Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak Usia Sekolah

2.1.1 Perkembangan Anak Usia Sekolah

Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori

tumbuh kembang (Wong, 2009), yaitu:

1. Perkembangan Kognitif (Piaget)

Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan anak usia sekolah berada pada

tahap konkret dengan perkembangan kemampuan anak yang sudah mulai

memandang secara realistis terhadap dunianya dan mempunyai anggapan

yang sama dengan orang lain. Sifat ego sentrik sudah mulai hilang, sebab

anak mulai memiliki pengertian tentang keterbatasan diri sendiri. Anak usia

sekolah mulai dapat mengetahui tujuan rasional tentang kejadian dan

mengelompokkan objek dalam situasi dan tempat yang berbeda. Pada periode

ini, anak mulai mampu mengelompokkan, menghitung, mengurutkan, dan

mengatur bukti-bukti dalam penyelesaian masalah. Anak menyelesaikan

masalah secara nyata dan urut dari apa yang dirasakan. Sifat pikiran anak usia

sekolah berada dalam tahap reversibilitas, yaitu anak mulai memandang

sesutau dari arah sebaliknya atau dapat disebut anak memiliki dua pandangan

terhadap sesuatu. Perkembangan kognitif anak usia sekolah memperlihatkan

anak lebih bersifat logis dan dapat menyelesaikan masalah secara konkret.

Kemampuan kognitif pada anak terus berkembang sampai remaja (Hurlock,

2006).

8
2. Perkembangan Psikoseksual (Freud)

Pada perkembangan ini, anak usia sekolah berada pada fase laten

dimana perkembangannya ditunjukkan melalui kepuasan anak terhadap diri

sendiri yang mulai terintegrasi dan anak sudah masuk pada masa pubertas.

Anak juga mulai berhadapan dengan tuntutan sosial seperti memulai sebuah

hubungan dalam kelompok. Pada tahap ini anak biasanya membangun

kelompok dengan teman sebaya. Anak usia sekolah mulai tertarik untuk

membina hubungan dengan jenis kelamin yang sama. Anak mulai

menggunakan energi untuk melakukan aktifitas fisik dan intelektual bersama

kelompok sosial dan dengan teman sebayanya, terutama dengan yang berjenis

kelamin sama (Wong, 2009).

3. Perkembangan Psikososial

Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan akan

selalu berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan terutama apabila hal

tersebut bernilai sosial atau bermanfaat bagi kelompoknya. Pada tahap ini

anak akan sangat tertarik dalam menyelasaikan sebuah masalah atau

tantangan dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan

anak untuk mengambil setiap peran yang ada di lingkungan sosial terutama

dalam kelompok sebayanya. Pada tahap ini, anak menginginkan adanya

pencapaian yang nyata. Keberhasilan anak dalam pencapaian setiap hal yang

mereka lakukan akan meningkatkan rasa kemandirian dan kepercayaan diri

anak. Anak-anak yang tidak dapat memenuhi standar yang ada dapat

9
mengalami rasa inferiority (Muscari, 2005; Wong, 2009). Anak yang

mengalami inferiority harus diberikan dukungan dalam menjalankan

aktivitasnya (Sarafino, 2006).

2.1.2 Ciri-Ciri Anak Sekolah Dasar

Menurut Hurlock (2006), orang tua, pendidik, dan ahli psikologis

memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu mencerminkan

ciri-ciri penting dari periode anak usia sekolah, yaitu sebagai berikut:

1. Masa yang menyulitkan

Suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan dimana

ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tua

dan anggota keluarga lainnya.

2. Masa anak tidak rapi

Suatu masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh

dalam penampilan, dan kamarnya sangat berantakan. Sekalipun ada peraturan

keluarga yang ketat mengenai kerapihan dan perawatan barang-barangnya,

hanya beberapa saja yang taat, kecuali kalau orang tua mengharuskan

melakukannya dan mengancam dengan hukuman.

2.1.3 Keterampilan yang Harus Dimiliki Anak Sekolah Dasar

Menurut Gunarsa (2008), dengan memasuki dunia sekolah dan masyarakat,

anak-anak dihadapkan pada tuntutan sosial yang baru, yang menyebabkan

timbulnya harapan-harapan atas diri sendiri (self-expect-action) dan aspirasi-

aspirasi baru, dengan lain perkataan akan muncul lebih banyak tuntutan dari

10
lingkungan maupun dari dalam anak sendiri yang kesemuanya ingin dipenuhi.

Beberapa ketrampilan yang perlu dimiliki anak pada fase ini meliputi antara lain:

1. Ketrampilan menolong diri sendiri (self-help skills): misalnya dalam hal

mandi, berdandan, makan, sudah jarang atau bahkan tidak perlu ditolong lagi.

2. Ketrampilan bantuan sosial (social-help skills): anak mampu membantu

dalam tugas-tugas rumah tangga seperti : menyapu, membersihkan rumah,

mencuci dan sebagainya.

3. Ketrampilan sekolah (school-skills): meliputi penguasaan dalam hal

akademik dan non akademik.

4. Ketrampilan bermain (play-skills): meliputi ktrampilan dam berbagai jenis

permainan seperti main bola, mengendarai sepeda, catur, bulutangkis dan

lain-lain.

2.1.4 Tugas Perkembangan Anak Sekolah Dasar

Tugas-tugas perkembanga anak Sekolah Dasar menurut Hurlock (2006),

yaitu:

1. Mempelajari ketrampilan fisik yang dipelukan untuh permainan-permaianan

yang umum

2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang

sedang tumbuh

3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya

4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat

5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis

dan berhitung

11
6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan

sehari-hari

7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai

8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan lembaga-

lembaga

9. Mencapai kebebasan pribadi.

2.2 Konsep Mencuci Tangan

2.2.1 Pengertian Mencuci Tangan

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari

kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan

mengurangi jumlah mikroorganisme sementara (Dahlan dan Umrah, 2013). Cuci

tangan merupakan salah satu cara untuk menghindari penyakit yang ditularkan

melalui makanan. Kebiasaan mencuci tangan secara teratur perlu dilatih pada

anak. Jika sudah terbiasa mencuci tangan sehabis bermain atau ketika akan

makan, maka diharapkan kebiasaan tersebut akan terbawa sampai tua

(Samsuridjal, 2009).

2.2.2 Pentingnya Mencuci Tangan Memakai Sabun

Manfaat mencuci tangan selama 20 detik yaitu sebagai berikut (Wirawan,

2013):

1. Mencegah risiko tertular flu, demam dan penyakit menular lainnya sampai

50%.

12
2. Mencegah tertular penyakit serius seperti hepatitis A, meningitis dan lain-

lain.

3. Menurunakan risiko terkena diare dan penyakit pencernaan lainnya sampai

59%.

4. Jika mencuci tangan sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan,

sejuta kematian bisa dicegah setiap tahun.

2.2.3 Bahaya Tidak Mencuci Tangan

Disamping manfaat secara kesehatan yang telah terbukti, jika tidak mencuci

tangan memakai sabun, kita dapat menginfeksi diri sendiri terhadap kuman

dengan menyentuh mata, hidung atau mulut. Kuman juga dapat menyebar ke

orang lain dengan berentuhan/kontak dengan anggota tubuh. Penyakit infeksi

umumnya menyebar melalui kontak tangan ke tangan termasuk demam biasa

(common cold), flu dan beberapa kelainan system pencernaan seperti diare.

Kebersihan tangan yang kurang juga menyebabkan penyakit terkait makanan

seperti infeksi Salmonella dan E.coli. Beberapa mengalami gejala yang

mengganggu seperti mual, muntah, diare (Wirawan, 2013).

2.2.4 Tata Cara mencuci Tangan

Mencuci tangan yang mampu menangani berbagai penyebaran penyakit

adalah cuci tangan yang dilakukan sesuai dengan prosedur/tata caranya. Menurut

WHO (2009) cuci tangan yang baik dan benar dilakukan selama 40-60 detik.

Langkah-langkah mencuci tangan menurut WHO (2009) sebagai berikut:

1. Basahi tangan dengan air mengalir, yaitu tangan dibasahi terlebih dahulu

dengan air mengalir (air kran).

13
2. Mengambil sabun yang cukup untuk semua permukaan tangan, yaitu tangan

dicuci dengan menggunakan sabun yang secukupnya, bila perlu

menggunakan sabun cair/antiseptik.

3. Usap dan gosok punggung tangan secara bergantian, yaitu saat menggunakan

sabun bagian punggung tangan juga perlu dibersihkan dengan cara digosok.

4. Gosok telapak kanan atas ke tangan kiri pada sela-sela jari hingga bersih

secara bergantian, yaitu saat menggunakan sabun bagian telapak tangan dan

celah-celah jari tangan juga perlu dibersihkan dengan cara digosok

5. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan, yaitu saat

menggunakan sabun bagian ujung jari (kuku) perlu dibersihkan menggunakan

ujung jari yang lainnya.

6. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian, yaitu teknik mencuci

tangan dengan cara menggosok sambil memutar.

7. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan, yaitu teknik

mencuci tangan dengan menggosok telapak tangan menggunakan ujung jari.

8. Membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir, setelah

menggosok tangan menggunakan sabun dilanjutkan dengan bilas

menggunakan air bersih (mengalir/kran)

9. Keringkan menggunakan tisu, setelah bilas tangan dengan air bersih tangan

dapat dikeringkan menggunakan tisu/handuk yang bersih. dan

10. Matikan kran, tahap terakhir adalah matikan kran air untuk penghematan air.

Berdasarkan pendapat UNICEF (2008), mencuci tangan yang tepat

membutuhkan sabun dan hanya sedikit jumlah air. Air mengalir dari keran tidak

14
diperlukan, baskom kecil berisi air atau botol atau kaleng tekan berisi air

sudah cukup. Tata cara mencuci tangan mencakup membasahi tangan dengan

sabun, menggosok semua permukaan tangan, termasuk telapak tangan, kembali,

antara jari dan terutama di bawah kuku, paling tidak untuk 20 detik baik, bilas

dengan air mengalir (daripada membilas masih dalam air), dan kering baik di

yang bersih kain atau dengan melambaikan di udara.

2.2.5 Faktor-Faktor Kemampuan Anak Mencuci Tangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan anak mencuci tangan yaitu:

Faktor predisposisi yang memotivasi seseorang untuk melakukan cuci tangan

pakai sabun yang meliputi pengetahuan, tradisi, sistem nilai yang dianut

masyarakat. Pengetahuan yang baik dan pengalaman yang didapatkan dari

lingkungan sekitar akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk melakukan

perilaku hidup bersih seperti cuci tangan pakai sabun, faktor yang mendukung

timbulnya kemampuan anak untuk mencuci tangan pakai sabun yaitu berupa

dukungan dalam bentuk lingkungan fisik seperti sarana dan prasarana pendukung.

15
Untuk merubah kemampuan anak mencuci tangan pakai sabun juga diperlukan

perilaku contoh dari tokoh masyarakat dan petugas kesehatan (Kusbiantoro,

2015).

2.3 Konsep Modeling Video

2.3.1 Pengertian Modeling Video

Berdasarkan pendapat Sadiman dkk (2006), media adalah segala sesuatu

yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima

sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat serta perhatian

siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Definisi tersebut merujuk

pada fungsional media yakni pengantar berbagai informasi dan merangsang

timbulnya minat dan perhatian anak.

Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat Arsyad (2006) yang

mengungkapkan media secara lebih khusus yakni media dalam proses belajar

mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis

untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau

verbal. Pengertian tersebut mengungkapkan bahwa media atau alat yang

digunakan dalam proses belajar mengajar yang digunakan untuk mengungkap,

memproses, dan menyusun kembali informasi visual.

2.3.2 Tujuan Penggunaan Media Video

Beberapa tujuan dari pembelajaran menggunakan media video yaitu

mencakup tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor (Arsyad, 2006). Ketiga tujuan

ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Tujuan Kognitif

16
a. Dapat mengembangkan kemampuan kognitif yang menyangkut

kemampuan mengenal kembali dan kemampuan memberikan rangsangan

berupa gerak dan sensasi.

b. Dapat mempertunjukkan serangkaian gambar diam tanpa suara

sebagaimana media foto dan film bingkai meskipun kurang ekonomis.

c. Video dapat digunakan untuk menunjukkan contoh cara bersikap atau

berbuat dalam suatu penampilan, khususnya menyangkut interaksi

manusiawi.

2. Tujuan Afektif

Dengan menggunakan efek dan tekhnik, video dapat menjadi media yang

sangat baik dalam mempengaruhi sikap dan emosi.

3. Tujuan Psikomotorik

a. Video merupakan media yang tepat untuk memperlihatkan contoh

keterampilan yang menyangkut gerak. Dengan alat ini diperjelas baik

dengan cara memperlambat ataupun mempercepat gerakan yang

ditampilkan.

b. Melalui video siswa langsung mendapat umpan balik secara visual

terhadap kemampuan mereka sehingga mampu mencoba keterampilan

yang menyangkut gerakan tadi.

2.3.3 Manfaat Menggunaan Media Video

Manfaat media video menurut Prastowo (2012), antara lain:

1. Memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik.

17
2. Memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin bisa

dilihat.

3. Menganalisis perubahan dalam periode waktu tertentu

4. Memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk merasakan suatu

keadaan tertentu.

5. Menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan sebenarnya yang

dapat memicu diskusi peserta didik.

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Media Video

Kelebihan dan kekurangan penggunaan media video dalam proses

pembelajaran Prastowo (2012), yaitu:

1. Kelebihan

a. Video menambah suatu dimensi baru di dalam pembelajaran, video

menyajikan gambar bergerak kepada siswa disamping suara yang

menyertainya, dan

b. Video dapat menampilkan suatu fenomena yang sulit untuk dilihat secara

nyata.

2. Kekurangan dari media video antara lain

a. Opposition yakni pengambilan yang kurang tepat dapat menyebabkan

timbulnya keraguan penonton dalam menafsirkan gambar yang

dilihatnya,

b. Material pendukung berarti video membutuhkan alat proyeksi untuk

dapat menampilkan gambar yang ada di dalamnya, dan

18
c. Budget yakni proses pembuatan video membutuhkan biaya yang tidak

sedikit.

2.4 Konsep Demonstrasi

2.4.1 Pengertian Demonstrasi

Metode Demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan

memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi

atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya tiruan. Sebagai metode penyajian,

demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam

proses demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih kongkriet (Sanjaya,

2011).

2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Demonstrasi

Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi (Sanjaya, 2011), yaitu:

1. Kelebihan metode demonstrasi

a. Melalui demonstrasi terjadinya penyampaian informasi secara lisan yang

akan dapat menarik siswa untuk mendengarkan.

b. Proses pembelajaran akan ebih menarik, karena siswa tidak hanya

mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi yaitu dengan cara

mengamati secara langsung dan akan membandingkan teori dan

kenyataannya

2. Kekurangan metode demonstrasi

a. Memerlukan persiapan yang lebih matang

b. Memerluykan peralatan dan bahan-bahan

c. Memerlukan kemampuan dan keterampilan yang khusus.

19
2.4.3 Langkah-Langkah Penyampaian Demonstrasi

Langkah-langkah metode demonstrasi (Sanjaya, 2011), yaitu:

1. Tahap persiapan

a. Merumuskan tujuan yang harus dicapai setelah demonstrasi, seperti

aspek pengatahuan, sikap, atau keterampilan tertentu.

b. Persiapan garis besar langkah-langkah demonstrasi untuk menghindari

kegagalan.

c. Lakukan uji coba terhadap peralatan yang digunakan

2. Tahap pelaksanaan

a. Langkah pembukaan

1) Mengatur tempat duduk yang memungkinkan siswa dapat

memperhatikan.

2) Mengemukakakan tujuan yang harus dicapai oleh siswa

3) Mengemukakakan tugas yang harus dilakukan oleh siswa.

b. Langkah pelaksanaan demonstrasi

1) Memulai demonstrasi

2) Menciptakan suasana yang menyejukan dan menghindari suasana

yang menegangkan

3) Meyakinkan semua siswa yang mengikuti jalannya demonstrasi

dengan memperhatikan reaksi seluruh peserta

4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

memikirkan demonstrasi yang sudah dilakukan.

c. Langkah mengakhiri demonstrasi

20
Setelah selesai langkah demonstrasi maka siswa diberi tugas-tugas

tertentu seperti memperagakan kembali demonstrasi yang sudah

dilakukan.

2.4.4 Perencanaan dan Persiapan Metode Demonstrasi

Setiap metode pembelajaran harus direncanakan dan dipersiapkan agar

tujuan pembelajaran tercapai, begitu pula dengan metode demontrasi. Hal-hal

yang perlu mendapat perhatian pada Iangkah ini (Djamarah dan Aswan, 2010)

antara Iain:

1. Penentuan tujuan demonstrasi yang akan dilakukan dalam hal ini

pertimbangkanlah apakah tujuan yang akan dicapai siswa dengan belajar

melalui demonstrasi itu tepat dengan menggunakan metode demontrasi.

2. Materi yang akan didemontrasikan terutama hal-hal yang penting ingin

ditonjolkan.

3. Siapkanlah fasilitas penunjang demonstrasi seperti peralatan, tempat dan

mungkin juga biaya yang dibutuhkan.

4. Penataan peralatan dan kelas pada posisi yang baik.

5. Pertimbangkanlah jumlah siswa dihubungkan dengan hal yang akan

didemonstrasikan agar siswa dapat melihatnya dengan jelas.

6. Buatlah garis besar langkah atau pokok-pokok yang akan didemonstrasikan

secara berurutan dari tertulis pada papan tulis atau pada kertas lebar, agar

dapat dibacakan siswa dan guru secara keseluruhan.

7. Untuk menghindarkan kegagalan dalam pelaksanaan sebaiknya demonstrasi

yang direncanakan dicoba terlebih dahulu.

21
2.4.5 Pelaksanaan Metode Demonstrasi

Setelah segala sesuatu direncanaan dan disiapkan, langkah berikutnya ialah

mulai melaksanakan demonstrasi beberapa hal yang perlu diperhatikan (Djamarah

dan Aswan, 2010) antara lain:

1. Guru sebelum memulai persiapkanlah sekali lagi kesiapan peralatan yang

akan didemonstarsikan, pengaturan tempat,keterangan tentang garis besar

langkah dan pokok-pokok yang akan didemonstrasikan. dan lain-Iain yang

diperlukan.

2. Siapkanlah siswa, barangkali ada hal-hal yang perlu mereka catat.

3. Mulailah demontrasi dengan menarik perhatian siswa.

4. Ingatlah pokok-pokok materi yang didemontrasikan agar demontrasi

mencapai sasaran.

5. Pada waktu berjalannya demonstrasi, sekali-kali perhatikanlah keadaan siswa,

apakah semua mengikuti dengan baik.

6. Untuk menghindarkan ketegangan, ciptakanlah suasana yang harmonis.

7. Berikanlah kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih

lanjut tentang apa yang dilihat dan didengarnya dalam bentuk mengajukan

pertanyaan, membandingkannya dengan yang lain atau dengan pengalaman

Iain, serta mencoba melakukannya sendiri dengan bimbingan guru.

22

Anda mungkin juga menyukai