Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

RUANG OBGYN RSUD Dr. R. SOEDARSONO PASURUAN


POLIP SERVIKS

Disusun oleh:
Tiara Anggita Putri
NIM. P17221174051

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
POLIP SERVIKS

A. DEFINISI
Polyp adalah tumor jinak yang tumbuh menonjol dan bertangkai dari selaput
lendir dibagian tubuh manusia, seperti hidung, telinga, usus dan selaput lendir
lainnya. Cervix adalah leher Rahim.
Jadi pengertian dari Polyp Cervix yaitu tumor jinak yang tumbuh menonjol
dan bertangkai dari selaput lendir dibagian tubuh manusia, seperti hidung, telinga,
usus dan selaput lendir lainnya yang terdapat di dalam leher Rahim. Polip serviks
adalah tumor jinak yang ditemukan pada permukaan saluran leher rahim.
Polip serviks adalah polip berukuran kecil, tumbuh di permukaan mukosa
serviks, atau pada saluran endoserviks dan menonjol pada mulut serviks.
Polip serviks (cervical polyp) adalah pertumbuhan jaringan serviks (stroma)
yang berlebihan sehingga tampak sebagai benjolan berwarna merah, bertangkai, yang
menjulur keluar dari serviks. Benjolan dapat berukuran beberapa mm hingga beberapa
cm yang biasanya tampak saat dilakukan pemeriksaan dalam. Polip serviks termasuk
kelainan jinak yang sering ditemukan.
Polip merupakan suatu adenoma maupun adeno fibroma yag berasal dari
selaput lendir endoserviks. Polip serviks tumbuh dari kanal serviks dengan
pertumbuhan ke arah vagina. Tangkainya dapat panjang hingga keluar dari vulva.
Terdapat berbagai ukuran dan biasanya berbentuk gelembung-gelembung dengan
tangkai yang kecil. Secara histopatologi, polip serviks sebagian besar bersifat jinak
(bukan merupakan keganasan) dan dapat terjadi pada seseorang atau kelompok
polulasi.Polip serviks memiliki ukuran kecil, yaitu antara 1 hingga 2 cm. Namun,
ukuran polip dapat melebihi ukuran rata-rata dan disebut polip serviks raksasa bila
melebihi diameter 4 cm. Epitel yang melapisi biasanya adalah epitel endoserviks yang
dapat juga mengalami metaplasi menjadi lebih kompleks. Bagian ujung polip dapat
mengalami nekrosis serta mudah berdarah. Polip ini berkembang karena pengaruh
radang maupun virus. Polip ednoserviks diagkat dan perlu diperiksa secara
histologik.
B. KLASIFIKASI
1. Polip ektoserviks Yaitu Polip serviks dapat tumbuh dari lapisan permukaan luar
serviks. Polip ektoserviks sering diderita oleh wanita yang telah memasuki
periode paska-menopause, meskipun dapat pula diderita oleh wanita usia
produktif. Prevalensi kasus polip serviks berkisar antara 2 hingga 5% wanita.
2. Polip endoserviks yaitu pertumbuhan polip berasal dari bagian dalam serviks.
Biasanya Pada wanita premenopause (di atas usia 20 tahun) dan telah memiliki
setidaknya satu anak.
Meskipun pembagian polip serviks menjadi polip ektoserviks dan
endoserviks cukup praktis untuk menentukan lokasi lesi berdasarkan usia, namun
hal itu bukan merupakan ukuran absolut untuk menetapkan letak polip secara
pasti.

C. ETIOLOGI
Penyebab timbulnya polip serviks belum diketahui dengan pasti. Namun
sering dihubungkan dengan radang yang kronis, respon terhadap hormon estrogen dan
pelebaran pembuluh darah serviks. Penampilan polip serviks menggambarkan respon
epitel endoservik terhadap proses peradangan. Polip servik dapat menimbulkan
perdarahan pervaginam, perdarahan kontak, pasca coitus merupakan gejala yang
tersering dijumpai. Polip servik yang terjadi sebagai akibat stroma local yang
menutupi daerah antara kedua celah pada kanalis servik. Epitellium silinder yang
menutupi polip dapat mengalami ulserasi polip serviks pada dasarnya adalah suatu
reaksi radang, penyebabnya sebagian besar belum diketahui. karena pada dasarnya
adalah reaksi radang, maka ada kemungkinan :
1. Radang sembuh sehingga polip mengecil atau kemudian hilang dengan sendirinya
2. Polip menetap ukurannya.
3. Polip membesar.

D. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya, tidak akan ada gejala untuk polip serviks tetapi pada waktu penyakit ini
akan ditandai oleh:
1. Abnormal pendarahan vagina yang terjadi antara periode :
a. Menstruasi.
b. Setelah menopause.
c. Setelah hubungan seksual.
2. Polip serviks bisa meradang tetapi jarang menjadi terinfeksi periode normal berat
atau menoragia keluarnya lendir putih atau kuning, sering disebut keputihan.
Gejala utamanya adalah terjadinya perdarahan diluar haid yang warnanya lebih
terang dari darah haid. Terutama timbul setelah melakukan senggama (Perdarahan
Paska Senggama = Post Coital Bleeding = PCB). Perlu dipertimbangkan juga
adanya kanker leher rahim jika ditemukan PCB. Walaupun kadang – kadang polip
cervix dapat berulang, namun 99% polip cervix bersifat jinak. Banyak polip
serviks tidak memberikan gejala tetapi ada gejala utama adalah dasar diagnosa
perdarahan intermitten dan gejala-gejala umum ke-3 bentuk abnormal tersebut:
a. Leukorea yang sulit disembuhkan.
b. Terasa discomfort dalam vagina.
c. Kontak berdarah dan Terdapat infeksi.
Pada pemeriksaan inspekulum dijumpai:
a. Jaringan bertambah
b. Mudah berdarah
c. Terdapat pada vagina bagian atas.
Makroskopis dapat tunggal atau multipel dengan ukuran beberapa centimeter,
warna kemerah – merahan dan rapuh. Kadang – kadang tangkainya jadi panjang
sampai menonjol dari introitus. Kalau asalnya dari portio konsistensinya lebih
keras dan pucat dengan tangkai yang tebal.
Histologi Berasal dari mukosa yang dilapisi oleh 1 lapis epitel yang terdiri dari
sel – sel silindris yang tinggi, yang khas berasal dari endocervix, dengan kelenjar
cervix dan stroma dari jaringan ikat yang halus disertai oedem dan infiltrasi sel
bulat. Sering pula disertai ulserasi pada ujungnya yang menyebabkan terjadinya
perdarahan. Banyak polip servic yang menunjukkan metaplasia yang luas, disertai
infeksi, menyerupai permulaan dari carcinum, Ca epidermoid kadang – kadang
berasal dari polip.

E. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko memiliki polip serviks meningkat pada wanita dengan diabetes
mellitus dan vaginitis berulang dan servisitis, polip serviks tidak pernah benar-benar
terjadi sebelum onset menstruasi. Hal ini biasanya terlihat pada wanita usia
reproduksi. Yang paling rentan terhadap penyakit ini adalah perempuan usia 40
sampai 50 tahun. Hal ini juga mengatakan bahwa polip serviks dapat ditemukan pada
insiden yang memicu produksi hormon. Wanita hamil memiliki risiko yang lebih
tinggi karena perubahan tingkat hormon, mungkin dari peningkatan produksi hormon
beredar juga.

F. TINDAKAN PENCEGAHAN
Ada beberapa langkah yang dapat membantu mencegah infeksi dan ini:
1. Pakai celana katun atau stoking dengan selangkangan kapas. Ini membantu
mencegah akumulasi kelebihan panas dan kelembaban. Panas dan kelembaban
membuat seorang wanita rentan terhadap infeksi vagina dan leher rahim.
2. Pakailah kondom setiap hubungan seksual. Ini mengurangi resiko infeksi
menular seksual.

G. PENATALAKSANAAN
Bila dijumpai polip serviks, dokter dapat mengambil 2 macam tindakan:
1. Konservatif.
Yakni bila ukuran polip kecil, tidak mengganggu, dan tidak menimbulkan
keluhan (misal sering bleeding, sering keputihan). dokter akan membiarkan dan
mengobservasi perkembangan polip secara berkala.
2. Agresif.
Yakni bila ukuran polip besar, ukuran membesar, mengganggu aktifitas, atau
menimbulkan keluhan. tindakan agresif ini berupa tindakan curettage atau
pemotongan tangkai polip. tindakan kauter ini bisa dilakukan dengan rawat jalan,
biasanya tidak perlu rawat inap. untuk tindakan pengobatan selain curettage untuk
saat ini belum ada. tapi untuk polip-polip yang ukurannya kecil (beberapa
milimeter) bisa dicoba pemberian obat yang dimasukkan melalui vagina, untuk
mengurangi reaksi radang. setelah pemberiannya tuntas, diperiksa lagi, apakah
pengobatan tersebut ada efeknya pada polip atau tidak. jika tidak, maka untuk
pengobatannya dengan kauterisasi.Bila polip mempunyai tangkai kurus, tangkainya
digenggam dengan forsep polip dan diputar beberapa kali sampai dasar polipnya
terlepas dari jaringan servik dasarnya. Bila terdapat perdarahan pervaginam
abnormal, maka diperlukan curettage di RS untuk menyingkirkan keganasan servik
dan endometrium.
Polip yang mudah terlihat dengan tangkai yang tipis dapat disekam dengan
klem arteri atau forcep kasa dan dipluntir putus. Dianjurkan mengkauterisasi
dasarnya untuk mencegah perdarahan dan rekurensi. Pasien yang mempunyai
banyak polip mungkin terbaik diterapi dengan cara konisasi sehingga setiap polip
yang tidak terlihat didalam kanalis tidak akan diabaikan. Biasanya, polipektomi
cervix harus dilakukan bersama dengan suatu kuretase.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Polip yang terletak jauh di endoserviks dapat dievaluasi melalui pemeriksaan
histerosalfingografi atau sonohisterografi dengan infus salin. Biasanya, hasil
pemeriksaan ini memberikan hasil yang bermakna dalam mengetahui adanya
polip atau kelainan lainnya.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Sitologi vagina dapat menunjukkan adanya tanda infeksi dan sering
kaliditemukan sel-sel atipik. Pemeriksaan darah dan urin tidak terlalu banyak
membantu menegakkan diagnosis.
3. Pemeriksaan Khusus
Polip yang terletak jauh di kanal endoserviks tidak dapat dinilai melalui
inspeculo biasa, tetapi dapat dilakukan pemeriksaan khusus menggunakan
spekulum endoserviks atau histeroskopi. Seringkali polip endoserviks ditemukan
secara tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan perdarahan abnormal.
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk menyingkirkan adanya massa atau
polip yang tumbuh dari uterus.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Yang paling rentan terhadap penyakit ini adalah perempuan usia 40 sampai 50
tahun. Hal ini juga mengatakan bahwa polip serviks dapat ditemukan pada insiden
yang memicu produksi hormon Pada wanita dengan diabetes mellitus dan
vaginitis berulang dan servisitis, polip serviks tidak pernah benar-benar terjadi
sebelum onset menstruasi. Hal ini biasanya terlihat pada wanita usia reproduksi..
Wanita hamil memiliki risiko yang lebih tinggi karena perubahan tingkat hormon,
mungkin dari peningkatan produksi hormon beredar juga.
2. Keluhan Utama.
Biasanya klien mengeluh Nyeri, terjadi perubahan fungsi seksual
3. Riwayat penyakit sekarang.
Klien mengalami perdarahan pervaginam, perdarahan kontak, pasca coitus
merupakan gejala yang tersering dijumpai.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda Vital
2. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Kepala : bentuk kepala Normal, tidak ada edema.
b. Mata : mata simetris, conjungtiva merah muda,
c. Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung.
d. Mulut : mukosa lembam
e. Leher : tidak ada pernafasan vena jugularis, tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid.
3. Pemeriksaan Thorak
a. Inspesi : bentuk dada simetris
b. Palpasi : tidak ada benjolan
c. Perkusi : bunyi sonor
d. Auskultasi : tidak ada suara tambahan seperti wezzing.
4. Pemeriksaan Jantung
Auskultasi : suara jantung terdengar pada ICS 1,2. Suara lop dup.
5. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : tidak ada benjolan
b. Palpasi : nyeri Skala 5-7
c. Perkusi : bunyi redup
d. Auskultasi : bising usus terdengar
6. Pemeriksaan Organ Reproduksi
a. Inspeksi:
1) Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
2) Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan eksoria
3) Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pemebengkakan
ulkus, keluaran dan nodul
b. Pemeriksaan Bagian Dalam
1) Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya
2) Palpasi
Raba dinding vagina : Nyeri tekan dan nodula,
Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, nyeri tekan,
Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
Ovarium : ukuran, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan
7. Pemeriksaan Muskuluskeletal
Kekuatan otot tangan kakan kiri 5,5 kaki kanan kiri 5,5. Tidak ada benjolan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang kemungkinan muncul:
1. Gangguan harga diri b/d masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak,
perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual.
2. Nyeri b/d proses penyakit jaringan pada organ ruang abdomen.
3. Nyeri b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas kulit.
4. Elimisi urinarius, perubahan/retensi b/d adanya edema pada jaringan local.
5. Ansietas b/d krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri, respon patofisiologis.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis,
kebutuhan pengobatan b/d kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber informasi dan keterbatasan kognitif.
D. INTERVENSI
1. Gangguan harga diri b/d masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak,
perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual.
Tujuan : harga diri klien meningkat.
Kriteria hasil :
- Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan tubuh, penerimaan diri dalam
situasi.
- Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara
efektif.
- Mendemonstrasikan adaptasi terhadap perubahan yang telah terjadi yang
dibuktikan oleh penyusunan tujuan realistis dan partisipasi aktif dalam kerja
dengan tepat.
Intervensi dan Rasional.
a. Diskusikan dengan klien atau keluarga bagaimana diagnosis dan pengobatan
yang mempengaruhi kehidupan pribadi pasien dan aktivitas kerja.
R/. Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan
masalah.
b. Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan
tertentu, termasuk kemungkinan efek samping pada aktifitas seksual dan rasa
ketertarikan. Beritahu klien bahwa tidak semua efek samping terjadi.
R/. Bimbingan antisipasi dapat membantu klien/keluarga melalui proses
adaptasi pada status baru.
c. Dorong diskusi tentang masalah efek kanker atau pengobatan pada peran
sebagai ibu rumah tangga, orang tua dan sebagainya.
R/. Dapat membantu menurunkan masalah yang mempengaruhi penerimaan
pengobatan dan merangsang kemajuan penyakit.
d. Akui kesulitan yang mungkin dialamu. Berikan informasi bahwa konseling
perlu dan penting dalam proses adaptasi.
R/. Memvalidasi realita perasaan klien dan memberikan izin untuk tindakan
apapun perlu untuk mengatasi apa yang terjadi.
e. Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh klien.
R/. Mmebantu merencanakan perawatan saat di rumah sakit serta setelah
pulang.
f. Berikan dukungan emosional untuk klien dan orang terdekat selama tes
diagnostic dan fase pengobatan.
R/. Meskipun beberapa klien beradaptasi dengan efek kanker, banyak
memerlukan dukungan tambahan dalam periode ini.
g. Gunakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima pada pasien dan
mempertahankan kontak mata.
R/. Pemastian individualitas dan penerimaan penting dalam menurunkan
perasaan klien tentang ketidaknyamanan dan keraguan diri.
h. Rujuk klien pada program kelompok pendukung.
R/. Kelompok pendukung biasanya sangat menguntungkan baik untuk
klien/orang terdekat, memberikan kontrak dengan klien lain.
i. Rujuk pada konseling professional jika diindikasikan.
R/. Mungkin perlu untuk memulai dan mempertahankan struktur psikososial
positif bila system pendukung klien terdekat terganggu.

2. Nyeri b/d proses penyakit jaringan pada organ ruang abdomen.


Tujuan : Nyeri klien terkontrol
Kriteria hasil :
- Melaporkan penghilangan nyeri maksimal.
- Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan.
Intervensi dan Rasional
a. Tentukan riwayat nyeri (lokasi, frekuensi, durasi dan intensitas).
R/. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan intervensi.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktivitas hiburan.
R/. Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.
c. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (tehnik relaksasi,
visualisasi, bimbingan imajinasi).
R/. Memunkinkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan
rasa kontrol.
d. Evaluasi penghilangan nyeri
R/. Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum
pada AKS.
e. Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter.
R/. Rencan terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk kontrol nyeri.

3. Nyeri b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas kulit.


Tujuan : nyeri terkontrol
Kriteria hasil :
- Menunjukkan nyeri berkurang/terkontrol
- Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi dan Rasional
a. Kaji keluhan nyeri.
R/. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan intervensi.
b. Libatan klien dalam penentuan jadwal aktivitas.
R/. Meningkatkan rasa kontrol pasien dan kekuatan mekanisme koping.
c. Berikan tindakan kenyamanan dasar.
R/. Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stress.
R/. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan rasa kontrol.
e. Berikan analgetik sesuai indikasi.
R/. Merupakan tindakan yang tepat untuk mencegah fluktuasi pada intensitas
nyeri.

4. Elimisi urinarius, perubahan/retensi b/d adanya edema pada jaringan local.


Tujuan : retensi berkurang/hilang
Kriteria hasil :
- Mempertahankan/memperoleh pola eliminasi yang efektif.
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
- Ikut serta dalam regimen pengobatan.
Intervensi dan Rasional
a. Pantau pola penolakan.
R/. Informasi ini sangat penting untuk merencanakan perawatan dan
mempengaruhi pilihan intervensi individu.
b. Palpasi kandung kemih.
R/. Distensi kandung kemih mengindikasikan retensi urinarius.
c. Tingkatkan masukan cairan 2000-3000 ml/hari.
R/. Mempertahankan hidrasi adekuat dan meningkatkan fungsi ginjal.
d. Hindari tanda-tanda penolakan verbal atau nonverbal, rasa jijik atau
kekecewaan.
R/. Ekspresi kekecewaan akan menurunkan rasa percaya diri dan tidak
membantu dalam mensukseskan program.
e. Berikan medikasi sesuai petunjuk.
R/. Tingkatkan kontrol sfingter.
5. Ansietas b/d krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri, respon patofisiologis.
Tujuan : ansietas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Memahami dan mendiskusikan rasa takut.
- Menunjukkan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat yang
dapat diatasi.
Intervensi dan Rasional
a. Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi pernapasan.
R/. Perubahan TTV mungkin menunjukkan tingkat ansietas yang dialami
pasien atau merefleksikan gangguan-gangguan factor psikologis.
b. Pahami rasa takut.
R/. Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat
mendiskusikan dan menghadapinya.
c. Kaji tingkatan/realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
R/. Respon individu dapat bervariasi tergantung pola cultural yang dipelajari.
d. Catat pembatasan focus perhatian.
R/. Penyempitan focus umumnya merefleksikan rasa takut.
e. Nyatakan realita dari situasi seperti apa yang dilihat pasien.
R/. Pasien mungkin perlu menolak realitas sampai siap untuk menghadapinya.
f. Evaluasi mekanisme koping.
R/. Mungkin dapat menghadapi situasi dengan baik pada waktu itu.
g. Identifikasi cara-cara dimana klien mendapat bantuan jika dibutuhkan.
R/. Memberikan jaminan bahwa staf bersedia untuk mendukung.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis,
kebutuhan pengobatan b/d kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber informasi dan keterbatasan kognitif.
Tujuan : Pengetahuan klien meningkat.
Kriteria hasil :
- Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan.
- Dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
suatu tindakan.
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam ptogram
perawatan.
Intervensi dan Rasional
a. Diskusikan terapi obat-obatan.
R/. Meningkatkan kerja sama dengan regimen.
b. Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.
R/. Mencegah regangan yang tidak perlu.
c. Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.
R/. Sediakan elemen yang dibutuhkan untuk penyembuhan.
d. Libatkan orang-orang terdekat dalam program pembelajaran.
R/. Memberikan sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah
penghentian.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Chandra, Ida Ayu. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
Derek, Llewellyn, Jones. 2002. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Pustaka
Nasional.
Dongoes. 2001. Konsep Keperawatan Maternal. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2017. Nursing Outcomes Classification (NOC) . New Jersey: Upper
Saddle River.
Mc Closkey, C.J., et all. 2017. Nursing Interventions Classification (NIC). New
Jersey: Upper Saddle River.
Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai