DISUSUN OLEH :
2019
A. PENGERTIAN
MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu pendekatan
yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan
anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program
kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS
merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita di unit rawat jalan kesehatan
dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, dll.
B. TUJUAN MTBS
1. Menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit
tersering pada balita.
2. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak.
MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kementerian
Kesehatan RI, WHO, Unicef dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Sejak itu
penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS
dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu
kesehatan anak melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun
belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab, diantaranya belum
adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana prasarana untuk
pelaksanaan kegiatan.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana balita sakit.
Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:
D. Penatalaksanaan MTBS
Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh Petugas kesehatan
yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS untuk
melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa
saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar'
atau 'lihat dan raba'. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala
berdasarkan hasil tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit,
petugas akan menentukan tindakan/pengobatan. Tindakan yang dilakukan dapat berupa:
a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah,
d. Memberikan konseling bagi ibu,
e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan dan lain-lain
Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan
tunggal kemungkinan jarang terjadi, menurut data WHO, tiga dari empat balita
sakit seringkali memiliki banyak keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1
dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS. Pendekatan MTBS dapat
mengakomodir hal ini karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi
yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa.
Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang cost
effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila
Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan
pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu.
Pada tahun 2006 sosialisasi program MTBS dan pelatihan kepada petugas
puskesmas telah dilakukan, dimana masing-masing Puskesmas diwakili oleh 1 orang
tenaga medis (dokter) dan 2 orang tenaga paramedis(bidan, perawat). Akan tetapi
kematian balita di kabupaten Pasuruan mengalami kenaikan, yaitu tahun 2007 sebesar
5,2/1000 kelahiran hidup, tahun 2008 sebesar 5,4/1000 kelahiran hidup dan tahun 2009
sebesar 6,1/1000 kelahiran hidup. Darikematian tersebut diketahui penyebabnya antara
lain karena gizi buruk, pneumonia, DBD,diare serta infeksi. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis terhadap faktor faktor dalam implementasi program MTBS di
Puskesmas Kabupaten Pasuruan. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, metode
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sebagai informan utama adalah
petugas MTBS (dokter, bidan, perawat) di Puskesmas wilayah
perkotaan dan pinggiran kota yang melakukan MTBS, berjumlah 12 orang. Sedangkan
sebagai informan triangulasi adalah 4 kepala Puskesmas, satu Kasie Kesga Dinas
Kesehatan Kabupaten Pasuruan.
Variabel dalam penelitian ini adalah faktor komunikasi, faktor sumber daya,
faktor disposisi, serta faktor struktur birokrasi. Penelitian memberikan hasil sosialisasi
dan pelatihan program MTBS sudah dilakukan. Petugas yang melayani balita sakit belum
menunjang keberhasilan pencapaian tujuan MTBS oleh karena belum semua petugas
mendapatkan pelatihan MTBS, jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah balita
sakit yang berkunjung. Seluruh petugas MTBS mempunyai sikap positif untuk
mendukung program MTBS. Meskipun sudah tersedia SOP namun tidak semua petugas
menggunakannya dalam melayani MTBS.
Pembinaan dari DKK belum dilakukan rutin, supervisi masih bersifat umum, serta
tidak ada tindak lanjut yang diberikan. Agar pelayanan MTBS terlaksana dengan baik
maka perlu ditingkatkan sosialisasi SOP yang disertai pelatihan yang merata
untuk semua petugas serta supervisi yang spesifik pada MTBS.
DAFTAR PUSTAKA
Nikmatul, dkk. 2013. Implementasi Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
Puskesmas Wilayah Kabupaten Pasuruan. Pasuruan: Program Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro