Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

Abses Hepar

Disusunoleh:
Michell (406182070)
Nadisa Tiofunda Budiman (406182071)
Ravenska Theodora (406182072)
Joshua Kurnia Tandi (406182073)
Ario Lukas (406182074)

Pembimbing:
dr. Shofiatul M., Sp.Rad
dr. Syarifah S., Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 11 MARET 2019 – 14 APRIL 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama (NIM) : Michell (406182070)


Nadisa Tiofunda Budiman (406182071)
Ravenska Theodora (406182072)
Joshua Kurnia Tandi (406182073)
Ario Lukas (406182074)
Universitas : Fakultas Kedokteran Tarumanagara
Judul : Abses Hepar
Bagian : Ilmu Radiologi RSUD Ciawi
Pembimbing : dr. Shofiatul M., Sp.Rad
dr. Syarifah S., Sp.Rad

Ciawi,4 April 2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
2. ISI .................................................................................................................... 3
2.1.1. Anatomi............................................................................................. 3
2.1.2. Epidemiologi......................................................................................... 3
2.1.3. Etiologi................................................................................................. 4
2.1.4. Patofisiologi.......................................................................................... 5
2.1.5. Diagnosis............................................................................................... 9
2.1.6. Radiologi............................................................................................... 11
2.1.7. Tatalaksana............................................................................................ 22
2.1.8. Komplikasi............................................................................................. 24
2.1.9. Prognosis................................................................................................ 24
2.1.10. Pencegahan......................................................................................... 25
3. KESIMPULAN ............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya,
sehingga tim penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Abses Hepar” dengan tepat waktu.

Referat ini dibuat untuk memenuhi kelengkapan tugas dalam Kepaniteraan Klinik
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara di RSUD Ciawi, 13 Maret – 14 April
2019.

Tim penulis sangat berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses
belajar di Kepaniteraan Klinik Radiologi di RSUD Ciawi, terkhusus kepada:

1. Direktur RSUD Ciawi yang telah memberikan kesempatan kepada tim penulis untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik Radiologi di RSUD Ciawi.
2. dr. Syarifah Surbakti, Sp.Rad. selaku dokter konsulen di Bagian Radiologi RSUD Ciawi
yang telah membimbing tim penulis selama Kepaniteraan Klinik Radiologi.
3. dr. Shofiatul Mumaiyyizah, Sp.Rad. selaku dokter konsulen dan pembimbing referat di
Bagian Radiologi RSUD Ciawi yang juga sudah membimbing tim pemulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Radiologi
4. Staf bagian Radiologi RSUD Ciawi yang sudah membantu seluruh kegiatan dan proses
belajar selama Kepaniteraan Klinik Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanegara.

Tim penulis berharap referat ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
pengembangan ilmu di bagian Radiologi RSUD Ciawi. Tim penulis mohon maaf jika terdapat
kesalahan di dalam referat ini. Akhir kata, tim penulis mengucapkan sekian dan terimakasih.

Ciawi, 4 April 2019

Penulis

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi merupakan salah satu etiologi penyakit-penyakit yang sering terjadi di dunia ini.
Penyakit-penyakit akibat infeksi lebih sering terjadi di negara tropis dan subtropis karena
pengaruh iklim dan kelembaban daerah tropis maupun subtropis, namun penyakit-penyakit
infeksi juga sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan dan juga tingkat sosio-ekonomi
masyarakat. Penyakit-penyakit infeksi disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme, mulai
dari bakteri, virus, jamur, sampai parasit.

Organ-organ yang menjadi sasaran mikroorganisme untuk berkembang biak sampai


menimbulkan manifestasi klinis pun juga bervariasi dan sangat bergantung pada karakteristik
dari masing-masing mikroorganisme. Tidak terkecuali adalah abses hepar, yang merupakan salah
satu manifestasi dari proses infeksi mikroorganisme yang terjadi pada organ hepar.

Hepar sendiri merupakan organ yang cukup rentan terkena infeksi terutama karena
sebagian besar aliran darah dari organ-organ abdomen akan mengalir menuju vena porta yang
terletak di hepar dan juga peran hepar sebagai major lymph-producing node, akan meningkatkan
risiko hepar terkena infeksi. Secara etiologi, abses hepar dibagi menjadi dua grup besar, yakni
abses hepar yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba hystolitica yang dikenal dengan abses
hepar amoeba, dan juga abses hepar yang disebabkan oleh bakteri, yang dikenal dengan abses
hepar piogenik.

Abses hepar merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di Asia, Afrika
dan Amerika Selatan yang notabene beriklim tropis maupun subtropis. Selain itu, faktor-faktor
risiko seperti penyakit obstruksi sistim bilier dan diabetes mellitus yang menyebabkan kondisi
dimana mikroorganisme lebih mudah tumbuh dan berkembang, juga dapat menjadi salah satu
penyebab masih tingginya prevalensi abses hepar.

Karena masih tingginya prevalensi abses hepar di Indonesia bahkan di dunia, tim peneliti
tertarik untuk lebih mendalami penyakit ini. Tim peneliti pun berharap referat yang telah disusun
ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi siapapun yang membaca referat ini dan kedepannya

1
diharapkan dapat melakukan hal-hal promotif dan preventif untuk mengurangi angka kejadian
abses hepar di Indonesia bahkan di dunia.

2
BAB II

ISI

ABSES HATI
Abses hati adalah suatu infeksi pada jaringan hati yang disebakan oleh invasi bakteri,
parasit, jamur yang berasal dari sistem gastrointestinal, ditandai dengan adanya proses supurasi
dan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Secara umum, abses hati dibagi menjadi dua, yaitu
abses hati amuba dan abses hati piogenik. (1)

EPIDEMIOLOGI
Abses hati merupakan masalah kesehatan masyarat di dunia, terutama di Asia, Afrika dan
Amerika Selatan. Abses hati amuba lebih sering didapatkan dibandingkan abses hati piogenik
pada negara-negara bekembang. Insiden abses hati piogenik tertinggi terjadi di Taiwan yaitu 17,6
kasus per 100.000 penduduk. Kasus abses hati piogenik yang dirawat di rumah sakit berkisar
antara 7 – 20 kasus setiap tahunnya. Penyakit ini lebih sering terjadi pada median usia 44 tahun
dan tidak ada perbedaan antara laki-laki maupun perempuan. Selain itu, sekitar 50-60% kasus ini
terjadi pada pasien dengan obstruksi bilier, 15-25% dengan diabetes mellitus (DM), dan 7% pada
pasien dengan bakteremia portal.(1)
Sekangkan insiden amubiasis diperkirakan terjadi pada 10% dari populasi dunia dan
prevalensi tertinggi terdapat di daerah tropis dan subtropis dengan keadaan sanitasi yang buruk,
kondisi padat penduduk, status sosial ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik
dimana strain virulen Entamoeba hystolitica masih tinggi. Di Indonesia, insidens amubiasis hati
di berbagai rumah sakit berkisar antara 5-15% pasien per tahun. Penyakit ini lebih sering diderita
oleh dewasa muda usia 20-50 tahun dan terjadi 10 kali lebih umum pada pria dibandingan wanita
dengan perbandingan 3:1 hingga 22:1.(1)

3
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya, abses hati dibagi menjadi dua, yaitu abses hati amuba dan abses hati
piogenik.(1)
• Abses Hati Amuba
Penyakit ini disebabkan oleh amuba, terutama Entamoeba hystolitica merupakan penimbunan
atau akumulasi debris nekro-inflamasi purulen yang terjadi di dalam parenkim hati. (1)

• Abses Hati Piogenik


Merupakan proses supuratif yang disebakan oleh infeksi bakteri melalui jalur hematogen, system
bilier maupun penetrasi langsung. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli,
Klebsiella, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob
(Streptococcus Milleri).(1)

4
PATOFISIOLOGI ABSES HEPAR:

Abses hepar amuba

Infeksi yang terjadi berawal dari masuknya kista dari E.hystolitica ke dalam tubuh manusia
melewati saluran cerna. Dua bentuk dari E.hystolitica terdiri dari kista yang merupakan bentuk
inaktif dan trofozoit yang merupakan bentuk aktof yang dapat menyebabkan invasi. Infeksi dapat
terjadi saat seseorang kontak langsung dengan feses yang mengandung kista E.hystolitica
kemudian menggunakan bagian tubuh yang berkontak untuk memasukkan makanan atau
minuman ke dalam mulut. Infeksi pun juga dapat terjadi saat seseorang memakan atau meminum
air yang telah terkontaminasi dengan kista E.hystolitica. Kista tersebut akan melewati saluran
cerna menuju usus besar. Kista akan berkembang menjadi trofozoit dalam usus besar dan akan
melekat ke sel epitel mukosa kolon dengan perantara protein Gal/GalNAc (Galactose/N-acetyl
galactosamine). Gal/GalNAc lectin merupakan faktor virulensi parasit E.hystolitica dengan 260
kDa heterodimer yang mengandung type-1 membrane protein disulfida. Protein ini memainkan
peran dalam berbagai macam aspek patogenesis seperti adherensi, sitolisis, invasi, dan resistensi
terhadap komplemen. Setelah menempel pada sel epitel mukosa kolon, parasit ini akan
menginvasi mukosa kolon dan akan menyebabkan mikroulserasi pada mukosa kolon.(2) Apabila
tidak ditangani, mikroulserasi tersebut akan semakin meluas ke daerah submukosa dan akan
membentuk lesi yang menyerupai termos / flask-shaped yang berisi trofozoit , jaringan mati, dan
jaringan sehat. E.hystolitica menuju ke hepar melalui aliran vena portal dan akan berkembang
lebih lanjut di hepar. E.hystolitica memiliki enzim proteolitik yang dapat melisiskan jaringan di
hepar dan juga PMN yang merupakan respon awal terjadinya infeksi parasit ini di hepar. Lisis
jaringan akan menyebabkan lesi pada hepar dalam bentuk well-demarcated abcess. Enzim
proteolitik yang dapat menyebabkan lisis jaringan diantaranya, EhCP112, salah satu protease
yang berperan untuk merusak lapisan sel dan mencerna protein yang akan membentuk

5
EhCPADH complex dengan protein EhADH112. Selain itu, ada CP5 cysteine protease yang
dapat menyebabkan induksi apoptosis sel target pejamu.(1)

6
Abses hepar piogenik:

Infeksi abses hepar piogenik menyebar melalui aliran vena porta, arteri, saluran empedu, maupun
secara langsung melalui penetrasi jaringan yang berdekatan. Penyebab tersering dahulu adalah
apendisitis dan pileflebitis, namun penyebab tersering sekarang adalah infeksi sistem bilier dan
abses kriptogenik. Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan terjadinya abses hati bergantung
pada lokasi infeksi maupun bagaimana mekanisme infeksi tersebut dapat terjadi. Untuk bakteri
aerob gram negatif yang paling banyak diisolasi adalah Escherichia coli dan Klebsiella
pneumoniae, untuk bakteri aerob gram positif adalah Staphylococcus aureus dan Streprococcus
viridans, sedangkan Clostridium sp dan Bacteroides berhubungan dengan infeksi pada sistem
bilier dan kolon.(1)

Infeksi sistem bilier dapat terjadi karena adanya obstruksi ekstrahepatik seperti
choledocholithiasis dan tumor yang dapat meyebabkan kondisi yang baik untuk bakteri
berproliferasi, maupun karena komplikasi tindakan seperti post-transplantasi hati. Infeksi secara
hematogen melalui arteri hepatika dapat terjadi karena beberapa kondisi seperti endokarditis
bakterial atau urinary sepsis maupun sebagai konsekuensi penyalahgunaan obat intravena.
Komplikasi akibat tindakan medis pun dapat terjadi seperti cedera vaskular yang terjadi saat
laparoscopic cholecystectomy, transarterial embolization, dan cryoablation pada massa hepar,

7
maupun postpolypectomy yang menyebabkan mikro-perforasi pada kolon sehingga bakteri
patogen dapat memasuki aliran darah.(1)

Abses hepar dapat dibagi menjadi 3 subgrup, yakni infeksi, maligna, dan iatrogenik. Abses
maligna dapat dibagi menjadi 3 subkategori, yakni infeksi sekunder dari tumor hepar primer,
infeksi sekunder dari lesi hepar akibat metastasis tumor, dan superinfeksi dari nekrosis spontan.
Tumor hepar yang tersering sebagai penyebab adalah HCC, dengan tanda-tanda yang dapat
membantu mengidentifikasi terjadinya superinfeksi seperti penebalan dinding, septasi, aerobilia,
trombosis portal, dan gas dalam abses. Untuk metastasis yang menyebabkan lesi pada hepar dari
beberapa laporan kasus yakni dari melanoma, kanker rektal, kanker kolon, kanker pankreas,
esofagus. Superinfeksi dari nekrosis spontan cukup sering terjadi setelah tindakan TACE (Trans
Arterial Chemo Embolization) dan RFA (Radiofrequency Ablation) yang merupakan tatalaksana
untuk HCC yang tidak dapat dioperasi dan kedua prosedur ini menyebabkan nekrosis pada tumor
dan jaringan sekitarnya dimana fokus lesi tersebut dapat menjadi lokasi infeksi. Insidensnya
berkisar antara 0-1,4% untuk TACE dan 0,1-0,7% untuk RFA.(3)

Abses hepar karena jamur

Tersering karena Candida sp. dan sering terjadi pada individu dengan pemakaian
antimikroba jangka panjang, keganasan hematologi, solid organ transplant, maupun kongenital
serta acquired immunodeficiency. Selain Candida sp., Aspergillus sp. juga dilaporkan pernah
menyebabkan terjadinya abses hepar.

8
A. DIAGNOSIS

1. ANAMNESIS

1.1 Abses hepar amuba


Kondisi klinis pasien abses hepar amuba lebih akut dibandingkan dengan abses hepar
piogenik. Onset terjadinya dibawah dua minggu. Gejala yang paling sering dirasakan adalah
nyeri perut kanan atas yang lebih berat dibandingkan pada penderita abses hepar piogenik. Nyeri
kadang terlihat karena pasien berjalan membungkuk sambil memegangi perut kanan atas.
Keluhan nyeri biasanya juga disertai dengan mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan
(pada onset subakut), dan kelemahan tubuh. 20% penderita abses hepar amuba memiliki riwayat
diare atau disentri.(1)
Demam sering terjadi dengan pola intermitten. Selain itu sering terjadi pula myalgia,
arthralgia, dan malaise. Gejala paru yang dapat ditemukan antara lain batuk dan nyeri dada, yang
menandakan proses sekunder akibat ruptur abses di kavum pleura. Perlu ditanyakan juga apakah
pasien habis bepergian ke daerah-daerah endemis.(1)

1.2 Abses hepar piogenik


Onset keluhan terjadi akut, namun lebih lama dibandingkan dengan abses hepar amuba
(sekitar 1 bulan). Gambaran klinis yang paling khas dari abses hepar piogenik adalah demam
tinggi intermitten dan nyeri perut kanan atas yang menetap dan kadang menyebar ke bahu kanan
atau ke dada (nyeri pleuritik). Gejala umum lain yang dapat menyertai adalah keringat malam,
muntah, anoreksia, kelemahan umum, dan penurunan berat badan. Pada kurang lebih satu pertiga
kasus didapatkan keluhan diare, dan satu perempat kasus disertai keluhan batuk. Pasien bisa saja
datang dengan keluhan sumber infeksinya, seperti divertikulitis ataupun apendisitis.(1)

9
2. PEMERIKSAAN FISIK

2.1 Abses hepar amuba


Pada pasien abses hepar amuba, didapatkan peningkatan suhu tubuh, ukuran hepar yang
membesar disertai nyeri tekan. Pada dasarnya ikterus jarang ditemukan, jika memang ada, perlu
dicurigai adanya sumbatan traktus bilier atau ada penyakit hepar kronis sebelumnya. Kadang
pada pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan friction rub di daerah hepar. Gejala paru yang bisa
ditemukan adalah pekak pada perkusi dan ronkhi pada auskultasi di basis paru kanan. Bisa juga
ditemukan batuk dan terdengar pleural rub.(1)

2.2 Abses hepar piogenik


Pada pasien abses hepar piogenik, didapatkan pula pembesaran hepar dan nyeri abdomen
kuadran kanan atas. Ikterik hanya dijumpai jika penyakit sudah berlanjut. Pada beberapa kasus,
khususnya populasi lansia, tidak didapatkan pembesaran hepar maupun nyeri abdomen kuadran
kanan atas (gambaran fever of unknown origin). Pada pemeriksaan auskultasi dapat terdengar
bunyi friction rub. 20%-30% kasus didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik paru, berupa
suara pekak pada perkusi (seperti efusi pleura atau konsolidasi pada paru), penurunan suara napas
pada segmen superior lobus kanan; menandakan bahwa infeksi telah menjalar ke daerah paru.
Pada pemeriksaan juga sering ditemukan tanda-tanda anemia dan dehidrasi.(1)

PP PYOGENIC

Neutrofilia biasa ditemukan pada abses hepar pyogenik. CRP dan serum ALP seringkali
meningkat. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab. Kultur dari cairan yang
diaspirasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi organisme dan menentukan kerentanan
antibiotik dan sebaiknya dilakukan kultur aerobik dan anaerobik.

PP AMEBIC

Test antigen terhadap E. Histolytica di feses dan serum dapat dilakukan, tetapi memiliki
spesifisitas yang rendah untuk mendiagnosis abses hepar amuba dikarenakan tingginya jumlah
karier E. histolytica dalam seluruh populasi di dunia.

10
Nucleic acid testing menggunakan PCR based assays dapat dilakukan tapi tidak rutin
digunakan.Pemeriksaan untuk mendeteksi serum antibodi anti entamoeba paling umum yaitu
enzyme immunoassay (EIA) dan fluorescent antibody assays. Antibodi IgG tetap positif selama
beberapa waktu setelah sembuh secara klinis. serological assay memiliki sensitivitas sebesar
>90% . Pada kasus kronis, serum ALP dapat meningkat hingga dua kali lipat dari nilai normal.
Peningkatan kadar transaminase hanya ditemukan pada keadaan akut atau komplikasi berat.
Peningkatan serum bilirubin jarang terjadi kecuali pada superinfeksi atau ruptur ke peritoneum.
Aspirasi abses amuba sebaiknya dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan. Adanya
aspirat berwarna coklat kemerahan (anchovy paste atau chocolate sauce) merupakan temuan
tipikal. Aspirasi juga dapat dipertimbangkan jika tidak merespon terhadap terapi antibiotik
setelah 5-7 hari atau ketika abses di lobus kiri berada dekat dengan perikardium.

Radiologi

CT

Pada CT pre-contrast, abses terlihat hipodens dibanding sekitarnya. Pada gambaran dengan
kontras, abses biasanya memperlihatkan kapsul dan septal enhancement dengan hipovaskularitas
sentral. Biasanya abses berukuran kecil akan menyatu membentuk kavitas yang lebih besar dan
bersepta. Dapat pula terlihat gambaran air-fluid level. Penyengatan arteri pada parenkim liver yang
intens dapat disebabkan karena kompresi vena dan drainage vena yang buruk.(4)

11
12
13
14
MRI

Pada T1- weighed MRI, abses pyogenic memberikan gambaran hipointens relative terhadap
jaringan hepar sekitarnya. Pada T2-weighed MRI, dinding abses memberikan gambaran sedikit
hiperintens dan bagian tengahnya menunjukkan gambaran hiperintens sedang. Dinding abses
terlihat hiperintens pada high b value diffusion weighted images dan ADC map, menunjukkan
tidak adanya diffusi yang terhambat, sementara bagian tengahnya mnunjukkan intensitas sinyal
yang bervariasi tergantung pada derajat maturitas abses ( misalnya, semakin tinggi viskositas pus,
semakin tinggi intensitas sinyal pada high b value diffusion weighted images dan semakin
rendahnya intensitas sinyal pada ADC map)(4)

Pada gadolinium-enhanced MRI, dinding abses dan septa memberikan gambaran penyengatan
arteri yang intens. Parenkim hepar periabses terkadang memberikan intensitas sinyal yang tinggi
pada T2 weighted images dan penyengatan arteri yang intens.(4)

USG

Pada USG, abses terlihat hipoekoik dan echotexture yang heterogen(5)

• Grayscale ultrasound
o Echogenisitas dan bentuk yang bervariasi
o Biasanya berbentuk bulat atau ovoid
o Dapat berbatas tegas ataupun ireguler
o Dapat hypoechoic atau sedikit echogenic
o Memiliki echogenisitas abses
o 50% anechoic, 25% hyperechoic, 25% hypoechoic
o Dapat terlihat fluid level atau debris, internal septa, dan posterior acoustic
enhancement
o Dapat terlihat gas pada abses : focus echogenic yang terang dengan posterior
reberberation artefact
o Lesi awal cenderung echogenic dan berbatas tidak jelas
o Dapat berkembang menjadi lesi yang berbatas tegas dan hamper anechoic
o Parenkim hepar sekitar abses terlihat heterogen dan hypoechoic dikarenakan edema

15
o Effusi pleura kanan
• Color Doppler
o Dapat terlihat vaskularisasi pada dinding abses
o Parenkim yang edema sekitar abses dapat terlihat hipervaskular
• Contrast enhanced ultrasound
o Biasanya tidak terlihat internal enhancement
o Dapat berguna untuk membedakan abses dengan tumor hepar yang hypovascular

16
17
18
19
Abses amuba

Pada kebanyakan kasus, abses kebanyakan berbentuk unilokuler dengan predileksi lobus kanan
hepar. Temuan imaging pada abses amuba mirip dengan abses yang disebabkan oleh bakteri(6)

20
21
B. Tatalaksana

1. Abses hepar amuba


Terapi medikamentosa secara empiris lebih baik segera dilakukan. Pengobatan dengan
Metronidazol 3 x 750 mg PO selama 7-10 hari atau nitoimidazol kerja panjang (Tinidazol 2 g PO
dan Ornidazol 2 g PO dosis tunggal) dilaporkan efektif sebagai tatalaksana awal. Terapi
kemudian dilanjutkan dengan preparat lumenal amubisida untuk mengeradikasi kista dan
mencegah transmisi lebih lanjut. Preparat lumenal amubisid yang dapat digunakan antara lain
Iodoquinol 3x 650 mg selama 20 hari, Diloxanide furoate 3 x 500 mg selama 10 hari, dan
Paramomicin 25 – 35 mg/kg/hari 3 x 1 selama 1 minggu. Dilaporkan respons pasien sangat baik
dengan terapi metronidazole berupa penurunan nyeri dan demam dalam 72 jam.
Aspirasi jarum perkutan dapat dilakukan jika:
- Beresiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses (ukuran kavitas > 5 cm)
- Abses di lobus kiri hepar yang beresiko mortalitas tinggi dan kemungkinan besar bocor ke
peritoneum atau perikardium
- Tak ada respons klinis terhadap terapi medikamentosa dalam 3-5 hari
- Bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik (pada pasien dengan lesi
multipel)
Drainase perkutan dilakukan dengan guiding dari USG abdomen atau CT scan abdomen.
Sedangkan drainase secara operasi jarang dikerjakan.(1)

22
2. Abses hepar piogenik
Terapi medikamentosa dimulai dengan antibiotik spektrum luas sebagai terapi empiris.
Jika ditemukan sumber infeksi dari saluran empedu, dapat diberikan ampicillin dan golongan
aminoglikosida. Jika sumber infeksi dari usus, dapat diberikan golongan sefalosporin generasi
ketiga. Untuk mengatasi infeksi anaerob dari berbagai sumber, dapat diberikan metronidazol dan
golongan florokuinolon. Terapi definitif dapat diberikan setelah hasil dari kultur sudah keluar.
Regimen pengobatan dilakukan dengan antibiotik IV selama 2 minggu dilanjutkan dengan
antibiotik PO selama 6 minggu. Jika hasil dari kultur membuktikan etiologi infeksi berupa kuman
streptococcus, pemberian antibiotik oral dosis tinggi dilanjutkan sampai lebih dari 6 minggu
Drainase perkutan dilakukan dengan guiding USG pada abses berukuran lebih dari 5 cm dengan
indwelling drainage catheter. Jika ditemukan banyak abses, hanya yang paling besar yang
diaspirasi, selebihnya dengan pengobatan antibiotik.
Jika drainase perkutan gagal, ikterik tidak membaik, penurunan fungsi ginjal, dan abses
multilokuler, dapat dilakukan drainase secara operasi (laparoskopik).(1)

Sumber: Sleisenger

23
KOMPLIKASI ABSES HEPAR

Perluasan abses ke diafragma atau ruptur ke kavitas peritoneal:

1. Ruptur abses ke dalam

- Regio thorax---fistula hepatobronkial, abses paru, empiema

- Perikardium---gagal jantung, perikarditis, tamponade jantung

- Peritoneum---peritonitis

2. Infeksi sekunder biasanya iatrogenik setelah tindakan aspirasi

3. Lain-lain (gagal hati fulminan, hemobilia, obstruksi vena kava inferior, Sindrom Budd-Chiari,
abses cerebri)(1)

PROGNOSIS

Prognosis abses hati sangat bergantung pada investasi dan derajat infeksi, ada atau tidaknya
infeksi sekunder, daya tahan host, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang diberikan. Penegakan
diagnosis yang terlambat dapat menyebabkan rupturnya abses sehingga dapat meningkatkan angka
kematian. Selain itu, infeksi polimikrobial, abses multiple terutama dengan sumber infeksi di
system bilier, adanya disfungsi multiorgan, keganasan, hiperbilirubinemia, hipoalbuminemia,
adanya komplikasi efusi pleura serta sepsis juga berperan mempengaruhi angka kematian yang
tinggi. Namun, dengan diagnosis dan pemberian terapi pada tahap dini angka kematian telah jauh
menurun.(1)

PROGNOSIS PYOGENIK

Aspirasi jarum dan terapi antibiotik dapat menurunkan mortalitas dalam beberapa tahun
terakhir. Prognosis didapatkan lebih baik pada abses unilokuler di lobus kanan dimana tingkat
survival sekitar 90%. The outcome pada abses multipel sangat buruk, terutama pada abses yang
bersumber dari bilier. (sherlock) Prognosis diperburuk dengan adanya keterlambatan diagnosis,
pasien dengan usia lebih tua, adanya penyakit komorbiditas seperti sirosis, diabetes, gagal ginjal
kronik, keganasan. Pada negara maju, tingkat mortalitas bervariasi dari 2-12%.(7)

24
Abses yang lebih kecil dari 10 cm dapat memakan waktu sekitar 16 minggu untuk
membaik, sementara apabila lebih dari 10 cm dapat memakan waktu 6 minggu lebih lama untuk
membaik. (7)

PROGNOSIS AMOEBA

Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan yang adekuat, angka mortalitas abses amuba
didapatkan sekitar 1-3%.(7)

PENCEGAHAN ABSES PIOGENIK

Abses hepar piogenik dapat dicegah dengan terapi yang tepat pada infeksi akut abdomen
dan bilier, serta drainase adekuat dari kumpulan pus intra-abdomen yang terinfeksi dengan
pengobatan antibiotik yang tepat.(1)

PENCEGAHAN ABSES AMEBIK (AHA):

1. Sanitasi yang memadai

2. Pemberantasan pembawa kista

3. Menghindari konsumsi buah dan sayur yang tidak dikupas dan dicuci dengan baik

4. Hindari penggunaan air kemasan(1)

25
BAB III
KESIMPULAN

Abses hepar adalah suatu penyakit infeksi akibat agen-agen infeksius dari saluran
gastrointestinal berupa proses supurasi pada hepar. Dua kategori penyebab utama abses hepar
diklasifikasikan menjadi abses hepar akibat amuba dan bakteri (piogenik). Amuba yang
menyebabkan abses hepar adalah Entamoeba hystolitica, sedangkan bakteri yang juga sering
menyebabkan abses hepar antara lain Escherichia coli, Klebsiella sp., Proteus vulgaris,
Enterobacter aerogenes, dan beberapa bakteri anaerob. Abses hepar amuba lebih sering terjadi
dibandingkan dengan abses hepar piogenik.
Pada abses hepar amuba, E. hystolitica akan menginvasi parenkim hepar melalui saluran
cerna dalam bentuk kista. Kista akan berubah menjadi trofozoit yang aktif di usus besar. Trofozoit
akan membuat mikroulserasi di mukosa kolon dan berkembang menjadi lesi lalu berlanjut ke hepar
lewat vena portal. Trofozoit akan melisiskan jaringan hepar dan menjadi abses.
Pada abses hepar piogenik, bakteri masuk ke hepar lewat vena prta, arteri, aliran limfatik,
ataupun secara langsung. Biasanya abses hepar didahului dengan penyakit-penyakit infeksi di
saluran cerna. Kondisi-kondisi tersebut sekaligus membuat lingkungan yang baik untuk bakteri
berkembang. Abses hepar juga bisa disebabkan dari proses sekunder tumor hepar.
Secara klinis, pasien abses hepar amuba maupun piogenik terjadi secara akut, dengan abses
hepar amuba onset terjadinya lebih cepat dibandingkan dengan abses hepar piogenik. Gejala-gejala
utama dari abses hepar adalah nyeri perut kanan atas dan demam. Gejala-gejala konstitusional lain
juga dapat menyertai.
Temuan-temuan dalam pemeriksaan fisik antara lain adalah pembesaran ukuran hepar,
nyeri tekan pada abdomen regio kanan atas, dan peningkatan suhu tubuh. Pada auskultasi, dapat
terdengar bunyi friction rub di daerah hepar. Pada pemeriksaan fisik paru juga dapat ditemukan
kelainan, seperti suara pekak pada perkusi dan ronkhi pada auskultasi.
Pemeriksaan penunjang umum yang dilakukan antara lain adalah uji laboratorium darah.
Dapat ditemukan neutrofilia terutama pada abses hepar piogenik. Serum ALP juga ditemukan
meningkat pada abses hepar amuba maupun piogenik. Pada abses hepar amuba, lebih disarankan

26
menggunakan uji antibodi-antigen. Jika diagnosis masih belum bisa ditegakan, maka perlu
dilakukan aspirasi pada abses hepar. Temuan yang khas dari aspirasi abses, terutama yang
disebabkan amuba, adalah aspirat yang coklat kemerahan (anchovy paste).
Pada abses hepar, pengobatan dapat dilakukan secara medikamentosa maupun non-
medikamentosa. Untuk terapi medikamentosa, diberikan obat-obat yang definitif untuk
penyebabnya. Abses hepar amuba diberikan metronidazol dan preparat amubisid lainnya. Untuk
abses hepar piogenik, terapi antibiotik empiris dapat dimulai terlebih dahulu sebelum
ditemukannya bakteri penyebab abses. Setelah ditemukan, dapat diteruskan dengan terapi
antibiotik spesifik. Pengobatan non-medikamentosa yang dapat dilakukan antara lain drainase atau
operasi.

Komplikasi yang dapat terjadi dari abses hepar bisa timbul penyakit-penyakit infeksi di organ
lain akibat rupturnya abses. Bisa juga timbul kelainan selain infeksi seperti gagal hepar ataupun
obstruksi pembuluh darah. Namun, dengan pengobatan yang adekuat, prognosis penyakit ini
sebenarnya baik. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga sanitasi dan
pemberantasan agen infeksius penyebab yang adekuat.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi I, Setiati S, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

2. Mann B. Structure and function of the Entamoeba histolytica Gal/GalNAc lectin. Int Rev
Cytol. 2002;59–80.

3. Mavilia MG, Molina M, Wu GY. Review Article The Evolving Nature of Hepatic
Abscess : A Review. 2016;4:158–68.

4. Sahani D, Samir A. Abdominal Imaging. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2017.

5. Kamaya A, Cheong J. Diagnostic Ultrasound Abdomen and Pelvis. 1st ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016.

6. Feldman M, Friedman L, Brandt L. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver


Disease. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016.

7. Goldman L, Schafer A. Goldman-Cecil Textbook of Medicine. 25th ed. Philadelphia:


Elsevier; 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai