Anda di halaman 1dari 17

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

(STIKes PERTAMEDIKA)
ABDUL AZIZ
21218134/Akt. IX/2019
Program Profesi SI Keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi

Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan

dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk

eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat

berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang

menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin

(Hb).

Thalasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Pertama

kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata

Talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk

Mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006)

2. Etiologi

Menurut Suriadi (2001), penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang

tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap

thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.


Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat

Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa

sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-

anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat

Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)

kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia

trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan

menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat

Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut

kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di

kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat

Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia

trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,

atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.


3. Klasifikasi

Secara klinik talasemia di bagi menjadi 2 golongan sebagai berikut:

a. Talasemia mayor, memberikan gejala klinik yang jelas

b. Talasemia minor, biasanya memberikan gejala klinik yang tidak jelas.

Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai

globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini

akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan

menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut,

maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

a. Talasemia alfa

Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan

kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari
kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan

gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk

tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma

yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis

1) Delesi pada empat rantai alfa

2) Delesi pada tiga rantai alfa

3) Delesi pada dua rantai alfa

4) Delesi pada satu rantai alfa

b. Talasemia beta

Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan

tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada

kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada

awal kelahirannya,anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi

penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak

diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama

hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat

fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa

kelebihan zat besi (Fe) Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah

kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung

menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata

menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos.

4. Tanda dan Gejala

a. Thalasemia Mayor:

1) Pucat
2) Lemah

3) Anoreksia

4) Sesak napas

5) Peka rangsang

6) Tebalnya tulang kranial

7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali

8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang

9) Disritmia

10) Epistaksis

11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik

12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml

13) Kadar besi serum tinggi

14) Ikterik

15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan

datar.

b. Thalasemia Minor

1) Pucat

2) Hitung sel darah merah normal

3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah

kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

5. Manifestasi Klinis

a. Letargi

b. Pucat

c. Kelemahan
d. Anorexia

e. Diare

f. Sesak nafas

g. Pembesaran limfa dan hepar

h. Ikterik ringan

i. Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.

j. Penebalan tulang kranial

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium darah

- Hb : Kadar Hb 3 – 9 g%

- Pewarnaan SDM : Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target

cell, tear drop cell.

b. Gambaran sumsum tulang : eritripoesis hiperaktif

c. Elektroforesis Hb :

- Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H

- Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 – 90 % ( N : <= 1 % )

7. Penatalaksanaan

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

- Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian

transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi

yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian

deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam


tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk

mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam

waktu lebih dari 12 jam.

- Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan

meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen

(transfusi).

- Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian

tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari

tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),

karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang

sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik

masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain:

a. Medikamentosa

- Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin

serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar

10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari

subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5

hari berturut setiap selesai transfusi darah.

- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan

efek kelasi besi.

- Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

- Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang

umur sel darah merah


b. Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

- limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan

peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur

- hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau

kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu

tahun.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita

thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil

tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan

hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15

tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan

saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

c. Suportif

- Tranfusi Darah

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan

memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi

besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.

Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap

kenaikan Hb 1 g/dl.

8. Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah

yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah

sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut

(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang

kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan

trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung

(Hassan dan Alatas, 2002).


B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar.Mata dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan
hati ( hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk
umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
6) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2. MASALAH KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
O2 dan kebutuhan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah normal.
d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
f. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.

3. INTERVENSI
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi palpitasi
b. Kulit tidak pucat
c. Membran mukosa lembab
d. Keluaran urine adekuat
e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g. Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran
mukosa, dasar kuku.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada
pasien dengan hipotensi).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan
memori, bingung.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

Intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai


O2 dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi,
pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan
kesulitan dalam beraktivitas.
b. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
c. Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
d. Berikan lingkungan yang tenang.
e. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
f. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
g. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
h. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
i. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
j. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas
sesuai toleransi.
k. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi
nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
b. Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
c. Timbang BB tiap hari.
d. Beri makanan sedikit tapi sering.
e. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang
berhubungan.
f. Pertahankan higiene mulut yang baik.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi.
h. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin,
Protein, dll.
i. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian
Fe tidak dianjurkan.

Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


sirkulasi dan novrologis.
Kriteria hasil :
Kulit utuh.
Intervensi :
a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna,
aritema dan ekskoriasi.
b. Ubah posisi secara periodik.
c. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat:


penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada drainage purulen atau eritema
c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b. Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d. Pantau dan batasi pengunjung.
e. Pantau tanda-tanda vital.
f. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnosis: Definitions &

Clasification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai

Penerbit FKUI

Tambayong, Jan, dr. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai