Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu

kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik

dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai

pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi

perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.1

Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little

(1843), yang menyebutnya dengan istilah Little’s disease yang sekarang dikenal dengan

spastic diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser

adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral palsy, sedangkan Sigmund

Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. 2,3

Walaupun sulit, etiologi Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan

pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan

perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.4

Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam

penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah

tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar

biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi Otak

Otak manusia kira-kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa.otak

merupakan jaringan yang paling banyak memakai energy dalam seluruh tubuh manusia

dan terutama berasal dari metabolisme glukosa. Secara fungsional dan anatomis otak

dibagi menjadi:

a. Otak besar (cerebrum)

Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua belahan yaitu:

hemisfer kiri dan kanan. Kedua hemisfer dipisahkan oleh fisura longitudinalis

mayor dan sebagian dipersatukan oleh pita serabut saraf yang melebar (korpus

kolosum). Bila otak dibelah secara vertical tampak bagian otak sebelah luar

berwarna abu-abu (gray matter) dan otak bagian dalam berwarna putih (white

matter). Di dalam white matter tertanam massa gray matter yan disebut ganglia

basalis. Yang termasuk ganglia basalis yaitu klaustrum, putamen, globus palidus,

nucleus kaudatus dan amigdala. Kapsula interna berada di dalam ruang yang

dibatasi oleh thalamus, nucleus kaudatus dan nucleus lentikularis. Daerah ini

penting sebagai jalur lintas bagi semua serabut saraf yang menghubungka

serebrum dengan bagian susunan saraf pusat lainnya.

2
Gambar 2.1. potongan horizontal serebrum

Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, dibagi ke dalam empat

lobus yang dibatasi oleh gyrus da sulkus yaitu

- Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,

kepribadian dan menahan diri.

- Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan

sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak

bagian tubuhnya.

- Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau,

pendengaran dan ingatan jangka pendek.

- Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan

3
Gambar 2.2. Lobus otak

b. Otak kecil (cerebellum)

Cerebellum terletak dibelakang fossa kranialis dan melekat ke bagian belakang

batang otak. Cerebellum berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan

mengatur koordinasi gerakan yang diterima dari segmenn posterior medulla

spinalis yang memberi informasi tentang keregangan otot dan tanda serta posisi-

posisi sendi.

4
Gambar 2.3. Permukaan posrterior cerebellum

Gambar 2.4. Potongan sagital cerebellum

5
c. Batang otak

Menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari medulla oblongata,

pons dan mesensefalon (otak tengah).

o Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung dengan

medulla spinalis. Berkas saraf yang berjalan disini berasal dari serebrum dan

berfungsi untuk pergerakan otot rangka. Selain traktus piramidalis ada

kelumpuhan sel-sel saraf yang terdapat di medulla oblongata yakni pusat otot

yang mengontrol fungsi vital seperti pernafasan, denyut jantung dan tonus

pembuluh darah.

o Pons

o Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara medulla

oblongata dan diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formatio retikularis,

suatu rangkaian penting yang antara lain mengatur irama tidur dan bangun,

mengontrol refleks menelan dan muntah.

d. Diensefalon

Dibagi menjadi empat wilayah :

o Thalamus

Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls aferen dari

seluruh tubuh lalu memprosesnya dan meneruskannya ke segmen otak yang

lebih tinggi.

o Hipotalamus

Hipothalamus berkaitan dengan pengatura rangsangan susunan saraf autonom

perifer yang menyertai tingkah laku dan emosi.

6
o Subtalamus

Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus

dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus yang

ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sis

tubuh. Gerakan involunter biasanya lebih nyata pada tangan dan kaki.

o Epitalamus

Epitalamus dengan sistim limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi

dasar dan integrasi informasi olfaktorius

2.2 Definisi

Cerebral palsy merupakan kumpulan gejala kelainan perkembangan motorik

dan postur tubuh yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak sejak dalam

kandungan atau di masa kanak-kanak. Kelainan tersebut biasanya disertai dengan

gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, tingkah laku, epilepsi, dan masalah

muskuloskeletal. Cerebral berarti bahwa penyebab kesulitannya berada di otak, bukan

di otot. Palsy dapat berarti memiliki kesulitan dengan pergerakan dan postur tubuh.

Gejala cerebral palsy mulai dapat diamati pada anak-anak di bawah umur 3

tahun, yaitu manifestasi berupa hipotonia awal pada 6 bulan pertama hingga 1 tahun

dan umumnya diikuti spastisitas. Cerebral palsy merupakan penyakit yang tidak

progresif. Pengaruh gangguan otak terhadap pergerakan dan postur tidak hilang.

Namun, efeknya pada tubuh bisa menjadi lebih atau kurang jelas seiring berjalannya

waktu. Misalnya pada penderita cerebral palsy yang dapat menjadi semakin lebih baik

dalam mengelola kesulitan mereka sebagai hasil dari intervensi terapi.2, 4

7
2.3 Epidemiologi

Prevalensi cerebral palsy secara global berkisar antara 1-1,5 per 1.000 kelahiran

hidup dengan insiden meningkat pada kelahiran prematur. Di negara maju, prevalensi

cerebral palsy dilaporkan sebesar 2-2,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup sedangkan di

negara berkembang berkisar antara 1,5-5,6 kasus per 1.000 kelahiran hidup.2

Beberapa instansi kesehatan di Indonesia sudah mulai bisa mendata kasus

cerebral palsy, antara lain yaitu YPAC (Yayasan Pendidikan Anak Cacat) cabang

Surakarta jumlah anak dengan kondisi cerebral palsy pada tahun 2001 berjumlah 313

anak, tahun 2002 berjumlah 242 anak, tahun 2003 berjumlah 265 anak, tahun 2004

berjumlah 239 anak, sedangkan tahun 2005 berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai

dengan bulan Desember berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan

bulan Desember yaitu berjumlah 198 anak. Pada klinik tumbuh kembang Rumah Sakit

dr. Kariadi Semarang sepanjang tahun 2005 mencatat kunjungan pasien anak dengan

diagnosis cerebral palsy sebanyak 2,16%.

2.4 Etiologi dan faktor resiko

Penyebabnya dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu prenatal, perinatal, dan

pascanatal.

1. Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan menyebabkan kelainan pada janin,

misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubella, dan penyakit inklusi sitomegalik.

Kelainan yang mencolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.

Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar x, dan intoksikasi kehamilan

dapat menimbulkan cerebral palsy.

2. Perinatal

8
a. Anoksia/hipoksia

Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah trauma

kepala. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini

terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik,

partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan

instrumen tertentu, dan lahir dengan seksio kaesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan, dan peredaran darah sehingga terjadi

anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subarakhnoid akan menyebabkan

penyumbatan cairan serebrospinal sehingga mengakibatkan hidrosefalus.

Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul

kelumpuhan spatis.

c. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak

lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan karena pembuluh darah, enzim,

faktor pembekuan darah, dan lain-lain masih belum sempurna.

d. Ikterus

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak

yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada

kelainan inkompatibilitas golongan darah.

e. Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat

pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.

9
3. Pascanatal

Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat

menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis,

ensefalitis, dan luka parut pada otak pasca-operasi.7

Faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar

antara lain adalah: 2

a. Letak sungsang.

b. Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda

awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak

berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan

otak permanen.

c. Apgar score rendah.

Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.

d. BBLR dan prematuritas.

Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan bayi

lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan

rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.

e. Kehamilan ganda.

f. Malformasi SSP.

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi

SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut

menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak

dalam kandungan.

10
g. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.

Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan

jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

CP pada bayi

h. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.

Kejang pada bayi baru lahir

2.5 Klasifikasi

a. Berdasarkan keterlibatan alat gerak atau ekstremitas, yaitu:

1. Monoplegia, hanya satu anggota tubuh yang terserang (jarang terjadi).

2. Hemiplegia, yang terserang adalah tangan dan kaki tetapi hanya satu sisi.

3. Triplegia, menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki.

4. Diplegia, keempat anggota gerak tubuh terserang tetapi lebih berat pada

bagian di bawah pinggang.

5. Quadriplegia, keempat anggota gerak tubuh terserang semuanya.

b. Berdasarkan karakteristik disfungsi neurologis, yaitu

1. Spastik

Spastik merupakan bentuk terbanyak (70-80%). Otot mengalami kekakuan

dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika tungkai mengalami

spastisitas, maka pada saat berjalan akan akan tampak bergerak kaku dan lurus.

2. Atetosis

Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang

ditampakkan adalah gerakan-gerakan yang involunteer dengan ayunan yang

melebar. Atetosis dibagi menjadi:

11
a. Distonik, umumnya menyerang kaki dan lengan bagian proksimal.

Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang.

b. Diskinetik, didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan-gerakan

involunteer, tidak terkontrol, berulang-ulang, dan biasanya melakukan

gerakan stereotype.

3. Ataksia

Kondisi ini melibatkan cerebellum dan yang berhuungan dengannya.

Cerebral palsy tipe ini mengalami abnormalitas bentuk postur tubuh

dan/atau disertai dengan abnormalitas gerakan.

4. Campuran

Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan atetosis.8

c. Gross Motor Function Classification System (GMFCS)

GMFCS terdiri dari 5 level yang menggambarkan gerak motorik kasar pada

anak-anak dengan cerebral palsy.

 Level 1

Mampu berjalan di dalam dan luar rumah serta menaiki tangga tanpa

hambatan. Anak-anak juga bisa berlari dan melompat namun kecepatan,

keseimbangan, dan koordinasinya terganggu.

 Level 2

Anak-anak mampu berjalan di dalam dan luar rumah serta menaiki tangga

dengan berpegangan pada alat bantu tetapi memiliki keterbatasan berjalan di

permukaan yang tidak rata maupun pada tempat yang ramai atau sempit.

Anak-anak tersebut memiliki kemampuan yang minimum untuk berlari dan

melompat.

12
 Level 3

Mampu berjalan di dalam dan luar rumah menggunakan alat bantu,

menaiki tangga dengan berpegangan, dan bisa menggunakan kursi roda

sendiri atau ditransportasikan pada jarak yang jauh dan di luar rumah pada

permukaan yang tidak rata.

 Level 4

Anak-anak bisa berjalan pada jarak yang dekat dengan menggunalan

walker atau dengan kursi roda di rumah, sekolah, dan komunitas.

 Level 5

Memiliki pergerakan yang sangat terbatas dan kemampuan untuk

mempertahankan postur kepala dan badan terganggu. Semua fungsi motorik

terganggu. Anak-anak ini tidak bisa bergerak sendiri dan harus

ditransportasikan.9

d. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.

1. Ringan

Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari

sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan

khusus.

2. Sedang

Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam

bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya

sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus,

diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara

sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.

3. Berat

13
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak

mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau

pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya

penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah

perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat,

atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi

keluarganya maupun lingkungannya

2.6 Patofisiologi

Presentasi klinik yang tampak dapat disebabkan oleh abnormalitas struktural

yang mendasar pada otak; cedera yang terjadi pada prenatal awal, perinatal atau

postnatal karena vascular insufficiency; toksin atau infeksi risiko–risiko patofisiologi

dari kelahiran prematur. Bukti–bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor–faktor

prenatal berperan dalam 70 – 80 % kasus cerebral palsy. Dalam banyak kasus,

penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi hampir sebagian besar kasus disebabkan

oleh multifaktor. Selama periode prenatal, pertumbuhan yang abnormal dapat terjadi

kapan saja (dapat karena abnormalitas yang bersifat genetik, toksik atau infeksi, atau

vascular insufficiency).

Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia terdapat beberapa waktu

penting, dan waktu–waktu puncak terjadinya, sebagai berikut:

1. Primary neurulation – terjadi pada 3 – 4 minggu kehamilan.

2. Prosencephalic development – terjadi pada 2 – 3 minggu kehamilan.

3. Neuronal proliferation – penambahan maksimal jumlah neuron terjadi pada

bulan ke 3 – 4 kehamilan.

14
4. Organization – pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel,

eliminasi selektif, proliferasi, dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5

kehamilan sampai beberapa tahun setelah kelahiran.

5. Myelination – penyempurnaan sel–sel neuron yang terjadi sejak kelahiran

sampai beberapa tahun setelah kelahiran.

Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,

menyebabkan otak sebagai subjek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia

yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi

neuronal, antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular

leucomalacia (PVL) dan antara minggu ke–34 sampai ke–40 menyebabkan focal atau

multifocal cerebral injury.

Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat

terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak

dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan

oksigenasi.

Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada

keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang

menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah

paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia

grisea korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang

terkena.

Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur seperti

imaturitas pada otak dan vaskularisasi serebral merupakan suatu bukti yang

menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap

kejadian cerebral palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak

15
dapat menyebabkan tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular

white matter. Hipoperfusi dapat menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal

yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik.

Pada saat di mana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak

dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari arteri

cerebral mayor), yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia

basal juga dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan

terjadinya ekstrapiramidal (seperti koreoatetoid atau distonik). Kerusakan vaskular

yang terjadi pada saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi arteri serebral

bagian tengah yang menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia.

Tidak ada hal–hal yang mengatur di mana kerusakan vaskular akan terjadi, dan

kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.

Autoregulasi peredaran darah serebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia

perinatal yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya

kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor

metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan sinaps.

Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan,

area periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan

terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggung jawab terhadap

kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia

(yaitu spastisitas utama dan kelemahan pada kaki, dengan atau tanpa keterlibatan

lengan dengan derajat agak ringan). Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area

fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan centrum semiovale dan

corona radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan

ekstremitas bawah.

16
Suatu pengetahuan tentang urutan fase embrionik dan perkembangan otak janin,

dapat ditentukan kapan waktu terjadinya kerusakan otak. Suatu penemuan tentang

kelainan migrasi (disordered migration), seperti lissencephaly atau heterotopia grey

matter, mengindikasikan bahwa kerusakan yang terjadi sebelum 22 minggu masa

gestasi akan mengganggu migrasi neuronal normal. Periventricular leucomalacia

(PVL) menunjukkan kerusakan pada white matter. PVL pada umumnya simetris dan

diduga disebabkan oleh iskemik white matter pada anak–anak prematur. Cedera

asimetrik pada periventrikular white matter dapat menyebabkan salah satu sisi tubuh

lebih kuat daripada yang lainnya. Keadaan ini menyebabkan gejala yang menyerupai

spastik hemiplegia tetapi karakteristiknya lebih menyerupai spastik diplegia. Matriks

kapiler germinal dalam daerah periventrikular, sebagian rentan terhadap cedera akibat

hipoksik-iskemik. Hal ini disebabkan karena lokasinya yang terletak pada zona batas

vaskular di antara zona akhir striate dan arteri thalamik.

Kerentanan otak janin terhadap PVL bervariasi tergantung pada usia gestasi,

mencapai puncak pada usia gestasi 22 minggu dengan satu langkah penurunan pada

awal kematian postnatal dan setelah PVL. PVL akan tampak sebagai diplegia dan

sekitar 70% bayi yang mengalami cerebral palsy dilahirkan sebelum usia gestasi

mencapai 32 minggu dan 30% bayi yang mengalami cerebral palsy lahir tepat waktu

(cukup bulan).

Volpe mengklasifikasikan sistem tingkatan untuk periventricular-

intraventricular hemorrhages, sebagai berikut :

a. Grade I adalah hemorrhage yang berdampak hanya perdarahan pada

subependymal (<10% dari area periventrikular terisi dengan darah).

b. Grade II adalah hemorrhage yang melibatkan 10 – 50% area periventrikular.

c. Grade III adalah hemorrhage yang melibatkan >50% area periventrikular

17
d. Beberapa ahli lain mengemukakan grade IV, yaitu ada tidaknya darah

parenchymal. Hal ini diduga tidak berhubungan dengan ekstensi pendarahan

ventrikular. Tetapi sebaliknya, hemorrhagic infarction dapat berhubungan

dengan periventricular-intraventricular hemorrhage.

Hiperbilirubin encephalopathy akut dapat menyebabkan bentuk cerebral palsy

diskinetik (atau ekstrapiramidal) yang dapat terjadi baik pada bayi lahir cukup bulan

yang ditandai dengan hiperbilirubinemia atau pada bayi prematur tanpa ditandai

hiperbilirubinemia. Kern ikterus mengacu pada encephalopathy dari hiperbilirubinemia

yang termasuk di dalamnya noda kelompok nuclear yang spesifik dan nekrosis

neuronal. Efek–efek ini utamanya melibatkan ganglia basalia, sebagian globus pallidus

dan subthalamic nucleus; hippocampus; substantia nigra; beberapa nervus cranial

nuclei – sebagian oculomotor, vestibular, cochlear dan facial nerve nuclei; saraf batang

otak seperti formasi retikular pada pons; saraf olivary inferior, saraf cerebellar seperti

pada dentate dan horn cells anterior dari tulang belakang.

Hal–hal yang memberikan distribusi kerusakan dalam kernikterus, kehilangan

pendengaran dan kelainan gerakan (terutama koreoathetosis atau distonia) adalah ciri–

ciri utama hiperbilirubin encephalopathy. Dengan perbaikan dalam manajemen awal

hiperbilirubinemia, banyak kasus cerebral palsy diskinetik (atau ekstrapiramidal) tidak

berhubungan dengan riwayat hiperbilirubinemia tetapi sebaliknya diduga berhubungan

dengan hypoxic injury pada ganglia basal. Dalam ketidakhadiran hiperbilirubinemia,

prematuritas, atau hipoksia, kemungkinan suatu kelainan metabolik atau

neurodegeneratif sebagai dasar fenotip perlu dipertimbangkan.

Cerebral palsy diskinetik berjumlah kurang lebih 10% dari semua bentuk

cerebral palsy, umumnya terjadi pada bayi cukup bulan. Kernikterus akibat haemolitik

pada bayi baru lahir terjadi akibat Rhesus isoimmunisation yang menjelaskan

18
peningkatan insiden pada dekade terakhir. Sosialisasi kebijakan antenatal untuk

memberikan antibodi anti-D pada ibu dengan Rhesus negatif setelah kelahiran bayi

dengan Rhesus positif telah menunjukkan eradikasi pada seluruh bentuk cerebral palsy.

Status marmoratus adalah suatu akibat neuropatologi yang ditimbulkan oleh

neonatal hypoxic-ischemic encephalopathy dan diduga lebih banyak terjadi pada bayi

cukup bulan daripada bayi prematur. Lesi ini adalah keadaan khusus munculnya

gumpalan karena suatu abnormalitas pembentukan myelin. Lesi ini merusak ganglia

basal dan thalamus yang menyebabkan fenotip cerebral palsy diskinetik.

2.7 Manifestasi klinis

Manifestasi klinisnya tampak gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan

lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis cerebral

palsy. Kelainan fungsi morik terdiri dari:

1. Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan

refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak

hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama

derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan

kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada

sendi siku, dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi

sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap

adduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam plantar fleksi, dan telapak

kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada

waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan

spastisitas ini meliputi ⅔ – ¾ penderita cerebral palsy.

19
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya

kerusakan, yaitu:

 Monoplegia/monoparesis

Kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi salah satu anggota gerak

lebih hebat dari yang lainnya.

 Hemiplegia/hemiparesis

kelumpuhan lengan dan tungkai di sisi yang sama.

 Diplegia/diparesis

kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada

lengan.

 Tetraplegia/tetraparesis

kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi lengan lebih atau sama

hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

2. Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaksid dan

berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower

motor neuron. Menjelang usia 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari

rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flaksid dan sikapnya

seperti kodok terlentang tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus

ototnya berubah menjadi spastik. Refleks otot yang normal dan refleks Babinski

negatif tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap.

Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia

perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus cerebral palsy.

3. Koreo-atetosis

20
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang

terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama

tampak bayi flaksid tetapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks

neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga

gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak pada ganglia basal dan

disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan

ini meliputi 5-15% dari kasus cerebral palsy.

4. Ataksia

Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid

dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan

keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat

dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di cerebellum.

Terdapat kira-kira 5% dari kasus cerebral palsy.

5. Gangguan pendengaran

Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi sehingga

sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis dan pada 5-

10% anak dengan cerebral palsy.

6. Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang

terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol

otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak

anak berliur.

21
7. Gangguan mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.

Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita

cerebral palsy menderita kelainan mata.7

2.8 Diagnosis

Cerebral palsy merupakan diagnosis klinis yang dibuat berdasarkan

kewaspadaan terhadap faktor risiko, screening perkembangan regular pada bayi-bayi

yang berisiko tinggi, dan pemeriksaan neurologis. Seperti dalam semua kondisi medis,

pendekatan yang sistemastis berfokus pada riwayat maternal, obstetrik, dan perinatal,

tinjau perkembangan mental dan fisik anak (developmental milestones), dan

pemeriksaan neurologi seara menyeluruh serta observasi anak dalam berbagai posisi

seperti tengkurap, telentang, duduk, berdiri, berjalan, dan berlari.

Tidak memungkinkan untuk mendiagnosis cerebral palsy pada bayi berusia

kurang dari 6 bulan kecuali pada kasus yang sangat parah. Pola dari berbagai bentuk

cerebral palsy muncul perlahan-lahan dengan petunjuk awal adanya keterlambatan

dalam perkembangan mental dan fisik anak dan tonus otot yang abnormal. Pada

cerebral palsy, riwayatnya tidak progresif. Milestones sekali mendapatkan tidak

ditemukan adanya regresi pada cerebral palsy. Tonus bisa hipertonik atau hipotonia.

Banyak hipotonia dini berubah menjadi spastisitas atau distonia pada usia 2-3 tahun.

Tanda-tanda awal meliputi adanya preferensi tangan pada tahun pertama,

kelainan tonus berupa spastisitas atau hipotonia dengan berbagai distribusi, adanya

refleks neonatus yang abnormal, keterlambatan dalam refleks melindungi dan postural,

dan pergerakan yang tidak simetris. Refleks primitif seharusnya menghilang secara

bertahap pada usia 6 bulan. Di antara refleks primitif yang paling berguna secara klinis

22
adalah Moro, Tonic labyrinthine, dan Asymmetric Tonic Neck Reflex (ATNR). Pada

banyak kasus, diagnosis cerebral palsy tidak memungkinkan hingga usia 12 bulan.

Pada pemeriksaan lebih lanjut pada anak-anak dengan cerebral palsy, EEG

dilakukan apabila terdapat riwayat epilepsi. Neuroimaging dilakukan jika belum

dilakukan pada masa nenonatus yang mendukung etiologi cerebral palsy. MRI lebih

dianjurkan disbanding CT-scan Pemeriksaan genetik dan metabolik jika terdapat bukti

kemunduran atau kompensasi metabolik, riwayat keluarga dengan gangguan neurologis

di masa kanak-kanak berhubungan dengan cerebral palsy. Pemeriksaan untuk

menentukan koagulopati pada anak-anak dengan strok juga penting.

Evaluasi lengkap pada anak dengan cerebral palsy meliputi pemeriksaan

penglihatan, berbicara, pendengaran, sensoris, epilepsi, dan fungsi kognitif. Evaluasi

ortopedi suatu keharusan karena ketidakseimbangan otot dan spastisitas menyebabkan

subluksasi/dislokasi panggul, deformitas equina, kontraktur, dan skoliosis.11

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip terapi:

- Meningkatkan kualitas hidup pada anak-anak yang terkena cerebral palsy

- Memberikan fasilitas rehabilitasi dini

- Meningkatkan kapasitas fungsional anak untuk menjadi mandiri

- Menurunkan komplikasi cerebral palsy

Intervensi:

- Mengurangi spastisitas otot

- Mengontrol kejang karena kebanyakan resisten terhadap pengobatan

antiepilepsi yang konvensional

23
- Mencegah masalah ortopedi seperti subluksasi panggul, skoliosis, deformitas

equina, dan lain-lain.

- Meningkatkan kognitif, pembelajaran, dan memori untuk penerimaan yang

lebih baik12

Pengobatan kausal tidak ada, hanya simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja

sama yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater,

dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist,

pekerja sosial, guru sekolah luar biasa, dan orang tua penderita.

Fisioterapi

Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu

program latihan di rumah untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi

penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk

sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang penderita

hidup.

Pembedahan

Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan

pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan

stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerakan koreo-atetosis yang

berlebihan.

24
Pendidikan

Penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan tingkat kecerdasannya di sekolah

luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal.

Mereka sebaiknya diperlakukan sama seperti anak yang normal, yaitu pulang ke rumah

dengan kendaraan bersama-sama sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup

dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan

untuk ini pekerja social dapat membantu di rumah dengan nasehat seperlunya.

Farmakoterapi

Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai

dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya. Pada

keadaan tonus otot yang berlebihan, obat dari golongan benzodiazepine dapat

menolong, misalnya diazepam, klordiazepoksid (Librium), nitrazepam (mogadon).

Pada keadaan koreoatetosis diberikan artan. Imipramine (tofranil) diberikan kepada

penderita dengan depresi.7

2.10 Pencegahan

Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun

bisa dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain: 3

1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat

pengaman pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat

bersepeda, dan eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan,

pengamatan optimal selama mandi dan bermain.

25
2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir

dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar.

Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah

rutin ibu dan bapak. Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan

masalah pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut

belum memproduksi antibodi yang tidak diinginkan hingga saat persalinan.

Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang diberikan setelah

kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang jarang,

misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan

pertama atau produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara

cermat perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama

dalam kandungan atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.

3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi

sebelum hamil.

2.11 Prognosis

Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin

banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan

dan pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya.

26
BAB III

KESIMPULAN

Cerebral palsy (CP) adalah suatu kelainan dari fungsi motorik (sebagai lawan

dari fungsi mental) dan nada postural yang diperoleh pada usia dini, bahkan sebelum

kelahiran. Tanda dan gejala cerebral palsy biasanya menunjukkan pada tahun pertama

kehidupan.

Seorang anak berkembang sesuai dengan tahapan perkembangannya, walau pun

dengan berbeda – beda tahap perkembangannya. Bila dijumpai keterlambatan dalam

perkembangan si anak maka harus dilakukan tindakan – tindakan latihan yang

diperlakukan oleh si anak.

Pencegahan untuk beberapa etiologi penyebab cerebral palsy dapat dilakukan.

Untuk mengatasi permasalahan yang dijumpai pada anak yang mengalami

keterlambatan perkembangan mototrik, dan berikan latihan – latihan yang tujuannya

untuk mengatasi anak yang mengalami keterlambatan perkembangan terutama pada

pergerakannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter, F. H. 2011. Atlas of Human Anatomy . 5th edition. Philadelphia:

Saunders. 104-114

2. Wibowo, Alinda R., & Saputra, Deddy R., 2012. Prevalens dan Profil Klinis

pada Anak Palsi Serebral Spastik dengan Epilepsi. Sari Pediatri.Volume 14.

3. Merlina, M., Kusnadi, Y., & Artati. 2012. Prospek Terapi Sel Punca untuk

Cerebral Palsy. Cermin Dunia Kedokteran 198. Volume 39.

4. Jan, M. M. S. 2006. Cerebral Palsy: Comprehensive Review and Update. Ann

Saudi Med. Volume 26.

5. Oxford University Student Union(OUSU). Cerebral Palsy Fact Sheet. United

Kingdom: University of Oxford.

6. Maimunah, S. 2014. Studi Eksploratif tentang Konsep Diri dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhi pada Remaja Cerebral Palsy. Pendidikan yang Memberdayakan.

Jakarta.

7. Selina, H., Priambodo, W. S., & Sakundarno, M. 2012. Gangguan Tidur pada

Anak Palsi Serebral. Medica Hospitalia.Volume 1.

8. Dahlan, A. & Aminullah, A. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Volume 11.

9. Poetry, R. V., Ramli, A. H. & Pratiwi, A. Resiliensi pada Mahasiswa Baru

Penyandang Cerebral Palsy(CP). Universitas Brawijaya. Malang.

10. Graham, H. K. 2005. Classifying Cerebral Palsy. Asia-Pacific Childhood

Disability Update.

11. Mardiani, E. 2006. Faktor-faktor Risiko Prenatal dan Perinatal Kejadian

Cerebral Palsy. Semarang: Universitas Diponegoro.

28
12. Sankar, C. & Mundkur, N. 2005. Cerebral Palsy−Definition, Classification,

Etiology and Early Diagnosis. Indian J. Pediatric. Volume 72.

13. Kuldeep, C. R. 2014. Recent Advances in Ayuverdic Management of Cerebral

Palsy Affected Children. Int. J. Res. Ayurveda Pharm. Volume 5.

29

Anda mungkin juga menyukai