PENDAHULUAN
1
anak pada usai 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua.
Menurut WHO, diperkirakan 70 % kematian anak balita akibat pneumonia di
seluruh dunia terjadi di Negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara
dengan angka kematian balita di atas 49 per 1000 kelahiran hidup (15- 20 %),
distribusi penyebab kematian pada anak balita sebesar 22% diantaranya disebabkan
oleh pneumonia Berdasarkan data WHO, kejadian pneumonia di Indonesia pada
balita diperkirakan antara 10-20% pertahun. Menurut Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) Pneumonia menduduki peringkat kedua penyebab kematian bayi
(12,3%) dan balita (13,2%) setelah diare.4,5,6
Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak. Penyakit yang
secara spesifik menyerang jaringan parenkim paru ini umum ditemukan di praktik
klinik sehari-hari dan biasanya dapat didiagnosis secara klinis dengan adanya
takipnea (napas cepat), demam, serta batuk, dan apabila tidak segera ditangani akan
mengakibatkan berbagai komplikasi. Tatalaksana dari penyakit ini dibagi atas 2
yaitu dengan farmakologi dan nonfarmakologi. Tatalaksana pneumonia harus
sesuai dengan etiologi penyakitnya. Namun karena berbagai kendala diagnostik
etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara empiris.
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium
dan radiologi memiliki peran dalam mempertegas diagnosis, dan memberikan
gambaran terhadap lokasi infeksi dan kemungkinan dari penyebabnya.4,5
2
BAB II
KASUS
2.1 Identitas
1. Identitas Penderita:
Nama penderita : An. F
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Palangka Raya, 8/3/2018. Umur: 12 bulan
2. Identitas Orang Tua/Wali:
Ayah : Nama : Tn. A
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Jalak V
Ibu : Nama : Ny. L
Umur : 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Jalak V
2.2. Anamnesis
Kiriman dari: :-
Alloanamnesis dengan : Ibu pasien
Tanggal/jam : 14 Maret 2018 pukul 15.00 WIB.
1. Keluhan utama : Sesak Nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan
hilang timbul dan memberat sejak pagi sebelum SMRS. Sesak dirasakan
Kemudian pasien dibawa ke IGD pada malam harinya. Sesak tidak disertai
bunyi “ngik-ngik”. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, posisi maupun aktivitas.
Ibu pasien mengatakan 3 hari sebelumnya pasien mengalami demam.
Demam sejak 3 hari SMRS. Demam tidak terlalu tinggi, demam naik turun,
3
turun setelah diberi obat kemudian naik lagi, demam tidak disetai kejang,
menggigil, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, dan BAB hitam. Menurut
ibunya, pasien juga mengeluh batuk semenjak demam muncul, batuk terus
menerus, berdahak, dengan dahak putih kekuningan tetapi sulit untuk
dikeluarkan.
Saat sakit nafsu makan pasien berkurang Buang air kecil normal,
lancar, banyak, berwarna kuning muda, dan tidak ada nyeri saat berkemih.
Buang air besar normal 1 kali sehari, konsistensi lunak, warna coklat
kekuningan, tidak ada darah dan lender
4. Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah dibawa berobat sebelumnya.
4
Penolong : Dokter Spesialis Obstetri Gynekologi
Tempat : Di RSUD dr. Doris Sylvanus
Riwayat neonatal : Tidak ada sakit
Riwayat Perkembangan
Tiarap : 7 Bulan
Merangkak : 8 Bulan
Duduk : 8 Bulan
Berdiri : 10 Bulan
Berjalan : 11 Bulan
Saat ini : Berjalan sendiri
Riwayat Imunisasi
Tabel 1. Jadwal Imunisasi Pasien
Jenis Umur waktu pemberian (dalam Ulangan
hari/bulan) (umur dalam bulan)
Hep B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 1 bulan
Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Riwayat Makanan :
5
Riwayat Penyakit Keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama atau
keganasan lainnya, tidak ada riwayat penyakit keturunan pada keluarga.
= Perempuan
= Laki-laki
= An.F
Gambar 2.1 Skema Riwayat Penyakit
Keluarga
Susunan keluarga:
Tabel 2. Susunan Keluarga
No. Nama Umur L/P Jelaskan:
Sehat/Sakit (apa)/
meninggal (umur/sebab)
1. Tn. A 33 th L Sehat
2. Ny. L 22 th P Sehat
3. An. F 1 th P Sakit saaat ini (batuk, sesak
nafas)
6
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada Sabtu, 16 Maret 2019, perawatan hari ke 2.
7
PB / U :
BB / U :
8
BB / TB:
Gambar 2.5 Berat Badan / Tinggi Badan Sesuai Umur Menurut WHO
9
Perdarahan gusi (-)
Membran/pseudomembran (-)
4. Thoraks
a. Dinding dada/paru
Dispnea : Ada
Pernapasan : Thorakoabdominal
b. Jantung
10
Palpasi: Apeks : Teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan + + + +
Tonus + + + +
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - - - -
Sensibilitas + + + +
Tanda meningeal - -
11
9. Susunan saraf : Nervus kranial I – XII dalam batas normal
10. Genitalia : Laki-laki, Benjolan skrotum (-/-), fimosis, Dalam
batas normal
11. Anus : (+) Dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorak (13-03-2019)
Kesan: Bronkopneumonia.
Hasil Laboratorium
1. Hasil laboratorium tanggal 13 Maret 2019
Tabel 3. Hasil Laboratorium Tanggal 13 Maret 2019
Parameter Hasil Nilai normal
Hemoglobin 11,4 gr/dl 11,0 – 16,0 gr/dl
Trombosit 297 x 103/ul 150 – 400 x 103/ul
Leukosit 12.42 x 103/ul 4,0 – 10,0 x 103/ul
Eritrosit 4,32 x 106/ul 3,5 – 5,5 x 106/ul
12
Diagnosa
Diagnosa Banding:
Sesak Nafas
Bronkiolitis
Asma
Pneumonia Bronkopneumonia
Batuk
Non
Pneumonia
Diagnosa Kerja:
- Bronkopneumonia
Penatalaksanaan
- Oksigen nasal 1 L/menit
- IVFD D5% + ¼ Ns 8 tpm
- Cefotaxime 3 x 300 mg IV
13
- Gentamicin 2x 25 mg IV
- Methyl Prednisolon 3 x 6,25 mg
- Nebulisasi combivent 1/2 respul + 3 cc NaCl/12 jam
- Puyer Batuk 3 x 1
- Cetirizine syr 1 x ½ cth
- Ataroc syr 2 x ½ cth
Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
3.2 Klasifikasi
15
Tabel 3.2 Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.4
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
bila ada sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
bila tidak ada sesak napas
ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan 16nfiltrate oral
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu 16nfiltrate, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
16
o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya
Kejang, Letargi, atau tidak sadar
Sianosis
Distress pernapasan berat7
3.3 Epidemiologi
3.4 Etiologi
17
Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Respiratory Syncytial
Virus (RSV), Rhinovirus dan Parainfluenza Virus.8
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan
sampai 2 tahun, pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan
distribusi umur pasien.9
18
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup 19nfiltrat dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan 19nfiltrat dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.9
19
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari
infeksi intra abdomen.
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan 20nfilt epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui 20nfilt limfatik.9,10
3.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diperhatikan keluhan utama. Pasien bronkopneumonia
biasanya datang dengan keluhan batuk atau sesak napas. Maka perlu ditelusuri
batuk dan kesulitan bernapas telah dialami berapa lama (hari), sesak napas dengan
pola seperti apa (apakah saat aktivitas berat, setelah terpapar debu, mengikuti batuk,
lebih sering malam hari atau siang hari, disertai bunyi tiap bernapas), dan pencetus
sesak napas (aktivitas, makanan, batuk) serta apakah disertai dengan whoops atau
muntah atau sianosis sentral.11
20
Gejala infeksi umum yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, mual dan muntah, keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau
diare
Gejala respiratorik yang timbul mendadak, seperti batuk (batuk yang awalnya
kering kemudian menjadi produktif), sesak napas pada anak, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, penggunaan otot pernafasan tambahan. 4
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting,
dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Pada anak
sering ditemukan demam, batuk, rhonki basah halus, retraksi dinding dada dan
dehidrasi.1 Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk
(non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.9,12,13
Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.9
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada 21nfiltra dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan fisik pada akan
diperoleh temuan klinis khususnya pada pemeriksaan thorax. Pada pemeriksaan
pandang atau inspeksi pasien bronkopneumonia, terutama yang sedang mengalami
sesak akan ditemukan pernapasan cuping hidung, retraksi otot epigastrik,
intercostal dan suprasternal. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distress
pernapasan adalah retraksi dinding dada; seperti yang disebutkan sebelumnya
merupakan tanda adanya penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, orthopnea;
dan pergerakan pernapasan yang berlawanan. Retraksi lebih mudah dilihat pada
bayi baru lahir yang jaringan ikat intercostalnya lebih tipis dan lebih lemas
dibandingkan anak yang lebih besar. Pemeriksaan auskultasi pada
bronkopneumonia ditemukan ronkhi. Ronkhi nyaring khas ditemukan pada
21
bronkopneumonia. Ronkhi terjadi akibat gelembung-gelembung udara melewati
22nfilt pada jalan napas atau jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. Ronkhi
dideskripsikan sebagai bunyi non-musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang. Ronkhi kasar maupun halus terjadi tergantung dari mekanisme
terjadinya.14
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan
lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai,
terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat
didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya
disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.15
22
distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas
yang melemah.16
23
Gambar 3.2 Patchy Apperance pada bronkopneumonia17
3.7 Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut:
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
3.8 Tatalaksana
24
4. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
5. Mengatasi penyakit penyerta.19,20
25
diberi antibiotik apabila terdapat kesulitan membedakan infeksi virus dengan
bakteri; di samping kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan.2,19
Streptokokus dan pneumokokus sebagai kuman Gram positif dapat dicakup
oleh ampisilin, sedangkan hemofilus suatu kuman gram negatif dapat dicakup oleh
kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotik lini
pertama untuk pneumonia anak tanpa komplikasi. Secara umum pengobatan
antibiotik untuk pneumonia diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai 14 hari.
Pedoman lain pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam.
Berdasarkan panduan WHO 2014, pemberian antibiotika pada anak
yang menderita pneumonia, sebagai berikut :21
Rekomendasi 1
Anak-anak dengan pernapasan cepat tanpa adanya retraksi dinding dada
atau tanda bahaya umum harus diberikan amoksisilin oral setidaknya
40mg/kg/dosis dua kali sehari (80mg/kg/hari) selama lima hari. Anak-
anak dengan pernapasan cepat yang gagal dengan pengobatan lini pertama
dengan amoksisilin harus memiliki pilihan untuk rujukan ke fasilitas
untuk mendapatkan pengobatan lini kedua.
Rekomendasi 2
Anak usia 2-59 bulan dengan adanya retraksi dinding dada harus diberikan
amoxicillin oral 40mg/kg/dosis dua kali sehari selama lima hari.
Rekomendasi 3
Anak-anak berusia 2-59 bulan dengan retraksi dada atau pneumonia berat
harus diberikan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin
sebagai pengobatan lini pertama.
26
Rekomendasi 4
Ampisilin (atau penisilin apabila ampisilin tidak tersedia) ditambah
gentamisin atau ceftriaxone direkomendasikan sebagai lini pertama
antibiotik untuk bayi yang terinfeksi HIV dan untuk anak di bawah usia 5
tahun dengan pneumonia berat.
Untuk bayi yang terinfeksi HIV dan untuk anak-anak dengan pneumonia
berat yang tidak merespon pengobatan dengan ampisilin atau penisilin
ditambah gentamisin, ceftriaxone dianjurkan untuk digunakan sebagai
pengobatan lini kedua.
Rekomendasi 5
Pengobatan kotrimoksazol secara empiris untuk Pneumocystis jirovecii
(sebelumnya Pneumocystis carinii) pneumonia (PCP) direkomendasikan
sebagai pengobatan tambahan untuk bayi yang terinfeksi HIV dan berusia
2 bulan hingga 1 tahun dengan retraksi dada atau pneumonia berat.
Pengobatan kotrimoksazol secara empiris untuk Pneumocystis jirovecii
pneumonia (PCP) tidak rekomendasikan untuk anak-anak yang terinfeksi
HIV dan usia lebih 1 tahun dengan pneumonia berat.21
Berikut ini merupakan diagnosa banding anak umur 2 bulan-5 tahun yang
datang dengan batuk dan atau kesulitan bernapas:7
27
Tabel 3.4 Perbandingan Diagnosis7
Pneumonia - Demam
- Batuk dengan napas cepat
- Crackles (ronki) pada auskultasi
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam
- Merintih (grunting)
- Sianosis
Bronkiolitis - Episode pertama wheezing pada anak umur
< 2 tahun
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
- Kurang/tidak ada respons dengan
bronkodilator
Asma - Riwayat mengi (wheezing) berulang
- Ekspirasi memanjang
- Terdengar mengi atau suara napas menurun
- Membaik dengan pemberian bronkodilator
Tuberkulosis (TB) - Riwayat kontak positif dengan pasien TB
dewasa
- Uji tuberkulin positif (≥ 10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- Pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun
- Demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- Batuk kronis (≥ 3 minggu)
- Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,
inguinal yang spesifik. Pembengkakan
tulang/sendi punggung, panggul, lutut,
falang
Benda asing - Riwayat tiba-tiba tersedak
- Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba
- Wheeze atau suara pernapasan menurun
yang bersifat fokal
28
5. Terekspos debu atau sejenisnya dalam jangka waktu lama dan berkali-
kali
6. Lingkungan tidak bersih
Menurut literatur lain faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit,
dan kematian karena pneumonia yaitu :
1. Status gizi yang kurang dan gizi buruk
2. Tidak adanya pemberian ASI Eksklusif
3. Tidak adanya suplementasi vitamin A
4. Kurang nya suplementasi Zinc
5. Bayi berat lahir rendah (BBLR)
6. Tidak menjalankan vaksinasi dan imunisasi
7. Polusi pada udara sekitar rumah seperti asap rokok dan asap bakaran
dapur pada dapur tradisional.
3.11 Prognosis
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil
berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.3,22
29
3.12 Komplikasi
3.13 Pencegahan
30
31
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS. Sesak
dirasakan hilang timbul dan memberat sejak pagi hari. Sesak tidak disertai bunyi
“ngik-ngik”. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, posisi maupun aktivitas. Ibu pasien
mengatakan 3 hari sebelumnya pasien mengalami demam. Demam tidak terlalu
tinggi, demam naik turun, turun setelah diberi obat kemudian naik lagi, demam
tidak disetai kejang, menggigil, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, dan BAB
hitam. Menurut ibunya, pasien juga mengeluh batuk semenjak demam muncul,
batuk terus menerus, berdahak, dengan dahak sulit untuk dikeluarkan.
Berdasarkan literatur, anamnesis pada bronkopneumonia mempunyai
gejala infeksi umum yaitu demam, kadang ditemukan gejala umum lain yaitu sakit
kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, mual dan muntah. dan gejala
gangguan respiratorik yaitu batuk dan sesak napas. Pada anamnesis tersebut
didapatkan gejala yang mengarah ke bronkopneumonia dengan ditemukan keluhan
sesak, batuk dan demam.4
a. Sesak Nafas
Menurut literatur, sesak napas terjadi saat seluruh lobus mengalami infeksi
dan mulai konsolidasi. Konsolidasi tersebut diakibatkan karena berpindahnya
eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di daerah tersebut
menyebabkan terganggunya jarak tempuh perpindahan oksigen dan
karbondioksida. Jika hal ini berlanjut tanpa ditangani maka saturasi oksigen
hemoglobin turun dan tubuh akhirnya melakukan kompensasi dengan
32
meningkatkan frekuensi napas agar dapat mendapatkan oksigen lebih banyak lagi
dari luar tubuh.15
Pada pasien, pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Alloanamnesis
dengan ibu pasien didapatkan keluhan sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk RS
dan memberat mulai siang harinya. Dari keluhan ini dapat dipikirkan adanya
kelainan pada paru-paru atau jantung. Dari alloanamnesis tidak didapatkan riwayat
terlihat biru saat lahir ataupun menangis serta riwayat menetek terputus, sehingga
kemungkinan kelainan jantung dapat disingkirkan. Pada kasus didapatkan gejala
sesak nafas tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca. Keluhan sesak nafas
tidak disertai adanya suara nafas berbunyi “ngik-ngik” (mengi) atau mengorok, ini
menggambarkan bahwa sesak nafas akibat penyakit asma dapat disingkirkan.
b. Demam
Demam yang dikeluhkan, menurut literatur demam yang terjadi pada pasien
merupakan respon tubuh terhadap infeksi. Saat bakteri masuk melalui saluran
pernapasan dan menginfeksi alveolus maka sel-sel tubuh di jaringan tersebut mulai
bereaksi dengan melepaskan mediator-mediator inflamasi. Mekanisme demam
yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan difagositosis
oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan
mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1
menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai
pusat termoregulator, sehingga ambang batas suhu tubuh dinaikkan dan akhirnya
tubuh merespon dengan meningkatkan suhu tubuh.9
Pada pasien didapatkan keluhan demam. Demam tidak terlalu tinggi,
demam naik turun, turun setelah diberi obat kemudian naik lagi, demam tidak
disetai kejang, menggigil, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, dan BAB hitam.
c. Batuk
Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun
bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring
dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.
Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan
pembersihan yang efektif. Batuk adalah salah satu mekanisme perlindungan tubuh
pada saluran pernapasan. Jika terdapat benda asing ataupun mukus-mukus yang
33
menempel di saluran napas maka refleks batuk akan muncul untuk mengekspulsi
benda asing ataupun mukus tersebut.19
Pada pasien didapatkan keluhan batuk ynag muncul bersamaan dengan
munculnya demam. Batuk berdahak berwarna bening yang tidak bercampur darah
dan tidak berbau, tidak ada penurunan berat badan, tidak ada riwayat kontak dengan
orang dewasa yang menderita batuk lama ataupun yang sedang menjalani
pengobatan tuberkulosa, hal ini dapat menyingkirkan diagnosa kearah tuberkulosa.
34
tambahan rhonki basah halus. Takipnea terjadi jika oksigen yang didapatkan kurang
sehingga tubuh memberikan respon untuk meningkatkan frekuensi napas. Hal ini
bertujuan agar tubuh dapat mengambil oksigen lebih banyak lagi.4
a. Tanda – Tanda Vital
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital pasien tekanan darah pasien tidak
diperiksa, ditemukan suhu pasien 36.8 ̊ C. Suhu normal berkisar antara 36,50C-
37,50C sehingga pasien didapatkan suhu normal.
Pemeriksaan nadi 122 x/menit reguler, kuat angkat dan isi cukup. Pada
anak 12 bulan frekuensi nadi antara 70 – 110 kali per menit. Pada pasien tidak ada
riwayat penyakit jantung, dan pasien mengalami sesak sehingga takikardi yang
terjadi adalah akibat adaptasi tubuh dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tubuhnya.
Pada kondisi sesak napas pasien kekurangan oksigen sehingga oksigen yang
dialirkan ke seluruh tubuh dalam frekuensi nadi yang normal tidak mencukupi.
Tubuh meningkatkan frekuensi nadi agar semakin banyak darah yang dialirkan ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen.3
Pemeriksaan frekuensi napas 46 x/menit. Menurut kriteria takipneu
berdasarkan usia, menurut WHO sebagai berikut :
Tabel. 4.1 Kriteria Takipnea WHO7
- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit
- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit
35
Ronkhi dideskripsikan sebagai bunyi non-musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek
dan berulang. Tahanan itu menyebabkan tubuh pasien berkompensasi dan berusaha
untuk mendapatkan udara yang dibutuhkan salah satu bentuk usahanya adalah
munculnya pernapasan cuping hidung. Jika sesak napas semakin parah bisa juga
timbul retraksi otot pernapasan.3 Pada pasien didapatkan adanya retraksi otot
pernapasan. Hal ini menandakan pasien sudah mengalami dispneu. Retraksi
didapatkan pada daerah suprasternal dan interkosta tetapi tidak sampai daerah
subkosta. Hal ini menandakan dispneu pada pasien sudah parah dan memerlukan
bantuan terapi oksigen. Retraksi otot-otot pernapasan terjadi karena adanya tahanan
pada saluran napas menyebabkan pasien membutuhkan usaha lebih keras untuk
mendapatkan oksigen.3 Salah satu caranya adalah dengan menggunakan otot-otot
pernapasan tambahan yang berada di daerah suprasternal, interkosta dan subkosta.3
Pada pasien ditemukan adanya takipneu, retraksi, dan suara napas tambahan rhonki
basah halus yang menunjang penegakan diagnosis bronkopneumonia
36
b. Pemeriksaan Radiologi
Interpretasi:
37
gangguan pertukaran gas setempat. Peradangan paru, biasanya dimulai di
bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
mukopurulen membentuk bercakbercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.
Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,
demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan
tubuh.3,5
Penyebab pasti pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati. Sehingga penegakkan diagnosis
berdasarkan gejala klinis dan penatalaksanaan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris.3
38
Tabel 4.2 Perbandingan Diagnosis
Pneumonia Bronkiolitis
Sesak nafas tanpa disertai mengi Sesak nafas disertai mengi
Episode pertama wheezing pada anak
umur < 2 tahun
Etiologi sesuai usia Etiologi RSV ( > 50%) diikuti oleh
Dapat berupa bakteri, virus virus parainfluenza dan adenovirus
Gambaran klinis yang berat akan Gambaran radiologis dijumpai
menunjukkan gambaran kelainan gambaran hiperinflasi, dengan infiltrat
radiologis yang berat pula yang biasanya tidak luas. Bahkan ada
kecenderungan ketidaksesuaian antara
gambaran klinis dan gambaran
radiologis.
4.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan pada pasien ini antara lain pemberian Oksigen nasal kanule
dengan aliran 1 L/menit, IVFD D5% ¼ NS 8 tpm, Cefotaxime 3 x 300 mg IV,
Gentamicin 2 x 25 mg IV, Metil Prednisolon 3 x 6,25 mg IV, Puyer Batuk 3 x 1
cth, Cetirizine dan Nebulisasi combivent 4 tetes + 1 cc NaCl/12 jam. Menurut teori,
inti dari tatalaksana bronkopneumonia adalah supportif dan kausatif.
a. Non Medika Mentosa
Berdasarkan teori terapi nonmedikamentosa yang diberikan pada pasien adalah
terapi suportif yang menunjang proses penyembuhan pasien seperti pemberian
oksigen dan cairan yang adekuat. Berdasarkan literatur terapi suportif yang
diberikan pada penderita pneumonia adalah:19,20
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan
terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
39
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian nebulisasi merupakan tata laksana rutin yang tidak harus
diberikan, tergantung kondisi pasien.19,20
Penatalaksanaan pada pasien ini, yaitu terapi suportif berupa pemberian O2
1 L/menit sudah tepat. Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia,
menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen
penting diberikan kepada anak yang menunjukkan gejala adanya tarikan dinding
dada (retraksi) bagian bawah yang dalam; SpO2 <90%; frekuensi napas 50 x/menit
atau lebih; merintih setiap kali bernapas dan adanya head bobbing.1 Berdasarkan
literatur oksigen 2 lpm untuk menjaga saturasi pasien karena pada pasien
bronkopneumonia saturasi oksigen berada dibawah 90%, sedangkan saturasi
normal berada pada nilai 95%-100%. Pemberian oksigen 2 lpm dapat diberikan
pada saturasi oksigen dibawah 95%.3
Pemberian nutrisi diperlukan mengingat nafsu makan pasien menurun,
maka dibutuhkan terapi cairan. Pada pasien ini diberikan infus IVFD D5% + ¼ NS
8 tpm karena dapat memenuhi kebutuhan cairan pasien. Kebutuhan cairan pada
pasien ini menggunakan rumus holiday segar berdasarkan berat badan (9 kg) adalah
kebutuhan cairan anak dihitung per 10 kg, pada 10 kg pertama dari berat badan bayi
dikalikan 100 ml/kgBB.:
* 9 kg x 100 cc/kgBB/hari = 900 cc/hari
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan
terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian nebulisasi merupakan tata laksana rutin yang tidak harus
diberikan, tergantung kondisi pasien.19,20
40
b. Medika Mentosa
Lini pertama pengobatan pneumonia pada pasien rawat inap adalah
ampisilin 25 mg/kgBB/8 jam secara IV dan bila pasien datang dalam keadaan
klinis berat diberikan pengobatan kombinasi ampisilin-gentamisin. Pada pasien
diterapi dengan pemberian antibiotik injeksi cefotaxime 3 x 350 mg yang
merupakan lini kedua pengobatan hanya berdasarkan ketersediaan antibiotik di
rumah sakit tersebut. Berdasarkan etiologi dari bronkopneumonia akibat
bakteri, bakteri yang cukup banyak menyebabkan bronkopneumonia pada usia
4 bulan-5 tahun adalah bakteri kokus gram positif seperti streptococcus
pneumonia, dan pneumococcus. Cefotaxime adalah antibiotik golongan
sefalosporin generasi ketiga Cefotaxime adalah antibiotik broad spectrum
yang memilki aktifitas baik terhadap bakteri gram positif dan memilki
cakupan gram negatif yang lebeih luas serta aktif melawan S. Pneumonia,
mempunyai khasiat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis
mukopeptida pada dinding sel bakteri. Dosis cefotaxime yaitu 25-50
mg/kgBB/dosis, dalam tiga dosis pemberian.10,11 Pada pasien diberikan dengan
dosis Cefotaxime 3x300 mg/kgBB/hari dalam bentuk IV.
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida. Penggunaan
antibiotik ini diindikasikan karena mempunyai spektrum luas terutama terhadap
infeksi kuman aerob gram negatif, dan berefek sinergis terhadap gram positif
bila dikombinasikan dengan antibiotik lain (misalnya β-laktam). Dosis
gentamicin yaitu 3-7,5 mg/dosis pemberian, diberikan dalam dua dosis
pemberian.10 Pada pasien diberikan dengan dosis Gentamicin 2 x 25 mg dalam
bentuk IV.
Dosis maksimal untuk pneumonia dari gentamisin adalah 5 mg/kgBB dan
dosis maksimal sefotaksim 200 mg/kgBB.4,8 Selama pemberian keadaan pasien
membaik sehingga berdasarkan literatur terapi dilanjutkan.4,10
Berdasarkan konsensus pneumonia berikut pedoman penatalaksanaan
penumonia.
41
Tabel 4.3 Pedoman Penataaksanaan Medikamentosa5
42
Combivent mengandung kombinasi albuterol dan ipratoprium. Albuterol
dan ipratoprium merupakan bronkodilator yang berfungsi mengendurkan otot-otot
di saluran pernafasan atau mencegah bronkospasme. Terapi ini digunakan sebagai
terapi simptomatik pada pasien untuk mengurangi gejala. Dosis pemberiannya yaitu
0.1-0.15mg/kg.13 Pasien juga mendapatkan nebulisasi combivent 4 tetes + 1 cc
NaCl/12 jam.
c. Dietetik
Pada anak usia 12 bulan didapatkan nasi tim campur, adalah campuran
bubur dari beras dan lauk dengan tambahan sayur cincang dengan frekuensi 3 kali
sehari. Pada pasien didapatkan anak masih minum ASI. Sehingga pasien dapat
dilakukan pemberian ASI secara langsung.
Kebutuhan gizi pada pasien berdasarkan kebutuhan RDA (Recommended
Dietary Allowance) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:1
Tabel 4.4 Recommended Dietary Allowance Table1
43
4.7. Edukasi
Edukasi pada pasien meliputi :
Edukasi tanda kegawatdaruratan
Tanda kegawatdaruratan pada pasien bronkopneumonia adalah jika
ditemukan adanya tanda distres napas salah satunya adalah jika ada
ditemukannya tanda-tanda retraksi otot pernapasan dan adanya sianosis.
Jika tanda-tanda ini ditemukan orang tua pasien harus cepat membawa
pasien kepada dokter sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.5,7
Edukasi perawatan pasien
Orang tua pasien diedukasi mengenai rentannya pasien mengalami
kondisi yang makin parah jika tidak ditangani dengan tepat.4
Orang tua diedukasi untuk menjaga kondisi higienitas karena
lingkungan tidak bersih merupakan salah satu faktor risiko
bronkopneumonia.4
Orang tua pasien diedukasi tentang pentingnya vaksin karena beberapa
etiologi bronkopneumonia dapat dicegah dengan pemberian vaksin.4
4.8 Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan
pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi.
Imunisasi terhadap pathogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia adalah
strategi pencegahan spesifik. Pada saat ini di negara berkembang direkomendasikan
vaksin Hib dan vaksin pneumokokus sebagai vaksin yang dianjurkan, dengan angka
pencegahan pada Hib berkisar 15 - 30% kasus pneumonia Hib dan pada
pneumokokus mencegah 20 – 35% kasus pneumonia pneumokokus. Imunisasi
sebagai pencegahan spesifik. Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk
mencegah pneumonia. Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai
jenis vaksinnya.24 Berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat
mencegah pneumonia7,9,10 :
44
1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus
(Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia
adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. vaksin influenza untuk mencegah influenza
Adapun pencegahan non-imunisasi sebagai komponen pencegahan non-
spesifik seperti kebiasaana mencuci tangan dan hidup bersih sehat; perbaikan
gizi dengan pola makan sehat; mencegah polusi udara dalam-ruang yang berasal
dari bahan bakar rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah
4.9 Komplikasi
Pada pasien ini tidak didapatkan adanya komplikasi penyakit. Berdasarkan
literatur komplikasi yang terjadi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran
bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.4,10
4.10 Prognosis
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik karena
didiagnosis secara dini dan ditangani secara adekuat. Prognosis bergantung pada
cepat atau lambatnya penanganan yang dilakukan. Pada pasien penangan dilakukan
secara cepat dan adekuat yaitu sudah dilakukan pengobatan antibiotik kombinasi
sehingga dapat menurunkan terjadinya mortalitas. Pada era sebelum ada antibiotik,
angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada
anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. Dengan pemberian antibiotik yang tepat
dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%.13,23
Faktor penentu lainnya pada prognosis anak adalah staus gizi. Mortalitas
dapat lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat untuk pengobatan. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang
lebih tinggi. Dengan keadaan malnutrisi energi protein dan datang terlambat untuk
45
pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar. Pada pasien status gizi didapatkan gizi baik, pada anak dengan
status gizi baik pertahanan terhadap infeksi lebih baik daripada yang mengalami
malnutrisi sehingga pengobatan yang dini serta kondisi gizi yang baik menunjang
proses penyembuhan pada anak di kasus ini.5,23,
46
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan an. F berjenis kelamin Perempuan berusia 12 bulan
berobat di IGD RSUD dr.Doris Sylvanus sejak 2 hari yang lalu sebelum
dianamnesis dengan Diagnosis Bronkopneumonia. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, serta akan dibahas
mengenai diagnosis, penatalaksanaan, prognosis pasien dan tindak lanjut pasien.
Pasien didiagnosis bronkopneumonia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan pasien sesak napas
sejak 1 hari SMRS, memberat pada siang harinya. Sesak napas disertai demam dan
batuk-batuk.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital pasien, ditemukan suhu
pasien 36.8 ̊ C, tekanan darah tidak dinilai, nadi 122 x/menit reguler, kuat angkat
dan isi cukup, frekuensi napas 46x/menit. Pada pasien juga ditemukan adanya
retraksi suprasternal serta interkosta dan ronki basah halus.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya leukositosis pada
pemeriksaan laboratorium. Terdapat corakan meningkat dan kasar pada area hillus
pada hasil foto toraks.
Pada pasien diberikan Oksigen nasal kanule dengan aliran 1 L/menit, IVFD
tatalaksana cairan D5% ¼ NS 8 tpm; tatalaksana medika mentosa Cefotaxime 3 x
300 mg IV, Gentamicin 2 x 25 mg IV, Metil Prednisolon 3 x 6,25 mg IV, Puyer
Batuk 3 x 1 cth, Cetirizine 1 x ½ cth, Ataroc Syr 2 x ½ cth dan Nebulisasi combivent
4 tetes + 1 cc NaCl/12 jam.
Pada kasus ini tidak ada komplikasi. Sedangkan prognosis pasien baik,
karena pasien di tatalaksana dini dengan pengobatan antibiotic, didukung keadaan
status gizi pasien yang baik sehingga setelah pengobatan beberapa hari keadaan
pasien membaik.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
15. Alsagaff, Hood dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
16. Bradley J.S., Byington C.L., The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the
Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630,
2011
17. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung:
2015.
18. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2015.
19. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Surabaya, 2016
49
LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
Nama Mahasiswa : Nur Amalia Khairiah
Judul Laporan Kasus : Seorang Anak Usia 12 Bulan Dengan
Bronkopneumonia
Pembimbing : dr. Enny Karyani, Sp. A
Rawat Inap
Indikasi rawat inap pada terutama berdasarkan berat-ringannya
penyakit, apabila pasien tersebut menunjukan tanda-tanda pneumonia berat
dan atau disertai adanya komplikasi, seperti yang sudah dijelaskan, yaitu:
Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi, dll.
Mempertimbangkan umur pasien neonatus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap
Adanya penyakit lain yang mendasar
Terdapat juga indikasi pasien dirawat inap dari sumber lain, yaitu:
Untuk bayi :
- Saturasi oksigen < atau sama dengan 92 %
- Frek napas > sama dengan 60 kali permenit
- Distress pernapasan, apnue intermitten atau gruntting
- Tidak mau minum atau menetek
50
- Keluarga tidak bisa merawat dirumah
Untuk anak
- Saturrasi oksigen < 92 persen
- Frek napas > 50 kali/menit
- Distress pernapasan
- Gruntting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak dapat merawat dirumah
Rawat Jalan
Indikasi rawat jalan pada terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit.
Rawat jalan pada pasien dengan Bronkopneumonia adalah didapatkan gejala
pneumonia ringan :
3. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat
napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. Pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. Pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
Indikasi Pulang
Indikasi pulang pada pasien rawat inap bronkopneumonia adalah:
- Apabila gejala klinis sudah membaik (tampak perbaikan klinis) seperti
pada pasien bronkopneumonia:
* Bernapas tidak cepat
* Tidak ada retraksi arau penarikan dinding dada
* Batuk sudah berkurang
* Bebas demam
- Asupan oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (per oral)
- Kondisi dirumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah
Sumber:
51
Calistania C. Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi
4. Jakarta: Media Aesculapius, 2014
WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Jakarta: World Health Organization; 2009.
52
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya
Kejang, Letargi, atau tidak sadar
Sianosis
Distress pernapasan berat
Sumber :
Calistania C. Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4.
Jakarta: Media Aesculapius, 2014
WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Jakarta:
World Health Organization; 2009.
53
anak dengan pernapasan cepat yang gagal dengan pengobatan lini pertama
dengan amoksisilin harus memiliki pilihan untuk rujukan ke fasilitas
untuk mendapatkan pengobatan lini kedua.
Rekomendasi 2
Anak usia 2-59 bulan dengan adanya retraksi dinding dada harus diberikan
amoxicillin oral 40mg/kg/dosis dua kali sehari selama lima hari.
Rekomendasi 3
Anak-anak berusia 2-59 bulan dengan retraksi dada atau pneumonia berat
harus diberikan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin
sebagai pengobatan lini pertama.
- Ampisilin: 50 mg / kg, atau benzyl penisilin: 50 000 unit per kg IM/IV
setiap 6 jam selama lima hari.
- Gentamisin: 7,5 mg / kg IM / IV sekali sehari selama lima hari.
Ceftriaxone digunakan sebagai pengobatan lini kedua pada anak dengan
pneumonia berat setelah gagal pada pengobatan lini pertama.
Rekomendasi 4
Ampisilin (atau penisilin apabila ampisilin tidak tersedia) ditambah
gentamisin atau ceftriaxone direkomendasikan sebagai lini pertama
antibiotik untuk bayi yang terinfeksi HIV dan untuk anak di bawah usia 5
tahun dengan pneumonia berat.
Untuk bayi yang terinfeksi HIV dan untuk anak-anak dengan pneumonia
berat yang tidak merespon pengobatan dengan ampisilin atau penisilin
ditambah gentamisin, ceftriaxone dianjurkan untuk digunakan sebagai
pengobatan lini kedua.
Rekomendasi 5
Pengobatan kotrimoksazol secara empiris untuk Pneumocystis jirovecii
(sebelumnya Pneumocystis carinii) pneumonia (PCP) direkomendasikan
sebagai pengobatan tambahan untuk bayi yang terinfeksi HIV dan berusia
2 bulan hingga 1 tahun dengan retraksi dada atau pneumonia berat.
Pengobatan kotrimoksazol secara empiris untuk Pneumocystis jirovecii
pneumonia (PCP) tidak rekomendasikan untuk anak-anak yang terinfeksi
HIV dan usia lebih 1 tahun dengan pneumonia berat.
54
Sumber :
Bamabng S. Sari Pediatri : Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada
Anak. Vol 6(2) : 100-106, 2006
World Health Organization. 2014. Revised WHO classification and
treatment of childhood pneumonia at health facilities: Evidence
Summaries. World Health Organization.
55
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
Nama Mahasiswa : Nur Amalia Khairiah
Judul Laporan Kasus : Seorang Anak Usia 12 Bulan Dengan
Bronkopneumonia
Pembimbing : dr. Enny Karyani, Sp. A
Penguji : dr. Arieta Rachmawati Kawengian, Sp. A
56
hidung, retraksi, dan suara napas tambahan rhonki basah halus yang menunjang
penegakan diagnosis bronkopneumonia.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu darah lengkap didapatkan leukosit =
12,420/uL yang memberikan kesan leukositosis dan foto thoraks didapatkan
corakan bronkovaskuler bertambah dan tampak bercak infiltrat di kedua
perihiler dan parakardial. Berdasarkan literatur tentang bronkopneumonia,
pemeriksaan penunjang didapatkan pada hasil laboratorium darah didapatkan
leukosit > 15.000 mengarahkan pada infeksi bakteri, trombositosis > 500.000
khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada
infeksi virus.1pada pasien ditemukan adanya leukositosis yang mengarahkan
pada infeksi bakteri. Pemeriksaan radiologi dengan foto thoraks pada
bronkopneumonia merupakan penunjang utama penegakkan diagnosis dengan
ditemukannya bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada
pasien didapatkan tampak bercak infiltrate di kedua perihiler dan parakardial.
Sumber : Rahajoe NN, Supriyatno B dan Setyanto DB. Pneumonia Dalam Buku
Ajar Respirologi Anak. Ed Ke-1. Jakarta : IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia),
2012 : 350-65.
57
parainfluenza dan dan cuaca dingin,
adenovirus kegiatan jasmani dan
ketidakstabilan
emosi.
Sumber :
3. Apa saja yang ditemukan pada gambaran radiologis pada pasien dengan
Bronkopneumonia?
Radiografi dada dapat menegaskan diagnosis, membantu dalam
diagnosis banding kuman pathogen dan deteksi penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan paru. Pemeriksaan tersebut juga dapat mambantu
mengetahui keparahan dan respon terhadap terapi dari waktu ke waktu.
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP.
Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan
tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki,
dengan atau tanpa suara napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram..
58
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
59
Sumber :
Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter
Anaka Indonesia. Jakarta: 2008.h.350-64
Betty JT. Viral Pneumonia & Bacterial Pneumonia. Chest Radiography.
2002. USA: Department of General Surgery College of Medicine University
of Kentucky
60
proses inflamasi yang merilis sel – sel inflamatorik seperti prostaglandin
dan histamin.
Sumber :
Permana dkk. The Disease and Diagnosis & Terapi. Fakultas Kedokteran
Gadjah Mada. Yogyakarta, 2010
WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Jakarta:
World Health Organization; 2009.
61
62