Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seorang perawatan professional dalam merawat lanjut usia yang tidak ada
harapan mempunyai ketrampilan yang multi komplek.Sesuai dengan peran yang
dimiliki, perawatan harus mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan-perasaan hidup
dan mati.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang


menghadapi sakarotul maut tidaklah selamanya muda, klien lanjut usia akan
memberikan reaksi-reaksi yang berbeda –beda, bergantung kepada kepribadian dan
cara klien lanjut usia menghadapi hidup. Tetapi bagaimanapun keadaan, situasi dan
kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan terutama terhadap keluarga klien
lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga dalam keadaan krisis ini memerlukan
perhatian perawatan karena kematian pada seseorang dapat datang dengan berbagai
cara, dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari. kadang –
kadang sebelum ajal tiba klien lanjut usia ke hilangan kesadarannya terlebih dahulu.

Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan


WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur
dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan
dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena
peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat
dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat
bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik
seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk

1
pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati
sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal


dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang
ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep dasar kematian?

2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pasien lansia dalam


menghadapi kematian?

3. Bagaimanakah aplikasinya dalam kasus?

C. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik

b. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan


keperawatan lansia dalam menghadapi kematian .

2. Tujuan Khusus

a. Mengenal kosep dasar kematian.

b. Melakukan asuhan keperawatan lansiadalam menghadapi kematian.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep lansia .

1. Definisi

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan
menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti
rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman
panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas
orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-
kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang
dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar
untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses
normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan
berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana
di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan

3
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut,
kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap
menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).

2. Penggolongan lansia

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia


digolongkan menjadi 4, yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun

d. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

3. Ciri-ciri Lansia.

Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut
usia,yaitu:

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki
peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin
cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang
kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

4
b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya dari pada mendengarkan
pendapat orang lain.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami


kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas
dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk.

B. Konsep kematian.

1. Pengertian kematian .

Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir
dari kehidupan manusia(Buku Ajar Keperawatan Gerontik : 435).

Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut
nadinya tidak bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks,
serta tidak ada kegiatan otak.(Nugroho: 153).

5
2. Penyebab kematian

a. Penyakit.

1) Keganasan (karsinoma hati, paru, mamae).

2) CVD (cerebrovascular disaese).

3) CRF (chronic renal failure (gagal ginjal) ).

4) Diabetes melitus (gangguan endokrin).

5) MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) ).

6) COPD (chronic obstruction pulmonary disaese)

b. Kecelakaan (hematoma epidural).

3. Ciri atau tanda klien lanjut usia menjelang kematian

a. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur – angsur.


Biasanya dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki

b. Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan dan ujung
hidungnya

c. Kulit tampak pucat

d. Denyut nadi mulai tak teratur

e. Tekanan darah menurun

f. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.

g. Pernafasan cepat dangkal dan tidak teratur.

6
Tanda-Tanda Kematian dalam Ilmu Kedokteran :

Dalam ilmu kedokteran, dapat diketahui beberapa hal atau kondisi seseorang
yang mengalami kematian, yakni sejak sebelum seseorang tersebut dinyatakan
mati dengan sempurna sampai ia menjadi mayat. Di antaranya yaitu:
1) Death Rattle
Death rattle adalah istilah umum rumah sakit saat pasien yang hendak
meninggal mengeluarkan suara yang mengerikan.Hal ini terjadi setelah hilangnya
refleks batuk dan kehilangan kemampuan untuk menelan. Hal ini menyebabkan
akumulasi kelebihan air liur di tenggorokan dan paru-paru.

2) Cheynes-Stokes Respiration
Cheynes-stokes respiration adalah pola pernapasan yang sangat abnormal
ditandai dengan napas yang cepat dan kemudian periode tidak bernapas
(apnea).Dengan demikian, organ-organ semakin kekurangan darah dan oksigen.
Tanpa oksigen, sel-sel di organ mulai mati, dan akhirnya terjadi kematian individu
atau biologis.
3) Perubahan Kulit Muka
Akibat terhentinya sirkulasi darah, maka darah yang berada pada kapiler dan
venula di bawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah, sehingga
warna raut muka akan menjadi lebih pucat.
4) Relaksasi Otot
Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos
akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada
stadium itu disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang bawah akan melorot dan mulut
terbuka.
5) Penurunan Suhu Tubuh

7
Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga
suhu tubuh akan tuun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini
disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi dan pancaran panas.
6) Livor Mortis
Livor mortis adalah nama lain dari lebam mayat, hal ini terjadi karena adanya
gaya gravitasi yang menyebabkan darah mengumpul pada bagian-bagian tubuh
terendah. Timbulnya lebam mayat antara 1- 2 jam setelah mati, adapula yang
mengatakan bahwa lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian.
7) Defecation
Setelah kematian biologis, setiap otot dalam tubuh manusia akan berhenti
untuk menerima energi dalam bentuk ATP. Akibatnya perut akan relaks dan buang air
besar dapat terjadi.
8) Rigor Mortis
Rigor mortis adalah kekakuan setelah kematian, yakni tubuh tidak
mampu untuk memecahkan ikatan yang menyebabkan kontraksi. Dalam waktu
kurang lebih 6 jam sesudah mati, kaku mayat akan mulai terlihat dan lebih dari 6 jam,
seluruh tubuh akan menjadi kaku.
4. Tanda –tanda meninggal secara klinis.

Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-


perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu :

a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.

b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan

c. Tidak ada reflek.

d. Gambaran mendatar pada EKG.

8
5. Tahap Kematian

Tahap – tahap ini tidak selamanya bruntutan secara tetapi dapat saling tindih.
Kadang–kadang klien lanjut usia melalui suatu tahap tertentu untuk kemudian
kembali ketahap itu. Lama setiap tahap dapt bervariasi, mulai dari beberapa jam
sampai beberapa bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa
timbul kesan seolah – olah klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika
perawat memperhatikan seksama dan cermat.(Nugroho:2008)

a. Tahap Pertama ( Penolakan )

Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasany, sikap itu ditandai
dengan komentar “saya?tidak, itu tidak mungkin”. Selama tahap ini klien lanjut usia
sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien
lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak
memerhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia
bahkan menekan apa yg telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari
berbagai macam sumber profesional dan nonprofesional dalam upaya melarikan diri
dari kenyataan bahwa mau sudah diambang pintu.

b. Tahap kedua (marah)

Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi tidak terkendali. Klien lanjut
usia itu berkata “mengapa saya? ” sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela
setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas
kesehatan lainya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap ini, klien lanjut usia
lebih menganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan disini
merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang
sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini, perawat
kesehatan harus berhati – hati dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal
terhadap kemtian yang perlu diungkapkan.

9
c. Tahap ketiga (tawar – menawar )

Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , “ya, benar
aku, tapi...” kemarahan biasnya mereda dan klien lanjut usia biasanya dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Akan tetapi, pada tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung untuk
menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum mau tiba, dan akan menyiapkan
beberpa hal, misalnya klien lanjut usia mempunyai permintaan terkhir untuk melihat
pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan
direstoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membantu klien
lanjut usia memasuki tahap berikutnya.

d. Tahap keempat (sedih/ depresi )

Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata “ya, benar
aku” hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena lanjut usia sedang
dalam suaana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang
dicintainya dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan dengan
itu, dia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah dinikmatinya.
Selam tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis.
Saatnya perawat duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang melalui masa
sedihnya sebelum meninggal

e. Tahap kelima (menerima/ asertif)

Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.menjelang saat ini, klien
lanjut usia telah membereskan segala urusan ysng belum selesesai dan mungkin tidak
ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar menawar
sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja
lama ada dalam tahap menerima, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan .
Dengan kata lain pasrah terhadap maut tidak berarti menerima maut.

10
6. Pengaruh Kematian

a. Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia :

1) Bersikap kritis terhadap cara perawatan.

2) Keluarga dapat menerima kondisinya.

3) Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut.

4) Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan


tidak dapat mengatasi rasa sedih.

5) Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.

6) Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar


beban emosi keluarga.

7) Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.

b. Pengaruh kematian terhadap tetangga / teman :

1) Simpati dan dukungan moril.

2) Meremehkan / mencela kemampuan tim kesehatan

7. Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian :

a. Kebutuhan jasmaniah.

Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang. Tindakan
yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia ( mis., sering mengubah
posisi tidur, perawatan fisik, dan sebagainya ).

b. Kebutuhan fisisologis.

11
a) Kebersihan Diri,kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan
kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut,
mulut, badan dan sebagainya.

b) Mengontrol Rasa Sakit,beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit


digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg.
Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan
melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah
menurun.

c) Membebaskan Jalan Nafas,untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi


fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk
membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang
baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian
oksigen.

d) Bergerak,apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu


untuk bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk
mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat
digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah
menurun.

e) Nutrisi,klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan


peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan
merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein
serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia,
perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena atau Infus.

12
f) Eliminasi,karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat
terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau
dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.

g) Perubahan Sensori,klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur,


klien biasanya menolak atau menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat
terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu
merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-
bisik.

c. Kebutuhan emosi.

Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien lanjut usiadalam


menghadapi kematian.

a) Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat ( ketakutan


yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencegah
kematian ).

b) Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya.


Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa
lalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu
sejenak.

c) Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.

d. Kebutuhan sosial

Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:

13
a) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu
dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman
dekat, atau anggota keluarga lain.

b) Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan


perlu diisolasi.

c) Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan


kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.

d) Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan


mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien
mampu membacanya.

e. Kebutuhan spiritual

a) Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan


rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian.

b) Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam


hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.

c) Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan


spiritual sebatas kemampuannya.

8. Pertimbangan khusus dalam perawatan :

a. Tahap I ( penolakan dan rasa kesendirian ), mengenal atau mengetahui


bahwa proses ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau
ancaman maut.

1) Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk


mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi kematian sejauh

14
tidak merusak.

2) Memfasilitasi klien lanjut usia dalam menghadapi kematian.


Luangkan waktu 10 menit sehari, baik dengan bercakap – cakap
maupun sekedar bersamanya.

b. Tahap II ( marah ), mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda –


tandanya.

1) Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk


mengungkapkan kemarahannya dengan kata – kata.

2) Ingat, bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, “


Mengapa hal ini terjadi pada diriku ? “.

3) Sering kali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai
cara klien lanjut usia bertingkah laku.

c. Tahap III ( tawar – menawar ), menggambarkan proses seseorang yang


berusaha menawar waktu.

1) Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan, seperti seandainya “


Saya...“

2) Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian


dengan tawar – menawar.

3) Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat


menunjukan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan
perasaanya.

d. Tahap IV ( depresi ), lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin


menolak lagi kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini
kesedihan akan kematian itu sudah membayanginya.

15
1) Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa
tindakan ini sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan
takut menyaksikan klien lanjut usia atau keluarga menangis. Hal ini
merupakan ungkapan pengekspresian kesedihanya. Anda boleh saja ikut
berduka cita.

2) “ Apakah saya akan mati ? “ Sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut


usia tersebut hanya sekadar mengisi dan menghabiskan waktu untuk
memperbincangkan perasaanya, bukannya mencari jawaban. Biasanya
klien lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu
jawabanya. Apakah anda merasa akan meninggal dunia.

e. Tahap V, membedakan antara sikap menerima kematian dan


penyerahan terhadap kematian yang akan terjadi.Sikap menerima : klien
lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba
dan ia tak boleh menolak. Sikap menyerah : sebenarnya klien lanjut usia
tidak menghendaki kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal itu akan
terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.

1) Luangkan waktu untuk klien lanjut usia ( mungkin beberapa kali


dalam sehari ). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klieen lanjut usia.
Oleh karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusiakan perasaan mereka.

2) Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan


perhatianya sebanyak mungkin. Tindakan ini akan memberi ketenangan dan
perasan aman.

9. Hak asasi pasien menjelang ajal

Lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai ia
mati. Lanjut usia:

16
a. Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya
dapat saja berubah.

b. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus


harapan, walaupun dapat berubah.

c. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang


sudah mendekat dengan caranya sendiri.

d. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai


perawatannya.

e. Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan


perawatan, walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan
memberi rasa nyaman.

f. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.

g. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.

h. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.

i. Berhak untuk tidak ditipu.

j. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam


menerima kematian.

k. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.

l. Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak di hakimi atas


keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.

m. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan


kerohanian.

17
n. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan
dihormati sesudah mati.

C. Perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal

a. Pengertian

Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban


penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud dengan
tindakan aktif antara lain mengurangi /menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain
serta memperbaiki aspek psikologis, social, dan spiritual.

Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si


sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya di berikan kepada
lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah di
diangnosa oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada
harapan untuk sembuh (mis, menderita kanker). Sebagaian besar pasien lanjut usia,
pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut “stadium paliatif”, yaitu
kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya
dokter memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (mis,
kanker, stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis social, kultural,
dan spiritual.

Tim perawatan paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat,
psikolog, ahli fisioterapi, pekerja social medis, ahli gizi, rohaniawan, dan relawan.
Perlu diingat bahwa tujuan perawatan paliatif adalah mengurangi beban penderitaan
lanjut usia. Penderitaan terjadi bila ada salah satu apek yang tidak selaras, baik aspek
fisik maupun psikis, peran dalam keluarga, masa depan yang tidak jelas, gangguan
kemampuan untuk menolong diri, dan sebagainya.

D. Asuhan keperawatan lansia menghadapi kematian.

18
1. Pengkajian

a) Perasaan takut.

Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan
yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila
keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan
pertimbangan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat
harus mengendalikan rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat.

Perasaan takut yang mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori,
nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin,
dehidrokodein, dan dektromoramid. Apibila orang berbicara tentang perasaan
takut mereka terhadap maut, respon mereka secara tipikal mencakup perasaan
takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai,
kehilangan martabat, urusan yang belum selesai, dan sebagainya.

b) Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian,


antara lain mencela dan mudah marah.

c) Tanda vital. Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu
badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis
yang mengaturnya berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan
dengan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk
mengenali keadaan kesehatan seseorang.

d) Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas


waspada, yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar,
dialami, dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak
tekan, dan sikap, bersifat adekuat, yaitu tepat dan sesuai ( Mahar Mardjono
dan P. Sidharta, 1981 ).

19
e) Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap
organ mempunyai fungsi khusus.

2. Diagnosa.

a) Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan


adanya penyumbatan slem yang ditandai dengan sesak napas.

b) Gangguan kenyamanan yang berhubungan dengan batuk, panas tinggi


yang ditandai pasien gelisah

c) Gangguan kesadaran yang berhubungan dengan dampak patologis


degan manifestasi apatis/koma

d) Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan


makanan yang dihabiskan sering tidak habis.

e) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang berhubungan


dengan muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung,
suhu naik.

f) Gangguan eliminasi yang berhubungan dengan obstipasi yang ditandai


beberapa hari pasien tidak defekasi

g) Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan produksi


urinenya, yang ditandai dengan jumalah urinenya berapa cc.

h) Keterbatasan gerakan yang berhubungan dengan tirah baring lama


yang ditandai dengan kaku sendi/otot

i) Gangguan psikologis yang berhubungan dengan perubahan pola


seksualitas yang ditandai susah tidur, pucat, murung.

j) Cemas yang berhubungan dengan memikirkan penyakitnya dan

20
keluarga

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi


Gangguan kebutuhan Kebutuhan oksigen Menciptakan lingkungan
oksigen terpenuhi yang sehat
Mengamati dan mengkaji
keadaan pernapasan pasien
Melatih pasien untuk
pernapasan
Gangguan Rasa nyaman terpenuhi Mengupayakan penurunan
kenyamanan suhu tubuh
Memberi obat sesuai dengan
program

Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi Mempertahankan


terpenuhi kebutuhannutrisi yang cukup
Gangguan Keseimbangan cairan Mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi keseimbangan cairan dan
dan elektrolit elektrolit

Gangguan eleminasi Kebutuhan eliminasi Mempertahankan kelancaran


alvi (defekasi) terpenuhi defekasi

Gangguan eliminasi Kebutuhan eliminasi Mempertahankan


urine (berkemih) terpenuhi kelancaran berkemih

Keterbatasan Kebutuhan pergerakan Memenuhi kebutuhan gerak


pergerakan (sendi dan otot) terpenuhi (mobilisasi)

21
Perubahan Kebutuhan merawat diri Membantu memenuhi
perawatan diri terpenuhi kebutuhan merawat diri

Gangguan pola tidur Kebutuhan istirahat dan Ciptakan komunikasi yang


tidur terpenuhi terapeutik, dengan member
penjelasan kepada pasien
tentang pentingnya istirahat
terhadap tubuh
Kecemasan Rasa cemas Menciptakan lingkungan
hilang/berkurang yang terapeutik.
.

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Ny.R adalah seorang wanita lemah keturunan Irlandia yang berusia 88 tahun.
Suaminya, meninggal 14 tahun yang lalu akibat cedera serebrovaskuler. Ny. P tinggal
dirumahnya bersama anaknya hingga satu tahun yang lalu. Pada saat itu ia
didiagnosis kanker payudara metastasis ,ia telah menjalani pembedahan, radiasi, dan
kemoterapi. Pasien diinformasikan bahwa harapan hidupnya hanya tinggal kurang
dari setahun, pada suatu saat tiba-tiba kondisinya menurun dan mengalami kondisi
yang terminal, pasien mengalami penurunan keyakinan terhadap tuhannya dan
keluarganya pun mengalami kecemasan akan kondisi terminal yg dihadapi klien

22
A. Pengkajian

a) Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat,


pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental :
Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi
ireguler.

b) Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas


memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas
mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena
pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia
urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya :
Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau
kondisi penyakit mis gagal ginjal.

c) Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun,


peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi
terjadi karena asupan cairan menurun.

d) Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus


memakai selimut.

e) Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang


saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran
berkurang, sensasi menurun.

f) Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan


secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan
dan meningkatkan kenyamanan.

23
g) Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan
perubahan posisi yang sering.

h) Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya


mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali
ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara
lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam
hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau
barrier komunikasi.

i) Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri,


terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama
dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal
yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan
yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan,
kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.

B. Diagnosa

a) Ansietas (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan


diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak
dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada gaya hidup.

b) Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian


yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain.

c) Distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system

24
pendukung keagamaan, atau ketidakmampuan diri dalam menghadapi
ancaman kematian.

C. Intervensi.

a) Diagnosa I : Ansietas (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan


diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.

Tujuan : Kecemasan pasien dan atau keluarga akan berkurang / hilang.

Kriteria hasil : Klien atau keluarga akan :

1) Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan gangguan.

2) Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggung


jawab, peran dan gaya hidup.

Intervensi :

1) Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya.

Berikan kepastian dan kenyamanan.

Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan menghindari


pertanyaan.

Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang


berhubungan dengan pengobatannya.

Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif Klien yang cemas


mempunpunyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan
kemampuan untuk belajar.

R/ : Ansietas cenderung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien

25
pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.

2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya


rendah atau sedang.

R/ : Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan
dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan
ansietas berat atau parah tidak menyerap pelajaran.

3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-


ketakutan mereka.

R/ : Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn


kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.

4) Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif.

R/ : Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson


koping positif yang akan datang.

b) Diagnosa 2 : Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan


kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik
diri dari orang lain.

Tujuan : Pasien dan keluarga siap secara mental menghadapi kondisi dan
kenyataan yang akan terjadi.

Kriteria Hasil :

Klien akan :

1) Mengungkapakan kehilangan dan perubahan

2) Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan

26
3) Menyatakan kematian akan terjadi

Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat


yang efektif , yang dibuktikan dengan cara sbb :

1) Menghabiskan waktu bersama klien

2) Mempertahankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien

3) Berpartisipasi dalam perawatan

Intervensi :

1) Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan


perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi
dari kehilangan, jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan
sehat.

R/ : Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan


bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan
perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon
berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien
dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka
terhdap situasi tersebut.

2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti


yang memberikan keberhasilan pada masa lalu.

R/ : Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.

3) Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang


positif.

R/ : Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan

27
diri dan penerimaan kematian yang terjadi.

4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab
semua pertanyaan dengan jujur.

R/ : Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai


kematian yang akan terjadi di terima.

5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan


ketidak nyamanan dan dukungan.

R/ : Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling


menghargai tindakan keperawatan berikut :

a) Membantu berdandan.

b) Mendukung fungsi kemandirian.

c) Memberikan obat nyeri saat diperlukan dan meningkatkan


kenyamanan fisik (skoruka dan bonet 1982).

c) Diagnosa 3 : Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan


perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak
mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

Tujuan : Tidak terjadi distres spiritual pada pasien dan keluarga.

Kriteria Hasil : Klien dan keluarga mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya


yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit.

Intervensi :

1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau

28
ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi
kesemptan pada klien untuk melakukannya.

R/ : Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do’a atau praktek spiritual
lainnya, praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.

2) Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya


keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien.

R/ : Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan


klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.

3) Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai


kebutuhan klien dapat dilaksanakan.

R/ : Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan


refresi dan perenungan.

4) Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo’a bersama klien


lainnya atau membaca buku keagamaan.

R/ : Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang


sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.

BAB 4

PENUTUP

A. Keimpulan

29
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir
dari kehidupan manusia(Buku Ajar Keperawatan Gerontik : 435).

Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut
nadinya tidak bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks,
serta tidak ada kegiatan otak.(Nugroho: 153).

B. Saran .

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan :

1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan asuhan


keperawatan pada lansia mennjelang ajal.

2. Proses penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik,


psikis dan sosial bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya
meningkatkan pendekatan-pendekatan melalui komunikasi terapeutik, sehingga
akan tercipta lingkungan yang nyaman dan kerja sama yang baik dalam
memberikan asuhan keperawatan gerontik.

3. Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan


dengan pasien dituntut meningkatkan secara terus menerus dalam hal pemberian
informasi dan pendidikan kaesehatan sesuai dengan latar belakang pasien dan
keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Maryam,R.Siti, dkk.2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta:Salemba

30
Medika.

Mass,Meridean.2011.Asuhan Keperawatan Geriatrik.EGC:Jakarta.

Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Stanley,mickey.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerotik edisi 2.EGC:Jakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Undangan 17an
    Undangan 17an
    Dokumen1 halaman
    Undangan 17an
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • CCC
    CCC
    Dokumen1 halaman
    CCC
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Asp
    Asp
    Dokumen10 halaman
    Asp
    Cici Iiss
    Belum ada peringkat
  • Askep BPH
    Askep BPH
    Dokumen61 halaman
    Askep BPH
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Undangan PMNS
    Undangan PMNS
    Dokumen1 halaman
    Undangan PMNS
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • PENGETAHUAN KEPRAMUKAAN
    PENGETAHUAN KEPRAMUKAAN
    Dokumen4 halaman
    PENGETAHUAN KEPRAMUKAAN
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Osteo
    Osteo
    Dokumen30 halaman
    Osteo
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Shift
    Manajemen Shift
    Dokumen3 halaman
    Manajemen Shift
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Osteo Gerontik
    Osteo Gerontik
    Dokumen16 halaman
    Osteo Gerontik
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • SAP Anemia
    SAP Anemia
    Dokumen5 halaman
    SAP Anemia
    Arief Ferri Nurdin
    100% (1)
  • Osteo Gerontik
    Osteo Gerontik
    Dokumen16 halaman
    Osteo Gerontik
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Mtbs
    Mtbs
    Dokumen6 halaman
    Mtbs
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Daftar Nama Peserta
    Daftar Nama Peserta
    Dokumen4 halaman
    Daftar Nama Peserta
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Desa Siaga 1
    Desa Siaga 1
    Dokumen11 halaman
    Desa Siaga 1
    Fina hastuti
    Belum ada peringkat
  • Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
    Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
    Dokumen9 halaman
    Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • ASKEP BPH Fix
    ASKEP BPH Fix
    Dokumen38 halaman
    ASKEP BPH Fix
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Keperawatan Kesehatan Kerja
    Keperawatan Kesehatan Kerja
    Dokumen7 halaman
    Keperawatan Kesehatan Kerja
    Estu Pamungkas
    Belum ada peringkat
  • Undangan 17an
    Undangan 17an
    Dokumen1 halaman
    Undangan 17an
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Sap Rom
    Sap Rom
    Dokumen7 halaman
    Sap Rom
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Undangan PMNS
    Undangan PMNS
    Dokumen1 halaman
    Undangan PMNS
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Makalah Keperawatan Medikal Bedah Kad
    Makalah Keperawatan Medikal Bedah Kad
    Dokumen21 halaman
    Makalah Keperawatan Medikal Bedah Kad
    Estu Pamungkas
    Belum ada peringkat
  • KMB Hiv Aids
    KMB Hiv Aids
    Dokumen13 halaman
    KMB Hiv Aids
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Kolik Ureter Batu Dalam
    Kolik Ureter Batu Dalam
    Dokumen14 halaman
    Kolik Ureter Batu Dalam
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Gastritis
    Gastritis
    Dokumen16 halaman
    Gastritis
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen12 halaman
    Daftar Pustaka
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen12 halaman
    Daftar Pustaka
    Dian Fitria
    Belum ada peringkat