PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sediaan parenteral yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan dan
intramuskular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan
pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan pemberian obat yang kritis jika
dibandingkan dengan pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya
perkembangan ilmu biotekhnologi telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara
biotekhnologi seperti obat peptide dan atau produk gen.
Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat maupun
obat yang tidak tersedia untuuk rute non-injeksi. Penggunaan awal sediaan parenteral
menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat. Padahal Pasteur dan
Lister telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi untuk mengeliminasi
mikroorganisme pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi, tekhnologi sterilisasi tidak
berkembang secara signifikan. Sebagai contoh, autoklaf sudah ditemukan sejak 1884,
filtrasi membran pada tahun 1918, etilenoksida pada tahun 1944, penyaring udara
berefisiensi tinggi (HEPA, high effiency particulate air) pada tahun 1952, dan sungkup
aliran udara laminar (LAF) pada tahun 1961.
Peningkatan suhu tubuh dan dingin menggigil pada pasien yang menerima
penyuntikan obat sudah teramati sejak tahun 1911, dan pada tahun 1923 diketahui
penyebabnya yaitu pirogen yang dihasilkan bakteri. Produksi injeksi mempunyai
beberapa karakteristik khusus, seperti : aman secara toksikologi, steril, stabil dan isotonis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sediaan steril
2. Bagaimana bentuk-bentuk, jenis dan syarat pembuatan sediaan steril
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi sediaan steril
4. Bagaimana cara proses sterilisasi
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sterilisasi.
2. Untuk mengetahui bentuk dan jenis sediaan steril.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi sediaan steril.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat pembuatan sediaan steril.
5. Untuk mengetahui bagaimana proses sterilisasi sediaan steril
D. Manfaat
1. Menambah wawasan dan referensi tentang sediaan steril
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan pada bidang farmasi mengenai sediaan steril
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apatogen atau nonpatogen (tidak menimbulkan
penyakit) , baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam
bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri
dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam
usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh. Mikroba
patogen misalnya salmonella typhosa yang menyebabkan sakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan
bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat
proyeksi kinetis angka kematian mikroba.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara
bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran
mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama
dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat
kemurnian tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam
penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis
kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Produk steril termasuk sediaan parenteral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa
diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular,
subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral
3
dilakukan bila diinginkam kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat , bila
penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak
tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara
pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Sifat kimia inilah yang menentukan formulasi dan pemilihan metode pembuatan
sediaan obat.
4
2. Safety. Keamanan ini antara lain meliputi: keamanan dosis obat dalam terapi,
memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan efek
toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.
3. Acceptable. Maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian
menarik dan mudah dipakai konsumen.
4. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut dalam
sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berwarna, tetap terlihat jernih (tidak keruh).
5. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna larutan
sama dengan warna zat aktifnya, sehingga tidak ada campuran warna lain dalam
sediaan itu.
6. Bebas dari partikel asing. Partikel asing: partikel yang bukan penyusun obat. Sumber
partikel bisa berasal dari air, bahan kimia, personil yang bekerja, serat dari
alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
7. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
8. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul. Uji
kebocoran dapat dilakukan dengan uji menggunakan larutan warna (dye bath test) dan
metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)
9. Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal, jika bentuk sediaan
larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan suspensi).
Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi.
5
menentukan: bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis,
isotonis, isohidris dan bebas bahan melayang.
E. Proses sterilisasi
Dapat dilihat, makin besar tekanan yang dipergunakan makin tinggi temperature yang
dicapai dan makin pendek waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi. Suatu siklus autoklaf
yang ditetapkan dalam Farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit
pada suhu 121ºC kecuali dinyatakan lain.
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya
denaturasi dan koagulasi beberapa protein essensial organisme tersebut. Pada umumnya
metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan
6
terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek
yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut. Metode ini juga dipergunakan untuk
larutan dalam jumlah besar, alat-alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak
digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan-sediaan lain
yang tidak ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak
oleh uap air jenuh.
1. Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai “lilin penyaring” yang dibuat
dari tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
2. Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur
Chamberland, Doulton, dan Selas).
3. Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan
(penyaring Seitz dan swinney).
4. Gelas Buchner, jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.
7
4. Sterilisasi gas
Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat disterilkan dengan
baik dengan memaparkan gas etilen oksida atau propilen oksida bila dibandingkan
dengan cara-cara lain. Keburukan dari etilen oksida adalah sifatnya yang sangat mudah
terbakar, walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan
kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang
mengandung ion klorida.
6. Proses aseptik
Tidak termasuk salah satu cara penyeterilan secara mutlak, merupakan cara
penanganan bahan steril dengan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
cemaran bakteri (kontaminasi bakteri) sehingga seminimum mungkin.
8
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sterilisasi merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Steril ini sendiri memiliki makna yang berarti suatu keadaan dimana terjadi pada
kondisi konotasi relatif, ataupun pada kondisi mutlak bebas dari organisme. Sediaan
steril dapat berbentuk padat steril, semi padat dan cair. Selain itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi sediaan steril yakni Farmakokinetika obat, terapi (dosis efektif obat
dan lama penggunaan obat), sifat fisika kimia (ukuran partikel, sifat alir,
kompaktibilitas, ketahanan terhadap kelembaban). Kemudian syarat sediaan steril
juga meliputi efektivitas obat untuk mencapai terapi, kemanan obat, ketertarikan
pasien, sediaan harus jernih, keseragaman bobot, memenuhi uji kebocoran dan stabil.
Metode yang umum digunakan untuk proses sterilisasi dan desinfeksi dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: Deskruksi mikroorganisme, pembunuhan
atau inaktivasi dan penghilangan secara fisikal.
B. Saran
Untuk pembuatan sediaan steril ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
sediaannya antara lain:
Keamanan sediaan
Kontaminasi terhadap mikroba
Stabilitas
Kelarutan
Kemasan sediaan
Manufacturing
9
Daftar Pustaka
Moh. Anief, Drs. Apoteker, 1984. Ilmu Farmasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
C.F. Van Duin, DR., 1947. Ilmu Resep dalam Praktek dan Teori, Utrecht.
(http://pharmaciststreet.blogspot.co.id/2013/01/ruangan-produksi-steril.html), diakses
tanggal 20 Oktober 2016 Pukul 15.00 WIB
(http://sulwahirahs.blogspot.co.id/2015/06/tekhnologi-sediaan-steril.html), diakses
tanggal 20 Oktober 2016 Pukul 18.21 WIB
10