......................................................................26

b. Muakkad ..................................................................26

2) Berdasarkan Sudut Pandang Ada dan Tidaknya dan Wajh

Syibh .............................................................................27

a. Mufashal ..................................................................27

b. Mujmal ....................................................................27

3) Berdasarkan sudut pandang Ada Atau Tidak Adanya

Adat dan Wajh Syabh ........................................................27

4) Berdasarkan Bentuk Wajh Syabh ..................................28

5) Tasybih Yang Keluar Dari Kebiasaan ...........................29

BAB III TENTANG PENULIS

A. Sekilas tentang Kitab Balaghotul Hukama ......................................33

B. Riwayat Hidup Pengarang ...............................................................33

C. Karya-karyanya ..............................................................................36

BAB IV ANALISIS KESESUAIAN TERJEMAHAN TASYBIH PADA

KITAB BALAGHOTUL HUKAMA

A. Temuan ...........................................................................................37

vii
B. Pembahasan ....................................................................................37

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .....................................................................................54

B. Saran ...............................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...56

LAMPIRAN……………………………………………………………………...58

viii
ABSTRAK

RAGAM STRUKTUR KALIMAT TASYBIH DALAM TERJEMAHAN KITAB

BALAGHOTUL HUKAMA (Studi Analisis: Struktur Kalimat Tasybih).

Khildah Shulhiyyah (1111024000012)

Dalam penelitian ini peneliti menganalisis berapa jenis jumlah struktur kalimat
tasybih yang terdapat pada terjemahan kitab balaghotul hukama dan bagaimana
struktur kalimat tasybih.
Untuk memecahkan masalah di atas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode analisis kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Dengan kata lain, penelitian kualitatif dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data yang terkait dengan masalah yang akan diteliti, yaitu
berupa teks-teks atau kata-kata bukan dengan angka-angka. Sumber data yang
akan digunakan adalah terjemahan kitab balaghotul hukama karya Dr. Azhar
Arsyad.
Dari 147 terjemahan mahfudzat, peneliti menemukan 15 terjemahan yang
mengandung struktur kalimat tasybih. Kemudian terjemahan mahfudzat terpilih
dianalisis sesuai dengan teori ilmu bayan.
Setelah diteliti peneliti menemukan beberapa kalimat tasybih yang sama pada
beberapa terjemahan mahfudzat. Hasil analisis menjawab bahwa struktur kalimat
tasybih yang terdapat dalam terjemahan kitab balaghotul hukama terdiri dari
wajhu syabah, musyabbah, musyabbah bih dan adat tasybih.

Kata kunci: Kalimat Tasybih, Kitab Balaghotul Hukama (Terjemahan), Balaghoh

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Meningkatnya peran sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan bahasa arab

memunculkan asimilasi dengan budaya-budaya sekitarnya serta tidak dapat

dielakkan dengan kontaminasi terhadap bahasa arab murni. Kondisi inilah

yang mendorong para ulama untuk mengembangkan ilmu-ilmu kebahasa

araban termasuk Balaghah.

Salah satu faktor berkembangnya bahasa arab adalah perpindahan lafal-

lafalnya dari satu makna ke makna lain, karena lafal dalam bahasa arab tidak

selalu menetap dalam satu makna, akan tetapi bergerak dan berubah. Hal ini

yang membuat bahasa arab kaya dan selalu bertambah kosakatanya.

Perpindahan lafal dari satu makna ke makna yang lain adalah tuntutan

keadaan dan sesuai dengan beberapa kebahasaan. Sepanjang sejarah, orang

arab telah terbiasa dengan perpindahan makna, mereka tidak hanya

menggunakan kalimat dengan satu makna, akan tetapi mereka menggunakan

makna-makna baru yang disesuaikan dengan kebutuhan diri dan zaman yang

mereka temui dalam kehidupan mereka. 1

Mengenal Balaghah berarti mengenal kehidupan bangsa Arab serta

mengetahui mutu peradaban dan kemajuan akal orang-orang arab yang

kemudian dilanjutkan oleh Islam. Karena balaghah adalah seni keindahan

1
Abdul Ghaffar Hamid Hilal, Ilm Al Dilalah al-Lughawiyah (Kairo, Jami’ah al-Azhar,
tt) h.15

1
bahasa Arab, sebagaimana juga bangsa lain yang mempunyai seni keindahan

dalam bahasa mereka.

Ilmu Balaghoh adalah ilmu yang mempelajari kefasihan berbicara yang

meliputi ilmu ma’ani, bayan dan badi’. Dalam konteks linguistik barat, ilmu

balaghah biasa diterjemahkan dengan retorika. Ilmu Balaghah bertujuan untuk

menyampaikan makna secara jelas dan sempurna ke dalam hati pembaca atau

pendengar. Ungkapan yang indah ialah ungkapan yang mampu menceritakan

kegembiraan yang dahsyat serta ketakutan yang dikemas dengan indah.

Keindahan inilah yang berasal dari pembicara yang mampu mengungkapkan

apa yang ada di dalam hati secara dalam dan sempurna. Seakan akan ada

makna yang melayang dan belum jelas. Keindahan bahasa dapat memberikan

pengaruh besar dalam penyampaian teks/kalam pada aneka bentuk/sighat

kebahasaan.

Salah satu cabang ilmu balaghoh adalah ilmu bayan. Ilmu bayan adalah

kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan suatu pesan dengan

berbagai macam cara yang sebagiannya berbeda dengan sebagian yang lain,

dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.2

Para ahli balaghah sepakat bahwa kajian ilmu bayan mencakup tiga hal,

yaitu Tasybih, Majaz dan Kinayah.Tasybih secara leksikal adalah

‘perumpamaan’. Sedangkan secara terminologis tasybih menyerupakan

sesuatu dengan sesuatu yang lain karena adanya kesamaan dalam satu atau

beberapa sifat denganmenggunakan adat. Suatu tasybih harus memenuhi

2
Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah Antara Al Bayan dan Al Badi’, (Yogyakarta:
Teras,2007)h.1.

2
empat rukun wajib tasybih, yaitu musyabbah bih, musyabbah, wajhu syibh dan

adat tasybih. Wajhu syibh dan adat tasybih merupakan rukun tidak wajib

tasybih, karena bisa saja ada dan bisa saja tidak ada. Ungkapan tasybih

digunakan untuk menjelaskan kemungkinan adanya suatu hal pada

musyabbah, menjelaskan keadaan musyabbah menjelaskan kadar keadaan

musyabbah, menegaskan keadaan musyabbah dan memperindah atau

memperburuk musyabbah. 3

Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makna dan

sarana untuk menjelaskan sifat. Dengan tasybih, kita dapat menambah

ketinggian makna dan kejelasannya serta dapat membuat makna tampak lebih

indah. Contohnya, ungkapan ulama dalam perkataannya ketika melukiskan

orang yang sombong :

‫وﻻ ﺗﻜﻦ ﻛﺎﻟ ّﺪﺧﺎن ﻳﻌﻠﻮ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬

‫وﺿﻴﻊ‬
ٌ ‫اﳉﻮ وﻫﻮ‬
ّ ‫إﱃ ﻃﺒﻘﺎت‬
Artinya:

“Janganlah anda bagaikan asap membumbung tinggi dengan sendirinya


Ke lapisan-lapisan udara padahal ia sendiri hina (tidak ada apa-apanya).

Tasybih lebih terlihat menarik jika keadaan musyabbah dan musyabbah bih

nya tidak jelas (implisit). Kita bisa menetapkan unsur musyabbah dan

musyabbah bih pada tasybih jenis ini setelah menelaah dan memahaminya

secara mendalam. Contoh:

‫َوضْ ِربْ لَھُ ْم َمثَ َل ْال َحيَا ِة ال ﱡد ْنيَا َك َما ٍء أَ ْنز َْلنَاهُ ِمنَ ال ﱠس َمآ ِء‬
‫ض فأَصْ بَ َح ھ َِش ْي ًما ت َْذرُوْ هُ الرﱢ يَا ُح‬ ِ ْ‫ات األَر‬ ْ َ‫ف‬
ُ َ‫اختَلَطَ بِ ِه نَب‬

3
Mamat Zaenuddin, dan Yayan Nurbayan. Pengantar Ilmu Balaghah (Bandung: Refika
Aditama,2007)h.29

3
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah
sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur
karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu
menjadi kering yang di terbangkan oleh angin”

Kata-kata pada syi’ir di atas pada lahirnya tidak berbentuk tasybih. Akan

tetapi jika di tela’ah secara teliti, rangkaian kata-kata tersebut mengandung

pengertian tasybih. Maksudnya adalah menyerupakan keadaan dunia dalam

kesuburannya dan kesegarannya sejak semula. Kemudian lenyaplah kebaikan

darinya secara evolusi yang terjadi pada akhirnya. Demikian itu diserupakan

dengan keadaan tumbuh-tumbuhan yang semakin baik disebabkan air, lalu

kesuburannya bertambah. Namun secara berangsurangsur menjadi kering, lalu

diterbangkan oleh angin. Akhirnya menjadi sesuatu yang tiada sama sekali.

Tasybih juga ada kaitannya dengan terjemahan. setiap penerjemah perlu

mempertimbangkan gaya bahasa dalam konteks penerjemahannya. namun

dalam penerjemahan buku-buku ilmiah, biasanya para penerjemah tidak

terlalu kesulitan sebab gaya bahasa yang digunakan pengarang sumbernya

formal dan informatif yang terkandung dalam buku itu dapat mudah dialihkan.

sebuah karya terjrmahan, sangat dibutuhkan ketelitian para penulis untuk

membuat kalimat yang baik dalam tulisannya, karena dengan itu kalimat

tersebut mudah dipahami oleh pembaca isi makna yang terkandung

didalamnya. Terdapat banyak kesalahan dalam tulisan kebahasaan terhdap

kitab terjemahan, dalam hal ini kesalahan berbahasa ilmiah, kesalahan huruf

dan tanda baca seringkali muncul. Bukan hanya semata-mata karena salah

ketik saja, kesalahan itu antara lain adalah salah tulis huruf atau salah tulis

4
kata. 4 Penyair atau penulis karya sastra dalam menyampaikan ide atau

pikirannya menggunakan gaya bahasa tertentu yang dapat memberi efek bagi

pembacanya maupun mendengarnya. 5

Dengan ini kita dapat menganalisis dan memahami jenis dan macam apa

tasybih yang terkandung dalam kalimat pada suatu syi’ir atau perkataan

lainnya. Maka dari itu peneliti mengambil judul “Terjemahan Kitab

Balaghotul Hukama (studi analisis: Struktur Kalimat Tasybih)” karena belum

ada yang meneliti.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan diuraikan dalam penelitian berdasarkan

keterangan yang didapatakan dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada berapa jenis tasybih yang terdapat dalam kitab Balaghotul Hukama?

2. Bagaimana struktur kalimat tasybih dalam kitab Balaghotul Hukama?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menambah

pemahaman tentang Tasybih:

1. Untuk mengetahui ragam jenis struktur kalimat tasybih dalam kitab

Balaghotul Hukama

2. Untuk mengetahui struktur kalimat tasybih yang terdapat dalam kitab

Balaghotul Hukama

4
Sugihastuti, Editor Bahasa, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar 2006), h. 28
5
Umi Rukhiyatun, Tesis Gaya Bahasa Qasasal Hayawan Fi Al-Qu’ran (Analisis
Stilistika), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga), h.2

5
D. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini peneliti telah menemukan beberapa penelitian tentang struktur

kalimat tasybih pada puisi dan novel. Di antaranya:

‫وجوه التشبيه في رواية "مراكب األحرار" لتنجيب الكيالني‬

Karya Ramdani Rasyid dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan objek

dalam suatu riwayat. Dan

‫صور التشبيه في الشعر الح ّر "شؤن صغيرة" لنزار قبانى في ديوان حبيبتى‬

Karya Muhammad Shodiqin dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan

objek syair hur dan menemukan gambaran tasybih dalam syair tersebut.

Dari pernyataan di atas, peneliti akan menganalisis Terjemahan Kitab

Balaghotul Hukama karya Prof Dr. Azhar Arsyad Studi Analisis Struktur

Kalimat Tasybih karena belum ada yang melakukan.

E. Metodologi Penelitian

Adapun metodologi yang peneliti gunakan dalam skripsi ini yaitu

deskriptif-analisis. Dalam hal ini peneliti bermaksud memecahkan masalah

melalui pencarian data-data kepustakaan. Pustaka yang dimaksud itu, yang

mengulas objek permasalahan, yakni kitab balaghotul hukama dan alat analisis

yaitu teori ilmu bayan serta beberapa buku lainnya yang mendorong penelitian

ini hingga mencapai suatu kesimpulan.

Skripsi ini didasarkan atas temuan kepustakaan, dalam hal ini kitab

balaghotul hukama. Peneliti menganggap dalam kitab balaghotul hukama

terdapat struktur kalimat tasybih. Tentu untuk mengkaji objek penelitian ini,

diperlukan data, dimana data tersebut peneliti bagi ke dalam kategori primer

6
dan sekunder. Sumber primernya berupaterjemahan kitab balaghotul hukama.

Peneliti memulai penelitian ini dengan beberapa tahap. Yaitu dengan

mengumpulkan bahan yang menjadi objek penelitian, serta beberapa jenis

struktur tasybih yang ada dalam terjemahan kitab balaghotul hukama yang

menjadi pembahasan skripsi ini. Kemuadian, peneliti memaparkan pelbgai

permasalahan yang ada di objek permasalahan, dengan berdasarkan data-data

kepustakaan yang peneliti peroleh.

Langkah berikutnya, membahas permasalahan tersebut dengan

menggunakan teori yang dipakai dalam penelitian ini, yakni teori ilmu bayan

sebagai alat analisis. Untuk mendukung penelitian ini penulis juga

memaparkan biografi Azhar Arsyad. Dari pelbagai hal tersebut, penulis

menarik kesimpulan berdasarkan pembahasan yang telah diutarakan

sebelumnya.

Selain itu, penulis menggunakan pelbagai literatur yang membahas secara

langsung tentang struktur tasybih sebagai alat analisis maupun literatur sastra

yang tidak membahas secara langsung mengenai tasybih. Penulis pun

memakai buku-buku yang membahas aspek-aspek terjemahan dan buku yang

mengulas pelbagai problem yang ada dalam imu bayan.

Kemudian dalam penyusunan dan teknik penulisan skripsi, penulis

berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan

Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan ini menggunakan sistematika penulisan yang di dasarkan pada

buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah

7
Jakarta, 2014 yang terdiri dari lima bab dan beberapa sub bab sebagai berikut:

BAB I : Latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : Kerangka Teori yang berisi tentang penerjemahan, definisi dan

jenis-jenisnya serta syarat-syarat penerjemah, balaghah,definisi

dan tasybih.

BAB III : Korpus yang membahas biografi Prof. Dr. Azhar Arsyad M.A,

dan karya-karyanya.

BAB IV : Analisis kesesuaian terjemahan tasybih dalam kitab Balaghotul

Hukama, Temuan dan Pembahasan.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

8
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Penerjemahan

1. Defnisi Terjemahan

Penerjemahan merupakan sebuah kegiatan kompleks yang menuntut

kecermatan. 6 Seorang penerjemah tidak hanya dituntut menguasai bahasa

sumber dan bahasa target dengan baik, namun juga harus menguasai isi materi

yang diterjemahkan. Selain itu, seorang penerjemah juga harus peka terhadap

berbagai faktor sosial, budaya, politik, dan emosi agar dapat menerjemahkan

secara tepat.

Penejemahan menurut bahasa adalah penafsiran. Sedangkan menurut

istilah, penerjemahan adalah proses pemindahan atau penyalinan gagasan, ide,

pikiran, pesan atau informasi lainnya dalam suatu bahasa ke dalam bahasa ain.

Dalam Al-Mu’jam Al-Arabi al-Asasi li al-Natiqin bi Al-Arabiyah wa


7
Muta’alimiha, penerjemahan adalah menerangkan, menjelaskan, dan

menafsirkan, yaitu mengalihkan ide, pesan, makna, dan maksud dari bahasa

sumber ke dalam bahasa sasaran.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti terjemah yaitu menyalin

(memindahkan) dari suatu bahasa ke bahasa lain, atau mengalih bahasakan.

Sedangkan terjemahan berarti salinan bahasa ke bahasa lain. 8

6
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik
(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 223
7
Ali al-Qasimi, Al-Mu’jam Al-Arabi al-Asasi li al-Natiqin bi Al-Arabiyah wa
Muta’alimiha, (Larus: al-Munazamah al –Arabiyah li al-Tarbiyahal-Tsaqafah wa ‘Ulum, 1998), h.
196.
8
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Gramedia, 2008), h. 1047.

9
Harimurti Kridalaksana mendefinisikan penerjemahan sebagai berikut:

Menerjemahkan adalah memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke

dalam bahasa sasaran dengan, pertama-tama mengungkapkan maknanya dan

kedua mengungkapkan gaya bahasanya.9

Catford dan Newmark, seperti dikutip Machali, menggunakan pendekatan

kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan. Catford mendefinisikan

penerjemahan sebagai: “the replacement of textual material in one language

(SL) by equivalent textual material in another language (TL).” Mengganti

bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam

bahasa sasaran. Newmark juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas

lagi “rendering the meaning of text into another language in the way that the

author intended the text” menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa

lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang. 10

Berbeda dari Catford, Levy dalam bukunya Translation as A Decition

Process (dikutip dalam Holidaja, 1993:49) mengemukakan bahwa terjemahan

adalah suatu prose kreatif yang selalu memberi kebebasan atau pilihan kepada

penerjemah dalam menghasilkan makna situasional. Lebih lanjut Levy

mengatakan sebagai suatu proses kreatif, terjemhan memberi peluang kepada

penerjemah dalam bentuk kebebasan atau otonomi untuk menemukan

kesepadanan yang persis menurut konteks situasi. Dengan otonomi ini,

seorang penerjemah memiliki peluang yang besar dan signifikan dalam

mengembangkan keterampilan dan kebiasaannya. Dia bebas untuk berkreasi

9
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia,1993), h. 215.
10
Rochayah Mahali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 77.

10
menginterpretasikan apa yang telah dituliskan oleh penulis asli selama tidak

keluar dari konteks.

Adapun Larson menjelaskan definisi yang lebih operasional bahwa

menerjemahkan berarti mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi

komunikasi dan konteks budaya dari bahasa sumber. Kemudian menganalisis

teks tersebut untuk menemukan makna yang sama dan mengungkapkannya

dengan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan

konteks tersebut. 11

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan

secara umum, adalah memindahkan gagasan, ide atau pikiran dari satu bahasa

(disebut bahasa sumber atau bahasa asli atau source language atau al-Lughah

al-Manqul minha atau al-Lughah al-Matn) ke dalam bahasa lain (disebut

bahasa sasaran atau bahasa penerima atau target language atau al-Lughah al-

manqul ilaiha atau al-Lughah al-syarh.

2. Jenis-jenis Penerjemahan

Ada banyak tipe jenis penerjemahan bahasa sumber ke bahasa sasaran.

Adapun jenis penerjemahan tersebut adalah:

a. Penerjemahan Kata Demi Kata

Penerjemahan kata demi kata adalah suatu tipe penerjemahan yang pada

dasarnya masih sangat terikat pada tataran kata (Catford,1974:25). Dengan

kata lain penerjemahan kata demi kata adalah suatu penerjemahan yang hanya

memindahkan secara langsung isi teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran

11
Milred L Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna: Pedoman Untuk Pemadanan
Antar Bahasa, (Jakarta: Arca,1991) cet. Ke 2 h. 262

11
secara kata demi kata tanpa mengadakan perubahan susunan kata bahasa

sumber ke dalam bahasa sasaran.

Hasil penerjemahan dengan menggunakan cara ini biasanya terasa kaku,

dan seringkali sukar di pahami maksudnya. Karena itu, penerjemahan ini

hanya bisa diterapkan dengan baik bila ada kesamaan struktur antara bahasa

sumber dan bahasa sasaran. Apabila bhasa sumber dan bahasa sasaran tidak

ada kesamaan struktur, maka hasil enerjemahan dengan menggunakan cara ini

tidak akan memuaskan.

b. Penerjemahan Harfiah

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah menczrikan

padanan konstruksi gramatikal teks sumber (Tsu) yang terdekat dalam Tsa.

Contoh dari penerjemahan harfiah ada pada al-qur’an surah al-isra’ ayat 29

yang diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an:

َ ِ‫ك َم ْغلُوْ لّةً إل َى ُعنُق‬


‫ك َوالَ تَ ْب ُسطُھَا ُك ﱠل البَ ْس ِط فَتَ ْق ُع َد َملُوْ ًما َمحْ سُوْ رًا‬ َ ‫َوالَ تَجْ َعلْ يَ َد‬

Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan

janganlah (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu

menjadi tercela dan menyesal.12

Terjemahan tersebut menggunakan metode ini, karena penerjemahannya

hanya mencari padanan konstruksi gramatikal, tetapi masih melepaskannya

dengan konteks.13

12
Al-Qur’an Tiga Bahasa, (Depok:Al Huda Gema Insani,2010)
13
Moch.Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-
Indonesia, h. 31

12
c. Penerjemahan Setia

Penerjemahan setia mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual

walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber, kata-kata

yang bermuatan budaya diterjemahkan tetapi menyimpang dari struktur

gramatikal bahasa sasaran, artinya diupayakan untuk benar-benar setia sesuai

dengan maksud dan tujuan dari bahasa sumber sehingga kosakata kebudayaan

ditransfer dan urutannya tetap dipertahankan sebaik mungkin. Contoh dari

jenis penerjemahan ini terdapat dalam al-qur’an surat al-lahab ayat 4 dan 5:14

ِ َ‫و ْاﻣﺮاَﺗُﻪُ ْ◌ َﲪﱠﺎ ﻟَﺔَ اﳊَﻄ‬


‫ﺐ‬ َ َ
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).

‫ ِ ْﰲ ِﺟْﻴ ِﺪ َﻫﺎ َﺣْﺒ ٌﻞ ِﻣ ْﻦ َﻣ َﺴ ٍﺪ‬.٥


5. Di lehernya ada tali yang disabut yang dipintal

Terjemahan tersebut menggunakan metode penerjemahan setia, karena

kita dapat melihat bahwa penerjemah berusaha untuk setia pada bahasa

sumber. Kesetian tersebut dapat dilihat karena berusaha mempertahankan

ungkapan metaforis yang terdapat dalam teks sumber, padahal ayat tersebut

dapat diterjemahkan cukup dengan:

4. Dan istrinya, penyebar fitnah

5. Di lehernya ada tali dari sabut

Dalam penerjemahan setia, penerjemah sebaiknya berusaha menjaga agar

gaya yang dipakai oleh penulis tidak banyak berubah dalam terjemahannya.

14
Al-Qur’an Tiga Bahasa

13
d. Penerjemahan Semantik

Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantik lebih

ditekankan pada unsur estetika teks sumber dan bersifat lebih fleksibel

sedangkan penerjemahan setia bersifat terikat dengan bahasa sumber.

Walaupun penerjemahan ini bersifat fleksibel, penerjemah harus mampu

memperhatikan makna selama masih dalam batas kewajaran.

Contoh:

15 ِ
‫َﺳﻨَﺎن‬
ْ ‫ﻀ ُﺮ اﻷ‬
َ ‫َﺣ‬
ْ ‫ُﻫ َﻮ أ‬

Jika diterjemahkan menggunakan metode semantik ini maka hasil

penerjemahannya adalah dia orang kampung. Hasil terjemahan tersebut

bersifat fungsional karena dapat dimengerti sekalipun tidak ada pemadanan

budaya, yaitu pemadanan dengan menggunakan idiom serupa dalam bahasa

sasaran. Dalam hal ini, penerjemah berusaha menghasilkan terjemahan yang

relatif sesuai dengan bahasa sasaran dan sesuai yang diharapkan oleh penulis

teks asli.

e. Penerjemahan Adaptasi

Penerjemahan adaptasi ini bentuk penerjemahan yang paling dekat dengan

bahasa sasaran dan berusaha mengubah tetapi tetap selaras dengan budaya

bahasa sumber. Biasanya penerjemahan ini digunakan untuk drama dan puisi,

karena biasanya unsur intrinstik dalam drama dan puisi tetap dipertahankan.

Adapun dalam bahasa karangan ilmiah, logikanya diutamakan, sedangkan

15
M.Zaka Al-Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: rosda, 2011),
h.139

14
contoh-contoh yang berkaitan dikurangi atau bisa sama sekali ditiadakan

hanya diberikan contoh jika sesuai dengan keperluan.

Contoh dalam bahasa inggris seperti pada klausa:

Teks Sumber : As white as snow

Teks Sasaran : Seputih kapas

Contoh dalam bahasa Arab16

‫عا شت بعيدة حيث ال تخطو قدم‬

‫عند الينابيع بأعلي النھر‬

Dia hidup jauh dari jangkauan

Di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih

Hasil penerjemahan di atas menggunakan penerjemahan adaptasi yang

mana penerjemah mengganti unsur-unsur budaya yang ada dalam Bsu dengan

unsur budaya yang mirip dan ada dalam Bsa karena unsur budaya Bsa lebih

akrab bagi pembaca. Karena jika tidak demikian hasil terjemahan tersebut

seperti berikut:

Dia hidup jauh sehingga kaki tidak bisa menjangkaunya

Pada mata air di bagian sungai paling atas

f. Penerjemahan Bebas

Metode ini merupakan penerjemahan dengan bebas tanpa melihat bentuk

aslinya sehingga hasil terjemahan menggunakan metode ini dapat lebih

panjang ataupun lebih pendek dari bentuk aslinya. Bentuk alur dan bentuk

kalimatnya sudah berubah sama sekali.

16
Moch.Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-
Indonesia, h. 33

15
Adapun dalam pencarian padanan pun cenderung berada pada tataran teks,

bukan kata, frasa, klausa atau kalimat. Sehingga akan tampak seperti

memparafrasa bahasa sumber.

Contoh:

The old came again last week17

Jika diterjemahkan dengan metode ini dapat diartikan menjadi:

(1) Wanita tua yang baik hati tersebut datang lagi minggu yang lalu

(2) Wanita tua bawel itu nongol lagi minggu yang lalu

Disini dapat dilihat perbedaan antara terjemahan yang (1) dan (2). Hasil

terjemahan (1) penerjemah menambahkan kata “yang baik hati” agar sesuai

dengan nuansa aslinya. Hasil terjemahan yang (2) penerjemah memasukan

kata “bawel” dan “nongol”, kedua kata tersebut agar sesuai dengan konteks

aslinya dan sesuai dengan pandangan penerjemah sendiri. Dan kata-kata

tersebut tidak terdapat kata atau istilah yang pasti yang dapat diterjemahkan

langsung melainkan hanya terdapat kata yang berkonotasi .

Contoh dalam bahasa arab:

‫اﻟﻮ ْﺟﻪُ اﳉَ ِﺪﻳْ ُﺪ ﻟِ َﻌﺎ ِﺻ َﻤ ِﺔ أَﻟْ َﻤﺎﻧِﻴَﺎ‬


َ
Pembaruan wilayah pemerintahan ibu kota baru (lama) Jerman-Berlin

g. Penerjemahan Idiomatik

Pada metode ini ungkapan idiomatik yang terdapat dalam bahasa sumber

diterjemahkan seperti ungkapan biasa bukan pada ungkapan idiomatik itu

sendiri karena mengutamakan kosakata sehari-hari dan idiom yang tidak

17
Lingua-bahasa.blogspot.com/2013/03/tingkat-kesetiaan-terjemahan-terjemahan.html?m=1

16
terdapat dalam bahasa sumber tetapi bisa digunakan dalam bahasa sasaran.

Sebuah idiom tidak mungkin diterjemahkan secara harfiah (kata demi kata).

Contoh:

‫ﺼﺎ اﻟﺘـ ْﱢﺮ َﺣ ِﺎل‬


َ ‫ﻀ ُﻊ َﻋ‬
َ َ‫َزﻳْ ٌﺪ ﻻَ ﻳ‬
Jika diterjemahkan secara harfiah menjadi “Zaid tidak meletakkan tongkat

dalam perjalanan”. Namun bukan ini makna yang dimaksud oleh orang Arab.

Mereka mengatakan makna tersebut dengan makna “Zaid sering bepergian”.

h. Penerjemahan komunikatif

Pada metode ini, seorang penerjemah berusaha menghasilkan makna yang

sedemikian mudah dan secara tepat, sehingga pembaca langsung mengerti dan

memahami apa yang diterjemahkan. Metode ini memperhatikan pada prinsip

dalam berkomunikasi yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan.

Seperti contoh hubbu al ‘umm la: yamu:tu ‘abadan (kasih ibu sepanjang

jalan).

Berdasarkan beberapa metode di atas, metode G dan H biasanya

memenuhi tujuan utama penerjemahan yaitu ketepatan dan dan efisiensi suatu

teks. Metode D banyak digunakan dalam penerjemahan ekspresif, adapun

metode H banyak digunakan dalam teks informatif atau vokatif.18

3. Syarat-syarat Penerjemah

Untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas, seorang penerjemah

harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan ini terkait dengan sejumlah

kopetensi yang harus dimilikinya, sehingga proses penerjemahan sebagai


18
https://muftiramadlani.wordpress.com/2010/12/25/%E2%80%98-lipia-jakarta/

17
dwitindak komunikasi yang kompleks ini dapat menghadirkan terjemahan

yang berterima. Kompleksitas permasalahan tidak sekedar berkenaan dengan

adanya dua sistem berbeda, tetapi juga berhubungan dengan adanya perbedaan

budaya yang melatari keduanya. Karena itu, seorang penerjemah tidak saja

memiliki kompetensi bahasa, tetapi juga kompetensi budaya. Dua kompetensi

ini saja belum cukup, penerjemah harus memiliki kompetensi transfer,

sehingga dapat menghasilkan terjemahan yang berkualitas, tidak sekedar

akurat, tetapi juga terjemahan dihasilkan memenuhi aspek kejelasan dan

kewajaran.

Neubert (2000) menyebutkan lima kompetensi dasar yang harus dimiliki


seorang penerjemah. Pertama, kompetensi kebahasaan terkait dengan
penguasaan bahasa sumber dan bahasa target. Sebagai dwibahasawan,

penerjemah harus memahami aspek-aspek linguistik dua bahasa sekaligus.


Dengan begitu, penerjemah dapat melakukan analisis sintagmatik dengan
mengidentifikasi relasi setiap kata dalam kalimat. Dalam bahasa Arab dikenal

i’rab sebagai sarana untuk menganalisis ‫‘ وﻇﻴﻔﺔ ﳓﻮﻳّﺔ‬fungsi sintaksis’ setiap


kata dalam kalimat. Kesalahan i’rab dapat menyebabkan kekeliruan dalam
penerjemahan sebuah kalimat.

Kedua, kompetensi tekstual. Kompetensi ini terkait dengan kemampuan

penerjemah memahami isi pembicaraan. Perlu dilakukan analisis sintagmatik

untuk menghasilkan pemahaman tekstual. Pemahaman tekstual diperoleh

setelah penerjemah mengidentifikasi relasi antarkata dalam kalimat. Berkat

kompetensi tekstual, penerjemah dapat menyelami makna yang tertuang dalam

setiap ragam kalimat.

18
Ketiga, kompetensi materi. Pengetahuan penerjemah ihwal bidang ilmu

yang diterjemahkan turut menentukan kualitas hasil terjemahan. Tidak perlu

menjadi pakar di bidang ilmu tersebut. Tetapi paling tidak, harus bisa

memahami wacana beserta istilah-istilah teknis yang berhubungan dengannya.

Disinilah penerjemah perlu menjadi orang yang “tahu sedikit tentang banyak”.

Kompetensi materi ini harus ditunjang dengan kemampuan mendekati

karakter, penalaran dan retorika si penulis, sehingga konstruksi gagasannya

bisa di pahami dengan baik. Dengan begitu tidak akan “tersesat” dalam

memahami teks sumber.

Keempat, kompetensi kultural. Penciptaan sebuah teks tidak terlepas dari

budaya yang melatari penulisnya. Bahasa adalah budaya dan budaya

direalisasikan melalui bahasa. Kelima, kompetensi transfer. Menerjemahkan

berarti mengalihkan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa target. Tidak

semua orang, sekalipun dwibahasawan atau multibahasawan memiliki

kemampuan semacam ini. Penerjemah yang mumpuni sudah pasti memiliki

kompetensi transfer yang baik. Kompetensi ini berkenaan dengan persoalan

strategi penerjemahan, prosedur penerjemahan apa yang akan dipakai agar

menghasilkan terjemahan yang berkualitas.

B. Balaghah

1. Pengertian Balaghah

Secara etimologi berasal dari kata dasar “‫ ”ﺑﻠﻎ‬, yang memiliki arti sama

dengan kata “ ‫ ”وﺻﻞ‬yaitu “sampai atau ujung”. Sedangkan secara terminologi

19
balaghah berarti sampainya maksud hati atau pikiran yang ingin diungkapkan

kepada lawan dialog, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang

benar, jelas, berpengaruh terhadap rasa atau pikiran audiens lewat diksinya

yang tepat, dan juga cocok dengan situasi dan kondisi audiens. Dalam

ungkapan lain balaghah adalah kesesuaian ungkapan atau tulisan dengan

keharusan situasi atau realitas dialog, dimana kata dan kalimat yang digunakan

fasih (jelas), memuaskan, mempesona, bahkan menyihir audiens sehingga

maksud hati atau fikiran yang ingin diungkapkan kepada lawan dialog sampai

secara efektif. 19

Dalam kajian sastra, balaghah ini menjadi sifat dari kalam dan mutakallim,

sehingga lahirlah sebutan ‫ ﻣﺘﻜﻠﻢ ﺑﻠﻴﻎ‬dan ‫ﻛﻼم ﺑﻠﻴﻎ‬. Menurut Abd al-Qadir
Husein (1984), balaghah dalam kalam adalah ‫ﻣﻄﺎ ﺑﻘﺔ اﻟﻜﻼم ﳌﻘﺘﻀﻰ اﳊﺎل‬

dalam arti bahwa kalam itu sesuai dengan situasi dan kondisi para pendengar

menuntut perubahan susunan kalam. Situasi dan kondisi yang menuntut kalam

ithnab tentu berbeda dengan situasi dan kondisi yang menuntut kalam ijaz.

Berbicara kepada orang cerdas tentu berbeda dengan berbicra kepada orang

dungu. Demikian juga dengan tuntutan fashal meninggalkan khitab washal,

tuntutan taqdim tidak sesuai dengan ta’khir, dan seterusnya bahwa untuk

setiap situasi dn kondisi ada kalam yang sesuai dengannya( ‫ﻣﻘﺎل‬ ‫) ﻟﻜﻞ ﻣﻘﺎم‬.
Nilai balaghah setiap kalam bergantung kepada sejauh mana kalam itu

dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi, setelah memperhatikan

fashahah-nya. kalam fashih adalah kalam yang secara nahwiyah tidak

dianggap menyalahi aturan yang mengakibatkan “ "‫ﺿﻌﻒ‬ ‫اﻟﺘﺄﻟﻴﻒ‬ (lemah

19
Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern, (Depok:Raja Grafindo
Persada), cet. 2 h. 136.

20
susunan) dan ta’qid (rumit). Dari aspek bahasa terbebas dari gharabah (asing)

dalam kata-katanya. Dan dalam aspek sharf menurut qiyas adalah “ ‫”اﻷﺟﻞ‬.
Sedangkan secara dzauq terbebas dari tanafur(berat pengucapannya) baik

dalam satu kata, seperti kata “‫ﺸ ِﺰرات‬


ْ َ‫ ”ﻣﺴﺘ‬atau dalam beberapa kata, sekalipun
َ ُْ
satuan kata-katanya tidak. bersifat tanafur. 20

2. Cabang-cabang Balghah

Balaghah mempunyai tiga cabang, yaitu Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan dan

Ilmu Badi’. Ketiganya mempunyai objek kajian yang saling melengkapi.

Ilmu Ma’ani adalah dasar-dasar dan kaidah yang menjelaskan pola kalimat

berbahasa arab agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang

dikehendaki penutur. Tujuan ilmu ma’ani adalah menghindari kesalahan

dalam pemaknaan yang dikehendaki penutur yang disampaikan kepada lawan

tutur.21Dari terminologi ilmu ma’ani yang ingin menyelaraskan konteks dan

teks, maka objek kajiannya berkisar pada pola kalimat berbahasa arab dilihat

dari pernyataan makna dasar (ashly) bukan tab’iy yang dikehendaki oleh

penutur. Menurut as-Sakkaki, yang dikehendaki oleh pembaca model ma’ani

bukan pada struktur kalimat itu sendiri, akan tetapi terdapat pada “makna”

yang terkandung dalam sebuah tuturan. Jadi yang terpenting dalam ma’ani

adalah pemahaman pendengar terhadap tuturan penutur dengan pemahaman

yang benar, bukan pada tuturan itu secara otonom. Adapun objek kajian ilmu

ma’ani meliputi Kalam Khabar, Kalam Insya, Qasr, washal, fashal, Ijaz,

20
Mamat Zaenudin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika
Aditama), 2007, h. 6
21
Ahmad al Hasyimi, Jawahir al Balaghah, (Beirut: Dar al Fikri), 1994, h. 39-40.

21
Ithnab dan Musawah.

Ilmu Bayan secara etimologi berarti penyingkapan, penjelasan dan keterangan.

Sedangkan secara terminologi, ilmu bayan berarti dasar dan kaidah-kaidah

yang menjelaskan keinginan tercapainya satu makna dengan bermacam-

macam metode (gaya bahasa), bertujuan menjelaskan rasionalitas semantis

dari makna tersebut.22

Dari pengertian ilmu bayan yang berisi macam-macam metode untuk

menyampaikan makna, objek kajiannya pun berkisar pada berbagai corak gaya

bahasa yang merupakan metode penyampaian makna yang meliputi Tasybih,

Majaz dan Kinayah.

Al Badi’ secara etimologi adalah kreasi yang dicipta tidak seperti ilustrasi

yang telah ada. Secara terminologi, Ilmu Badi’ adalah ilmu yang mempelajari

beberapa model keindahan stilistika, ornamen perhiasan kalimat yang

menjadikan kalimat indah dan bagus, menyandangi kalimat dengan

kesantunan dan keindahan sesuai dengan situasi dan kondisi.23

Secara garis besar ilmu badi’ mempunyai dua obyek kajian, yaitu

Muhassinat Lafhziyyah ( jinas, iqtibas dan saja’) dan Muhassinat

Ma’nawiyyah (tauriyah, tibaq, muqabalah,husn al-ta’lil, ta’kid al-madh, bima

yusybih al-dzamm dan uslub al-hakim).

22
Ahmad al Hasyimi, Jawahir al Balaghah, (Beirut: Dar al Fikri), 1994, h. 212
23
Ahmad al Hasyimi, Jawahir al Balaghah, (Beirut: Dar al Fikri), 1994, h. 308

22
3. Tasybih

a. Konsep Tasybih

Tasybih secara bahasa artinya menyerupakan.24 Dalam istilah balaghah,

25
‫ﺎق أ َْﻣ ٍﺮ ﺑِﺄ َْﻣ ٍﺮ ﺑﺄداة اﻟﺘﺸﺒﻴﻪ ﳉﺎﻣﻊ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ‬
ُ َ‫اﻟﺘَ ْﺸﺒِْﻴﻪُ ُﻫ َﻮ إِﳊ‬
“yaitu menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan
pernagkat (sarana) tasybih untuk mengumpulkan keduanya.”

Secara etimologis tasybih berarti at –tamtsil (penyerupaan). Sedangkan secara

terminologis adalah menyerupakan antara dua perkara atau lebih yang

memiliki kesamaan sifat (satu atau lebih) dengan suatu alat karena ada tujuan

yang dikehendaki oleh pembicara.26

Contoh:
ِ‫ﺎب وﺿﻮِءﻩ‬
ِ ِ
ْ َ َ ‫َواﻟْ َﻤ ْﺮءُ إﻻﱠ َﻛﺎاﻟ ﱢﺸ َﻬ‬
ِ
ْ ‫ﻳـُ َﻮ ِاﰱ َﲤَ َﺎم اﻟﺸ‬
ُ ‫ﱠﻬ ِﺮ ﰒُﱠ ﻳُﻐْﻴ‬
‫ﺐ‬
“Tiadalah seseorang itu kecuali seperti bulan dan cahayanya,
Ia menempati sebulan penuh kemudian menghilang”

‫ﻀ ْﻮ َاﻣﺂ ِرﻳَ ُﻜ ْﻢ ِﻋ َﺠﺎﻻًإِﱠﳕَﺎ‬


ُ ْ‫ﻓَﺎﻗ‬

‫َﺳ َﻔﺎ ِر‬ ِ


ْ ‫أ َْﻋ َﻤ ُﺎرُﻛ ْﻢ َﺳ َﻔٌﺮ ﻣ َﻦ اﻷ‬
“Selesaikanlah hajat-hajat kalian dengan segera
Sesunnguhnya usia kalian, (laksana) bepergian dari beberapa bepergian”

24
. 247 .‫ص‬,(‫ م‬1991 ,‫ دار الفكر‬:‫ )بيروت‬,‫ في المعاني و البيان و البديع‬:‫ جواھر البالغة‬,‫أحمد الھاشمي‬
25
.17 .‫ص‬,(1987 ,‫ دارالفرقان للنشر والتوزيع‬:‫ البالغة و فنونھا وافنانھا )االردات‬,‫فضل حسن عباس‬
26
Ahmad al-Hasyimiy, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma’aniy wa al-Bayan wa al-Badi’,
(Indonesia: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah,1960), h. 246.

23
‫ﺎﺳﻨِﻪ‬
ِ ‫ِﰲ ﻃَْﻠﻌ ِﺔ اﻟْﺒ ْﺪ ِر َﺷﻲء ِﻣﻦ َﳏ‬
َ ْ ٌْ َ َ

‫ﺐ ِﻣ ْﻦ ﺗَـﺜَـﻨﱢـْﻴـ َﻬﺎ‬ ِ ِ ‫ﻀﻴ‬ ِ ِ


ٌ ‫ﺐ ﻧَﺼْﻴ‬ ْ ‫َوﻟ ْﻠ َﻘ‬

“Dalam terbitnya bulan purnama terdapat suatu dari kebaikan-kebaikannya

Dan bagi sbuah batang ada bagian dari kelenturanya”

Dari contoh di atas sudah dapat dimengerti bahwa unsur penting tasybih

adalah penyerupaan. Yaitu penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Dengan demikian, apabila dijumpai struktur kalimat berisi penyerupaan

seperti contoh di atas, maka struktur kalimat tersebut dapat dipastikan sebagai

tasybih.

b. Rukun Tasybih

Rukun tasybih ada empat27, yaitu:

1. Yang diserupakan (‫)ﻣﺸﺒّﻪ‬.

Musyabbah adalah sesuatu yang diserupakan. Dalam sebuah kalimat tasybih,

musyabbah dapat ditelusuri dengan bertanya, “sesuatu apakah yang

diserupakan?”. Maka jawabannya dipastikan menunjukkan sebagai

musyabbah.

Contoh:

“Ilmu seperti samudera dalam segi luas”

Pertanyaannya dalam rangka menelusuri musyabbah adalah “apakah yang

diserupakan dalam kalimat di atas?” jawabannya: “ilmu”.

Dengan demikian “ilmu” disebut musyabbah karena “ilmu” merupakan

27
.144 .‫ ص‬,(.‫ت‬.‫ د‬,‫ مكتبة غريب‬:‫ )القاھرة‬,‫ نحو بالغة جديدة‬,‫محمد عبد المنعم خفاجي و عبد العزيز شرف‬

24
sesuatu yang diserupakan.

2. Unsur yang diserupakan dengannya (‫ﺑﻪ‬ ‫)ﻣﺸﺒّﻪ‬


Musyabbah bih adalah sesuatu yang diserupakan dengannya.

Contoh:

“Ilmu seperti samudera dalam segi luas”

Pertanyaannya dalam menelusuri musyabbah bih adalah “ilmu diserupakan

dengan apa?” jawabannya: “samudera”.

Dengan demikian “samudera” disebut musyabbah bih karena “samudera”

merupakan sesuatu yang diserupakan dengannya.

3. Kata yang mengandung arti serupa (‫)أداة‬

Yaitu suatu lafaz yang menunjukkan adanya persamaan (antara dua hal

atau lebih), serta mendekatkan musyabbah pada musyabbah bih dalam

sifatnya. 28

Atau bisa dikatakan sarana atau perangkat untuk menyamakan. Sedangkan

adat tasybih ada tiga macam. Pertama, huruf, yaitu ,‫ اﻟﻜﻒ‬dan ‫ﻛﺄ ّن‬, kedua
isim, yaitu ‫ ﳑﺎﺛﻞ‬,‫ ﻣﺸﺎﺑﺔ‬,‫ ﻣﺜﻞ‬,‫ ﳓﻮ‬dan ketiga fi’il, yaitu ,‫ ﻳﻀﺎرع‬,‫ ﻳﺸﺎﺑﻪ‬,‫ ﳝﺎﺛﻞ‬dan
‫ ﳛﺎﻛﻰ‬.
4. Unsur sifat yang menjadi aspek kesamaan antara unsur satu ( ‫ )مشبّه‬dengan

unsur dua.

Yaitu makna atau sifat yang dimiliki oleh musyabbah dan musyabbah bih

atau bentuk kesamaan sifat yang disamakan antara musyabbah dan musyabbah

28
H. Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah Antara Al-Bayan dan Al-Badi’, h. 13.

25
bih. Atau bisa dikatakan alasan yang disamakan.

‫ﻋﻠﻲ ﻛﺎ ﻷﺳﺪ ﰲ اﳉﺮءة‬


ّ

“Ali laksana harimau dalam keberaniannya”

‫ عل ّي‬sebagai musyabbah, ‫ األسد‬menjadi musyabbah bih, huruf ‫ الكف‬sebagai adat

tasybih dan ‫ في الجرءة‬wajhu syibh.

c. Macam-macam Tasybih

Cara pengungkapan suatu ide dngan menggunakan model tasybih bisa

diungkapkan melalui bermacam-macam bentuk. Bentuk-bentuk pengungkapan

tersebut menunjukkan jenis dari tasybih. Pembagian tasybih bisa dilihat dari

berbagai sisi, seperti adat, wajh, bentuk wajh dan urutannya.

1) Berdasarkan sudut pandang Ada Atau Tidaknya Adat Tasybih

a) Mursal

Mursal adalah kalimat tasybih yang adatnya disebut.

ُ‫ال ُمرْ َس ُل ھُ َو َما ُذ ِك َر فِ ْي ِه األَدَاة‬

Apabila menjumpai sebuah kalimat tasybih dan adat tasybihnya disebut, maka

tasybih tersebut dinamakan tasybih Mursal.

Contoh:

ِ ‫ب فِي الصﱢ ْد‬


‫ق‬ ِ ‫ال ِكتَابُ ِم ْث ُل الص‬
ِ ‫ﱠاح‬
Buku bagaikan teman dalam segi jujur

b) Muakkad

Muakkad adalah tasybih yang adatnya tidak disebut didalamnya.

ُ‫ال ُم َؤ ﱠك ُد ھُ َو َما ُح ِذفَ ِم ْنهُ األَدَاة‬

Muakkad adalah tasybih yang adatnya dibuang

26
Dengan demikian, apabila menjumpai kalimat tasybih namun tidak terdapat

adat tasybih didalamnya, maka tasybih tersebut dinamakan tasybh muakkad.

Contoh:

ِ ‫ص ْد‬
‫ق‬ َ ُ‫ِكتَاب‬
ِ ‫صا ِحبٌ فِي ال‬

“Buku adalah teman dalam segi jujur”

2) Berdasarkan sudut pandang Ada Atau Tidaknya Wajh Syabh

a. Mufashal

Mufashal adalah tasybih yang wajh syabah nya disebutkan rangkaiannya.

‫َما ُذ ِك َر فِ ْي ِه َوجْ هُ ال َشبَ ِه‬


Contoh:
‫َو َك َال ُمهُ َكال ﱡد ﱢر ُح ْسنًا‬
“Perkataannya bagaikan mutiara dalam segi kebaikannya”

b. Mujmal

Mujmal adalah tasybih yang tidak disebutkan wajhu syabah nya.

ُ‫ا ُمجْ َم ُل ھُ َو َما ُح ِذفَ ِم ْنهُ ال َوجْ ه‬


Contoh:
‫َو َك َال ُمهُ َكال ﱡدرﱢ‬
Perkataannya bagaikan mutiara

3) Berdasarkan sudut pandang Ada Atau Tidak Adanya Adat dan Wajh

Syabh

a. Tasybih Baligh

Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajh syabh nya.

Contoh:

27
َ ‫أَ ْنتَ َش ْمسٌ أ ْنتَ بَ ْد ٌر أَ ْنتَ فَ ْو‬
‫ق نُ ْو ِر‬

“Engkau matahari, engkau bulan purnama, engkau cahaya di atas cahaya”

Al-Muraqisy menyatakan:

‫ﻒ ﻋﻨﻢ‬ ُ ‫ﻚ َواﻟْ ُﻮ ُﺟ ْﻮﻩُ َدﻧَﺎﻧِْﻴـ ُﺮ َوأَﻃَْﺮ‬


‫اف اﻷَ ُﻛ ﱢ‬ ٌ ‫اﻟﻨَ ْﺸ ُﺮ ِﻣ ْﺴ‬

“ baunya yang semerbak itu bak bunga kasturi, wajah-wajah yang berkilauan
bak dinar (uang logam), dan ujung-ujung telapak tangan merah bak pacar”

Artinya, bau semerbaknya seseorang diserupakan dengan minyak kasturi,

menyerupakan wajah-wajah mereka dengan muka uang dinar, dan

menyerupakan ruas ujung jari dengan pacar yang biasa dipakai untuk

mewarnai kuku. Tasybih ini termasuk jenis tasybih baligh.karena, dibuang

adat tasybih dan wajh syabhnya. Hal ini disebabkan penyair bermaksud untuk

berlebihan dalam menganggap bahwa musyabbah adalah musyabbah bih itu

sendiri. Oleh karena itu, ia tidak menggunakan adat tasybih yang memberi

kesan bahwa musyabbah lebih lemah daripada musyabbah bih dalam wajh

syabh, disamping tidak menggunakan wajh syabh yang memaksa kedua pihak

dalam satu sifat atau lebih dan tidak pada sifat yang lain.

Tasybih seperti ini disebut tasybih baligh, yaitu merupakan slah satu sarana

pengungkapan balaghah dan arena kompetisi yang leluasa bagi para penyair

dan penulis.29

4) Berdasarkan Bentuk Wajh Syabh

a. Tasybih Tamtsil

29
Ali Al Jarim dan Mustafa Amin, Al-Balaghatul Waadhihah, (Jakarta: RP Press, 2007),
h. 30.

28
Tasybih tamtsil yaitu:

‫َما َكانَ َوجْ هُ ال ﱢش ْب ِه ص ُْو َرةً ُمتَنَ ﱢز َعةً ِم ْن ُمتَ َع ﱠد ٍد‬

“Tasybih yang wa‫ذ‬jh syabh nya berupa gambaran yang diambil dari hal yang

berbilang”30

Contoh:

ُ‫ضوْ ِء ِه يُ َوافِ ْي تَ َما َم ال ﱠشھ ِْر ثُ ﱠم يُ ِغيْب‬ ِ ‫َو َما ال َمرْ ُء ِإالﱠ كاَل ﱢشھَا‬
َ ‫ب َو‬

“Tidaklah seseorang itu, kecuali seperti bulan dan cahayanya

Ia menempati sebulan penuh, kemudian menghilang”

Pada bait di atas, wajh syabh nya adalah “cepatnya binasa” (‫عةُالفَنَا ِء‬
َ ْ‫)سُر‬.

Penyair mengambilnya dari keadaan-keadaan cahaya bulan yang cukup

berbilang. Sebab kemunculan pertama bulan sabit (ً‫ھالَال‬


ِ ), kemudian menjadi

bulan purnama (‫)بَ ْدرًا‬, lalu berkurang, dan selanjutnya lenyap.

b. Tasybih Ghairu Tamtsil

Tasybih ghairu tamtsil yaitu:

‫صو َرةً ُمتَنَ ﱢز َعةً ِم ْن ُمتَ َع ﱠد ٍد‬


ْ ‫َما لَ ْم يَ ُك ْن َوجْ هُ ال ﱢش ْب ِه فِ ْي ِه‬

“Tasybih yang wajh syabh nya tidak berupa gambaran yang diambil dari hal

yang berbilang”31

Contoh:

ْ َ‫الَ ت‬
‫طلُبَ ﱠن بِاَلَ ٍة ُر ْتبَةً قَلَ ُم البَلِي ِْغ بِ َغي ِْر َخ ﱟ‬
‫ط ِم ْغ َز ُل‬
30
Sayid Ahmad al-Hasyimi, Mutiara Ilmu Balaghah Dalam Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’
(Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya,1994) cet, ke-1 h30
31
Sayid Ahmad al-Hasyimi, Mutiara Ilmu Balaghah Dalam Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’
(Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya,1994)cet, ke-1 h31

29
“Janganlah anda mencari pangkat, dengan alat (kemampuan) yang anda

miliki

Pena sastrawan tanpa tulisan, laksana alat pemintal”

Wajh syabh nya adalah “sedikitnya faedah” (‫ )قِلﱠةُالفَائِ َد ِة‬dan macam itu tidak

diambil dari hal yang berbilang.

5) Tasybih Yang Keluar Dari Kebiasaan

a. Tasybih Dhimny

Tasybih dhimny adalah tasybih yang kedua tharafnya tidak dirangkai

dalam bentuk tasybih yang sudah kita kenal atau tanpa adat tasybih, hanya

saja keduanya berdampingan dalam susunan kalimat.

Contoh:

‫ﻻ ﺗﻨﻜﺮي ﻋﻄﻞ اﻟﻜﺮﱘ ﻣﻦ اﻟﻐﲎ‬

‫ﻓﺎﻟﺴﻴﻞ ﺣﺮب ﻟﻠﻤﻜﺎن اﻟﻌﺎﱃ‬


“Jangan kau ingkari bila orang yang dermawan tiada memiliki kekayaan,

sebab banjir itu adalah musuh bagi tempat yang tinggi.”

Seorang penyair atau penulis dalam berpramasastra adakalanya memakai

ungkapan tasybih bukan dalam bentuknya yang kita kenal. Hal ini dilakukan

untuk merangsang daya fikir untuk menegakkan kembali dalil di atas hukum

yang dikehendaki pada musyabbah, dan karena senang menyamarkan tasybih,

sebab tasybih yang unik dan samar itu lebih baligh mengena pada jiwa. Pada

contoh di atas Abu Tammam berkata pada seorang gadis “jangan kau ingkari

ketidakmampuan seorang dermawan dalam hal kekayaan karena itu bukanlah

suatu hal mengherankan, sebab puncak-puncak gunung yang merupakan

30
tempat tertinggi itu tidak dapat digenangi air banjir”.

pada contoh tadi penyair secara implisit menyamakan seorang dermawan yang

tidak memiliki kekayaan bagaikan puncak gunung yang tinggi yang tidak

pernah dilanda banjir, dengan tidak menyatakan penyerupaan itu melainkan

dengan kalimat tersendiri yang mencakup makna tersebut dalam bentuk bukti.

Karena kita tidak akan menemukan adat tasybih, namun demikian jika kita

merasakannya dengan hati maka kita akan memahami bahwa ungkapan itu

mengandung perbandingan sebagaimana dimaksud dalam tasybih yang

sempurna.

Lebih jauh tasybih dhimny adalah tasybih yang tersamar, dalam arti

ungkapannya memang tidak secara eksplisit berbentuk perbandingan, namun

bernuansa perbandingan. Dalam bahasa arab umumnya tasybih dari dua

preposisi, preposisi pertama merupakan topiknya dan preposisi kedua

merupakan analoginya.

b. Tasybih Maqlub

Tasybih Maqlub adalah suatu jenis tasybih yang posisi musyabbah-nya

dijadikan musyabbah bih, sehingga yang seharusnya musyabbah dijadikan

musyabbah bih, dan yang seharusnya musyabbah bih menjadi musyabbah

dengan anggapan wajh syabh pada musyabbah lebih kuat.32

Contoh:

ِ ِ ِ
َ ْ ‫ﺎح َﻛﺄَ ﱠن ﻏُﱠﺮﺗْﻪُ َو ْﺟﻪُ اﳋَﻠْﻴـ َﻔﺔ ﺣ‬
‫ﲔ ﳝُْﺘَ َﺪ ُح‬ ُ َ‫ﺼﺒ‬
‫َوﺑَ َﺪا اﻟ ﱠ‬
"Telah terbit fajar, cahayanya seakan-akan wajah kholifah ketika menerima
32
Mamat Zaenuddin, Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Bayan (Bandung: Zein Al
Bayan, 2006) h . 39.

31
pujian"

Pada syi’ir ini terangnya fajar diibaratkan dengan wajah khalifah, Padahal

seharusnya sebaliknya. Pada tasybih yang biasa, wajah khalifah disamakan

dengan fajar yang menyingsing. Pembalikan posisi antara musyabbah dan

musyabbah bih pada tasybih maqlub dilakukan untuk memberi gambaran

bahwa kecerahan wajah kholifah sangat kuat.

32
BAB III

GAMBARAN TENTANG TERJEMAHAN

KITAB BALAGHOTUL HUKAMA

A. Sekilas Tentang Kitab Balaghotul Hukama ( Retorika Kaum Bijak )

Retorika kaum bijak adalah buku yang ditulis oleh Dr. Azhar Arsyad MA,

rektor UIN Alaudin Makassar. Buku ini berisi tentang kata-kata bijak atau

Mahfudzat yang biasa dipakai oleh para santri di pondok pesantren. Bahan

yang sebagian besarnya diambil dari pelajaran Mahfudzat di pesantren-

pesantren, dari Diwanul Imam al-Syafi’i serta dari buku susunan Lewis C.

henry dalam bukunya Best Quatitations for All Occasions.

B. Riwayat Hidup Pengarang

Azhar Arsyad, lahir di Toli-Toli pada tanggal 3 Juni 1952. Melanjutkan

Sekolah Rakyat (SD) di Wani di Donggala dan di Toli Toli. Setelah tamat

Pondok Modern Gontor, tahun 1972, ia memperoleh gelar B. A (1976). dan

Doktorandus pada Jurusan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin

(tahun 1979). Memperdalam masalah akademik di University of Minnesota,

Amerika Serikat pada musim panas 1984. Setelah itu, mengikuti kuliah Studi

Komunikasi Antar-Budaya pada Jurusan Antropologi di Portland State

University pada Musim Gugur 1984 dan memperoleh sertifikat di bidang

TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) dari Georgetown

University, Washington D.C. pada Musim Panas 1985. Meraih gelar Master of

Arts dalam bidang Linguistik dari State University of New York pada bulan

33
Desember 1985 (beasiswa Fulbright). Terakhir meraih gelar Doktor dari UIN

Syahid, Ciputat 1999.

Pada Musim Gugur 1990, kembali ke Amerika mengikuti training dalam

bidang Administrasi dan Manajemen Perguruan Tinggi di University of

Kentucky. Pada tahun 1992-1993, mendapat kehormatan untuk mengikuti

Mid-Career Profesional Training di bidang Manajemen Perguruan Tinggi

selama satu tahun di Boston University, USA. Terakhir, mengikuti workshop

dan penerjemah di bidang Manajemen Stratejik pejabat eselon I di McGill

University, Montreal, Canada tahun 1996.

Azhar Arsyad beberapa kali memenuhi undangan baik secara pribadi

maupun atas nama pemerintah Indonesia untuk membawakan makalah pada

seminar-seminar dan konferensi internasional antara lain di International

Islamic University, Kuala Lumpur (1987), University Sains, Penang, Malaysia

(1988), Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat (1993),

KAIS (Korean Association of Islamic Studies), Seoul, Korea Selatan (1994),

McGill University, Montreal, Canada (1996), Universitas Kebangsaan

Malaysia tahun 2001, Konfrensi Janadriyah di Riyadh, Saudi Arabia atas

undangan Kerajaan Saudi (2003), Department of Political Science, School of

Social and Cultural Studies,University of Western Australia, Perth (2003), al-

Azhar University, dan Universitas Cairo, Mesir (2003), Alul-Bait Foundation,

kota Qum, Perpustakaan Ali Ridza di Masyhad, dan Tehran, Republik Islam

Iran (2003). Melakukan Participatory and Planning Meeting di Mc.Gill

University Canada. Tanggal 3 s/d 5 Oktober 2004 diminta oleh The Istanbul

Foundation for Science and Culture untuk membawakan makalah pada

Symposium Internasional di hotel Kaya Ramada, Istanbul, Turki dengan judul

34
paper “Musahamatul al-Tarbiyah alDiniyah fi al-Tafahum wa ishlahi

alDunyaa al-Mumazzaq, dan memotori serta menggagas dua konferensi

Internasional yang diikuti oleh beberapa Negara di Makassar “ Islam and

World Peace” tahun 2001 dan “ Islam, the West, and the Rest” tahun 2005.

Memenuhi undangan DAAD untuk mengadakan penjajakan kerjasama dengan

Beberapa Perguruan Tinggi di Bonn, Frankfurt, dan Hamburg, Jerman,

Perancis, dan Belanda mulai tanggal 5 Maret s/d 15 Maret 2005, Melakukan

Professional Development ke beberapa perguruan tinggi di Johansburg, Cape

Town, dan Pretoria, Afrika Selatan mendampingi Wapres, mengadakan MOU

antara International Peace University, South Africa dan UIN Alauddin 26-27

September 2005. Terakhir kembali diundang oleh pemerintah Jerman untuk

melakukan jejaring di Berlin dan kota kota lainnya di Jerman November 2006

Di bidang profesi dan sosial kemasyarakatan, beliau berperan

diantaranya sebagai dewan pakar ICMI pusat dan pengawas Ikatan Sarjana

Manajemen Pendidikan Indonesia.

Sejak awal tahun 1997 menjabat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN

Alauddin Makassar, dan awal Juli 2002 menjabat sebagai Rektor IAIN

Alauddin Makassar dan terpilih kembali menjadi Rektor UIN Alauddin 2006-

2010. Juga sebagai Koordinator Kopertais Wilayah VIII se Sulawesi, Maluku,

dan Papua. Sejak Oktober 2003 Azhar Arsyad dianugrahi Professor (Guru

Besar penuh) dalam Ilmu Manajemen dengan pangkat Pembina Utama (Gol.

IV/e).33

33
http://azhararsyad.uin-alauddin.ac.id/?hal=2

35
C. Kaya-karyanya

Karya-karya yang pernah ditulis oleh Dr. Azhar Arsyad adalah:

1. Menguasai Kata KerJa Populer Dan Preposisi Bahasa Arab.

2. Bahasa Arab Dan Metode Pengajarannya.

3. Bacaan Bahasa Arab Kontemporer.

4. Media Pembelajaran.

5. Pokok-pokok Pengetahuan Manajemen Praktis Bagi Pimpinan Dan

Eksekutif.

6. Retorika Kaum Bijak.

36
BAB IV

ANALISIS KESESUAIAN TERJEMAHAN TASYBIH PADA KITAB

BALAGHOTUL HUKAMA

A. Temuan

Berdasarkan sumber data yang diteliti, peneliti menemukan 15 terjemahan

kalimat yang mengandung unsur tasybih pada kitab Balaghotul Hukama.

B. Analisis Struktur Kalimat Tasybih dalam Kitab Balaghotul Hukama

(Studi Analisis: Struktur Kalimat Tasybih).

Pada bab ini, peneliti akan menganalisa kesesuaian terjemahan

kalimat tasybih pada kitab Balaghotul Hukama. Tasybih yang dijumpai:

‫ﻠﻰ‬ ‫ﺲ َﻛﺎﻟﻄﱢْﻔ ِﻞ إِ ْن ﺗُـ ْﻬ ِﻤﻠُﻪَ َﺷ ﱠ‬


َ ‫ﺐ َﻋ‬ ُ ‫ اﻟﻨﱠـ ْﻔ‬.1
‫ﺿ ِﺎع َوإِ ْن ﺗَـ ْﻔ ِﻄ ْﻤﻪُ ﻳَـْﻨـ َﻔ ِﻄ ِﻢ‬
َ ‫ﺐ اﻟﱠﺮ‬
‫ُﺣ ﱢ‬
”Nafsu bagaikan bayi bila anda biarkan terbiasa dengan kesenangan
menyusu terus-terusan”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang Wajhu syabah diambil dari musyabbah dan

Musyabbah bih yang berbilang tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil, karena

musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran atau

keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih.

37
2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Nafsu

Musyabbah bih : Gambaran Bayi

Wajhu syabah : Gambaran Kesenangan

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, bahwa struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufasssal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ﺼِ ِﱪ ُﻣﱞﺮ ِﰲ َﻣ َﺬاﻗَﺘِ ِﻪ‬


‫ﺼْﺒـ ُﺮ ﻛﺎَﻟ ﱠ‬
‫ اﻟ ﱠ‬.2
“kesabaran itu bagaikan jadam, pahit rasanya”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang musyabbah dan musyabbah bih, tasybih ini disebut

Tasybih Ghair Maqlub. Karena, wajhu syabah nya lebih kuat pada

musyabbah bih apabila dibanding dengan wajhu syabah yang ada pada

musyabbah.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

38
maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah disebut atau tidak, maka

struktur kalimat tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena

tasybih mufassal adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini adalah rincian pembuktian sebagai tasybih ghair maqlub:

Musyabbah : Kesabaran

Musyabbah bih : Jadam

Wajhu syabah : Pahit

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, bahwa struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

ghair maqlub, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan

kaedah penerjemahan struktur kalimat tasybih.

ِ َ‫ ﺗَﻮاَﺿﻊ ﺗَ ُﻜﻦ َﻛﺎﻟﻨﱠﺠ ِﻢ ﻻَح ﻟِﻨ‬.3


‫ﺎﻇ ِﺮ‬ َ ْ ْ َْ
‫ﺎت اﳌ ِﺎء َوُﻫ َﻮ َرﻓِْﻴ ًﻊ‬
ِ ‫ﻋﻠَﻰ ﺻ َﻔﺤ‬
َ َ َ
َ
“Rendah hatilah laksana bintang yang kelihatan rendah bagi yang melihatnya

Pada permukaan air padahal ia sendiri tinggi di atas sana”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

a. Dari sudut pandang musyabbah dan musyabbah bih, tasybih ini disebut

Tasybih Ghairu Tamtsil. Karena, wajhu syabah yang merupakan unsur

39
kesamaan itu bukan merupakan gambaran dan tidak diambil dari

musyabbah dan musyabbah bih yang berbilang.

b. struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

c. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini adalah rincian pembuktian sebagai tasybih ghairu tamtsil:

Musyabbah : Rendah Hati

Musyabbah bih : Bintang

Wajhu syabah : Tinggi

Adat : Laksana

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih ghairu

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ﺎن ﻳَـ ْﻌﻠُ ْﻮ ﺑِﻨَـ ْﻔ ِﺴ ِﻪ‬


ِ ‫ وﻻَ ﺗَ ُﻜﻦ َﻛﺎﻟﺪﱡﺧ‬.4
َ ْ َ
ِ ‫إِ َﱃ ﻃَﺒـ َﻘ‬
‫ﺎت اﳉَﱢﻮ َوُﻫ َﻮ َو ِﺿْﻴ ًﻊ‬ َ
“Janganlah anda bagaikan asap membumbung tinggi dengan sendirinya

Ke lapisan-lapisan udara padahal ia sendiri hina (tidak ada apa-apanya)”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

40
dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbah dan

musyabbah bih yang mufrod, tasybih ini disebut Tasybih Ghairu Tamtsil.

Karena, wajhu syabah yang merupakan unsur kesamaan itu bukan

merupakan gambaran dan tidak diambil dari musyabbah dan musyabbah

bih yang berbilang.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. . Karena tasybih mufassal adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih ghairu tamtsil:

Musyabbah : Engkau

Musyabbah bih : Asap

Wajhu Syabah : Hina

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih ghairu

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

َ ‫ﻚ اﻟﺒَﻌِْﻴ َﺪ َوﻳـُْﺒﻌِ ُﺪ َﻋﻠَْﻴ‬


‫ﻚ‬ َ ‫ب َﻋﻠَْﻴ‬ ِ ِ
ُ ‫ﺎدﻗَﺔَ اﻟ َﻜ ﱠﺬاب ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ َﻛﺎﻟ ﱠﺴَﺮاب ﻳـُ ْﻘ ِﺮ‬
َ‫ﺼ‬ َ ‫ َوإِﻳﱠ‬.5
َ ‫ﺎك َوُﻣ‬
‫اﻟ َﻘ ِﺮﻳْﺐ‬
“Hindarilah berteman dengan pembohong karena ia bagaikan fatamorgana

mendekatkan bagimu yang jauh dan menjauhkan yang dekat”

41
Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang Wajhu syabah diambil dari musyabbah dan

Musyabbah bih yang berbilang tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil, karena

musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran atau

keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih

2. struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Pembohong

Musyabbah bih : Gambaran Fatamorgana

Wajhu syabah : Menjauh dan Mendekat

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

ْ‫الحا َج ِة إِ ْن لَ ْم يَ ْغتَ ِرب‬


َ ‫ إِ ﱠن َذ‬.6

42
ٍ َ‫َع ْن ِح َماهُ ِم ْث ُل طَي ٍْر ِفي قَف‬
‫ص‬
“sesungguhnya orang yang butuh bila tidak mau bergerak keluar

Dari tempatnya, ia laksana burung dalam sangkar”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

ُ ‫ ِم ْث‬.
dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ل‬

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbahbdan

Musyabbah bih yang berbilang, tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil,

karena musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran

atau keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran orang yang butuh

Musyabbah bih : Gambaran Burung dalam sangkar

Wajhu syabah : Gambaran Bergerak

Adat : Laksana

Dengan demikian, bahwa struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

43
tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ب إِ َذا ﺗَـﻨَﺎﻓَـَﺮ ُوﱡد َﻫﺎ‬


َ ‫ إِ ﱠن اﻟ ُﻘﻠُ ْﻮ‬.7
‫ﺐ‬ ِ ‫ِﺷﺒﻪ اﻟﱡﺰﺟ‬
ْ ‫ﺎﺟﺔ َﻛ ْﺴ ُﺮَﻫﺎ ﻻَ ﻳَ ْﺸ َﻌ‬ َ َ ُْ
“Sesungguhnya hati bila kasih sayangnya berantakan

Laksana kaca bila pecah tak dapat dipadukan”


Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai
ِ.
dengan adat tasybih didalamnya yaitu ُ‫ﺷْﺒﻪ‬

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang Wajhu syabah diambil dari musyabbah dan

Musyabbah bih yang berbilang tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil, karena

musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran atau

keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Hati Yang Galau

Musyabbah bih : Gambaran Pecah

44
Wajhu syabah : Gambaran Sesuatu Yang Berantakan

Adat : Laksana

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah Tasybih

Tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ت ِﰲ أ َْﻣ ٍﺮ َﺣ ِﻘ ٍْﲑ‬
ِ ‫ ﻓَﻄَﻌﻢ اﳌﻮ‬.8
َْ ُ ْ
◌ٍ ‫ت ِﰲ أ َْﻣ ٍﺮ َﻋ ِﻈْﻴﻢ‬ ِ ‫َﻛﻄَﻌ ِﻢ اﳌﻮ‬
َْ ْ

"Rasa kematian pada masalah sepele

Seperti rasa kematian pada masalah besar”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbah dan

musyabbah bih nya yang berbilang, tasybih ini merupakan tasybih tamtsil.

Karena tasybih yang wajhu syabah nya meerupakan gambaran yang

diambil dari musyabbah dan musyabbah bih yang berbilang.

2. struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

45
adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Rasa kematian Pada Masalah Sepele

Musyabbah bih : Gambaran Kematian Pada Masalah Besar

Wajhu syabah : Gambaran Masalah

Adat : Seperti

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ب ُﻣ ْﻠﻘ ًﻰ ِﰲ أََﻣﺎﻛِﻨِ ِﻪ‬


ِ ‫ واﻟﺘﱢْﺒـﺮ ﻛﺎَﻟﺘـﱡﺮ‬.9
ْ ُ َ
ِ ِ ِ
ِ َ‫واﻟﻌُﻮ ُد ِﰲ أ َْرﺿﻪ ﻧَـﻮعٌ ﻣﻦ اﳋَﻄ‬
‫ﺐ‬ َ ْ ْ َ
“Timah bagaikan tanah bila terletak di tempatnya

Kayu cendana bila menetap di tanahnya hanya semacam kayu bakar”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang pandang musyabbah dan musyabbah bih nya, tasybih

ini merupakan tasybih maqlub. Karena wajhu syabah nya lebih kuat pada

musyabbah apabila dibanding dengan wajhu syabah yang ada pada

musyabbah bih.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

46
mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih maqlub:

Musyabbah : Timah

Musyabbah bih : Tanah

Wajhu syabah : Kayu Bakar

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

maqlub, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ﻚ واَﺛِ ٌﻖ‬ ِ َ ‫ ﻳـ ْﻠ َﻘ‬.10


َ ِ‫ﻒ أَﻧﱠﻪُ ﺑ‬
ُ ‫ﺎك َْﳛﻠ‬ َ
‫ب‬
ُ ‫اﻟﻌ ْﻘَﺮ‬
َ ‫ﻚ ﻓَـ ُﻬ َﻮ‬َ ‫َوإِذَا ﺗَـ َﻮَرى َﻋْﻨ‬
“Ia temui anda seraya bersumpah setia pada anda

Bila membelakang dari anda ia bagaikan kalajengking”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Pada hal ini, adat

tasybih nya tidak disebut.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang musyabbah dan musyabbah bih tasybih ini merupakan

tasybih baligh. Karena, tidak disebutkan adat dan wajhu syabah nya.

Berikut rincian pembuktian sebagai tasybih baligh:

Musyabbah : Dia

47
Musyabbah bih : Kalajengking

Wajhu Syabah : Tak Disebut

Adat : Tak Disebut

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

baligh, tasybih muakkad dan tasybih mujmal.. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ﻚ‬ ِ ‫ﺖ َﻛﺎﻟ ﱠﺴْﻴ‬


َ ‫ﻒ إِ ْن َﱂْ ﺗَـ ْﻘﻄَ ْﻌﻪُ ﻗَﻄَ َﻌ‬ ُ ْ‫اﻟﻮﻗ‬
َ .11

“Waktu bagaikan pedang, bila kamu tak memotongnya dia memotongmu"

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbah dan

Musyabbah bih tasybih yang berbilang ini disebut Tasybih Tamtsil, karena

musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran atau

keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Waktu

Musyabbah bih : Gambaran Pedang

48
Wajhu syabah : Gambaran Tajam

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih tamtsil

dan tasybih mursal. Dan telah sesuai dengan kaedah penerjemahan struktur

kalimat tasybih.

‫ﱠﺠ ِﺮ ﺑِﻼَ َﲦٍَﺮ‬ ِ


ّ ‫ اﻟﻌْﻠ ُﻢ ﺑِﻼَ َﻋ َﻤ ٍﻞ َﻛﺎﻟﺸ‬.12
“Ilmu tiada amalan bagaikan pohon tidak berbuah”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbah dan

Musyabbah bih yang berbilang tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil, karena

musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran atau

keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Ilmu

Musyabbah bih : Gambaran Pohon

49
Wajhu syabah : Gambaran Buah

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ﺶ َﻋﻠَﻰ اﳊَ َﺠ ِﺮ‬ ‫ﱠﻌﻠَ ُﻢ ِﰲ اﻟ ﱢ‬


ِ ‫ﺼﻐَ ِﺮ َﻛﺎﻟﻨﱠـ ْﻘ‬ َ ‫ اﻟﺘـ‬.13
“Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbah dan

Musyabbah bih yang berbilang tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil, karena

musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran atau

keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Belajar

Musyabbah bih : Gambaran Mengukir

50
Wajhu syabah : Gambaran Atas Batu

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih

ِ ِ ِ ِ َ ‫ إِﱠﳕَﺎاﳌ ْﺮء َﻛﺎﳍِﻼَِل و‬.14


ْ ‫اﰲ ﲤََ ِﺎم اﻟﺸ‬
ُ ‫ﱠﻬ ِﺮ ﰒُﱠ ﻳُﻐْﻴ‬
‫ﺐ‬ ْ ‫ﺿ ْﻮءﻩ ﻳـُ َﻮ‬ َ َُ

“Sesungguhnya manusia itu bagaikan bulan tsabit beserta cahayanya, bila

genap sebulan ia tenggelam dan menghilang”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbah dan

Musyabbah bih yang berbilang tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil, karena

musyabbah sebagi sesuatu yang diserupakan merupakan gambaran atau

keadaan. Demikian juga hal nya dengan musyabbah bih.

2. struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

51
Berikut ini rincian pembuktian sebagai tasybih tamtsil:

Musyabbah : Gambar Manusia

Musyabbah bih : Gambar Cahaya Bulan

Wajhu syabah : Gambaran Tenggelam

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

‫ﱠﺎس َﻛﺎﻟْﺒَـ َﻬﺎﺋِ ِﻢ‬ ِ


ُ ‫ ﻟَْﻮﻻَ اﻟْﻌ ْﻠ ُﻢ ﻟَ َﻜﺎ َن اﻟﻨ‬.15
“Seandainya tiada berilmu niscaya manusia itu seperti binatang.”

Struktur kalimat ini disebut struktur kalimat tasybih. Sebab

mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hal ini ditandai

dengan adat tasybih didalamnya yaitu ‫ ك‬.

Dengan demikian analisis selanjutnya sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang wajhu syabah yang diambil dari musyabbah dan

musyabbah bih yang berbilang, tasybih ini disebut Tasybih Tamtsil.

Karena, musyabbah sebagai sesuatu yang diserupakan merupakan

gambaran atau keadaan.

2. Struktur kalimat tasybih di atas apabila ditinjau dari sudut pandang adat,

maka kalimat tasybih tersebut dinamakan Tasybih Mursal. Sebab, tasybih

mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih nya.

3. Dan jika ditinjau dari sudut pandang wajhu syabah, maka struktur kalimat

tasybih di atas dinamakan Tasybih Mufassal. Karena tasybih mufassal

52
adalah tasybih yang disebut wajhu syabah nya.

Berikut ini rincian pembuktian sebagai taybih tamtsil:

Musyabbah : Gambaran Manusia

Musyabbah bih : Gambaran Binatang

Wajhu syabah : Gambaran Tidak Berilmu

Adat : Bagaikan

Dengan demikian, struktur kalimat tasybih di atas adalah tasybih

tamtsil, tasybih mursal dan tasybih mufassal. Dan telah sesuai dengan kaedah

penerjemahan struktur kalimat tasybih.

53
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ada 3 istilah ilmiah dalam ilmu Bayan, yakni :

 Al-Fashahah ( Tampak dan Jelas )

 Al-Balaghah ( Sampai dengan indah dan jelas )

 Al-Ushlub ( Cara atau metode yang tersusun)

2. Ada 5 aspek keindahan bahasa dalam ilmu Bayan, yakni:

 Al-Tasybih (perbandingan atau penyerupaan)

 Al-Hakiki (makna yang sebenarnya)

 Al-Mazaji (makna kiyasan)

 Al-Kinayah (kata atau kalimat sindiran)

 Pengaruh ilmu Bayan (dalam retorika bahasa)

3. Tasybih ialah perbandingan atau perumpamaan kata dengan kata lain.

4. Rukun tasybih :

• Musyabah, yaitu sesuatu yang hendak diserupakan.

• Musyabah bih, sesuatu yang diserupai, kedua unsur ini disebut

Thorafai Tasybih (kedua pihak yang diserupakan).

• Wajh al-Syibh, yaitu sifat yang terdapat pada kedua pihak itu.

• Adat al-Tasybih, yaitu huruf.

5. Tujuan tasybih :

• Bayaan miqdaar al-shifat (menjelaskan kualitas sifat)

54
• Taqriir al-shifat (meneguhkan sifat)

• Tahsiin al-musyabbah (memperindah musyabbah)

• Taqbiih al-musyabbah (memperburuk musyabbah)

• Tashwiir al-musyabbah bi shuurah al-thariifah

• Itsbaat qadhiyyah al-musyabbah

6. Macam-macam tasybih :

• Tasybih mursal

• Tasybih Muakkad

• Tasybih mujmal

• Tasybih mufashal

• Tasybih baligh

• Tasybih tamtsil

• Tasybih dhimni

B. Saran

Setiap orang akan merasa kesulitan apabila menggunakan bahasa yang

bukan bahasa ibunya.Kendala untuk mengerti ilmu balaghah atau bahasan

mengenai sastra akan lebih sulit dimengerti apabila tidak mempunyai dasar

pengetahuan awal. Peneliti menyarankan untuk mempelajari ilmu nahwu dan

morfologi arab dengan baik agar lebih mudah menyerap, terutama ilmu

balaghah yang dianggap sulit itu akan lenyap dengan sendirinya.

55
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, F. H. (1982). Al Balaghoh wa Fununiha wa Afnaniha. Al Ardat: Daarul


Furqon Linnasyri wa At Tauzi'.

Alfarisi, M. Z. (2011). Pedoman Penerjemahan Arab-Indonesia. Bandung: Rosda.

Ali Al Jarim dan Mustofa Amin . (2011). Terjemahan Al Balaghatul Wadhihah.


Bandung: Sinar Baru Algen Sindo\.

Al-Qasimi, A. (1998). Al Mu'jam Al Arabi Al Asasi Li Alnathiqin Bi Al Arabiyah


wa Muta'alimiha. Larus: al-Munazamah al-Arabiyah Li Al Tarbiyah
Tsaqafah wa Ulum.

Dr. Mamat Zaenudin M.A. dan Dr. Yayan Nurbayan M.Ag. (2007). Pengantar
Ilmu Balaghah. Bandung: Refika Aditama.

Hasyimi, A. a. (1991). Jawahir Al Balaghah Fi Al Ma'ani wa Al Bayan wa Al


Badi' . Beirut: Daarul Fikr.

Hasyimi, A. A. (1994). Jawahir Al Balaghah. Beirut: Daar Al Fikri.

Hasyimi, S. A. (1994). Mutiara Ilmu Balaghah Dalam Ilmu Bayan dan Ilmu
Badi'. Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya.

Hidayatullah, M. S. (2010). Tarjim Al An: CAra Mudah Menerjemahkan Arab-


Indonesia. Pamulang: Ikara.

Hilal, A. G. (n.d.). Ilm Al Dilalah Al Lughawiyah. Kairo: Jami'ah Al-Azhar.

http://azhararsyad.uin-alauddin.ac.id/?hal=2. (n.d.).

Idris, M. (2007). Ilmu Balaghah Antara Al Bayan dan Al Badi'. Yogyakarta:


Teras.

Kamil, S. (2012). Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern. Depok: Grafindo
Persada.

Kridalaksana, H. (1993). Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.

Kushartanti dkk. (2007). Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

56
Larson, M. L. (1991). PEnerjemahan Berdasarkan Makna: Pedoman Untuk
Pemadanan Antar Bahasa. Jakarta: Arca.

Mahali, R. (2000). Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.

Muhammad Abdul Mun'im dan Abdul Aziz Syarif. (n.d.). Nahwu Balaghoh
Jadidah. Kairo: Maktabah Ghariib.

Rukhiyatun, U. (n.d.). Tesis Gaya Bahasa Qososal Hayawan fii Al-QUr'an


(Analisis Stilistika) . Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Sugihastuti. (2006). Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Hasil Unduhan

https://muftiramadlani.wordpress.com/2010/12/25/%E2%80%98-lipia-jakarta/.
(2010, 12 25). Retrieved from muftiramdlani.wordpress.com.

Lingua-Bahasa.blogspot.com/2013/03/tingkat-kesetiaanterjemaham-
terjemahan.html?m=I. (2013, 03 03). Retrieved from Lingua-
Bahasa.blogspot.com.

57

Anda mungkin juga menyukai