Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Mioma adalah tumor jinak otot polos yang terdiri atas unsur-unsur otot[1], berupa sel-
sel otot polos serta jaringan pengikat fibroid dan kolagen[2]. Neoplasma jinak ini berasal
dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan
dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid. Menurut letaknya, mioma
dapat kita dapati sebagai mioma submukosum, mioma intramural, dan mioma
subserosum[3]. Usia reproduktif menjadi faktor resiko terjadinya mioma karena kadar
hormon ovarium yang dicurigai sebagai penyebab mioma masih tinggi[4]. Pada usia
reproduktif, terdapat peningkatan insidensi terjadinya mioma uteri seiring bertambahnya
usia[5]. Kejadian mioma uteri paling banyak ditemui pada umur 35-45 tahun, kurang
lebih sebesar 25%[3].
Penyebab sebenarnya dari mioma uteri masih belum jelas[6]. Tidak ada bukti bahwa
hormonestrogen berperan sebagai penyebab mioma,namun diketahui estrogen
berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun
konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium[2].
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu[3]. Tanda dan gejala dari mioma uteri
hanya terjadi pada 35 - 50% pasien[2] dan sangat tergantung pada tempat sarang mioma
ini berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi[3], serta jumlah mioma[2].Gejala yang sering ditemui antara lain
adalah perdarahan abnormal, nyeri panggul, gejala penekanan, dan disfungsi
reproduksi[2]. Pendekatan diagnosis diawali dengan menanyakan keluhan berupa gejala-
gejala yang mengarah ke mioma uteri seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang
kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik berupa adanya massa kenyal berbatas
tegas pada daerah suprapubis, dan dikonfirmasi lagi dengan menggunakan pemeriksaan

1
ultrasonografi yang menunjukkan adanya massa pada uterus[2,3,6].
Penatalaksanaan mioma uteri bisa berupa pengobatan farmakologik berupa hormon,
ataupun tindakan operatif dengan melakukan miomektomi ataupun histerektomi.
Histerektomi merupakan terapi kuratif terbaik[2]. Pada miomektomi, perlu diperhatikan
kemungkinan terjadinya kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan kekambuhan
sebesar 2-3% per tahun setelah dilakukan miomektomi[6].

2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari kasus Mioma
Uteri, sehingga dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menentukan penatalaksanan
yang tepat yang bisa diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
Nama : Ny.TS
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Teuku Umar No.25H 06/0
Status Marital : Belum menikah
MRS : 06 Mei 2019
Agama : Islam
Pekerjaan : Pembuat dan penjual kue

2. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
A. Keluhan Utama
Pasien dating dengan keluhan banyak keluar darah lewat jalan lahir.

B. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD dengan keluhan sudah satu bulan ini menstruasi tidak
kunjung berhenti disertai nyeri di perut bagian bawah . Pasien mengatakan
sebelumnya menstruasi tidak teratur dan lebih dari 7 hari disertai rasa nyeri dan
pegal-pegal pada pinggul. Pasien juga mengeluh mudah lelah. Selain itu pasien
juga mengeluhkan wajah, tangan,dan kaki bengkak sejak 3 hari yang lalu.

C. Riwayat penyakit dahulu


Asma : Disangkal
Hipertensi : Positif
DM : Disangkal
Penyakit berat lainnya : Disangkal

3
D. Riwayat Keluarga
Asma : Disangkal
Hipertensi : Positif (Ibu)
Jantung : Positif (ayah)
DM : Disangkal
Penyakit berat lainnya : Disangkal

E. Riwayat Kebiasaan
Merokok : (-)
Konsumsi Alkohol : (-)
Konsumsi Obat Terlarang : (-)
Konsumsi Jamu-jamuan : (-)
Konsumsi Kopi : (+) Rutin 2 kali sehari, pagi dan sore hari.

F. Riwayat Pengobatan
Pasien sering mengkonsumsi Neuremacyl disaat merasa nyeri dan kelelahan.
Sebelumnya pasien sempat berobat ke Mantri dan di diagnosis penyakit jantung,
diberi obat tapi lupa nama obatnya. Pasien juga pernah perobat ke Puskesmas,
diberi obat namun pasien juga lupa nama obatnya.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Cukup, pucat.
GCS : E4V5M6.
Tekanan Darah : 150/100 mmHg.
Nadi : 92 x/menit.
Pernafasan : 20 x/menit.
Suhu : 36,9 ºC.
Mata : Konjungtiva anemis(+/+), sclera ikterik(-/-).
Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-).
Paru : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen : Supel, dalam batas normal.
Ekstremitas : Edema (+/+).

4
4. STATUS GINEKOLOGI

Palpasi : Fundus uteri tidak teraba, sedikit teraba


massa kenyal 2 jari dibawah pusar , nyeri
tekan (+).
Inspeksi : Perdarahan merembes, tidak aktif.
Pemeriksaan Inspekulo : Tidak dilakukan
(mengingat pasien belum menikah)
Pemeriksaan Dalam (VT) : Tidak dilakukan
(mengingat pasien belum menikah)

5. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium tanggal 6 Mei 2019 :


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal/Satuan
HEMOGLOBIN 5,1 P :12-16 g/dl
LEUKOSIT 8.470 4000-11000/cmm
TROMBOSIT 378.000 150000-450000/cmm
BUN 11,7 10-20 mg/dl
CREATININ 0,6 0,5-1,7 mg/dl
SGOT 21 < 31U/I
SGPT 12 < 31U/I

5
2. USG

6
7
 Hepar : Ukuran normal, tepi tajam, regular, echoparencym normal, vena
porta dan vena hepatica normal, system billier normal, tidak ada
nodul/kista.
 Gall Bladder : Ukuran normal, dinding normal,tidak ada batu /sludge.
 Lien : Ukuran normal, echo parencym normal, tidak ada nodul/kista.
 Pancreas : Ukuran normal, echo parencym normal, tidak ada nodul/kista.
 Ren D : Ukuran normal, echo cortex baik, batas sinus dan cortex baik,
tidak ada batu/ ectasis/ kista.
 Ren S : Ukuran normal, echo cortex baik, batas sinus dan cortex baik,
tidak ada batu/ ectasis/ kista.
 Buli-buli : Dinding baik, tidak ada batu/ massa
 Uterus : Anteflexi, dengan mioma uteri ukuran (8,4x9,4) cm
 Adnexa D : Normal, tidak ada massa solid/kistik.
 Adnexa S : Normal, tidak ada massa solid/kistik

Kesimpulan USG:
1. Organ solid intra abdomen normal, Gall bladder normal
2. Mioma Uteri ukuran (8,4x9,4) cm

6. RESUME
 Hasil Anamnesis → Keluhan berupa sudah satu bulan ini menstruasi tidak
kunjung berhenti disertai nyeri di perut bagian bawah . Pasien mengatakan
sebelumnya menstruasi tidak teratur dan lebih dari 7 hari disertai rasa nyeri
dan pegal-pegal pada pinggul. Pasien juga mengeluh mudah lelah. Selain itu
pasien juga mengeluhkan wajah, tangan,dan kaki bengkak sejak 3 hari yang
lalu.
 Hasil pemeriksaan fisik keadaan umum cukup, cenderung pucat. Kesadaran
Komposmentis. Vital sign , TD: 150/100mmhg, Nadi : 92 X /m, Suhu : 36,9
, RR : 20 X /m. Pemeriksaan thorax, abdomen DBN. Pemeriksaan status

8
ginekologi didapatkan nyeri palpasi di regio suprapubik , sedikit teraba
massa kenyal 2 jari dibawah pusar, ditemukan perdarahan merembes, tidak
aktif.
 Hasil pemeriksaan lab HB rendah 5,1 g/dl
 Hasil USG didapatkan kesimpulan : Mioma Uteri ukuran (8,4x9,4) cm

7. DIAGNOSIS
MIOMA UTERI

.
8. TINDAKAN
 Observasi tanda vital pasien.
 Transfusi untuk menaikan HB pasien.
 Infus RL 20 tetes/menit.
 Observasi perdarahan.
 Cari tanggal untuk operasi elektif

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Mioma adalah tumor jinak otot polos yang terdiri atas unsur-unsur otot[1], berupa
sel-sel otot polos serta jaringan pengikat fibroid dan kolagen[2]. Neoplasma jinak ini
berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam
kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid[3].

Sarang mioma di uterus yang berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya
berasal dari korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dikenal sebagai[3]:
a) Mioma submukosum: mioma berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus.
b) Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium.
c) Mioma subserosum: mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks (myomgeburt). Mioma subserosum dapat tumbuh
di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma
subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut
wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga
ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak
bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde/pusaran air (whorl like pattern), dengan pseudocapsule yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah
ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya 5-20 sarang
saja. Dengan pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg[3]. Dapat
terjadi perubahan sekunder pada mioma, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

10
 Atrofi: sesudah menopause atau pun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi
kecil[3].
 Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia
lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi
sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan
satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya[7].
 Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan
limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini
tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan[7].
 Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto Rontgen[3].
 Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut
sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma
seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan
hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda
disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan
nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor
ovarium atau mioma bertangkai[7].
 Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin[7].

2. Epidemiologi dan Faktor Resiko


Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita[2]. Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebeluin menars, dan jarang
sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun[3]. Pada usia reproduktif,
terdapat peningkatan insidensi terjadinya mioma uteri seiring bertambahnya usia[5].
Usia reproduktif menjadi faktor resiko terjadinya mioma karena kadar hormon

11
ovarium yang dicurigai sebagai penyebab mioma masih tinggi[4]. Novak menemukan
27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma. Kejadian mioma uteri
paling banyak ditemui pada umur 35-45 tahun, kurang lebih sebesar 25%[3], dan
[2]
sebesar 20-40% ditemukan pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun . Mioma
asimptomatik ditemui pada 40-50% wanita berusia lebih dari 35 tahun[8].
Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai
ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat.Setelah
menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh
lebih lanjut. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat[3].
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang
subur[3]. Faktor keturunan juga memegang peran. Selain itu, mioma uteri juga lebih
sering dijumpai pada wanita obese[8]. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang
terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya
pemberian darah pada sarang mioma. Mioma ditemukan lebih banyak pada wanita
berkulit hitam dari pada ras lainnya[3].

3. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab sebenarnya dari mioma uteri masih belum jelas[6]. Mioma uteri berasal
dari sel ototpolos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma
uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan miomauteri masih belum diketahui dengan pasti[2]. Dari
penelitian menggunakan glucose-6-phosphatasedihydrogenase diketahui bahwa
mioma berasaldari jaringan yang uniseluler[6]. Transformasi neoplastik dari
miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari myometrium normal dan
interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik
ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor[2]. Menurut Meyer
asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur[3].
Tidak ada bukti bahwa hormonestrogen berperan sebagai penyebab mioma,
namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri
dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding

12
endometrium[2]. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci
percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun
pada tempat lain dalam abdomen. Puukka dan kawan-kawan menyatakan bahwa
reseptor estrogen pada mioma lebih banyak ditemukan daripada miometrium
normal[3]. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan
produksi matriks ekstraseluler[2].
Ada pernyataan yang menyatakan bahwa efek fibromatosa yang ditimbulkan
estrogen dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosterone[3]. Di
sisi lain ada pernyataan lain yang menyatakan bahwa hormonprogesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosisdari tumor.
Progesterone meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun
mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti[2].

4. Gejala dan Tanda


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu[3]. Tanda dan gejala dari mioma uteri
hanya terjadi pada 35 - 50% pasien[2]. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada
tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya
tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi[3], serta jumlah mioma[2]. Gejala
tersebut dapat digolongkan sebagai berikut.
 Perdarahan abnormal. Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis
yang paling sering terjadi dan paling penting (Fortner, Gibbs). Gejala ini terjadi
pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan
mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur[2].Gangguan
perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga
terjadi metroragia[3].
Patofisiologi perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma
uteri masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan
bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor
yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis [9].
Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi

13
struktur vaskuler didalam uterus[2]. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan ini, antara lain adalah[2,3]:
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
- Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus.
- Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
- Atrofi dan ulserasi endometrium di atas mioma submukosum.
- Kompresi pada pleksus venosus didalam miometrium.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
 Rasa nyeri. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas [3]. Nyeri dapat disebabkan oleh
karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang
bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma
subserosum[2,9]. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
dismenore[3,9]. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan
bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri
yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas inferior[2].
 Gejala dan tanda penekanan. Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat
mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada
uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan
tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul[2,3,9].
 Disfungsi reproduksi. Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas
masih belum jelas[10]. Dilaporkan sebesar 27 - 40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi
tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus
yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan

14
bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi[2,10]. Mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh
karena distorsi rongga uterus[3]. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada
keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi
karena kompresi massa tumor[2]. Apabila penyebab lain infertilitas sudah
disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka
merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi[3,10].

5. Diagnosis
Seringkali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada
perut bagian bawah[3]. Hampir kebanyakan mioma uteri dapat didiagnosa melalui
pemeriksaan bimanual rutin maupun dari palpasi abdomen bila ukuran mioma yang
besar. Diagnosa semakin jelas bila pada pemeriksaan bimanual diraba permukaan
uterus yang berbenjol akibat penonjolan massa maupun adanya pembesaran uterus[2].
Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat uterus, yang umumnya
terletak di garis tengah atau pun agak ke samping, seringkali teraba berbenjol-benjol.
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan
dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submukosum kadang-kala dapat
teraba dengan jari yang masuk ke dalam kanalis servikalis, dan terasanya benjolan
pada permukaan kavum uteri[3].
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan bila terdapat tumor abdomen di
bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma
submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma
intramural harusdibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma
korporis uteri atau suatu sarkoma uteri[3].
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdominal dan transvaginal dapat membantu
dan menegakkan dugaan klinis[3] dengan menentukan lokasi, dimensi, dan
konsistensi[6]. Selain itu, pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat
membantu dalam mendeteksi adanya mioma uteri[2].

15
6. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan mioma uteri dibagi atas 2 metode, terapi medisinal
(hormonal), dan terapi pembedahan[2]. Tidak semua mioma uteri memerlukan
pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu
pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak
menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan
pengamatan setiap 6-12 bulan[11], dan setiap 3-6 bulan untuk kasus yang dinilai lebih
progresif[3]. Pertumbuhan mioma uteridapat terhenti atau menjadi lisut setelah terjadi
menopause. Apabila terdapat suatu perubahan yang berbahaya, diharapkan dapat
terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera[3].
 Terapi medisinal (hormonal).
Saat ini pemakaian gonadotropin-releasing hormoneagonis (GnRHa) memberikan
hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma
uteri[2]. Hal ini didasarkan atas pemikiran mioma uterus terdiri atas sel-sel otot
yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor
gonadotropin di hipofisis akan mengurangi sekresi gonadotropin[3] sehingga
mengurangi ukuran mioma dengan cara mengurangi produksi estrogen dari
ovarium[2]. Dari suatu penelitian multisenter didapati data pada pemberian GnRHa
selama 6 bulan, pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan
volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRHa baru terlihat
setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume mioma
secara bermakna[2].
Pemberian GnRHa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri
menghasilkan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam
keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa
dihentikan, mioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen
olehkarena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi
yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami
menopause yang terlambat[3]. Pemberian GnRHa sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan
memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi

16
oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang
abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma[2].
 Terapi pembedahan.
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine
(ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah[2]:
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
2. Sangkaan adanya keganasan.
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba.
5. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
7. Anemia akibat perdarahan.
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi.
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada
myomgeburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma
subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai[3]. Miomektomi
sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya
dan tidak ingin dilakukan histerektomi[2,11]. Apabila miomektomi ini dikerjakan
karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 30-50%. Perlu disadari bahwa 25-35% dan penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektomi[3]. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk
melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan
laparoskopi[2].
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnva merupakan tindakan
terpilih[3,11]. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh
kasus. Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal, dan pada beberapa

17
kasus secara laparoskopi[2]. Hiesterektomi pervaginam jarang dilakukan karena
uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan
sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan.
Histerektomi total umurnnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnva
karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila
terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya[3]. Tindakan
histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati
keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan
kuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu[2].
 Radioterapi.
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan jika terdapat
kontra indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontra indikasi tersebut
makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada
keganasan pada uterus[3].
Terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah melakukan histerektomi. Dari
berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan dimana
resiko perdarahan yang lebih minimal, masa penyembuhan yang lebih cepat dan
angka morbiditas yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal[2].

7. Komplikasi
Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya
0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause[3].
Torsi (putaran tangkai). Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi,
timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut.Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat
banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum[3].

18
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan
hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-
gangguan yang disebabkan oleh infeksi dan uterus sendiri[3].

8. Prognosis
Histerektomi merupakan tindakan penatalaksanaan kuratif pada mioma. Pada
miomektomi, uterus dapat kembali ke bentuk dan kontur awal. Yang perlu
diperhatikan pada miomektomi adalah terjadinya kekambuhan. Hasil penelitian
menunjukkan kekambuhan sebesar 2-3% per tahun setelah dilakukan miomektomi[6].
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan
infertilitas; risiko terjadinya abortus bertambah karena distorsi rongga uterus;
khususnya pada mioma submukosum; letak janin; menghalangi kemajuan persalinan
karena letaknya pada serviks uteri; menyebabkan inersia maupun atonia uteri,
sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan
mekanik dalam fungsi miometrium; menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya;
dan mengganggu proses involusi dalam nifas. Memperhatikan hal-hal tersebut,
adanya kehamilan pada mioma uteri memerlukan pengamatan yang cermat secara
ekspektatif. Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri,
antara lain[3]:
1. Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen
yang kadarnya meningkat[3].
2. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas seperti telah
diutarakan di atas, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan segera guna
mengangkat sarang mioma. Anehnya pengangkatan sarang mioma demikian itu
jarang menyebabkan banyak perdarahan[3].
3. Meskipun jarang mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan
gejala dan tanda sindrom abdomen akut[3].

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WAN. Kamus kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC; 2002.

2. Hadibroto BR. Mioma uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005 Sept; 38(3): 254-9.

3. Wiknjosastro H. Ilmu kandungan, ed 2. Jakarta: YBPSP; 2007.

4. Monga A. Gynaecology by ten teachers, 18thed. New York: Edward Arnold: 2006.

5. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham
FG. Williams gynecology. New York: McGraw-Hill; 2008.

6. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current diagnosis


&treatment:obstetrics &gynecology, 10thed. New York: McGraw-Hill; 2007.

7. Hamilton-Fairley D. Lecture notes: obstetrics and gynaecology, 2nd ed.


Massachusetts: Blackwell Publishing; 2004.

8. Berek JS. Berek & Novak’s gynecology, 14th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2007.

9. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Johns Hopkins manual of
gynecology and obstetrics, 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

10. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I. Danforth’s obstetrics and gynecology,
10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

11. Norwitz ER, Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A. Oxford American handbook of
obstetrics and gynecology, 1st ed. New York: Oxford University Press; 2007.

20

Anda mungkin juga menyukai