Anda di halaman 1dari 15

LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN


Nama Mahasiswa : Nur Amalia Khairiah
Judul Laporan Kasus : Defisiensi Vitamin A, C dan D
Pembimbing : dr. Enny Karyani, Sp. A
Pertanyaan Dokter Muda
1. Apakah indikasi rawat inap; rawat jalan dan pulang pada pasien dengan
Bronkopneumonia?

Rawat Inap
Indikasi rawat inap pada terutama berdasarkan berat-ringannya
penyakit, apabila pasien tersebut menunjukan tanda-tanda pneumonia berat dan
atau disertai adanya komplikasi, seperti yang sudah dijelaskan, yaitu:
Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut
ini:
 Kepala terangguk-angguk
 Pernapasan cuping hidung
 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi, dll.
Mempertimbangkan umur pasien  neonatus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap
Adanya penyakit lain yang mendasar
Terdapat juga indikasi pasien dirawat inap dari sumber lain, yaitu:
Untuk bayi :
- Saturasi oksigen < atau sama dengan 92 %
- Frek napas > sama dengan 60 kali permenit
- Distress pernapasan, apnue intermitten atau gruntting
- Tidak mau minum atau menetek
- Keluarga tidak bisa merawat dirumah
Untuk anak
- Saturrasi oksigen < 92 persen
- Frek napas > 50 kali/menit
- Distress pernapasan
- Gruntting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak dapat merawat dirumah

Rawat Jalan
Indikasi rawat jalan pada terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit.
Rawat jalan pada pasien dengan Bronkopneumonia adalah didapatkan gejala
pneumonia ringan :
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas
cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. Pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. Pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

Indikasi Pulang
Indikasi pulang pada pasien rawat inap bronkopneumonia adalah:
- Apabila gejala klinis sudah membaik (tampak perbaikan klinis) seperti
pada pasien bronkopneumonia:
* Bernapas tidak cepat
* Tidak ada retraksi arau penarikan dinding dada
* Batuk sudah berkurang
* Bebas demam
- Asupan oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (per oral)
- Kondisi dirumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah

Sumber:
 Calistania C. Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4.
Jakarta: Media Aesculapius, 2014
 WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Jakarta:
World Health Organization; 2009.

2. Apakah perbedaan Bronkopneumonia yang berat dan ringan? Pada pasien ini
termasuk klasifikasi yang mana?
Menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ),
pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:
1) Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya
terdapat napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. Pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. Pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

2) Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal


salah satu hal berikut ini:
c. Head bobbing
d. Pernapasan cuping hidung
e. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Chest in drawing)
f. Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas,
konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
 Napas cepat
o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
 Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
 Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
 Kejang, Letargi, atau tidak sadar
 Sianosis
 Distress pernapasan berat
Sumber :
 Calistania C. Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius, 2014
 WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Jakarta: World
Health Organization; 2009.

3. Antibiotik apa yang lebih spesifik pada pasien ini?


Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya.
Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien
pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Pneumonia viral seharusnya
tidak diberikan antibiotik, namun pasien dapat diberi antibiotik apabila terdapat
kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri; di samping kemungkinan
infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Streptokokus dan
pneumokokus sebagai kuman Gram positif dapat dicakup oleh ampisilin,
sedangkan hemofilus suatu kuman gram negatif dapat dicakup oleh
kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotik lini
pertama untuk pneumonia anak tanpa komplikasi. Secara umum pengobatan
antibiotik untuk pneumonia diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai 14
hari. Pedoman lain pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam.
Berdasarkan panduan WHO 2014, pemberian antibiotika pada anak
yang menderita pneumonia, sebagai berikut :
 Rekomendasi 1
Anak-anak dengan pernapasan cepat tanpa adanya retraksi dinding dada atau
tanda bahaya umum harus diberikan amoksisilin oral setidaknya
40mg/kg/dosis dua kali sehari (80mg/kg/hari) selama lima hari. Anak-anak
dengan pernapasan cepat yang gagal dengan pengobatan lini pertama dengan
amoksisilin harus memiliki pilihan untuk rujukan ke fasilitas untuk
mendapatkan pengobatan lini kedua.

 Rekomendasi 2
Anak usia 2-59 bulan dengan adanya retraksi dinding dada harus diberikan
amoxicillin oral 40mg/kg/dosis dua kali sehari selama lima hari.

 Rekomendasi 3
Anak-anak berusia 2-59 bulan dengan retraksi dada atau pneumonia berat
harus diberikan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai
pengobatan lini pertama.

- Ampisilin: 50 mg / kg, atau benzyl penisilin: 50 000 unit per kg IM/IV


setiap 6 jam selama lima hari.

- Gentamisin: 7,5 mg / kg IM / IV sekali sehari selama lima hari.

Ceftriaxone digunakan sebagai pengobatan lini kedua pada anak dengan


pneumonia berat setelah gagal pada pengobatan lini pertama.
 Rekomendasi 4
Ampisilin (atau penisilin apabila ampisilin tidak tersedia) ditambah
gentamisin atau ceftriaxone direkomendasikan sebagai lini pertama antibiotik
untuk bayi yang terinfeksi HIV dan untuk anak di bawah usia 5 tahun dengan
pneumonia berat.

Untuk bayi yang terinfeksi HIV dan untuk anak-anak dengan pneumonia
berat yang tidak merespon pengobatan dengan ampisilin atau penisilin
ditambah gentamisin, ceftriaxone dianjurkan untuk digunakan sebagai
pengobatan lini kedua.

 Rekomendasi 5
Pengobatan kotrimoksazol secara empiris untuk Pneumocystis jirovecii
(sebelumnya Pneumocystis carinii) pneumonia (PCP) direkomendasikan
sebagai pengobatan tambahan untuk bayi yang terinfeksi HIV dan berusia 2
bulan hingga 1 tahun dengan retraksi dada atau pneumonia berat. Pengobatan
kotrimoksazol secara empiris untuk Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP)
tidak rekomendasikan untuk anak-anak yang terinfeksi HIV dan usia lebih 1
tahun dengan pneumonia berat.

Sumber :

 Bamabng S. Sari Pediatri : Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak.


Vol 6(2) : 100-106, 2006
 World Health Organization. 2014. Revised WHO classification and
treatment of childhood pneumonia at health facilities: Evidence
Summaries. World Health Organization.
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
Nama Mahasiswa : Nur Amalia Khairiah
Judul Laporan Kasus : Defisiensi Vitamin A, C dan D
Pembimbing : dr. Enny Karyani, Sp. A
Pertanyaan Penguji : dr. Arieta Rachmawati Kawengian, Sp. A

1. Apakah dasar diagnosa pada Bronkopneumonia?

Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak sejak 1 hari SMSR. Sesak dirasakan
hilang timbul dan memberat sejak pagi hari SMRS. Sesak tidak disertai bunyi
“ngik-ngik”. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, posisi maupun aktivitas. Ibu pasien
mengatakan 3 hari sebelumnya pasien mengalami demam. Demam tidak terlalu
tinggi, demam turun setelah diberi obat kemudian naik lagi, demam tidak disertai
kejang, menggigil, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, dan bab hitam. Menurut
ibunya, pasien juga mengeluh batuk semenjak demam muncul, batuk terus
menerus, berdahak, dengan dahak bening tetapi sulit untuk dikeluarkan.
Berdasarkan literatur, anamnesis pada bronkopneumonia mempunyai gejala
respiratorik yaitu batuk dan sesak, gejala umum demam, kadang ditemukan gejala
umum lain yaitu sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, mual dan
muntah. Pada anamnesis tersebut didapatkan gejala yang mengarah ke
bronkopneumonia dengan ditemukan keluhan sesak, batuk dan demam.
Pada pasien berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan sesak nafas, kesadaran
compos mentis. Tanda-tanda vital, heart rate 122x/menit, suhu 36,8oC, pernafasan
46x/menit. Tidak didapatkan pernafasan cuping hidung, mukosa bibir tidak
sianosis. Thoraks : Inspeksi simetris, pola pernafasan thorakoabdominal, suara
napas vesikuler normal, rhonki +/+ halus, wheezing -/-, S1S2 tunggal, reguler, tidak
ada murmur, tidak ada gallop. Berdasarkan literatur tentang bronkopneumonia,
pemeriksaan fisik dapat menunjukkan takipneu, pernafasan cuping hidung, retraksi,
dan suara napas tambahan rhonki basah halus. Pada pasien ditemukan adanya
takipneu, pernafasan cuping hidung, retraksi, dan suara napas tambahan rhonki
basah halus yang menunjang penegakan diagnosis bronkopneumonia.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu darah lengkap didapatkan leukosit =
12,420/uL yang memberikan kesan leukositosis dan foto thoraks didapatkan
corakan bronkovaskuler bertambah dan tampak bercak infiltrat di kedua perihiler
dan parakardial. Berdasarkan literatur tentang bronkopneumonia, pemeriksaan
penunjang didapatkan pada hasil laboratorium darah didapatkan leukosit > 15.000
mengarahkan pada infeksi bakteri, trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia
bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.1pada pasien
ditemukan adanya leukositosis yang mengarahkan pada infeksi bakteri.
Pemeriksaan radiologi dengan foto thoraks pada bronkopneumonia merupakan
penunjang utama penegakkan diagnosis dengan ditemukannya bercak infiltrat
didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pasien didapatkan tampak bercak
infiltrate di kedua perihiler dan parakardial.
Sumber : Rahajoe NN, Supriyatno B dan Setyanto DB. Pneumonia Dalam Buku Ajar
Respirologi Anak. Ed Ke-1. Jakarta : IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), 2012 :
350-65.
2. Perbedaan diagnosis banding pada Bronkopneumonia?

Pneumonia Bronkiolitis Asma


Peradangan pada parenkim Infeksi virus akut saluran Penyakit inflamasi
paru yang terlokalisir yang napas bawah yang kronis saluran napas
biasanya terdapat pada menyebabkan obsturksi yang timbul secara
bronkiolus dan alveoli inflamasi bronkiolus episodik.
disekitarnya
Sesak nafas tanpa disertai Sesak nafas disertai mengi Sesak napas dengan
mengi Episode pertama wheezing riwayat mengi
pada anak umur < 2 tahun (wheezing)
Etiologi sesuai usia Etiologi RSV ( > 50%) Akibat pajanan faktor
Dapat berupa bakteri, virus diikuti oleh virus pencetus seprti
parainfluenza dan adenovirus infeksi virus dan
cuaca dingin,
kegiatan jasmani dan
ketidakstabilan
emosi.

Gambaran klinis yang berat Gambaran radiologis Gambaran radiologis


akan menunjukkan dijumpai gambaran umumnya tampak
gambaran kelainan hiperinflasi, dengan infiltrat hiperaerasi.
radiologis yang berat pula yang biasanya tidak luas.
Bahkan ada kecenderungan
ketidaksesuaian antara
gambaran klinis dan
gambaran radiologis.

Sumber :
3. Apa saja yang ditemukan pada gambaran radiologis pada pasien dengan
Bronkopneumonia?

Radiografi dada dapat menegaskan diagnosis, membantu dalam diagnosis


banding kuman pathogen dan deteksi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
paru. Pemeriksaan tersebut juga dapat mambantu mengetahui keparahan dan respon
terhadap terapi dari waktu ke waktu.(16)
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan
lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan
seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.(16)

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :(16)


 Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
 Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram..
 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Bronkopneumoni pada lobus bawah posterior
Patchy Apperance pada bronkopneumoni

Sumber :
 Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anaka
Indonesia. Jakarta: 2008.h.350-64
 Betty JT. Viral Pneumonia & Bacterial Pneumonia. Chest Radiography. 2002.
USA: Department of General Surgery College of Medicine University of
Kentucky

4. Bagaimana pencegahan yang disarankan pada pasien?


Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan
pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-
imunisasi. Imunisasi terhadap pathogen yang bertanggung jawab terhadap
pneumonia adalah strategi pencegahan spesifik. Pada saat ini di Negara
berkembang direkomendasikan vaksin Hib dan vaksin pneumokokus sebagai
vaksin yang dianjurkan, dengan angka pencegahan pada Hib berkisar 15 - 30%
kasus pneumonia Hib dan pada pneumokokus mencegah 20 – 35% kasus
pneumonia pneumokokus. Imunisasi sebagai pencegahan spesifik, adapun
pencegahan non-imunisasi sebagai komponen pencegahan non-spesifik seperti
kebiasaana mencuci tangan dan hidup bersih sehat; perbaikan gizi dengan pola
makan sehat; mencegah polusi udara dalam-ruang yang berasal dari bahan
bakar rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah.

Sumber : Kartasasmita, Prof. dr. Sp.A (K) M.Sc., Pneumonia Pembunuh Balita.
Buletin Jendela Epidemioloti. Vol 3(3),2010

5. Bagaimana prognosis pada pasien ini?


Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik karena
didiagnosis secara dini dan ditangani secara adekuat. Prognosis bergantung
pada cepat atau lambatnya penanganan yang dilakukan. Pada pasien penangan
dilakukan secara cepat dan adekuat
Faktor penentu pada prognosis anak adalah staus gizi. Mortalitas dapat
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat untuk pengobatan. Dengan keadaan
malnutrisi energi protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi
sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-
zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh
negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis,
maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
lebih besar. Pada pasien status gizi didapatkan gizi baik, pada anak dengan
status gizi baik pertahanan terhadap infeksi lebih baik daripada yang
mengalami malnutrisi sehingga pengobatan yang dini serta kondisi gizi yang
baik menunjang proses penyembuhan pada anak di kasus ini.
Sumber :

 Permana dkk. The Disease and Diagnosis & Terapi. Fakultas Kedokteran
Gadjah Mada. Yogyakarta, 2010
 WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Jakarta: World
Health Organization; 2009.

6. Apakah semua pasien Bronkopneumonia harus diberikan anti-alergi?

Anda mungkin juga menyukai