Anda di halaman 1dari 28

“ Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial ”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Jiwa

Disusun oleh:
Agnes Erna Thalia 30120118002k
Andreas Y. Nugroho 30120118003k
Remigio Julio D.J 30120118024k
Sergius Kawyan 30120118030k

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN (NON REGULER)


STIKES SANTO BORROMEUS
BANDUNG
2019
A. Konsep dasar isolasi sosial
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti and Iskandar,
2012)
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan
cara menghindari interaksi dengan oaring lain dan lingkungan (Dalami,
dkk. 2009).
Isolasi sosial adalah juga merupakan kesepian yang dialami oleh
individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan
sebagai pernyataan negative atau mengancam (Nanda-I, 2012).
2. Etiologi
Isolasi sosial marik diri sering disebabkan oleh kurangnya rasa
percaya pada orang lain, perasaan panic, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan
ego yang lemah serta represi rasa takut. Berbagai factor dapat
menimbulkan respon yang maladaptive. Menurut Stuart and Sundeen,
belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan
yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Factor yang mungkin
mempengaruhi antara lain:
a. Factor Predisposisi
Beberapa factor yang menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Factor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi dan kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat mengambat terbentuknya rasa percaya
diri. Rasa ketidakpercayaan itu tersebut dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada oaring lain maupun lingkungan
dikemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam
masa ini, agar anak tidak merasa diperlakuakan sebagai objek.
2) Factor biologis
Genetic merupakan salah satu factor pemdukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
3) Factor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
factor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah sianut oleh satu
keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
4) Factor presipitasi
Stressor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh factor internal maupun eksternal, meliputi:
a) Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakitatau dipenjara.
Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b) Stressor biokimia
(1) Teori dopamine: kelebihan dopamine pada
mesokortikal dan mesolimbic serta tractus saraf
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
(2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam
darah akan meningkatkan dopamine dalam otak.
Karena salah stau kegiatan MAO adalah sebagai
enzim yang menurunkan dopamine, maka
menurunnya MAO juga dapat Merupakan indikasi
terjadinya skozofrenia.
(3) Factor endokrin: jumlah FSH LH yang rendah
ditemukan pada klien skizofrenia. Demikian pula
prolactin mengalami penurunan karena dihambat.

5) Rentang respon hubungan sosial


Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari stuart menyatakan
bahwa manusia adalah mahluk sosial, untuk mencapai kepuasan
dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan
interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling
tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.

Respon Adaptif Respon


maladaptif
Menyendiri kesepian manipulasi
Otonomi menarik diri impulsif
Kebersamaan ketergantungan markisisme
Saling ketergantungan
a. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umunya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan ( mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d. Saling ketergantungan (interdependen)
Interdependen merupakan kondisi saling ketergantungan anatar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
e. Kesepian
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungan nya.
f. Isolasi sosial
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
g. Ketergantungan (dependen)
Dependen terjadi apabila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada
gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai
objek, hubungan terpusat pada masalah penegndalian orang lain, dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri dan tujuan, bukan
pada orang lain.
h. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menggangap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
i. Impulsive
Individu impulsive tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian yang
buruk.
j. Narkisme
Pada individu narsisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus-
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentrik,pencemburu, marah jika oaring lain tidak mendukung.

3. Perkembangan Hubungan Sosial


a. Bayi (0-18 Bulan)
Bayi mengomunikasikan kebutuhan menggunakan cara yang
paling sederhana yaitu menangis. Respons lingkungan terhadap
tangisan bayi mempunyai pengaruh yang sangat penting untuk
kehidupan bayi di masa datang. Menurut Ericson, respons
lingkungan yang sesuai akan mengembangkan rasa percaya diri bayi
akan perilakunya dan rasa percaya bayi pada orang lain. Kegagalan
pemenuhan kebutuhan pada masa ini akan mengakibatkan rasa tidak
percaya pada diri sendiri dan orang lain serta perilaku menarik diri.
b. Prasekolah (18 bulan- 5 tahun)
Anak prasekolah mulai membina hubungan dengan
lingkungan di luar keluarganya. Anak membutuhkan dukungan dan
bantuan dari keluarga dalam hal pemberian pengakuan yang positif
terhadap perilaku anak yang adaptif sehingga anak dapat
mengembangkan kemampuan berhubungan yang dimilikinya. Hal
tersebut merupakan dasar rasa otonomi anak yang nantinya akan
berkembang menjadi kemampuan hubungan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan dan disertai
respons keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi
tidak mampu pengontrol diri, tidak mandiri, ragu, menarik diri,
kurang percaya diri, pesimis, dan takut perilakunya salah.
c. Anak sekolah (6-12 tahun)
Anak sekolah mulai meningkatkan hubungannya pada
lingkungan sekolah. Di usia ini anak akan mengenal kerja sama,
kompetisi, dan kompromi. Pergaulan dengan orang dewasa di luar
keluarga mempunyai arti penting karena dapat menjadi sumber
pendukung bagi anak. Hal itu dibutuhkan karena konflik sering kali
terjadi akibat adanya pembatasan dan dukungan yang kurang
konsisten dari keluarga. Kegagalan membina hubungan dengan
teman sekolah, dukungan luar yang tidak adekuat, serta
inkonsistensi dari orang tua akan menimbulkan rasa frustasi
terhadap kemampuannya, merasa tidak mampu, putus asa, dan
menarik diri dari lingkungannya.
d. Remaja (12-20 tahun)
Usia remaja anak mulai mengembangkan hubungan intim
dengan teman sejenis atau lawan jenis dan teman seusia, sehingga
anak remaja biasanya mempunyai teman karib. Hubungan dengan
teman akan sangat dependen sedangkan hubungan dengan orang tua
mulai independen. Kegagalan membina hubungan dengan teman
sebaya dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan
keraguan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karier di
masa mendatang, serta tumbuhnya rasa kurang percaya diri.
e. Dewasa muda (18-25 tahun)
Individu pada usia ini akan mempertahankan hubungan
interdependen dengan orang tua dan teman sebaya. Individu akan
belajar mengambil keputusan dengan tetap memperhatikan saran
dan pendapat orang lain (pekerjaan, karier, pasangan hidup). Selain
itu, individu mampu mengekspresikan perasaannnya, menerima
perasaan orang lain, dan meningkatnya kepekaan terhadap
kebutuhan orang lain. Oleh karenanya, akan berkembang suatu
hubungan mutualisme. Kegagalan individu pada fase ini akan
mengakibatkan suatu sikap menghindari hubungan intim dan
menjauhi orang lain.
f. Dewasa tengah (25-65 tahun)
Pada umumnya pada usia ini individu telah berpisah tempat
tinggal dengan orang tua. Individu akan mengembangkan
kemampuan hubungan interdependen yang dimilikinya. Bila
berhasil akan diperoleh hubungan dan dukungan yang baru.
Kegagalan pada tahap ini akan mengakibatkan individu hanya
memperhatikan diri sendiri, produktivitas dan kretivitas berkurang,
serta perhatian pada orang lain berkurang.
g. Dewasa lanjut (lebih dari 65 tahun)
Di masa ini, individu akan mengalami banyak kehilangan,
misalnya fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup, dan anggota
keluarga, sehingga akan timbul perasaan tidak berguna. Selain itu,
kemandirian akan menurun dan individu menjadi sangat bergantung
kepada orang lain. Individu yang berkembang baik akan dapat
menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan
mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam
menghadapi kehilangan yang dialaminya. Kegagalan individu pada
masa ini akan mengakibatkan individu berperilaku menolak
dukungan yang ada dan akan berkembang menjadi perilaku menarik
diri.

4. Tanda dan gejala


Menurut (Mustika sari,2002 dalam (Damaiyanti dan Iskandar, 2012)
tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial yaitu:
a. Kurang spontan
b. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
c. Afek tumpul
d. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
e. Mengisolasi
f. Tidak dan kurang sadar akan lingkungan sekitar
g. Retensi urine dan feses
h. Aktivitas menurun kurang energy
i. Harga diri rendah
j. Posisi janin saat tidur
k. Menolah hubungan dengan orang lain.

5. Batasan karakteristik isolasi sosial


Batasan karakteristik isolasi sosial menurut Nanda-I, (2012), dibagi
menjadi dua yaitu objektif dan subjektif:
a. Objektif
 Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
 Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
 Afek tumpul
 Bukti kecacatan
 Sakit
 Tindakan tidak bearti
 Tidak ada kontak mata
 Menunjukkan permusuhan
 Menarik diri
 Tidak komunikatif
 Ingin sendirian
 Afek sedih
b. Subjektif
 Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
 Mengalami perasaan berbeda dari orang lain
 Tidak percaya diri saat berhadapan dengan public
 Mengungkapkan perasaan penolakan
6. Akibat dari isolasi soial
a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi
b. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan verbal)
c. Deficit perawatan diri.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan medis
Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak
tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa
dilakukan adalah :
1) Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan
menggunakan obat. Obat yang digunakan untuk
gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka =
psikoterapika = phrenotropika. Terapi gangguan jiwa
dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan
psikofarmakoterapi = medikasi psikoterapi yaitu obat
yang mempunyai efek terapeutik langsung pada
proses mental penderita karena kerjanya pada
otak/sistem saraf pusat. Obat yang bekerjanya secara
efektif pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap
aktifitas mental, serta mempunyai efek utama terhadp
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikiatri. Psikofarmakakologi yang lazim
digunakan pada gejala isolasi sosial adalah obat-
obatan antipsikosis seperti:
 Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis
dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran,
perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik
neuron di otak terutama pada sistem limbik
dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping
penggunaan Chlorpromazine injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik
 Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis
dengan gejala dominan apatis, menarik diri,
perasaan tumpul, kehilangan minat dan
inisiatif, hipoaktif, waham,
halusinasi.Mekanisme kerja memblokade
dopamine pada pascasinaptik neuron di otak
terutama pada sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal. Efek samping sering
menimbulkan gejala ekstrapiramidal.
 Trifloperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi
ringan, kondisi neurotik/psikosomatis,
ansietas, mual dan muntah. Efek samping
sedasi dan inhibisi psikomotor.
2) Therapy
 Electro convulsive therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT)
adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang
grand mall yang berlangsung 25-30 detik
dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya
perubahan faal dan biokimia dalam otak.
 Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan
merupakan bagian penting dalam proses terapeutik,
upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan
rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa adanya,
memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan
jujur kepada klien.
 Terapi okupasi
Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan
aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki,
memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang.

b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi
TAK membantu anggotanya berhubungan dengan
orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif
dan maladaptif.. Biasanya terapi TAK yang
digunakan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah
TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di
sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara
bertahap (Keliat,2006).
2) Pendidikan kesehatan

 Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan


perasaan klien selain kata-kata seperti menulis,
menangis, menggambar, berolahraga atau
bermain musik.
 Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan
menarik diri.
 Jelaskan dan anjurkan pada keluarga untuk
tetap mengadakan hubungan dengan klien.
 Anjurkan kepada keluarga agar
mengikutsertakan klien dalam kegiatan di
masyarakat.
B. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa


faktor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki
klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:

 Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan,
agama, tangggal MRS informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan
alamat klien.
 Keluhan Utama

Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari


orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri
dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak
melakukan kegiatan sehari ± hari , dependen.
 Faktor Predisposisi

Meliputi Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua


,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi
berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi
, kecelakaan, dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan
malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , dituduh
kkn, dipenjara tiba ± tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
 Aspek Fisik / Biologis

Meliputi hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu,


Pernapasan , TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh
klien.
 Aspek Psikososial meliputi :

 Genogram yang menggambarkan tiga generasi.

 Konsep diri:

Citra tubuh

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh


yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh
yang telah terjadi atau yang akan terjadi.Menolak
penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh.Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.

Identitas diri

Ketidakpastian memandang diri sukar


menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan.
Peran

Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan


penyakit , proses menua

, putus sekolah, PHK.


Ideal diri

Mengungkapkan keputusasaan karena


penyakitnya mengungkapkan keinginan
yang terlalu tinggi.
Harga diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa


bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan
sosial , merendahkan martabat , mencederai diri,
dan kurang percaya diri. Klien mempunyai
gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
Status Mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat


mepertahankan kontak mata kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan perawat.
Mekanisme Koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak


mau menceritakan nya pada orang orang lain( lebih
sering menggunakan koping menarik diri).
Aspek Medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa


therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okupasional, TAK , dan rehabilitas.

2. Diagnosa keperawatan
a. Pohon masalah

Resiko gangguan persepsi sensori


halusinasi

Effect

Isolasi Sosial

Core problem

Harga Diri Rendah Kronik

causa
b. Masalah keperawatan
Diagnose keperawatan yang diangkat adalah :
1) Isolasi sosial
2) ‘harga diri rendah kronik ‘
3) Resiko gangguan persepsi sensori: halusinasi
3. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Kritreria hasil Intervensi Rasional


Dx Keperawatan

1 Isolasi Sosial A. Klien dapat 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling 1. Hubungan
membina bersahabat percaya dengan saling percaya
hubungan saling menunjukkan rasa menggunakan prinsip merupakan
percaya senang, ada komunikasi therapeutic. dasar untuk
kontak mata, mau a. Sapa klien dengan ramah kelancaran
menjawab salam, baik verbal dan non hubungan
klien mau duduk verbal. interaksi
sberdampingan b. Perkenalkan diri dengan selanjutnya.
dengan perawat, sopan.
mau c. Tanyakan nama lengkap
mengutarakan klien dan nama panggilan
masalah yang yang disukai klien.
dihadapi. d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sofat empati
dari menerima klien apa
adanya.
g. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.
B. Klien dapat 1. Klien dapat a. Kaji pengetahuan klien Diketahui penyebab
menyebutkan menyebutkan tentang perilaku menarik akan dapat
penyebab menarik penyebab menarik diri dan tanda-tandanya. dihubungkan dengan
diri diri yang berasal b. Beri kesempatan kepada factor resipitasi yang
dari: klien untuk dialami klien.
a. Diri sendiri mengungkapkan perasaan
b. Orang lain penyebab menarik diri
c. Lingkungan atau tidak mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien
tentang perilaku manarik
diri tanda-tanda serta
penyebab yang muncul.
d. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien dalam
menggunakan
perasaannya.

C. klien dapat 1. Klien dapat a. Kaji pengetahuan klien Klien harus dicoba
menyebutkan menyebutkan tentang manfaat dan berinteraksi secara
keuntungan keuntungan keuntungan berhubungan bertahap agar terbiasa
berhubungan berhubungan dengan orang lain. membina hubungan
dengan orang
laindan kerugian dengan orang b. Beri kesempatan dengan yang sehat dengan
tidak berhubungan lain. klien untuk mengungkapkan orang lain.
dengan orang lain. perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang
lain
c. Diskusi kan bersama klien
2. Klien dapat tentang keuntungan
menyebutkan berhubungan dengan orang
kerugian lain.
berhubungan d. Beri reinforcement positif Mengevaluasi manfaat
dengan orang terhadap kemampuan yang dirasakan klien
lain. pengungkapan perasaan sehingga timbul
tentang keuntungan motivasi untuk
berhubungan dengan orang berinteraksi.
lain.
e. Kaji pengetahuan klien
tentang manfaat dan kerugian
berhubungan dengan orang
lain.
f. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.
g. Diskusikan bersama klien
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.
h. Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan
pengungkapan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.

D. Klien dapat a. Klien dapat a. Kaji kemapuan klien


melaksanakan mendemostrasikan membina hubungan dengan
hubungan sosial hubungan sosial orang lain
secara bertahap. secara bertahap, b. Dorong dan batu klien untuk
antara: berhubungan dengan orang
K-P lain melalui tahap:
K-P-K K–P
K-P-Kel K – P – P lain
K-P-Klp K – P – P lain – K lain
K – P – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement terhadap
keberhasilan yang telah
tercapai.
d. Bantu klien mengevaluasi
manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian
yang dapar dilakukan
bersama klien dalam mengisi
waktu
f. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement atas
kegiatan klien dalam
ruangan.

E. Klien dapat a. Klien dapat a. Dorong klien untuk


mengungkapkan mengungkapkan mengungkapkan perasaan
perasaan setelah perasaannya bila berhubungan dengan
berhubungan setelah orang lain.
dengan orang lain berhubungan b. Diskusikan dengan klien
dengan: Diri tentang perasaan manfaat
sendiri dan juga berhubungan dengan orang
orang lain. lain.
c. Beri reinforcement positif
atas kemampuan klien
mengungkapkan klien
manfaat berhubungan dengan
orang lain.

F. Klien dapat Keluarga dapat: a. Bina hubungan slaing Keterlibatan keluarga


memberdayakan percaya dengan keluarga: sangat mendukung
sistem pendukung a. Menjelaskan 1) Salam perkenalkan diri terhadap proses
atau keluarga perasaanya 2) Sampaikan tujuan perubahan perilaku
mampu b. Menjelaskan cara 3) Buat kontrak klien.
mengembangkan merawat klien 4) Eksplorasi perasaan
kemampuan klien menarik diri. keluarga
untuk c. Mendemostrasikan b. Diskusikan dengan anggota
berhubungan cara perawatan keluarga tentang:
dengan orang lain. klien dengan 1) Perilaku menarik diri
menarik diri. 2) Penyebab perilaku
d. Berpartisipasi menarik diri
dalam perawatan 3) Akibat yang akan terjadi
klien menarik diri. jika perilaku menarik diri
tidak ditanggapi
4) Cara keluarga
menghadapi klien
menarik diri.
c. Dorong anggota keluarga
untuk memberikan dukungan
kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang
lain.
d. Anjurkan anggota keluarga
secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal
satu minggu sekali
e. Beri reinforcement atas hal-
hal yang telah dicapai oleh
keluarga
4. Rencana Keperawatan Dalam Bentuk Strategi Pelaksanaan
No. Pasien Kelurga

SP1P SP1K

1 Mengidentifikasi penyebab isolasi - Mendiskusikan masalah yang


sosial pasien. dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
2 Berdiskusi dengan klien tentang
kerugian berinteraksi denga orang lain. - Menjelaskan pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial yang dialami
Mengajarkan klien cara berkenalan klien beserta proses terjadinya.
3
dengan satu orang.
- Menjelaskan cara2 merawat klien
dengan isolasi sosial
4 Mengajarkan klien cara berkenalan
sengan satu orang

5 Menganjurkan klien memasukan


kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam setiap kegiatan
harian.

SP2P SP2K

1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Melatih keluarga mempraktikkan


pasien. cara merawat klien dengan isolasi
sosial.
2 Memberikan kesempatan kepada klien - Melatih keluarga mempraktikkan
mempraktikkan cara berkenalan dengan cara merawat langsung kepada klien
satu orang. isolasi sosial.

Membantu klien memasukan kegiatan


3 latihan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian.
SP3P SP3K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian - Membantu keluarga membuat jadwal
pasien. aktivitas dirumah termasuk minum
obat (Discharge Planning).
2 Memberikan kesempatan kepada klien - Menjelaskan follow up klien setelah
mempraktikkan cara berkenalan dengan pulang.
dua orang.

3 Menganjurkan klien memasukan dalam


kegiatan harian.

5. Implementasi keperawatan
Dilakukan sesuai SP kepada klien dan juga keluarga

6. Evaluasi keperawatan
1. Evaluasi kemampuan pasien
a. Pasien menunjukkan rasa percayanya kepada saudara sebagai
perawat dengan ditandai dengan pasien mau bekerja sama secara
aktif dalam melaksanakan program yang saudara usulkan kepada
pasien.
b. Pasien mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau
bergaul dengan orang lain, kerugian tidak mau bergaul, dan
keuntungan bergaul dengan orang lain.
c. Pasien menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang
lain secara bertahap.
2. Evaluasi kemampuan keluarga
a. Keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran
yang Anda berikan.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, dkk. 2009. Asuhan KEPERAWATAN Klien Dengan gangguan Jiwa.


Jogjakarta : Trans Info Medika
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung
: Refika Aditama
Keliat, budi Anna dan Akemat. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa
. Jakarta: EGC.
NANDA Internasional. 2012 Nursing Diagnosis: definition & Classifications 2012-
2014. Jakarta EGC
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK, and Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Kesehatan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai