“Orang yang benar butuh permulaan yang benar. Permulaan yang benar butuh
keikhlasan, dan keikhlasan itu ada pada niat suci, sementara kesucian niat ada
pada hati yang bersih.
(Kalam Hikmah)
Pohon mangga hanya akan tumbuh dari biji mangga, dan biji salak pastilah
akan menumbuhkan pohon yang sama. Tidak akan mungkin biji mangga
menumbuhkan pohon salak, begitu pula sebaliknya.
Terus, bagaimana “pohon” kebenaran ini bisa tumbuh dengan baik pada
diri seseorang ? Kalam Hikmah di atas mengatakan : “butuh keikhlasan !”.
Seandainya kita membiarkan kebenaran yang ada pada diri kita tumbuh
sendirian, maka pastilah ia akan menjadi kebenaran yang kering bahkan mati,
yang tidak bisa memberi manfaat sedikit pun untuk kita, bahkan keberadaannya
akan menjadi beban berat, yang membuat perjalanan hidup ini semakin tertatih-
taih.
Lantas, dari manakah kita bisa memperoleh keikhlasan ini ? Jawabannya adalah
dari niat yang suci.
Niat adalah kesengajaan melakukan amal, dan “suci” tiada lain adalah
Allah, karena di alam semesta ini tidak ada yang “suci” dalam arti yang hakiki
kecuali Dia Rabbul ‘Izati. Subhaanallaah, Maha Suci Engkau ya Allah.
Dari hati yang bersih akan tumbuh niat-niat yang suci lagi bersih, yang
mendorong kita beramal dengan ikhlas semata-mata karena Allah. Saat keikhlasan
ini bertemu dengan kebenaran, maka akan lahirlah sosok manusia baru dalam diri
kita, yakni manusia yang seluruh lintasan pikiran, perasaan, keinginan, kata dan
perbuatannya menyatu dalam satu senyawa, senyawa kebenaran.
Tentu belum, gambarannya seperti ketika kita haus, kemudian ada orang
yang memberi sebuah gelas yang sangat bersih kepada kita, akan tetapi di dalam
gelas bersih tersebut tak terdapat air setetespun.
Apalah artinya gelas bersih tanpa isi bagi orang yang haus ?! Tetap saja ia
kehausan.
Berarti kita harus mengisi “air” kedalam “gelas” hati kita ? Ya, air kehidupan,
yaitu ilmu pengetahuan.
Hati bersih tanpa ilmu adalah gelas bersih tanpa isi. Tapi ilmu yang berada
di hati yang kotor adalah air yang kita tuangkan kedalam gelas kotor. Keduanya
tidak bisa memberikan manfaat sedikitpun saat kita kehausan.
Allah Ta’ala berfirman : “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta
huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayatNya kepada
mereka, mensucikan (hati) mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan
hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata.” (Al Jumu’ah : 2)
Mereka adalah orang yang sok tahu. Kesimpulan sok tahu ini terjadi
karena mereka merasa hidup di tengah-tengah orang alim, lingkungan mereka
adalah ilmu pengetahuan, bergaul dengan ahli ilmu, namun keyataannya tak ada
satu tetespun ilmu yang membasahi kerongkongan hatinya. Mereka mencukupkan
bahkan membanggakan diri dengan berteman bersama orang alim, mengoleksi
buku-buku tentang ilmu tapi tidak pernah mempelajarinya.
Gelas seperti ini awalnya akan bisa menampung air yang dituangkan ke
dalamnya, namun lama kelamaan air tersebut pastilah akan memenuhi gelas.
Seandainya air tetap dituangkan maka akibatnya sama persis seperti gelas ke
empat di atas.
Ya Allah, lindungi kami dari segala yang mengotori hati. Cegahlah kami dari
ilmu-ilmu yang hanya menjadi beban bagi kami. Jadikan setiap ilmu yang kami
miliki membuat kami semakin mengenal-Mu, mencintai-Mu dan mentaati-Mu.