Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa bahasan diatas mengenai risiko ataupun manajemen risiko
tentunya tidak berbeda dengan apa yang ada di tempat pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini Rumah sakit ataupun Puskesmas merupakan tempat kerja yang
unik dan kompleks, tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian
kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit
maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya. Kerumitan yang meliputi
segala hal tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi yang
bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, risiko ini
juga membahayakan pengunjung rumah sakit tersebut.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakaan di rumah sakit 41% lebih besar dari pekerja di
industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi, dan
sebagainya. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada
pekerja rumah sakit yaitu sprains, strains: 52%; contussion, crushing,
bruising: 11%; cuts, laceration, puncture: 10,8%; fractures: 5,6%; multiple
injuries: 2,1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1,9%; infections:
1,3%; dermatitis : 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US Departement of
Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya
di tempat pelayanan kesehatan baik di rumah sakit ataupun di Puskesmas
belum tergambar dengan jelas namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan
dari para petugas di rumah sakit, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada
di rumah sakit. Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat
beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas rumah sakit, yaitu
hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran
kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita), serta nyeri tulang
belakang dan pergeseran discus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa
terdapat beberapa kasus penyakit akut yanng diderita petugas rumah sakit
lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan
parasit, saluran pernapasan, saluran cerna, dan keluhan lain seperti sakit
telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak,
gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang
rangka. Oleh karena itu, diperlukan sistem manajemen risiko yang benar-
benar jelas, kontinyu, serta konsekuen dengan misi yang diemban, yaitu
mengurangi nilai kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja, bahkan
dapat dieliminasikan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang disebutkan, maka makalah ini
mempunyai batasan-batasan permasalahan yang diangkat, antara lain:
1. Pengertian Manajemen Resiko
2. Gambaran umum/identifikasi potensi bahaya di tempat pelayanan
kesehatan?
3. Pedoman Manajemen risiko di tempat kerja?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian manajemen Resiko
2. Untuk mengetahui gambaran umum/identifikasi potensi bahaya di tempat
pelayanan kesehatan
3. Untuk mengetahui pedoman manajemen risiko di tempat kerja
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Manajemen Resiko


Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi,
diperlukan sebuah proses yang dinamakan sebagai manajemen risiko.
Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai
dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau
meminimalkan dampaknya. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan
berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian
pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri
(The Joint Commission on Accreditation of Healthcare
Organizations/JCAHO).
Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari berbagai literatur yang
didapat, antara lain :
a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor-faktor risiko
secara sistematis diidentifikasi, diukur, dan dicari
b. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal
dimana dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan
peristiwa atau kejadian yang memiliki kemungkinan perubahan yang tidak
diinginkan.
c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan
dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko
sepanjang masa proyek.

Tabel 1. Definisi manajemen risiko


Definisi Manajemen Risiko Sumber
Referensi
Manajemen risiko merupakan pengenalan, pengukuran, Williams dan
dan perlakuan terhadap kerugian dari kemungkinan Heins, 1985
kecelakaan yang muncul
Manajemen risiko merupakan sebuah proses untuk Redja, 2008
mengidentifikasi terjadinya kerugian yang dialami oleh
suatu organisasi dan memilih teknik yang paling tepat
untuk menangani kejadian tersebut
Manajemen risiko adalah sebuah proses formal untuk Al Bahar dan
mengidentifikasi, menganalisa, dan merespon sebuah Crandall,
risiko secara sistematis, sepanjang jalannya pekerjaan, 1990
untuk mendapatkan tingkatan tertinggi atau yang bisa
diterima, dalam hal mengeliminasi risiko atau kontrol
risiko
Manajemen risiko merupakan suatu aplikasi dari Williams,
manajemen umum yang mencoba untuk Smith, Young,
mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan 1995
akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen


risiko. Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai
tahapan-tahapan dalam manajemen risiko. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Tahapan manajemen risiko

Tahapan Manajemen Risiko Sumber Referensi


a. Identifikasi risiko Williams dan
b. Menafsir kerugian yang dapat terjadi (menentukan Heins, 1985
probabilitas dan dampaknya)
c. Menangani risiko
d. Pengimplementasian
e. Memonitor dan mengevaluasi pengimplementasiannya
a. Identifikasi misi Williams, Smith,
b. Menafsir risiko dan ketidakpastian Young, 1995
c. Mengontrol risiko
d. Membiayai risiko
e. Pengadministrasian program
a. Identifikasi risiko Trieschmann,
b. Evaluasi risiko Gustavon, Hoyt,
c. Memilih teknik manajemen risiko 1995
d. Mengimplementasikan dan meninjau kembali keputusan
yang dibuat
a. Menafsir risiko Kerzner, 1995
b. Menganalisa risiko (menentukan probabilitas dan
konsekuensinya)
c. Menangani risiko
d. Mendokumentasikan proses manajemen risiko
a. Mengidentifikasi kerugian Redja, 2008
b. Menganalisa kerugian
c. Memilih teknik pengangan yang tepat (mengontrol risiko
dan membiayai risiko)
d. Mengimplementasikan dan memonitor program
manajemen risiko
a. Mengidentifikasi risiko Loosemore,
b. Menafsir dan menganalisa risiko Raftery, Reilly,
c. Mengontrol risiko Higgon, 2006
a. Identifikasi risiko Al Bahar dan
b. Analisa risiko dan proses evaluasi Crandall, 1990
c. Respon manajemen
d. Administrasi system

Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi


risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus
menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau
kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi
risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua
risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu pekerjaan, harus
diidentifikasi. Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan
komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak
teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan
beberapa teknik, antara lain:
a. Brainstorming
b. Questionnaire
c. Industry benchmarking
d. Scenario analysis
e. Risk assessment workshop
f. Incident investigation
g. Auditing
h. Inspection
i. Checklist
j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)
k. dan sebagainya

B. Gambaran Umum/Identifikasi Risiko Bahaya Di Tempat Pelayanan Kesehatan


Puskesmas ataupun Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai
tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Puskesmas ataupun Rumah
sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan
kesehatannya. Rumah sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak
saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan
tempat pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan
kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan
fasilitasnya.
Potensi bahaya di sarana pelayanan kesehatan, selain penyakit-penyakit
infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan
kondisi di tempat pelayanan tersebut, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi,
gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut
jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para
pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan puskesmas dan rumah
sakit.
Sarana pelayanan kesehatan ini mempunyai karakteristik khusus yang dapat
meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan
dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan
orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan
kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah
anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini
dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan
kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali
terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga
sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi
paparan. Pada kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil
dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat
darah. Kondisi gawat darurat dapat terjadi setiap waktu dan mengganggu
kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan (agen yang menyebabkan infeksi)
pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang menantang (Advanced Precaution for
Today’s OR). Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena
itu manajemen resiko di temapt pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan
baik. Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efesien dan terpadu
diperlukan sebuah manajemen resiko di rumah sakit baik bagi pengelola
maupun karyawan rumah sakit.

C. Kejadian Tidak Diharapkan (Ktd) (Adverse Event)


1. Pengertian:
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak
(ommision), dan bukan karena ”underlying disease” atau kondisi pasien
(KKP-RS). KTD yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event):-
suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan
yang mutakhir (KKP-RS). Masalah KTD bisa terjadi dikarenakan (AHRQ
Publication No.04-RG005, Agency for Healthcare Research and
Quality December 2003):
2. Masalah komunikasi. Penyebab yang paling umum terjadi medical errors.
Kegagalan komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shif,
informasi tidak didokumentasikan dengan baik / hilang, masalah-masalah
komunikasi: tim layanan kesehatan di 1 lokasi, antar berbagai lokasi, antar
tim layanan dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien.
3. Arus informasi yang tidak adekuat. Ketersediaan informasi yang kritis saat
akan merumuskan keputusan penting, komunikasi tepat waktu dan dapat
diandalkan saat pemberian hasil pemeriksaan yang kritis, koordinasi
instruksi obat saat transfer antara unit, informasi penting tidak disertakan
saat pasien ditransfer ke unit lain / dirujuk ke RS lain.
4. Masalah SDM. Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses,
dokumentasi suboptimal dan labeling spesimen yang buruk, kesalahan
berbasis pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk
setiap pasien pada saat diperluka.
5. Hal-hal yang berhubungan dengan pasien. Idenifikasi pasien yang tidak
tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap, kegagalan memperoleh consent,
pendidikan pasien yang tidak adekuat
6. Transfer pengetahuan di rumah sakit. Kekurangan pada orientasi atau
training, tingkat pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya, transfer
pengetahuan di RS pendidikan
7. Pola SDM / alur kerja. Para dokter, perawat,, dan staf lain sibuk karena SDM
tidak memadai, pengawasan / Supervisi yang tidak adekuat
8. Kegagalan-kegagalan teknis. Kegagalan alat / perlengkapan: pompa infus,
monitor. Komplikasi / kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak
adekuat, peralatan dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cidera.
Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cideranya
pasien, dan diasumsikan staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering
tampilkan kegagalan teknis, yang mula-mula tidak tampak, terjadi pada
suatu KTD.
9. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Pedoman cara pelayanan dapat
merupakan faktor penentu terjadinya banyak medical errors. Kegagalan
dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya pada buruknya dokumentasi,
bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat

D. Perencanaan Proaktif Untuk Mengurangi Faktor Resiko Yang Berhubungan


Dengan High-Alert Medications
Tipe obat Faktor Resiko Umum Rencana Proaktif
Insulin · Tidak ada system cek· Menetapkan sistem
dosis pengecekan yang mana satu
· botol-botol insulin dan perawat membuat preparat
heparin dicampur dan dosis dan perawat lainnya
dijaga dalam kedekatan melakukan review
tertutup satu sama lainnya terhadapnya.
pada unit keperawatan. · Menyimpan insulin dan
· untuk unit-unit dalam heparin tidak berdekatan.
order.(dapat dibingungkan· Melakukan ejaan untuk
dengan O, mudah setiap unit lebih baik
overdosis 10x lipat). daripada menyingkatnya
· Angka kesalahan terjadi· Menetapkan sebuah sistem
ke dalam cairan infus pengecekan yang independen
untuk angka pompa infuse
dan pengaturan konsentrasi.
Opiates dan· Faktor resiko umum · Membatasi ketersediaan
narkotik · Narkotik parenteral opium dan narkotik dalam
disimpan sebagai stok stok dasar.
dasar di area keperawatan.· Mengajarkan para staff
· Hydromorphine tentang kemungkinan
dibingungkan dengan pencampuran
morphine hydromorphone dan
· Patient-controled morphine.
analgesia (PCA)· Menyediakan Protocol
mengacaukan konsentrasi. peralatan PCA untuk dua kali
cek obat, pengaturan pompa,
dan dosis.
Penyuntikan · Menyimpan · Memindahakan potassium
potassium concentrated potassium chloride/phosphate dari stok
chloride/phosphate chloride/phosphate di luar dasar.
concentrate farmasi. · Memindahakan preparasi
· Mencampur tanpa obat dan gunakan pra
persiapan dari potassium campuran komersial dari IV.
chloride/phosphate · Menetapkan standard an
· Reguests for unusual batasi konsentrasi obat.
concentrations

Antikoagulan · Factor resiko umum · Menetapkan standar


Intravena /· Konsentrasi dan total konsentrasi dan
Heparin volume tidak terlabel menggunakan premixed
dengan jelas. solutions
· Botol multidosis · Menggunakan botol single-
· botol-botol insulin dan dosis
heparin dicampur dan· Memisahkan heparin dan
dijaga dalam kedekatan insulin: pindahkan heparin
tertutup satu sama lainnya dari top of medication carts
pada unit keperawatan.
Sodium chlorine· menyimpan sodium· Membatasi jalan masuk
solutions di atas chloride solution di atas sodium chloride solutions di
0.9% 0.9 % di atas nursing unit. atas 0.9%: pindahkan
· Tersedianya banyak solutions ini dari nursing
konsentrasi/formula unit.
· Tidak ada sistem· Membuat satandar dan
pengecekan dua kali. batasan obat dan konsentrasi.
· Menyediakan protokol
peralatan untuk double-check
angka pompa obat,
konsentrasi, dan garis
tambahan.

Form isian Manajemen Risiko

DAMPAK MINOR MODERAT MAYOR KATASTROPIK


1 2 3 4

(Kegagalan (Kegagalan (Kegagalan (Kegagalan


yang tidak dapat menyebabkan menyebabkan
disadari oleh mempengaruh kerugian yang kematian atau
pasien dan i proses lebih besar kecacatan)
tidak pelayanan terhadap
menimbulkan kesehatan pasien)
dampak dalam tetapi
pelayanan menimbulkan
kesehatan) kerugian
minor)
Pasien Tidak ada Perpanjangan Kerugian Kematian atau
cedera, atau hari rawat terhadap kerugian
tidak adanya atau fungsi organ permanent
perpanjangan perpanjangan tubuh terhadap fungsi
hari rawat kualitas (sensorik, tubuh (sensorik,
pelayanan motorik, motorik,
untuk 1 atau 2 psycologic physiologic
pasien atau atau
intelektual), intelektual),
diperlukan bunuh diri,
operasi lebih pemerkosaan,
lanjut, reaksi
perpanjangan transfuse,
hari rawat operasi pada
untuk 3 atau bagian atau
lebih pasien, pada pasien
peningkatan yang salah,
level pemberian bayi
pelayanan pada orang tua
untuk 3 atau yang salah
lebih pasien
:

Pengunju Dievaluasi Evaluasi dan Perawatan Kematian; atau


ng dan tidak penanganan untuk 1 atau 2 perawatan 3
dibutuhkan untuk 1 atau 2 pengunjung atau lebih
penanganan pengunjung
Staf: Hanya Pengeluaran Perawatan 1 Kematian atau
penanganan Medis, atau 2 staf perawatan 3
ringan tanpa kehilangan atau 3 atau atau lebih staf
kerugian waktu atau lebih, terjadi
waktu atau ada kecelakaan
tidak kecelakaan kerja
menimbulkan kerja untuk 1
kecelakaan atau 2 staf
kerja
Fasilitas Kerusakan Kerusakan Kerusakan Kerusakan
atau kurang dari lebih dari Rp sama dengan sama dengan
Perlengka Rp100,000 100,000 tetapi atau lebih dari atau lebih dari
pan atau tanpa kurang dari Rp 1000,000 Rp2.500,000
Kesehata menimbulkan Rp1.000,000
n dampak
terhadap
pasien
TINGKAT PROBABILITAS

LEVEL DESKRIPSI INSIDEN

4 Sering (Frequent) Hampir sering muncul dalam waktu yang


relative singkat (mungkin terjadi beberapa
kali dalam 1 tahun)
3 Kadang- Kemungkinan akan muncul
kadang(Occasional) (dapat terjadi beberapa kali dalam 1
sampai 2 tahun)
2 Jarang (Uncommon) Kemungkinan akan muncul
(dapat terjadi dalam >2 sampai 5 tahun)

1 HampirTidak Jarang terjadi (dapat terjadi dalam > 5


Pernah(Remote) sampai 30 tahun)

Analisis Hazard
PENILAIAN SESUAI HAZARD

TINGKAT BAHAYA

KATASTROPIK MAYOR MODERAT MINOR


4 3 2 1
SERING 16 12 8 4
4
KADANG 12 9 6 3
3
JARANG 8 6 4 2
2
HAMPIR 4 3 2 1
TIDAK
PERNAH
1

Setelah risiko-risiko yang mungkin terjadi dievaluasi dengan menggunakan


parameter-parameter probabilitas dan konsekuensi risiko, selanjutnya dapat
dilakukan suatu analisa untuk mengevaluasi dampak risiko secara keseluruhan,
dengan menggunakan matriks evaluasi risiko. Dalam penanganan risiko ini
mengacu pada ISO 31000:2009 Standar Manajemen Resiko. Standar ini
memberikan panduan yang diterima secara universal tentang proses manajemen
risiko generik. Standar Manajemen Risiko dimaksudkan untuk menggantikan
standar yang berbeda banyak, yang membentang di seluruh industri, wilayah, dan
subyek. Termasuk informasi pada kedua Catalogue ISO dan IEC (International
Electrotechnical Commission) program standar, ISO 31000 Standar meliputi:
ISO 31000 Prinsip dan Pedoman Pelaksanaan
IEC 31010 Manajemen Risiko – Risiko Teknik Penilaian
ISO / IEC 73 Manajemen Risiko – Kosakata
Sebagai sumber daya informatif untuk eksekutif bisnis, auditor
keselamatan dan risiko, analis risiko, manajer lini, kontraktor individu, dan
karyawan lainnya dan direksi yang terlibat dalam manajemen risiko, ISO
31000:2009 Standar Manajemen Risiko menawarkan banyak individu dan tim
yang ringkas, diperbarui, dan standar global sumber kedua proses risiko
manajemen dibentuk dan diusulkan. Sumber online katalog menggabungkan ISO
dengan program IEC standar dalam pengembangan. Pengguna dapat memilih
untuk pencarian menggunakan sebuah entitas tunggal atau kombinasi entitas dari
berikut ini:
a. Menerbitkan standar
b. Standar dalam pengembangan
c. Penarikan standar
d. Proyek dihapus
Resiko yang mempengaruhi organisasi mungkin memiliki konsekuensi
dalam hal sosial, lingkungan, keselamatan teknologi, dan hasil keamanan; disiplin
komersial, keuangan dan ekonomi, serta dampak reputasi sosial, budaya dan
politik. Ketika resiko terjadi, organisasi harus selalu mengajukan pertanyaan:
“Apakah tingkat risiko ditolerir atau diterima, dan tidak membutuhkan perawatan
lebih lanjut?”. Penilaian risiko merupakan bagian integral dari manajemen risiko
yang menyediakan sebuah proses terstruktur untuk organisasi untuk
mengidentifikasi bagaimana tujuan mungkin akan terpengaruh. Hal ini digunakan
untuk menganalisis risiko dalam hal konsekuensi dan probabilitas mereka,
sebelum organisasi memutuskan perawatan lebih lanjut, jika diperlukan. Penilaian
risiko menyediakan pembuat keputusan dan pihak yang bertanggung jawab dengan
peningkatan pemahaman risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan, serta
kecukupan dan efektivitas kontrol sudah di tempat. Standar ini menyediakan dasar
untuk keputusan tentang pendekatan yang paling tepat untuk digunakan untuk
mengobati risiko tertentu dan untuk memilih antara opsi.
ISO / IEC 31010:2009 akan membantu organisasi dalam menerapkan
prinsip-prinsip manajemen risiko dan pedoman yang disediakan oleh ISO, baru-
baru diterbitkan 31000:2009 sendiri dilengkapi dengan ISO Guide 73:2009 pada
kosa kata manajemen risiko. Standar penawaran terbaru dengan:
a. Konsep penilaian risiko
b. Proses penilaian resiko
c. Pemilihan teknik penilaian risiko.
Standar ini mencerminkan praktik yang baik saat ini dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut:
Apa yang bisa terjadi dan mengapa?, Apa akibatnya?, Berapakah probabilitas
terjadinya masa depan mereka?, Apakah ada faktor yang mengurangi konsekuensi
risiko atau yang mengurangi kemungkinan risiko?. Penerapan berbagai teknik
diperkenalkan, dengan referensi khusus untuk Standar Internasional lain di mana
konsep dan aplikasi teknik yang dijelaskan secara lebih rinci. Penilaian risiko
bukanlah aktivitas yang berdiri sendiri dan harus sepenuhnya diintegrasikan ke
dalam komponen-komponen lain dalam proses manajemen risiko.

E. Respon Manajemen
Setelah risiko-risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa,tim
manajerial akan mulai memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat.
Strategi ini didasarkan kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari risiko
itu sendiri. Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memindahkan dampak
potensial risiko sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol terhadap risiko.

Berikut ini Jenis jenis metode pengelolaan antara lain :


1. Asumsi( Retensi )
2. Transfer
3. Kombinasi
4. Pencegahan kerugian
5. Menghindari Pengetahuan dan penelitian

Ada lima strategi alternatif untuk menangani risiko, yaitu :


1. Menghindari risiko
2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
3. Meretensi risiko
4. Mentransfer risiko
5. Asuransi

F. Pedoman Manajemen Risiko Di Tempat Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit merupakan upaya untuk
memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi. Manajemen resiko dalam K3 di rumah sakit adalah suatu proses
kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengendalian yang bertujuan untuk memberdayakan K3 di rumah sakit.
Sistem Manajemen resiko tidak terlepas dari pembahasan manajemen secara
keseluruhan. Manajemen merupakan suatu proses pencapaian tujuan secara efisien
dan efektif, melalui pengarahan, penggerakan dan pengendalian kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja.
Sedangkan sistem manajemen merupakan rangkaian proses kegiatan manajemen
yang teratur dan integrasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Masalah
keselamatan dan kesehatan kerja akhir-akhir ini terus berkembang seiring dengan
kemajuan sains dan teknologi dalam bidang industri. Keadaan ini merubah
pandangan masyarakat industri terhadap pentingnya penerapan K3 secara
sungguh-sungguh dalam kegiatannya.

G. Tujuan Penerapan
Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 yang termasuk di dalamnya
manajemen resiko ini pada Rumah Sakit adalah terciptanya cara kerja, lingkungan
kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan karyawan RS. Kesehatan kerja menurut Suma’mur didefinisikan sebagai
spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental
maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-
penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan
dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum. Adapun tujuan
keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah sebagai berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional.
2. Menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Menurut WHO / ILO (1995), Kesehatan kerja bertujuan,
1. Untuk peningkatan dan pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan sosial yang
setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan
2. Pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan
3. Perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Adapun beberapa hal strategis yang harus diperhatikan dan dilaksanakan
dalam kebijakan keselamatan kerja tersebut, antara lain :
1. Orientasi karyawan, untuk meningkatkan pengetahuan keselamatan kerja
karyawan tersebut
2. Penggunaan alat pelindung diri
3. Penataan tempat kerja yang baik dan aman
4. Pertolongan pertama pada kecelakaan, meliputi latihan, kelengkapan peralatan
P3K, pertolongan pada kasus luka dan mengatasi perdarahan, pada kasus patah
tulang, terkilir, luka bakar, cedera otot dan persendian, kasus cedera mata
5. Pencegahan kebakaran
6. Perizinan, yaitu perizinan untuk kegiatan yang dapat menimbulkan sumber
nyala api, perizinan untuk penggalian, untuk kelistrikan.

H. Pedoman Manajemen K3
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Peraturan
Menteri Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan)
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas
dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit.
Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber
daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya
program K3 di rumah sakit. Kebijakan K3 di rumah sakit diwujudkan dalam
bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit. Untuk
melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 rumah sakit, perlu disusun
strategi antara lain:
a. Advokasi sosialisasi program K3 rumah sakit
b. Menetapkan tujuan yang jelas
c. Organisasi dan penugasan yang jelas
d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 rumah sakit pada setiap
unit kerja di lingkungan rumah sakit
e. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f. Kajian resiko secara kualitatif dan kuantitatif
g. Membuat program kerja K3 rumah sakit yang mengutamakan upaya
peningkatan dan pencegahan
h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala
2. Tahap perencanaan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas
dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada
standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3
rumah sakit. Perencanaan meliputi:
a. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan:
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi Penilaian
faktor resiko, yaitu proses untuk menentukan ada tidaknya resiko
dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang
menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
Pengendalian faktor risiko, dilakukan melalui empat tingkatan
pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan
sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya
lebih rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan
alat pelindung pribadi (APP)
b. Membuat peraturan, yaitu rumah sakit harus membuat, menetapkan dan
melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan,
perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus
dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan
pada karyawan dan pihak yang terkait.
c. Tujuan dan sasaran, yaitu rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan
perundang-undangan, bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur,
satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu
pencapaian (SMART)
d. Indikator kinerja, harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3
rumah sakit.
e. Program kerja, yaitu rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram
K3 rumah sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan
dicatat serta dilaporkan.

3. Tahap penerapan atau pelaksanaan


Pelaksanaan K3 harus merupakan bagian dari semua kegiatan operasional.
Maka dari itu pekerjaan atau tugas apapun tidak dapat diselesaikan secara
efisien kecuali jika si pekerja telah mengikuti setiap tindak pencegahan dan
peratuan K3 untuk melindungi dirinya dan kawan kerjanya. Sesuai dengan
konsep sebab akibat kecelakaan serta prinsip pencegahan kecelakaan, maka
pengelompokan unsur K3 diarahkan kepada pengendalian sebab dan
pengurangan akibat terjadinya kecelakaan.
Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta
kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan
melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan
disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit secara spesifik
harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat
kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya
masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan
mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan
dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program,
untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau
masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta
dicari pemecahannya. Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu
melakukan upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas,
pasien, maupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK
dan PAK di rumah sakit. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar
bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang
terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat
reward dari direktur rumah sakit.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rumah sakit dan puskesmas adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai
tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah sakit merupakan
salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya.
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah
sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan
ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi
kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Rumah sakit mempunyai
karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya,
petugas acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda
tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka
lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang
terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau
asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres
kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada
akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa sepengetahuan orang
tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir
prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari
acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi
terhadap patogen yang ditularkan lewat darah.

B. Saran
Mengelolah risiko harus dilakukan secara komprehensif melalui
pendekatan manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam Risk management
standard AS/NZS 4360,yang meliputi:
1. Penentuan konteks
2. Identifikasi risiko
3. Analisa risiko
4. Evaluasi risiko
5. Pengendalian risiko
6. Komunikasi,dan
7. Pemantauan dan tinjaun ulang
DAFTAR PUSTAKA

COSO (The Committee of Sponsoring Organization) of the Treadway Commission.


2004 a. Enterprise Risk Management – Integrated Framework. PDF
Version. http://www.coso.org

Internal Auditor. 2005. ERM: a Status Report. February 2005. The Institute of
Internal auditor. Florida.

Miccolis, J. dan S. Shah. 2000. Enterprise Risk Management – An Analytic


Approach. Tillinghast-Towers Perrin. http://www.tillinghast.com

Susilo, Leo J. dan Victor Riwu Kaho.2010. Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000.
Ppm Manajemen. Jakarta.

Vedpuriswar, A.V, P. Madhav, dan N. V. Chowdary. 2001. A strategic approach to


Enterprise Risk Management. Icfaian School of Management. Hyderabad.
https://id.scribd.com/mohamad%20asidiqy

_______.2003. Bunga Rampai Hyperkes dan KK. Universitas Diponegoro:


Semarang

Komite Keselamatan Rumah Sakit. 2007. Meningkatkan Kepercayaan Dengan


Patient Safety. http://www.inapatsafety-persi.or.id

Anda mungkin juga menyukai